• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAPARAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan penyajian dan pembahasan data penelitian yang di peroleh di lapangan, berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam bab ini di paparkan tentang: paparan data, temuan penelitian, dan pembahasan.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentsi yang telah peneliti lakukan di SLB-B Ngudi Hayu Srengat Blitar, akan peneliti paparkan beberapa temuan penelitian sebagaimana urutan dari rumusan masalah sebagai berikut:

4. Proses Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu Srengat Blitar.

Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan tempat untuk anak bekebutuhan khusus memperoleh pendidikan formal. Dalam kabupaten Blitar ada enam SLB yang terletak di Kademangan, Talun, Wlingi, Selopuro, Kesamben dan Srengat. Sekolah Luar Biasa yang akan peneliti gunakan sebagai tempat penelitian adalah SLB Ngudi Hayu Srengat yang beralamatkan di JL.Raya Togogan 001 desa Togogan kecamatan Srengat kabupaten Blitar. Satu lokasi SLB ini mencangkup jenjang pendidikan mulai dari SDLB, SMPLB sampai SMALB yang mewakili lima

kecamatan di Kabupaten Blitar yaitu Kecamatan Ponggok, Udanawu, Wonodadi, sanan Kulon, dan Srengat. Siswa SLB-B Ngudi Hayu Srengat berjumlah 27 siswa yang terdiri dari 12 putra dan 15 putri mulai jenjang SDLB sampai SMPLB dengan karakteristik tunarungu.

Meskipun anak-anak tersebut memiliki kekurangan dalam mendengar dan berbicara, tetapi mereka juga memiliki prestasi yang patut dibanggakan, hal tersebut terbukti dari banyaknya piala yang telah diperoleh dalam setiap perlombaan yang mereka ikuti, milai dari lomba tingkat daerah sampai lomba tingkat nasional. Pihak sekolah telah memprogramkan beberapa kegiatan keterampilan dalam bidang olahraga dan seni.97

Dalam bidang olahraga, prestasi yang penah diraih oleh siswa bernama Eko Tedi Santoso (sudah lulus) yaitu juara 1 tenis meja tingkat kabupaten dan menjadi juara 1 lagi ditingkat provinsi kemudian dilombakan lagi dan meraih juara 2 tingkat nasional. Prestasi dalam bidang olahraga juga diraih oleh siswa bernama Dadang Supriyadi yang meraih juara 2 bulutangkis tingkat kabupaten dan menjadi juara 3 ditingkat provinsi. Dalam bidang lain yaitu Pramuka, mereka juga pernah meraih juara 2 jambore nasional. Selain itu dalam bidang seni yang masuk pada pelajaran keterampilan, anak-anak tunarungu tersebut diajari untuk menari, dengan menggunakan musik suara yang keras untuk berlatih, tarian mereka sering ditampilkan diacara-acara tertentu seperti

hari anak nasional atau yang lainnya. Mereka juga diajari keterampilan yaitu membuat keset, dengan perlengkapan yang lengkap (mesin jahit, mesin bordir, mesin obras, dll) serta bahan baku yang bagus mereka dapat menampilkan karya mereka diacara pameran yang dilaksanakan di hotel Grand Surabaya.98

Kegiatan-ketiatan tersebut dapat menjadi pembinaan mental para siswa, walau mereka memiliki kekurangan tapi mereka dapat menunjukkan diri dengan prestasinya, memunculkan rasa percaya diri dan bangga akan dirinya sendiri, selain itu mereka juga bisa berinteraksi dengan teman-teman beda sekolah melalui kegiatan perlombaan dan pameran tersebut.

Proses pendidikan yang berjalan di SLB Ngudi Hayu sekilas hampir sama seperti sekolah reguler dengan guru serta siswa yang belajar di kelas, tapi saat diamati lebih dekat akan ditemukan beberapa berbedaan. Sekolah masuk pukul 07.30, di mulai dengan senam pagi dan kemudian pembelajaran dilaksanakan dikelas. Terlihat semangat mereka dalam belajar, meski sekolah baru di mulai pukul 07.30 tapi beberapa siswa ada yang datang lebih pagi yaitu pukul 06.30. dalam satu hari ada enam sampai tujuh jam pelajaran dan dilanjutkan dengan sholat Dzuhur berjamaah. Untuk materi yang disampaikan melihat dan menyesuaikan kondisi peserta didik.99

98 Wawancara, Pak Sunardi Waluyo, pendidik di SLB Ngudi Hayu, (29/04/2015) 99Observasi, di SLB-B Ngudi Hayu Srengat, (29/04/2015)

Dikarenakan SLB ini mencangkup lima kecamatan di Kabupaten Blitar bagian barat, maka jarak rumah siswa dengan sekolah pun tidak semua dekat. Kebanyakan dari mereka datang ke sekolah dengan diantarkan oleh orang tuanya, jadi saat orang tua sibuk dan tidak sempat mengantar anaknya kesekolah, maka anak tersebut tidak bersekolah. Meski begitu sebenarnya mereka memiliki semangat untuk bersekolah, bahkan ada beberapa siswa yang datang sendiri kesekolah dengan menggunakan sepeda.100

Pada awal peneliti datang ke SLB anak-anak hanya melihat sambil tersenyum. Tapi dihari berikutnya ketika peneliti baru datang, banyak anak yang mengampiri mengucap salam dan mengajak berjabat tangan, anak-anak yang mengucap salam adalah anak tunagrahita sedang anak tunarungu tersenyum sambil menjabat tangan peneliti.

SLB Ngudi Hayu hanya memiliki satu guru Agama dan untuk membantu dalam pencapaian materi maka guru kelas juga menyampaikan materi pendidikan agama Islam.

a. Tujuan Pembelajaran

Dalam dokumen SK-KD yang diberikan oleh guru pendidikan Agama Islam di SLB B Ngudi Hayu, telah tertulis tujuan pendidikan agama Islam untuk anak tunarungu, tujuan tersebut diantaranya:

1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan,

pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

2) Mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia yaitu manusia yang produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), serta menjaga harmoni secara personal dan sosial.101

Dari tujuan-tujuan tersebut para peserta didik diharapkan mampu meningkatkan pemahaman, keimanan, penghayatan, pengamalan tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlah mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Materi Pelajaran

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang menjadi dasar moral dan aqidah bagi pendidikan sekolah, khususnya Sekolah Luar Biasa. Namun secara umum kurikulum pendidikan agama Islam di SLB sama dengan kurikulum sekolah regular diantaranya isi dan muatan materi. Kurikulum yang diterapkan di SLB Ngudi Hayu Srengat sebagian besar adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hal tersebut disampaikan oleh Bu Siti Nur Chamah, kepala SLB-B saat wawancara dengan peneliti:

“Kurikulum yang digunakan disini masih KTSP, soalnya kami baru menerima workshop tentang Kurikulum 2013

(K13) tahun 2014 kemarin, ya untuk saat ini masih kelas 1, kelas 4, kelas 7 dan kelas10 yang menggunakan Kurikulum 2013, kelas yang lainnya masih KTSP.”102

Berikut merupakan beberapa Standar Kompetensi dan kompetensi dasar materi pendidikan agama Islam yang digunakan di kelas III dan kelas IV SDLB-B Ngudi Hayu Srengat:

Tabel 4.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

SDLB-B Kelas III, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Al Qur’an

1. Mengenal huruf-huruf Al- Qur’an

1.1 Melafalkan huruf-huruf Al Qur’an 1.2 Menulis huruf-huruf Al Qur’an

Aqidah

2. Mengenal sifat wajib Allah

2.1 Menyebutkan lima sifat wajib Allah 2.2 Mengartikan lima sifat wajib Allah

Akhlak

3. Membiasakan perilaku terpuji

3.1 Menampilkan perilaku percaya diri 3.2 Menampilkan perilaku tekun 3.3 Menampilkan perilaku hemat

Fiqih

4. Melaksanakan shalat dengan tertib

4.1 Menghafal bacaan shalat

4.2 Menampilkan keserasian gerakan dan bacaan shalat

Tabel 4.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

SDLB-B Kelas IV, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Al Qur’an

1. Membaca surat-surat Al Qur’an

1.1 Membaca ayat-ayat Al-Qur’an 1.2 Membaca ayat-ayat Al-Qur’an

Aqidah

2. Mengenal sifat jaiz Allah SWT

1.1 Menyebutkan sifat jaiz Allah SWT 1.2 Mengartikan sifat jaiz Allah SWT

Akhlak

2. Membiasakan perilaku terpuji

3.1 Menceritakan kembali kisah Nabi Adam AS

3.2 Meneladani perilaku taubatnya Nabi

Adam AS

3.3 Menceritakan masa kelahiran Nabi Muhammad SAW

3.4 Menceritakan perilaku masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

3.5 Meneladani perilaku masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Fiqih

3. Mengenal ketentuan- ketentuan shalat

3.1 Menyebutkan rukun shalat 3.2 Menyebutkan sunnat shalat

3.3 Menyebutkan syarat sah dan syarat wajib shalat

3.4 Menyebutkan hal-hal yang membatalkan shalat

Kurikulum pendidikan agama Islam selalu menitik beratkan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yaitu pengetahuan, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai aqidah, akhlak dan bentuk kehidupan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini senada dengan yang dijelaskan dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Bu Nurhalim selaku guru pendidikan agama Islam di SLB Ngudi Hayu Srengat beliau berpendapat bahwa:

“Kalau masalah kurikulum untuk PAI sama saja dengan

sekolah reguler. Biasanya untuk materi yang disampakan yaitu tentang kehidupan mereka sehari-hari, misalnya

tentang sholat, wudlu, puasa, do’a sehari-hari, makanan dan minuman yang haram dan halal, kalau menyentuh lawan jenis itu batal, harus berbakti dengan orang tua, harus menyayangi teman, tidak boleh berkelahi, dan lain-lain. Kalau tentang menulis arab masih menyambung huruf saja, kalau kalimat panjang atau satu ayat penuh ya belum

bisa.”103

Dari pernyataan beliau dapat diambil kesimpulan bahwa materi yang disampaikan disesuaikan dengan keadaan siswa, karena hal-hal yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan, jadi tingkat pemahaman siswa terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam sedikit lebih mudah. Materi yang diajarkan pada anak-anak tunarungu tersebut adalah apa yang biasa mereka lakukan sehari- hari, misalnya tentang wudlu, sholat, puasa, zakat, yang halal dan haram, bagaimana bersikap kepada orang lain. Pada saat guru menyampaikan materi siswa selalu memperhatikan tapi belum tentu paham, maka guru perlu mengimbangi penyampaian materi dengan contoh yang jelas dan dengan suara yang keras.

Untuk materi tentang sholat dan wudlu, dengan bantuan papan tulis awalnya guru menjelaskan dikelas, kemudian untuk praktiknya guru mengajak para siswa ke mushola sekolah, untuk mempraktikkan tata cara wudlu serta gerakan sholat. Sedangkan untuk materi yang berkaitan dengan menulis bacaan Al-Qur’an mereka belum bisa menulis satu ayat secara penuh, tetapi masih menggabungkan satu huruf dengan huruf lainnya hingga membentuk sebuah kata.

c. Metode Pembelajaran

Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan Bu Reni selaku guru kelas, berkaitan dengan metode dalam pembelajaran,

seperti yang beliau sampaikan yaitu guru seringkali menggunakan metode ceramah dan demonstrasi.

“Metode yang digunakan itu hampir sama dengan di

sekolah regular, yaitu ceramah dan demonstrasi, kalau metode demonstrasi kan sudah jelas, karena anak-anak dapat langsung melihatnya. Berbeda dengan metode ceramah, perlu menggunakan suara yang keras, tapi tidak selalu menggunakan abjad jari saat anak-anak tidak mengerti apa yang disampaikan baru menggunakan artikulasi dengan abjad jari. Kalau mau memakai metode

Tanya jawab ya bagaimana… anak-anak tidak bisa tanggap (langsung menjawab), jadi agak sulit kalau memakai

metode tanya jawab.”104

Metode yang digunakan dalam pembelajaran di SLB pun hampir sama yaitu metode ceramah dan demonstrasi. Dalam penyampaian materi seringkali guru menggunakan bahasa campuran, karena anak-anak tunarungu yang belajar disana berklasifikasi tunarungu ringan dan tunarungu sedang maka mereka masih bisa mendengar suara walaupun hanya sedikit, meski metode yang digunakan guru adalah ceramah penyampaiannya pun harus menggunakan suara yang keras. Saat anak-anak tidak mengerti sama sekali apa yang disampaikan guru maka baru dipakai bahasa isyarat (abjad jari). Untuk metode demonstrasi jelas anak-anak akan lebih paham karena langsung melihat contoh konkritnya.

d. Media Pembelajaran

Media pembelajaran Agama Islam adalah alat yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi

antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran PAI di sekolah. Media pembelajaran juga merupakan hal yang penting untuk menunjang proses pendidikan agama Islam. Untuk penggunaan media, guru PAI di SLB-B Ngudi Hayu Srengat menggunakan media berupa papan tulis untuk menuliskan materi, gambar-gambar dan mushola sebagai tempat praktek sholat dan wudhu.105 Jam pertama dan kedua digunakan untuk menulis dan menjelaskan materi, kemudian setelah Istirahat baru dipraktekkan. Apabila tidak memungkinkan untuk praktek hari itu juga maka dapat dipraktekkan dipertemuan selanjutnya, dengan sedikit menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan sebelum mempraktekkannya.

e. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan guru PAI di SLB-B Ngudi Hayu Srengat Blitar, untuk evaluasi menggunakan tes tulis dan juga ujian praktek. Berikut cuplikan wawacara dengan Bu Nurhalim:

“Untuk evaluasi kami menggunakan ujian tulis dan praktek. Untuk ujian tulis soalnya ya dari pemerintah kabupaten, sama saja dengan soalnya SD regular, karena kurikulumnya

juga hampir sama untuk mata pelajaran PAI. Untuk penilaiannya selain dari tes tulis juga memperhatikan

perilaku keseharian siswa”106

Selain menggunakan tes tertulis penilaian juga dilakukan dengan mengamati bagaimana perilaku keseharian peserta didik serta bagaimana praktek ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik masing masing peserta didik, dalam penilaian tersebut tentu ada standar khusus yang sedikit berbeda dengan anak-anak normal.

f. Kegiatan Keagamaan

Selain sholat dzuhur berjamaah, ada banyak kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesadaran beribadah siswa, diantaranya kegiatan pondok ramadhan, peringatan hari besar seperti maulid Nabi dan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad Saw., perigatan Idul Adha dengan menyembelih hewan qurban dan halal bi halal pada hari pertama setelah liburan Idul Fitri, tetapi untuk sholat Ied tidak dilaksanakan di sekolah. Untuk kegiatan peringatan hari besar dan pondok ramadhan dilaksanakan di aula sekolah, dengan guru agama atau orangtua salah satu siswa sebagai pematerinya.

Pada tanggal 15 Mei 2015, SLB Ngudi Hayu mengadakan

perinagatan Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad. Anak-anak diminta untuk masing-masing membawa dua nasi kotak, satu untuk mereka

106

makan sendiri dan satu lagi untuk wali murid yang datang atau dibagikan pada tetangga. Acara tersebut dimulai pukul delapan pagi dan dilaksanakan diaula sekolah dengan perseta seluruh siswa, guru, tenaga kependidikan, serta orang tua siswa SLB Ngudi Hayu.107

Acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, sambutan-sambutan, kemudian dilanjutkan dengan ceramah oleh orang tua salah satu siswa H. Kadiyo yang menyampaikan materi

tentang Isro’ Mi’roj Nabi Muhammad Saw., sebagian anak terlihat memperhatikan apa yang disampaiakan oleh pemateri, tapi sebagian lagi bermain sendiri dan asik dengan dunianya. Karena memang peserta acara ini adalah keseluruhan siswa SLB Ngudi Hayu, maka tidak hanya ada anak tunarungu saja dalam aula tersebut, tapi ada pula anak tunagrahita, tunanetra, hyperaktif dan autis. Setelah ceramah selesai dilanjutkan dengan bersholawat

bersama, kemudian diakhiri dengan do’a dan memakan nasi kotak

yang mereka bawa.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu Srengat Blitar.

Setiap kegiatan pasti memiliki faktor pendukung dan penghambat. Begitu pula di SLB-B Ngudi Hayu Srengat dalam pelaksanaan pengajaran pendidikan agama Islam pada anak tunarungu.

a. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pengajaran agama Islam pada anak tunarungu di SLB-B Ngudi Hayu Srengat :

1) Dukungan dari orang tua

Kesadaran para orang tua yang selalu memantau perkembangan anak-anaknya. selain belajar di sekolah beberapa diantara anak tuna rungu tersebut mendapat guru les privat (psikolog) untuk membantu memahami pelajaran dan membantu perkembangan jiwa anak. Perhatian serta motivasi dari orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Adanya usaha dari orang tua untuk dapat lebih mengerti anaknya. Orang tua juga mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan anak tunarungu, salah satunya adalah Ibu Linatin yang belajar bahasa isyarat pada guru kelas agar beliau bisa lebih memahami anaknya dan dapat membantu anaknya belajar dirumah, seperti yang beliau sampaikan:

“Agar saya bisa mengajari anak saya dirumah,

membahas kembali apa yang diajarkan sekolah itu kan perlu pakai bahasa isyarat, abjad jari itu lo mbak, jadi saya belajar sama Bu Reni, biar bisa mengajari anak saya, saya juga dikasih foto copy gambar-gambar bahasa

isyarat ini.”108

108 Wawancara, Ibu Linatin, orang tua salah satu siswa SLB-B Ngudi Hayu Srengat

2) Peran guru

Sikap sabar dan ketelatenan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, serta motivasi dan perhatian guru yang lebih fokus terhadap perkembangan anak. Motivasi sangat berperan pada perkembangan jiwa anak, dengan memberikan motivasi belajar maka siswa akan lebih nyaman dan tekun dalam belajar.

3) Materi yang disesuaikan dengan kemampuan siswa

Materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak, misalnya materi yang seharusnya diajarkan di kelas 2 tapi masih diajarkan lagi untuk kelas 3, menyesuaikan siswanya yang sedikit lambat dalam belajar. Seperti hasil wawancara dengan Kepala SLB-B, berikut:

“kalau di SLB itu pelajarannya bersifat individu, satu anak ya satu materi, setiap anak memiliki satu guru sendiri, tidak seperti di sekolah reguler yang materinya untuk anak satu kelas. Kalaupun satu ruangan ada beberapa siswa, tapi mereka memiliki materi mereka masing-masing”109

Jadi meskipun anak tidak masuk beberapa hari, ia akan tetap bisa melanjutkan pembelajaran yang ia tinggalkan dan tidak terpengaruh dengan pelajaran yang sudah teman lainnya terima.

4) Media pembelajaran

Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam guru menggunakan media berupa gambar, dan juga mushola sekolah sebagai tempat praktik wudlu dan sholat. Dengan adanya media-media tersebut dapat menunjang pembelajaran, melalui contoh dari guru dan praktek yang langsung dilaksanakan oleh para siswa.110

b. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pengajaran agama Islam di SLB Ngudi Hayu Srengat:

a) Anak tidak masuk sekolah, bisa dikarena kesibukan orang tua hingga tidak bisa mengantar anaknya ke sekolah.

b) Terkadang guru mengalami kesulitan saat mengajar, karena kekurangan anak dalam mendengar membuat mereka kurang memperhatikan saat diajar.

c) Karena kekurangan anak tunarungu tak hanya dalam mendengar saja, yaitu juga memiliki kekurangan dalam berbicara, maka mereka pun sedikit sulit untuk diajak komunikasi.

Seperti hasil wawancara dengan Bu Nurhalim, guru pendidikan Agama Islam di SLB Ngudi Hayu Srengat, berikut:

“Hambatannya ya kan anak memiliki kekurangan dalam mendengar jadi kadang tidak terlalu memperhatikan saat diajar, mereka juga sulit untuk diajak komunikasi, ya harus sabar menghadapi mereka, kadang saat akan mengajak berbicara perlu ada sentuhan tangan.”111

6. Praktek Ibadah Anak Tunarungu Setelah Menerima Materi Pendidikan Agama Islam di SLB-B Ngudi Hayu Srengat Blitar

Setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan ibadah, begitu pula dengan anak tunarungu. Setelah mengetahui proses serta hambatan dan dukungan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, berikut akan peneliti sampaikan bagaimana praktek ibadah anak tunarungu baik itu dirumah maupun di sekolah, hal tersebut berdasarkan pada pengamatan serta wawancara yang telah peneliti lakukan.

a. Praktek ibadah di sekolah

Selain pelajaran yang telah diterima oleh anak-anak di kelas, ada pula usaha untuk membuat anak-anak melakukan perintah agama. Di sekolah tersebut ada sebuah mushola, mushola tersebut difungsikan untuk sholat berjamaah dzuhur bersama (siswa, guru serta tenaga kependidikan). Berikut sedikit hasil

wawancara dengan Pak Sunardi Waluyo, beliau menyampaikan bahwa:

“…pembelajaran memang diakhiri sekitar jam 11 atau

setengah sebelasan, tapi anak-anak belum boleh pulang, mereka istirahat dulu, lalu sekitar jam stengah 12 (waktu dzuhur) masuk lagi langsung kemushola untuk sholat

dzuhur berjamaah…”112

Pembelajaran diakhiri sekitar pukul 11 tapi mereka tidak diperkenankan pulang, sampai menunggu waktu dzuhur mereka diizinkan keluar kelas untuk beristirahat. Yang menjadi imam adalah pendidik atau tenaga kependidikan, sedangkan untuk muadzinnya dari siswa sendiri. Karena yang sholat berjamaah di mushola tersebut tak hanya siswa dari SLB-B saja tetapi dari SLB- C.D juga, maka yang menjadi muadzin adalah siswa dari SLB-C.D.

Pada saat pelaksanaan sholat jamaah dzuhur dimulai tak terlihat bahwa mereka memiliki kekurangan, mereka sama-sama menghadap kiblat untuk beribadah kepada Allah SWT. Pada saat peneliti melakukan pengamatan, ada hal menarik yang peneliti temukan, imam menggunakan suara yang keras tetapi ada seorang anak yang tidak mengikuti salah satu gerakan (dari sujud pertama ke duduk diantara dua sujud) mungkin karena anak itu tidak terlalu mendengar suara imam, tapi kemudian teman yang ada disebelahnya memukul tangannya dengan masud menyadarkan agar anak tersebut untuk bangun dari sujudnya, kemudian teman

itu tertawa sementara sang anak tetap melanjutkan sholatnya. Ternyata anak yang tidak mengikuti salah satu gerakan sholat tadi

Dokumen terkait