• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Pengamatan Visual

4.1. Pendahuluan

Pada bab ini membahas hasil analisa kegagalan pada tube superheater, baik dengan pengamatan visual, pengujian eksperimental, maupun simulasi numerik.

4.2. Hasil Pengamatan Visual

Hasil pengukuran menunjukkan diaphragma dalam header telah bergeser 18°

pada kasus kegagalan terakhir, seperti tampak pada gambar 4.1. Pergeseran diaphragms dapat menyebabkan aliran uap ke tube superheater menjadi berkurang, sehingga temperatur pada dinding tube menjadi tinggi.

Gambar 4.1 Pergeseran diaphragma dalam header

Dua tube yang gagal sebelumnya, yaitu baris 5 No. 8 dan baris 3 No. 8 sudah ditutup (diplug). Begitu juga tube yang gagal terakhir, yaitu baris 1 No. 8. Dengan kata lain, tiga buah tube No. 8 yang sesumbu sudah ditutup, sehingga tidak bermasalah lagi. Namun tube yang diberi tanda silang (X), yaitu tube baris 4 No. 8 pada gambar 4.1 diprediksi akan gagal jika posisi diaphragma tidak segera diperbaiki.

Dari gambar 4.1 tampak bahwa kegagalan tube superheater pertama kali terjadi tahun 2006, sejak instalasi dipasang tahun 2003, yaitu sekitar 25920 jam operasi. Kegagalan paling dominan terjadi pada tahun 2008.

Gambar 4.2 Sejarah kegagalan tube superheater

Diaphragma, seperti tampak pada gambar 4.2 merupakan pemisah antara primary dan secondary header bergeser ke arah primary. Ini dimungkinkan karena secondary header merupakan pengumpul uap final yang memiliki temperatur lebih tinggi (400°C) dibanding primary header (395°C). Hasil pengamatan visual pada

bagian luar header dan diaphragma tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pengelasan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar desain, yaitu gambar 3.3.

Sekarang, package boiler dioperasikan dengan kapasitas produksi uap yang dibatasi, yaitu antara 75 s.d. 80 ton/jam (± 60% kapasitas MCR).

Tube yang gagal pada baris 1 No. 8, berasal dari ruang superheater bagian belakang, seperti tampak pada gambar 4.3. Posisi 2300 mm arah vertikal dari lantai.

Sisi yang pecah berlawanan dengan arah aliran panas dapur.

Gambar 4.3 Lokasi tube yang gagal

Karakteristik tube umumnya kemerah-merahan, namun di daerah yang gagal berwarna kekuning-kuningan. Tube yang gagal kemudian dipotong untuk sampel analisa selanjutnya, seperti tampak pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Sampel tube yang gagal

Karakteristik tube superheater yang gagal adalah adanya penggemukan

“bulging” pada dinding tube dan terjadinya “fish mouth effect”. Panjang bengkak mencapai ± 45 mm dan lebar 10 mm. Gejala demikian biasanya disebabkan oleh aliran terhalang oleh benda asing, aliran yang tidak seimbang dan atau adanya kerak pada bagian dalam tube.

10 mm

Penampakan pada kulit bagian dalamnya tidak terdapat kerak (scale), namun kondisinya seperti terbakar dan gosong. Tube superheater dari bahan SA 213 T11 mampu bekerja dalam kondisi normal pada temperatur maksimum 570°C (Tabel 3.6).

Jika salah satu komponen pada header mengalami permasalahan, maka header yang berfungsi mensuplai uap ke tube superheater tidak lagi beroperasi optimal, dan pembebanan tidak lagi sesuai dengan perencanaan awal untuk kondisi operasi normal.

Terdapat retak-retak kecil di sekitar bengkak dan bengkak ke arah tangensial (hoop), seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. Dari bentuk pecahnya tampak bahwa tube telah mengalami pemanasan yang berlebih (overheating).

Gambar 4.5 Arah bengkak akibat overheating

Hingga kegagalan terakhir, 6 % tube primery superheater sudah ditutup, yaitu 3 buah dari total 48 buah, sedangkan pada secondary superheater masih utuh berjumlah 54 buah, sehingga volume aliran uap antara keduanya tidak lagi seimbang (imbalance). Jika kondisi seperti ini dibiarkan, dapat berakibat pada kegagalan-kegagalan berikutnya yang tidak diharapkan.

4.3 Hasil Pengujian Eksperimental 4.3.1. Hasil pengukuran dimensi

Hasil pengukuran dimensi dibandingkan dengan tabel penyimpangan (toleransi) yang diizinkan. Ukuran tube superheater SA 213 T11 adalah OD Ø44,5 mm, ID Ø36,5 mm, t=4 mm. Nilai penyimpangan (toleransi) yang diizinkan menurut standar ASTM A 213/A 213M - 06a, seperti ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Toleransi ukuran SA 213 T11 [48, 55]

Tolerance in Outside Diameter mm S - H

OD of Tubes Tolerance

≤ 101.6 +0.4, -0.8

101.6 < ≤ 190.5 +0.4, -1.2 190.56 < ≤ 228.6 +0.4, -1.6

Tolerance in Wall Thickness mm of ubes WT

Hasil pengukuran diameter luar rata-rata pada sisi 1, seperti pada tabel 4.2 adalah 45,775 mm (selisih 1,275 mm) dan 45,175 mm pada sisi 2 (selisih 0,675 mm).

Toleransi yang diizinkan untuk diameter luar adalah (+0,4; -0,8) mm (Tabel 4.1).

Tabel 4.2. Hasil pengukuran diameter

Hasil pengukuran tebal dinding rata-rata pada sisi 1 adalah 4,7125 mm (selisih 0,7125 mm) dan 4,5125 mm pada sisi 2 (selisih 0,5125). Toleransi tebal adalah (+33;

-0)%. Hasil pengukuran pada dinding tube yang gagal ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil pengukuran tebal dinding

4.3.2. Hasil pengujian kekerasan

Pada titik-titik pengujian (Gambar 4.6) menunjukkan terjadinya penurunan harga kekerasan dibanding kekerasan standar SA 213 T11 (maksimum 163 HB/170V/85HRB). Akan tetapi justru terjadi peningkatan kekerasan yang signifikan pada titik 4 dan 5.

Gambar 4.6. Titik pengujian kekerasan

Hasil pengujian kekerasan dengan metode Leeb pada sampel tube superheater ditunjukkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil pengujian kekerasan Titik

Plot distribusi kekerasan pada titik-titik pengujian (Gambar 4.7) menggunakan program Excel menunjukkan kekerasan rata-rata (linear) adalah 170 HB.

Gambar 4.7. Distribusi kekerasan pada titik-titik pengujian

Hasil pengujian menunjukkan turunnya kekerasan akibat umur pemakaian (aging) dan kondisi beban kombinasi antara termal dan mekanik, sedangkan naiknya kekerasan pada titik pecah (titik 4 dan 5) disebabkan oleh komposisi unsur kimia paduan dan efek perlakuan panas, yaitu terjadinya srain hardening akibat deformasi plastis.

4.3.3. Hasil pengujian komposisi kimia

Hasil pengujian komposisi kimia, seperti tampak pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa tube superheater yang gagal masih memiliki komposisi unsur utama yang disyaratkan, yaitu unsur Chrom dan Moly.

Tabel 4.5 Hasil pengujian komposisi kimia (PMI)

Komposisi unsur Chrom (Cr) standar untuk material SA 213 T11 adalah 1,0%

s/d. 1,5%, sedangkan rata-rata hasil pengujian adalah 1,12%. Unsur Moly (Mo) standar sebesar 0,44% s/d. 0,65%, adapun hasil pengujian adalah 0,45%.

4.4. Hasil Analisa Numerik Tegangan Elastis 4.4.1. Tegangan tangensial dan tegangan radial

Tegangan tangensial (σH) dan tegangan radial (σR) hasil analisa numerik adalah seperti ditunjukkan pada gambar 4.8.

4.4.2. Tegangan aksial dan tegangan von-Mises

Besarnya tegangan aksial (σZ) dan tegangan von-Mises (σe) hasil analisa numerik adalah seperti ditunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.8. (a) Tegangan tangensial (σH), dan (b) Tegangan radial (σR) (a)

Gambar 4.9. (a) Tegangan aksial (σZ), dan (b) Tegangan von-Mises (σe) (b)

(b) (a)

(a) (b)

4.4.3. Regangan tangensial dan regangan radial

Besarnya regangan tangensial (εH) dan regangan radial (εR) hasil analisa numerik adalah seperti ditunjukkan pada gambar 4.10.

4.4.4. Regangan von-Mises dan deformasi total

Besarnya regangan von-Mises (εe) dan Deformasi total (εtot) hasil analisa numerik adalah seperti ditunjukkan pada gambar 4.11.

Gambar 4.10. (a) Regangan tangensial (εH), dan (b) Regangan radial (εR) (b)

(a)

Gambar 4.11. (a) Regangan von-Mises (εe), dan (b) Deformasi total (εtot) (a) (b)

4.5. Validasi Hasil Tegangan Elastis 4.5.1. Tegangan tangensial

Tegangan tangensial yang dihitung menggunakan pers. (2.2) adalah:

σH = 5 �22,252+ 18,252

22,252− 18,252� = 25,559 MPa

4.5.2. Tegangan radial

Tegangan radial yang dihitung dengan pers. (2.6) adalah:

σR = −Pi = −5 MPa

4.5.3. Tegangan aksial

Tegangan aksial yang dihitung dengan pers. (2.7) adalah:

σZ = 5 . 18,252

22,252− 18,252 = 10,279 MPa

4.5.4. Regangan tangensial

Regangan tangensial yang dihitung dengan pers. (2.8) adalah:

εH = 1

200000[25,559 − 0,3(−5 + 10,279)]

εH = 11, 98x10−5 4.5.5. Tegangan equivalen (von-Mises)

Tegangan equivalen (von-Mises) yang dihitung dengan pers. (2.11) adalah:

𝜎𝜎𝑒𝑒 = �1

2 �(25,559 − (−5)2 + �−5 − (10,279)�2+ (10,279 − 25,559)2� 𝜎𝜎𝑒𝑒 = 26,472 MPa.

Perbandingan antara tegangan elastis hasil analisa numerik dan teganga elastis hasil analisa teoritis ditunjukkan pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Validasi hasil analisa tegangan elastis Tipe Tegangan/Regangan Tegangan

Teori

Tegangan

Simulasi Error (%) Tegangan tangensial (MPa) 25,559 25,542 6,65 x 10-4

Tegangan radial (MPa) -5 -4,987 2,61 x 10

Hasil analisa antara numerik dan teoritis mendekati sama (error sangat kecil).

Tegangan elastis masih dibawah tegangan desain izin maksimum SA 213 T11 untuk desain umur 100 ribu jam dan temperatur desain 500°C, yaitu 100 MPa (Tabel 3.9).

Dengan demikian tube superheater dapat menahan beban elastis.

Gambar 4.12. Distribusi tegangan tangensial elastis pada dinding tube

4.6. Hasil Analisa Numerik Thermal Stress 4.6.1. Distribusi temperatur

Temperatur pada dinding luar 407°C, seperti tampak pada gambar 4.13.a dan mulai drop pada waktu t=3 detik (Gambar 4.13.b), kemudian temperatur menyesuaikan dengan temperatur lingkungan (ambient), dan mendekati konvergen pada t=5,7 detik (Gambar 4.14.a).

Gambar 4.13. Distribusi temperatur (a) Waktu t=1 detik, dan (b) Waktu t=3 detik (b)

(a)

Gambar 4.14. Distribusi temperatur (a) Waktu t=5,7 detik, dan (b) Waktu t=30

(a) (b)

Hingga waktu (t) mencapai 30 detik, seperti tampak pada gambar 4.14.b, temperatur bagian luar cenderung turun, sedangkan bagian dalam cenderung meningkat. Naik-turunnya temperatur dapat mempengaruhi sifat termal dan sifat mekanik komponen.

Grafik distribusi temperatur pada dinding luar dan dinding dalam hingga waktu (t) mencapai 30 detik seperti ditunjukkan pada gambar 4.15.

4.6.2. Fluks panas

Gambar 4.15. Grafik distribusi temperatur

Gambar 4.16. Fluks panas total (a) Waktu t=1 detik, dan (b) Waktu t=3 detik

(a) (b)

Fluks panas total 0,2 W/mm2 pada bagian dalam tube pada waktu t=1 detik (Gambar 4.16.a), dan drop hingga 0,1 W/mm2

Fluks panas total 0,02 W/mm

pada waktu t=3 detik (Gambar 4.16.b).

2 pada bagian dalam pada waktu t=5,7 detik (Gambar 4.17.a), dan mencapai harga maksimum hingga 0,89 W/mm2 pada waktu t=30 detik (Gambar 4.17.b). Fluks panas yang cenderung turun pada range waktu (t) antara 1 s.d. 5,7 detik disebabkan beda temperatur antara bagian dalam dan luar tidak terlalu besar, dan hampir mencapai konvergen pada waktu (t) 5,7 detik.

Distribusi fluks panas pada bagian dalam dan bagian luar hingga waktu (t) mencapai 30 detik ditunjukkan pada gambar 4.18.

(a) (b)

Gambar 4.17. Fluks panas total (a) Waktu t=5,7 detik, dan (b) Waktu t=30 detik

Gambar 4.18. Distribusi fluks panas pada dinding tube

4.6.3. Thermal stress

Thermal stress meningkat tajam dengan naiknya waktu. Waktu simulasi 0,2 detik menghasilkan thermal stress sebesar 55,43 MPa, seperti tampak pada gambar 4.19a dan naik signifikan hingga mencapai batas elastis 160 MPa jika thermal stress berlangsung selama 0,585 detik (Gambar 4.19.b).

Jika melewati batas elastis, maka komponen akan mengalami deformasi plastis. Thermal stress mencapai maksimum 200,7 MPa pada dinding luar jika waktu simulasi mencapai 0,833 detik (Gambar 4.20.a). Setelah mencapai harga maksimum, thermal stress turun hingga 195,8 MPa pada waktu 1 detik (Gambar 4.20.b).

Gambar 4.19. Thermal stress (a) Waktu t=0,2 detik, dan (b) Waktu t=0,585 detik

(a) (b)

Gambar 4.20. Thermal stress (a) Waktu t=0,833 detik, dan (b) Waktu t=1 detik

4.6.4. Regangan elastis equivalen (von-Mises)

Regangan elastis equivalen tidak menyebabkan terjadinya deformasi plastis dan perubahan bentuk. Regangan elastis equivalen (von-Mises) maksimum akibat thermal stress adalah 0,000959, seperti ditunjukkan pada gambar 4.21.

Gambar 4.21. Regangan elastis equivalen

4.6.5. Regangan termal

Regangan termal maksimum pada dinding tube akibat thermal stress adalah 1,56 x 10-6 (Gambar 4.22). Regangan termal turun konstan ketika thermal stress mencapai 190 MPa.

Gambar 4.22. Regangan termal

4.6.6. Regangan plastis equivalen (von-Mises)

Regangan plastis equivalen (von-Mises) maksimum pada tube superheater akibat thermal stress adalah 0,00064 mm/mm, seperti tampak pada gambar 4.23.

Gambar 4.23. Regangan plastis equivalen

4.6.7. Deformasi total

Deformasi total pada tube superheater akibat thermal stress mencapai 0.02 mm, seperti ditunjukkan pada gambar 4.24.

Gambar 4.24. Regangan total

4.6.8. Hasil analisa kriteria kegagalan

Efek strain hardening akibat regangan yang terjadi pada deformasi plastis meningkatkan laju aliran plastis (plastic flow). Deformasi yang sifatnya permanen menyebabkan pembesaran diameter. Ini terbukti dengan hasil pengukuran diameter.

Gambar 4.25 menunjukkan thermal stress maksimum pada dinding tube superheater.

Gambar 4.25. Thermal stress maksimum pada dinding tube superheater

Distribusi thermal stress pada dinding dalam dan luar (Gambar 4.26) menunjukkan bahwa thermal stress mencapai batas elastis 160 MPa pada waktu (t) 0,585 detik, dan mencapai maksimum 200,7 MPa pada 0,833 detik.

Gambar 4.26. Distribusi thermal stress pada dinding tube superheater

Hardening rule tidak mampu menghambat kegagalan tube superheater, karena gradien termal (Gambar 4.15) dan fluks panas (Gambar 4.18) meningkat tajam pada dinding tube. Thermal stress yang merupakan beban kombinasi antara temperatur dan tekanan internal yang mencapai maksimum dalam waktu singkat (Gambar 4.26) menimbulkan aliran plastis (plastic flow) yang mengalir ke arah luar pada dinding tube hingga menyebabkan terjadinya overheating (Gambar 4.27). Jika thermal stress dibiarkan sebentar saja maka komponen akan gagal.

Gambar 4.27. Isotropic hardening pada dinding tube superheater

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian tentang kegagalan tube superheater package boiler, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Diaphragma yang menghalangi aliran uap merupakan penyebab utama kegagalan tube superheater. Tube yang gagal mengalami “bulging” dan adanya “fish mouth effect”, gejala demikian menunjukkan tube telah mengalami overheating akibat menerima beban thermal stress yang berlebihan.

2. Tegangan elastis antara analisa numerik dan analitis menghasilkan tegangan yang dapat dikatakan sama. Tegangan elastis maksimum hasil analisa lebih kecil dari tegangan desain izin maksimum tube superheater.

Karenanya, tube aman akibat deformasi elastis.

3. Plastic flow akibat thermal stress menjalar cepat ke arah dinding dan maksimum di bagian luar mengakibatkan tube superheater gagal dalam jangka waktu singkat.

Kegagalan tube superheater disebabkan oleh kombinasi dua atau lebih penyebab kegagagalan atau “attack mode”, yang saling bersinergi untuk mempercepat kerusakan (accelerate degradation).

Dokumen terkait