• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan design case series dimana pengambilan data dari data klinis di Bagian Rekam Medik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Data penelitiannya adalah seluruh kasus polip nasi yang berobat di RSUP H. Adam Malik sejak Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.

Tabel 4.1 Proporsi penderita polip nasi menurut kelompok umur

Proporsi tertinggi penderita polip nasi terdapat pada kelompok umur 35 - 44 dan kelompok umur 45 – 54 tahun sebanyak 9 (20,9%) penderita.

Umur Jumlah Persen %

≤ 14 2 4,7 15-24 8 18,6 25-34 6 13,9 35-44 9 20,9 45-54 9 20,9 55-64 4 9,3 65-74 3 7,0 ≥ 75 2 4,7 Total 43 100.0

Tabel 4.2 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen %

Laki-laki 22 51,2%

Perempuan 21 48,8%

Total 43 100%

Jenis kelamin terbanyak menderita polip nasi adalah laki-laki sebanyak 22 (51,2%) penderita dan perempuan sebanyak 21 (48,8%) penderita.

Tabel 4.3 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan

Keluhan Utama Jumlah Persen %

Hidung Tersumbat 43 100.0 Keluhan Tambahan Bersin-bersin Ingus encer Sakit kepala Telinga sakit Telinga berdengung Hidung berdarah campur ingus Suara sengau Lender mengalir di tenggorok Penciuman berkurang Hidung berbau 16 8 16 1 3 9 1 2 1 1 37,2 18,6 37,2 2,3 6,9 20,9 2,3 4,6 2,3 2,3

Proporsi keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat sebanyak 43 (100% ) penderita. Dan proporsi keluhan tambahan pada penderita polip nasi yang terbanyak adalah bersin-bersin dan sakit kepala sebanyak 16 (37,2%) penderita dan terkecil adalah telinga sakit, suara sengau, penciuman berkurang dan hidung berbau masing-masing 1 (2,3%) penderita.

Tabel 4.4 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium

Stadium Jumlah Persen %

Stadium 1 7 16.2

Stadium 2 18 41.9

Stadium 3 18 41.9

Total 43 100.0

Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium polip nasi yang terbanyak dijumpai adalah stadium 2 dan 3 yaitu masing-masing sebanyak 18 (41,9%) penderita.

Tabel 4.5 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi

Jenis Histopatologi Jumlah Persen %

Stroma jaringan ikat dan massa basofilik 2 4.7 Stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan

PMN yang difuse 8 18.6

Kelenjar-kelenjar bentuk bulat tubular,

sebagian berdilatasi kistik 1 2.3

Jaringan dengan epitel metaplasia, permukaan mengalami disorganisasi, inti membesar, pleomorfik, kromatin kasar.

1 2.3

Tidak terdata 31 72.1

Total 43 100.0

Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi adalah dengan stroma gembur diinfiltrasi limfosit dan PMN yang difuse sebanyak 8 (18,6%) penderita dan terendah adalah kelenjar-kelenjar bentuk bulat tubular, sebagian berdilatasi kistik dan jaringan dengan epitel metaplasia, permukaan mengalami disorganisasi, inti membesar, pleomorfik, kromatin kasar masing-masing sebanyak sebanyak 1 (2,3%) penderita.

Tabel 4.6 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan

Hasil Ct-Scan Jumlah Persen %

Sinusitis maksilaris unilateral 2 4.7

Multisinusitis unilateral 7 16.2

Multisinusitis bilateral 5 11.6

Pansinusitis 2 4.7

Sinusitis frontalis dupleks 1 2.3

Tidak terdata 26 60.5

Total 43 100.0

Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal dari hasil ct-scan terbanyak adalah multisinusitis unilateral sebanyak 7 (16,3%) penderita dan terendah adalah sinusitis frontalis dupleks sebanyak 1 (2,3%) penderita.

Tabel 4.7 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat dilihat dari nasoendoskopi

Hidung yang terlibat Jumlah Persen %

Kanan 17 39.5

Kiri 12 27.9

Kanan dan kiri 14 32.6

Total 43 100.0

Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat terbanyak adalah kavum nasi kanan sebanyak 17 (39,5%) penderita dan terendah adalah pada kavum nasi kiri sebanyak 12 (27,9%) penderita.

Tabel 4.8 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan

Penatalaksanaan Jumlah Percent

Medikamentosa 20 46.5

Operatif 23 53.5

Total 43 100.0

Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan terbanyak adalah operatif sebanyak 23 (53,5%) penderita dan terendah adalah medikamentosa sebanyak 20 (46,5%) penderita.

BAB 5 PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Departemen THT-KL FK USU bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik didapatkan data penderita polip nasi mulai Januari 2010 hingga Desember 2010 sebanyak 43 penderita dari seluruh pasien yang datang berobat ke poliklinik THT.

Dari table 5.1 dapat dilihat proporsi penderita polip nasi dari kelompok umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun yaitu masing-masing 20,9%.

Hampir sama dengan hasil penelitian Munir (2006) didapati persentase tertinggi pada penderita polip nasi terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun (30%). Hanis (2010) di Amerika Serikat diperkirakan prevalensi penderita polip nasi antara 1-4 % pada dewasa sedangkan di Eropa dilaporkan sekitar 1-2 % pada dewasa. Penelitian Kirtsreesakul 2005, polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30 tahun sampai 60 tahun. Hosemann (1994) dan Hedman (1999) prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan sedangkan di Finlandia 4,3%.

Usia kasus polip nasi berkisar 40 tahun mungkin disebabkan oleh pada usia tersebut adalah usia produktif dimana penderita aktif bekerja sehingga kemungkinan telah lama terpapar polusi saat bekerja. Bisa juga dapat disebabkan stress yang dapat menurunkan respon imun sehingga lebih rentan terjadinya inflamasi.

Dari tabel 5.2 dapat dilihat proporsi jenis kelamin penderita polip nasi mempunyai perbandingan yang hampir sama dimana laki-laki sebanyak 51,2% sementara perempuan 48,8%. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari 2003 sampai Desember 2003 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 32 orang terdiri dari 20 pria dan 12 wanita (Ananda 2005), selama Maret 2004 sampai Februari 2005 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria dan 9 wanita (Munir 2006) dan selama September 2009 sampai Oktober 2010 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%) (Harahap 2010). Pada penelitian Fransina (2008) menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%. Pada penelitian Kirtsreesakul 2005 dimana prevalensi polip nasi dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada pria. Dowel (1992) pada penelitiannya menjumpai perbandingan laki-laki dan perempuan 2,5 : 1. Wang (2005) di Singapura mendapatkan perbandingan polip hidung pada laki-laki dan perempuan berkisar 2-3 : 1 dan Mangunkusumo (2004) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 2 : 1. Pada penelitian Drake lee (1987) mendapatkan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1.

Tingginya persentasi laki-laki dibandingkan perempuan kemungkinan disebabkan oleh aktifitas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki lebih aktif berada diluar rumah sehingga lebih sering terpapar polusi yang dapat menyebabkan hiperreaktifitas hidung. Hiperreaktifitas hidung merupakan suatu keadaan meningkatnya sensitifitas mukosa hidung terhadap zat-zat iritan non spesifik seperti parfum, asap rokok, asap lalu lintas. Perubahan suhu

tersebut dalam konsentrasi yang tinggi dapat memicu gejala hidung pada setiap orang. Penelitian Collins et al (2002) di Inggris pada tahun 1020 pasien polip nasi didapatkan laki-laki 2,48 kali lebih sering terpapar senyawa kimia dan debu dibandingkan perempuan namun tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan polip nasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa laki-laki 2,25 kali lebih sering merokok dibandingkan perempuan namun berdasarkan literatur belum ada penelitian yang menunjukkan adanya peran merokok dalam perkembangan polip nasi (Haro et al 2009).

Dari tabel 5.3 dapat dilihat proporsi keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat sebanyak 100%. Dan keluhan tambahan terbanyak adalah bersin-bersin dan sakit kepala masing-masing sebanyak 37,2%.

Hal ini hampir sesuai dengan penelitian Suheryanto (1999) mendapatkan penderita polip dengan keluhan hidung tersumbat yang paling banyak (94,4%). Penelitian Munir (2006) mendapatkan keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat 14 (54%) dan keluhan sakit kepala 12 (46%). Demikian juga Malcolm (1997) dan Soriano (2004) mengatakan gejala yang paling sering pada polip hidung adalah sumbatan hidung.

Munir (2006) berat ringannya gejala utama polip nasi tergantung besar kecilnya polip, atau pada saat mendapat serangan radang atau alergi. Rinore biasanya encer atau mukopurulen bila ada infeksi, dan dapat menetes ke belakang sebagai post nasi drip. Bersin-bersin terjadi apabila latar belakang alergi yang mendasarinya. Infeksi sinus paranasal dapat terjadi bersamaan dengan polip nasi. Keluhan hidung tersumbat dapat berupa keluhan subjektif yang disebabkan tekanan mekanis dari polip yang berada di dalam sinus paranasal, maupun

obstruksi aliran udara hidung akibat perluasan polip ke dalam rongga hidung (Ferguson & Orlandi 2006). Sakit kepala biasanya terjadi pada pasien polip nasi yang disertai dengan infeksi sekunder dan disebabkan oleh obstruksi aliran udara hidung (Drake-Lee 1997).

Pada penelitian ini keluhan hidung tersumbat mungkin disebabkan oleh polip yang sudah meluas kedalam rongga hidung, keluhan bersin-bersin mungkin disebabkan oleh adanya alergi pada penderita polip nasi, dan keluhan sakit kepala mungkin disebabkan adanya infeksi sekunder pada sinus paranasal dan adanya obstruksi aliran udara hidung.

Dari tabel 5.4 dapat dilihat proporsi stadium polip nasi yang terbanyak dijumpai adalah stadium 2 dan 3 yaitu masing-masing sebanyak 41,9%. Pada penelitian Hanis (2010) memperlihatkan bahwa stadium 3 paling banyak ditemukan 79.1%. Fokken et al (2007) mengatakan bahwa polip nasi asimptomatis dapat hadir atau menetap, dan tidak terdiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Dengan kata lain, polip yang tidak menimbulkan gejala tidak terdiagnosis karena tidak terlihat dengan rinoskopi anterior dan atau karena pasien tidak menemui dokter mereka untuk masalah ini. Memang, sepertiga pasien dengan polip nasi tidak mencari perobatan medis untuk gejala sinonasal mereka. Fokken et al (2007) juga mengatakan bahwa polip nasi yang besar dapat dilihat dengan rinoskopi anterior, sedangkan nasoendoskopi digunakan untuk mendiagnosis polip nasi yang lebih kecil. Nasoendoskopi merupakan prasyarat untuk memperkirakan adanya prevalensi polip nasi pada penderita.

menghasilkan gejala yang menyebabkan gangguan pada kualitas hidup penderita (Tos & Larsen 2001).

Pada penelitian ini dijumpai stadium polip nasi terbanyak adalah stadium 2 dan 3. Hal ini mungkin disebabkan

Dari tabel 5.5 dapat dilihat proporsi polip nasi berdasarkan histopatologi terbanyak dijumpai adalah stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan PMN yang difuse sebanyak 18,6%. Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklassifikasikan polip nasi menjadi 4 tipe yaitu : (I) Eosinophilic edematous type (stroma edematous dengan eosinofil yang banyak), (II) Chronic inflammatory or fibrotic type (mengandung banyak sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil dengan sedikit eosinofil), (III) Seromucinous gland type (tipe I+hiperplasia kelenjar seromucous), (IV) Atypical stromal type (Kirtsreesakul 2002).

karena pasien tidak menemui dokter mereka untuk polip nasi yang tidak menimbulkan gejala, sehingga pada saat polip sudah meluas, mereka baru mencari pengobatan medis.

Penelitian Volges (2001) menemukan tipe I sebanyak 94,8% dari 39 kasus, Bucholtz (1999) menemukan tipe I sebanyak 69% dari 16 kasus, Mangunkusumo (2004) menemukan tipe II sebanyak 72,4%. Munir (2008) menemukan tipe I sebanyak 62% dari 26 kasus.

Fokkens et al (2007) mengatakan bahwa polip nasi berbentuk seperti anggur, berasal dari kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan pembuluh darah, dan ditutupi dengan berbagai jenis sel epitel. Epitel pseudostatified respiratory merupakan epitel terbanyak dengan sel-sel silia dan sel-sel goblet. Eosinofil adalah sel inflamasi yang paling sering pada polip nasi, juga dijumpai neutrofil,

sel mast, sel plasma, limfosit dan monosit serta fibroblast. Kim et al (2002) mengatakan bahwa rongga hidung memiliki dinding yang tebal dan mengandung fibrocytes, infiltrasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil, limfosit, eosinofil, pembuluh darah dan kelenjar mucinous. Polip nasi lebih berhubungan pada inflamasi kronis dari pada alergi (Kim et al 2002).

Pada penelitian ini dijumpai hasil histopatologi berupa stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan PMN yang difuse dimana hal ini mungkin dsebabkan oleh karena ahli patologi anatomi tidak memberikan kesimpulan berdasarkan tipe histopatologi menurut Hellquist HB.

Dari tabel 5.6 dapat dilihat proporsi polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasi yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan terbanyak adalah multisinusitis unilateral sebanyak 16,3%. Ct-scan penting untuk menunjukkan penyebaran dari penyakit, kegagalan penatalaksanaan dengan obat-obatan, dan ketika diduga adanya komplikasi. Ct-scan paling baik dilakukan sesudah pengobatan dengan obat-obatan untuk menggambarkan penyakit kronis (Assanasen 2001).

Dari tabel 5.7 dapat dilihat proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat pada penderita polip nasi terbanyak adalah kavum nasi kanan sebanyak 39,5%. Tos & Larsen (2001) mengatakan bahwa polip nasi yang kecil dan soliter dapat terbentuk pada ruangan sempit dari kompleks ostiomeatal.

Pada penelitian ini dijumpai adanya polip nasi di hidung sebelah kanan mungkin disebabkan oleh karena faktor kebetulan pada pasien polip nasi ini terdapat ruangan sempit dari kompleks ostiomeatal disebelah kanan ataupun ada faktor lain seperti kelainan anatomi yang dapat menyebabkan kavum nasi kanan

Dari tabel 5.8 dapat dilihat penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan yang terbanyak adalah operatif sebanyak 53,5%. Endoskopi telah meningkatkan diagnosis dan manajemen dari polip hidung. Penatalaksanaan awal polip nasi adalah dengan obat-obatan (Assanasen 2001). Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2 sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasi selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya menghilang (HTA 2006). Pengangkatan polip nasi secara operatif dilakukan jika polip nasi tidak respons dengan obat-obatan. Tujuan dari operasi adalah untuk memperbaiki fisiologi hidung dengan membebaskan hidung dari polip nasi dan memperbaiki drainase dari sinus yang infeksi (Assanasen 2001).

Pada penelitian ini penatalaksanaan polip nasi yang dilakukan berupa operatif mungkin disebabkan oleh karena penderita polip nasi yang datang berobat dalam keadaan stadium 2 dan 3.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait