• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN Uji Asumsi

Dalam dokumen T1 802009103 Full text (Halaman 31-39)

a. Uji Normalitas dan Linieritas

Setelah alat ukur diuji reliabilitas serta validitasnya maka peneliti melanjutkan ke pengujian asumsi. Langkah yang harus diambil adalah: Melakukan uji signifikansi dengan hasil koefisien Kolmogorov-Smirnov di dapatkan bahwa skor K-S-Z SWB dengan signifikansi sebesar 0,644 (p>0,05) sedangkan skor K-S-Z keberfungsian keluarga dengan signifikansi sebesar 0,652 (p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel dapat dikatakan berdistribusi normal.

Uji linearitas dilakukan agar mengetahui hubungan antar variabel memiliki hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda dengan signifikansi sebesar 0.928 (p>0,05). Artinya keberfungsian keluarga dan SWB memiliki hubungan yang linear.

Uji Statistik Deskriptif

Setelah dilakukan uji asumsi, maka stastistik deskriptif dilakukan, untuk mengetahui kategorisasi tiap variabel. Total aitem untuk mengukur SWB sebanyak 36 aitem. Melalui hasil analisis statistik deskriptif, maka dilakukan pengkategorisasian berdasarkan 5 jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah. Terdapat 5 alternatif jawaban pada skala 1 dan skala 2, sehingga didapatkan kemungkinan pembagian skor tertinggi 144, sedangkan skor terendah 0. Sama dengan pengkategorisasian pada keberfungsian keluarga,

dimana terdapat 5 alternatif jawaban pada skala 3. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, maka kemungkinan pembagian skor tertinggi pada keberfungsian keluarga adalah 128, sedangkan skor terendah 0. Melalui pengkategorisasian yang dilakukan, maka SWB siswa dapat dikategorisasikan tinggi, sedangkan keberfungsian keluarga pada siswa dapat dikategorisasikan rendah.

Tabel 1. Kategorisasi SWB

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD

115,3 ≤ x ≤ 144 Sangat tinggi 8 7,4 % 100,00 10,477 86,5≤ x ≤ 115,2 Tinggi 94 87% 57,7 ≤ x ≤ 86,4 Cukup 6 5,5% 28,9 ≤ x ≤ 57,6 Rendah 0 0% 0≤ x ≤ 28,8 Sangat rendah 0 0%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 1 menunjukan bahwa 8 orang (7,4%) termasuk dalam SWB yang sangattinggi, 94 orang (87%) termasuk dalam SWB tinggi, 6 orang (5,5%) termasuk dalam SWB cukup, dan tidak ada yang termasuk dalam SWB rendah dan sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar SWB dari siswa berada dalam kategori tinggi

Tabel 2.

Kategorisasi Keberfungsian Keluarga

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD

102,5 ≤ x ≤ 128 Sangat tinggi 0 0% 44,10 14,165 76,89≤ x ≤ 102,4 Tinggi 2 1,85% 51,3 ≤ x ≤ 76,8 Cukup 27 25% 25,8 ≤ x ≤ 51,2 Rendah 69 63,9% 0≤ x ≤ 25,6 Sangat rendah 10 9,25%

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 2 menunjukan bahwa tidak ada yang termasuk dalam keberfungsian keluarga yang sangat tinggi, 2 orang (1,85%) termasuk dalam SWB yang tinggi, 27 orang (25%) termasuk dalam keberfungsian keluarga yang cukup, 69 orang (63,9%) termasuk dalam keberfungsian keluarga yang rendah, dan 10 orang (9,25%) termasuk dalam keberfungsian keluarga yeng sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar keberfungsian keluarga dari siswa berada dalam kategori rendah.

Tabel 3. Skor hipotetik SWB

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SWB 108 67.49 130.99 1.0000E2 10.47740

Untuk skor hipotetik hasil pengujian statistik deskriptif menunjukan bahwa total skor minimun pada variabel SWB adalah sebesar 67,49, sedangkan total skor maksimum sebesar 130,99 dengan mean 100,00, dan standart deviasi 10,477.

Tabel 4.

Skor Hipotetik Keberfungsian keluarga

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Keberfungsian Keluarga 108 2.00 84.00 44.1019 14.16587

Valid N (listwise) 108

Hasil pengujian terhadap variable keberfungsian keluarga menunjukkan bahwa total skor minimum pada variabel ini adalah 2, sedangkan total skor maksimal 84, dengan mean 44,1, dan standar deviasi 14,165.

Uji Korelasi

Langkah selanjutnya setelah melakukan uji asumsi ialah melakukan uji korelasi dengan menggunakan Pearson-Product Moment. Adapun kemudian dihitung dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows.

Tabel 3.

Correlations

Korelasi antara Keberfungsian Keluarga dan SWB

SWB Keberfungsian Keluarga SWB Pearson Correlation 1 .203* Sig. (1-tailed) .018 N 108 108

Keberfungsian Keluarga Pearson Correlation .203* 1

Sig. (1-tailed) .018

N 108 108

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Setelah mengetahui kelayakan data yang diperoleh melalui uji asumsi yang dilakukan, maka dilakukan uji hipotesis dengan mengggunakan Pearson’s product momment untuk mengetahui arah korelasi kedua veriabel. Uji korelasi yang dilakukan menemukan bahwa korelasi antara keberfungsian keluarga dengan SWB memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,203 dengan nilai signifikansi sebesar 0.018 (p<0,05). Dari hasil tersebut, maka hubungan yang kecil antara keberfungsian keluarga dan SWB.

Hasil perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau 4,1% menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang efektif terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan antara keberfungsian keluarga dengan subjective well-being. Artinya, maikin tinggi keberfungsian keluarga pada remaja, maka makin tinggi pula SWB remaja tersebut. Sebaliknya, semakin rendah keberfungsian keluarga pada remaja semakin rendah juga SWB remaja tersebut. Hasil tersebut selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki faktor pengaruh dalam kesejahteraan pada remaja. Menurut McFarlane (Nayana, 2013) bila seorang remaja memiliki keberfungsian keluarga yang negatif seperti keluarga yang tidak saling mendukung serta memiliki banyak konflik maka akan menyebabkan remaja tersebut memiliki kualitas well-being yang rendah.

Dalam penelitian ini sebagian besar (87%) siswa pada penelitian ini memiliki SWB dengan kategori tinggi dan 63,9% siswa memiliki keberfungsian keluarga pada kategori rendah. Dengan kondisi tersebut dapat peneliti katakan bahwa kesejahteraan psikologis seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal lain salah satunya lingkungan luar. Nayana (2013) menyatakan bahwa walaupun remaja memiliki kondisi diri yang tidak stabil namun bila ia memiliki penerimaan diri, penyesuaian diri, adaptasi yang baik dengan lingkungannya juga akan membuatnya nyaman dengan kondisi dirinya sendiri. Gore (Hikmatunnisa & Takwin, 2007) menyebutkan bahwa individu dengan adaptasi yang baik akan dapat menghadapi kejadian hidup lebih baik sehingga well-being pun menjadi lebih baik.

Keberfungsian keluarga dapat dikatakan sebagai salah satu bagian penting dalam hidup seseorang, namun tidak semua individu memiliki keberfungsian keluarga yang baik dapat mencapai SWB yang sempurna. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor lain yang dapat menjadi penentu kondisi subjective well-being pada diri seseorang yang dimana faktor-faktor tersebut tidak diteliti dalam penalitian ini. Diener & Tay (2011) menyatakan ada beberapa kebutuhan psikis yang membuat kondisi well-being seseorang meningkat, yaitu interaksi sosial yang baik, penguasaan dan otonomi. Hasil perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau 4,1% menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang efektif terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat ditarik kesimpulan : 1. Bahwa ada korelasi positif yang kecil antara keberfungsian keluarga dengan

subjective well-being pada remaja dengan nilai korelasi r = 0,203 dengan p = 0,018. Semakin tinggi keberfungsian keluarga pada remaja, maka semakin tinggi pula SWB remaja tersebut. sebaliknya makin rendah keberfungsian keluarga pada remaja, makin rendah pula SWB remaja tersebut.

2. Sebagian besar (87%) siswa pada penelitian ini memiliki SWB dengan kategori tinggi dan 63,9% siswa memiliki keberfungsian keluarga pada kategori rendah.

3. Hasil perhitungan koefisien determinan variabel (r²) diperoleh 0,041 atau 4,1% menandakan bahwa keberfungsian keluarga memiliki sumbangan yang

kecil terhadap subjective well-being sebesar 4,1%, sedangkan sisanya 95,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

SARAN

Dari kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan pada pihak keluarga agar: 1. Lebih memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak baik dalam

kebutuhan psikologis maupun fisik.

2. Lebih menjalin komunikasi terhadap kegiatan maupun kehidupan anak baik di rumah maupun di luar rumah (sekolah, teman bermain anak, tempat les, dst).

3. Meluangkan waktu untuk quality time bersama anggota keluarga Bagi anak-anak remaja:

1. Lebih terbuka kepada orangtua mengenani kendala dan kebutuhan.

2. Lebih memperhatikan kondisi anggota keluarga (kepada orangtua, kepada saudara).

3. Perbanyak quality time bersama anggota keluarga. Untuk penelitian selanjutnya, penulis memberi saran agar:

1. Dapat dilakukan penelitian serupa pada remaja secara menyeluruh di kota Semarang.

2. Dapat melihat perbedaan SWB remaja ditinjau dari keberfungsian keluarga. 3. Melihat lebih cara penghitungan dari variabel subjective well-being.

Dalam dokumen T1 802009103 Full text (Halaman 31-39)

Dokumen terkait