Hasil Uji Deskriptif
a. Variabel Self-Control
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pada skala self-control paling rendah
adalah 41 dan skor paling tinggi adalah 127, rata-ratanya adalah 89,84 dengan
standar deviasi 13,695.
Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala self-control dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1.1 Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Control No Interval Kategori Mean N Persentase
1 121,8 ≤ x ≤ 145 Sangat Tinggi 1 1,03% 2 98,6 ≤ x<121,8 Tinggi 23 23,71% 3 75,4 ≤ x<98,6 Sedang 89,84 64 65,98% 4 52,2 ≤ x <75,4 Rendah 8 8,25% 5 29 ≤ x <52,2 Sangat Rendah 1 1,03% Jumlah 97 100% SD = 13,659 Min = 41 Max = 127 Keterangan: x = Self-Control
Dapat dilihat bahwa 1 siswa memiliki skor self-control yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 1,03%, 23 siswa memiliki skor self-control
yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 23,71%, 64 siswa memiliki skor
memiliki skor self-control yang berada pada kategori rendah dengan persentase
8,25%, dan 1 siswa yang memiliki skor self-control yang sangat rendah dengan
persentase 1,03%. Berdasarkan rata sebesar 89,84 dapat dikatakan bahwa
rata-rata self-control siswa berada pada kategori sedang. Skor yang diperoleh subjek
bergerak dari skor minimum sebesar 41 sampai dengan skor maksimum sebesar 127
dengan standard deviasi 13,659.
b. Variabel Prokrastinasi Akademik
Dan pada variabel Prokrastinasi Akademik diperoleh skor paling rendah adalah
58 dan skor paling tinggi adalah 159, rata-ratanya adalah 119,01 dengan standar
deviasi sebesar 19,916.
Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala Prokrastinasi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 1.2 Kategorisasi Pengukuran Skala Prokrastinasi Akademik No Interval Kategori Mean N Persentase
1 172,2 ≤ x ≤ 205 Sangat Tinggi 0 0% 2 139,4 ≤ x <172,2 Tinggi 10 10,31% 3 106,6 ≤ x <139,4 Sedang 119,01 67 69,07% 4 73,8 ≤ x <106,6 Rendah 15 15,46% 5 41 ≤ x <73,8 Sangat Rendah 5 5,16% Jumlah 97 100% SD = 19,916 Min = 58 Max = 159
Keterangan: x = Prokrastinasi Akademik siswa
Dilihat bahwa tidak ada siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 0%, 10 siswa memiliki skor prokrastinasi
prokrastinasi yang berada pada kategori sedang dengan persentase 115,46%, 15
siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada kategori rendah dengan
persentase 15,46%, dan 5 siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada
kategori sangat rendah dengan persentase 5,16%. Berdasarkan rata-rata sebesar
119,01, dapat dikatakan bahwa prokrastinasi akademik siswa berada pada kategori
sedang. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 58 sampai
dengan skor maksimum sebesar 159 dengan standar deviasi 19,916.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji
normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.3 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Self-Control
Prokrastinasi Akademik
N 97 97
Normal Parametersa Mean 119.01 89.84
Std. Deviation 19.916 13.659 Most Extreme Differences Absolute .121 .091 Positive .084 .085 Negative -.121 -.091 Kolmogorov-Smirnov Z 1.194 .900
Asymp. Sig. (2-tailed) .115 .392
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 4.7 di atas, kedua variabel
memiliki signifikansi p>0,05. Variabel self-control memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,194
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,115 (p>0.05). Oleh karena nilai
signifikansi p>0,05, maka distribusi data self-control berdistribusi normal. Hal ini juga
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,392. Dengan demikian data prokrastinasi juga
berdistribusi normal.
Sementara dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.4 Uji Linearitas ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Prokrastinasi Akademik * Self-Control Between Groups (Combined) 10083.99 4 45 224.089 1.460 .095 Linearity 46.165 1 46.165 .301 .586 Deviation from Linearity 10037.82 9 44 228.132 1.486 .086 Within Groups 7827.367 51 153.478 Total 17911.36 1 96
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1486 dengan sig.= 0,086
(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara self-control dengan prokrastinasi
adalahlinear
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variable bebas dan terikat, dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1.5 Hasil Uji Korelasi antara Self-Control dengan Prokrastinasi Akademik Correlations
Self-Control Prokrastinasi Akademik
Self-Control Pearson Correlation 1 -.311**
Sig. (1-tailed) .000
Prokrastinas i Akademik
Pearson Correlation -.311** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 97 97
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara
self-control dengan prokrastinasi sebesar -0,311 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti
ada hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan prokrastinasi.
PEMBAHASAN
Hasil pengukuran diatas membuktikan terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara self-control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 4
Ambon. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, kedua variabel memiliki r sebesar
-0,311 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti kedua variabel yaitu
self-control dengan prokrastinasi akademik memiliki hubungan negatif yang signifikan yang
artinya semakin tinggi self-control siswa maka semakin rendah perilaku prokrastinasi
akademik yang dilakukan, begitu juga sebaliknya semakin rendah self-control siswa
maka semakin tinggi perilaku prokrastinasi akademiknya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Green (1982),
yang menyatakan bahwa keadaan yang merugikan pelajar dalam belajar, dikarenakan
hanya sedikit pelajar yang menggunakan kontrol diri sebagai strategi mengelola
lingkungan belajar dan mengurangi secara langsung prokrastinasi akademiknya. Secara
demikian, pelajar yang memiliki self-control dan disiplin diri yang tinggi efektif dalam
meningkatkan ketepatan waktu dalam mengerjakan tugas, belajar mandiri di rumah,
kehadiran di sekolah dan mengurangi kelambanan, serta menunda-nunda tugas maupun
pekerjaan. Demikian pula, hasil penelitian oleh Muhid (2009), yang menyatakan bahwa
Ghufron (2003), yang menunjukkan bahwa semakin rendah self-control semakin tinggi
prokrastinasi akademik pada remaja, begitu pula sebaliknya, semakin tinggi self-control
remaja semakin rendah prokrastinasi akademik remaja terbukti. Jadi, prokrastinasi
akademik berkorelasi dengan self-control seseorang. Aini & Mahardayani (2011)
mengemukakan bahwa dengan kontrol diri yang tinggi mahasiswa yang sedang
menyelesaikan skripsi mampu segera menyelesaikan skripsi tersebut dan mencurahkan
segala kekuatannya agar pekerjaaan tersebut segera selesai dan terhindar dari perilaku
prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi.
Menurut Averill (dalam Thalib, 2010), kemampuan kontrol diri mencangkup :
mengontrol perilaku yang meliputi kemampuan mengatur pelaksanaan dan kemampuan
mengatur stimulus, mengontrol kognitif yang meliputi kemampuan untuk memperoleh
informasi dan kemampuan melakukan penilaian, serta mengontrol keputusan.
Berdasarkan kemampuan mengontrol diri yang diungkapkan oleh Averill (dalam Thalib,
2010), siswa yang memiliki self-control yang tinggi akan mampu untuk mengontrol
perilakunya untuk tidak menunda tugas atau belajar sehingga berujung pada perilaku
prokrastinasi akademik, adanya kesadaran di dalam diri untuk mengontrol pekerjaan
yang lebih penting serta didahulukan dan dapat mengetahui konsekuensi yang dilakukan
ketika menunda hal yang lebih penting tersebut, jadi siswa dapat mengetahui bagaimana
dan kapan suatu stimulus tidak dikehendaki (stimulus menghambat penyelesaian tugas
atau belajar) dan dapat mengelola dan menghadapi stimulus tersebut.
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu dan mengarahkan
perilaku yaitu kontrol diri (Ghufron, 2003). Ketika seorang siswa memiliki kontrol diri
yang tinggi maka siswa akan dapat mengarahkan perilakunya ketika stimulus negatif
seperti dalam hal belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan adanya kontrol diri
yang baik maka siswa dapat mampu mempertimbangkan tindakan tepat yang akan dia
ambil dan dapat menghindari perilaku prokrastinasi akademik. Sedangkan individu yang
self-controlya rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dan
bertindak lebih kearah negatif, seperti melakukan hal-hal yang dirasa lebih
menyenangkan pribadinya (Muhid, 2009) misalnya dengan lebih banyak menonton
televisi, bermain media sosial, atau pun jalan-jalan bersama teman dari pada
mengerjakan tugas atau belajar di rumah, bahkan akan menunda-nunda tugas yang
sebenarnya harus dikerjakan terlebih dahulu. Self-control yang rendah inilah siswa tidak
mampu memilih tindakan yang tepat untuk dirinya sendiri dalam menggunakan waktu
atau pun sekedar mengatur dorongan hatinya.
Sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel self-control terhadap perilaku
prokrastinasi akademik adalah sebesar 9,61% (diperoleh dari r²) dan sisanya sebesar
90,39% yang dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain tersebut kemungkinan
adalah rendahnya motivasi, self esteem, self efficacy, kecemasan sosial, kurangnya
pengawasan, gaya pengasuhan orang tua, persepsi terhadap guru, kurangnya dukungan,
kesulitan memperoleh bahan, kurangnya sarana, dan aktifitas lain (Aini & Mahardayani,
2011).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa
self-control sebesar 89,84 berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan 64 siswa SMA
Negeri 4 Ambon memiliki pengontrolan diri yang sedang, ini menunjukkan bahwa
belum semuanya memiliki pengontrolan diri yang baik. Pada perilaku prokrastinasi
akademik siswa sebesar 119,01 yang berada pula pada kategori sedang. Hal ini
yang masih rendah dan 5 orang pada kategori sangat rendah, artinya banyak melakukan
prokrastinasi akademik.
Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain faktor internal (dari
dalam diri individu), dan faktor eksternal (lingkungan individu). Faktor-faktor ini yang
dapat mempengaruhi kontrol diri siswa yang masih berada pada kategori sedang. Seperti
Faktor Internal adalah usia. Nasichah (2001) mengatakan bahwa semakin bertambahnya
usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. Pada
jenjang Sekolah Menengah Atas kita tahu sendiri bahwa pada masa remaja inilah para
siswa masih dalam masa pencarian jati diri serta belum matang dalam proses berpikir.
Ini dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan mengolah perilaku negatif
serta positif. Faktor eksternal adalah lingkungan keluarga. Hurlock (1973),
mengemukakan lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana
kemampuan mengontrol diri seseorang. Berdasarkan pengamatan langsung peneliti
sebagian orangtua yang menerapkan pola asuh acuh tak acuh (Permissif Indifferent)
pada anak-anaknya di Ambon, tidak adanya pendampingan dan pengajaran secara
intensif serta peraturan yang diterapkan orangtua kepada anak akan membuat kurangnya
kontrol diri. Dan berdampak secara langsung terhadap seringnya mengabaikan
tugas-tugas sekolah dan jam belajar. Dengan demikian, ketika tingginya sikap disiplin akan
memacu kesungguhan dan pemanfaatan waktu yang efektif bagi para siswa. Sikap ini akan memacu para siswa sesegera mungkin untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas – tugasnya terutama tugas akademiknya. Dan sikap seperti ini juga akan menjauhkan emosi – emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan dan perasaaan bersalah dari diri mereka (Nuroh, 2006).
Hal yang sama pada hasil analisis deskriptif perilaku prokrastinasi akademik siswa
akan kegagalan atau fear of failure pada siswa. Banyak alasan mengapa siswa
melakukan penundaan, belum tentu karena tidak dapat mengelola waktu atau
perilakunya tapi kemungkinan siswa tersebut ingin mendapatkan hasil yang terbaik
dalam tugas-tugas akademiknya. Anggreani (2008) mengemukakan bahwa fear of
failure ketakutan yang berlebihan untuk gagal, dalam penelitian tersebut seseorang
menunda-nunda mengerjakan tugas akhir yang dihadapinya karena takut jika gagal
menyelesaikannya akan mendatangkan penilaian negatif tentang kemampuan yang
dimilikinya.
Faktor lain seperti gaya pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif dapat
mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik siswa. Hasil penelitian Ferrari dan
Ollivete (dalam Nurpitasari, 2000) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah
menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi, sedangkan tingkat pengasuhan
pengasuhan otoritatif ayah tidak menyebabkan prokrastinasi. Hasil dari pengamatan
peneliti, dalam keseharian dan budaya orang timur terutama di Ambon, pola asuh yang
banyak diterapkan kebanyakan orangtua adalah pola asuh otoriter yang keras serta
segala aturan orangtua harus ditaati oleh anak.
Dari pengamatan langsung peneliti, banyak anak tidak dapat membantah orangtua
karena dirasa belum besar dan belum tahu apa-apa, anak seolah “robot” yang harus
mengikuti orangtua. Hal ini dapat membuat anak menjadi memberontak, nakal atau
disiplin tetapi hanya sebagai bentuk menyenangkan hati orangtua saja, dan di belakang
orang tua, anak akan menunjukan perilaku yang berbeda. Dengan pola asuh yang keras
inilah, ketika orangtua menerapkan disiplin yang tinggi dapat saja anak hanya
perilaku yang jauh dari pengajaran orangtua serta melakukan perilaku prokrastinasi
hasil dari bentuk kepatuhan yang semu atau pemberontakan.
Dan ditambahkan oleh Burka & Yuen (1983) bahwa kondisi lingkungan yang
lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah
dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan.