• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.3 Hasil Pengujian Hipotesis

5.3.4. Hasil Pengujian Hipotesis Parsial (Uji t)

Analisa pengujian hipotesis parsial dapat dilihat pada Tabel 5.8. berikut : Tabel 5.8. Hasil Uji t Parsial (Uji Signifikansi)

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -97069.204 33640.337 -2.886 .010 Belanja Modal .017 .020 .117 .818 .424 Angkatan Kerja 23.770 7.792 .492 3.051 .007 Investasi .023 .008 .381 2.864 .010 Desentralisasi Fiskal 3162.790 10902.070 .036 .290 .775 a Dependent Variable: PDRB

Dari tabel 5.8. tersebut, uji statistik t, diperoleh sebagai berikut :

1. Variabel Belanja Modal : t-hitung = 0,818, t-tabel = 2,010, dengan tingkat

profitabilitas 0,424. Dengan demikian dapat disimpulkan p = 0,424 > α = 0,05, terima

hipotesis Ho dan tolak Hipotesis Ha yang menyatakan Belanja Modal secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.

2. Variabel Angkatan Kerja : t-hitung = 3,051, t-tabel = 2,010, dengan tingkat

profitabilitas 0,007. Dengan demikian dapat disimpulkan p = 0,007 < α = 0,05, terima

hipotesis Ha dan tolak Hipotesis Ho yang menyatakan Angkatan Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.

3. Variabel Investasi : t-hitung = 2,864, t-tabel = 2,010, dengan tingkat profitabilitas

0,010. Dengan demikian dapat disimpulkan p = 0,010 < α = 0,05, terima hipotesis Ha dan tolak Hipotesis Ho yang menyatakan Investasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.

4. Variabel Dummy (Desentralisasi Fiskal) : t-hitung = 0,290, t-tabel = 2,010, dengan

tingkat profitabilitas 0,775. Dengan demikian dapat disimpulkan p = 0,775 > α =

0,05, terima hipotesis Ho dan tolak Hipotesis Ha yang menyatakan Desentralisasi Fiskal secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.

Dari uraian di atas maka dapat disusun persamaan regresi berganda, sebagai berikut :

PDRB = -97069,204 + 0,017 BM + 23,770 AK + 0,023 INV + 3162,790 D

Model persamaan regresi berganda tersebut bermakna :

1. Nilai konstanta sebesar – 97069,204 yang berarti apabila nilai variabel independen

(Desentralisasi Fiskal (dummy), Belanja Modal, Angkatan Kerja dan Investasi) dianggap konstan, maka PDRB Provinsi Sumatera Utara sebesar -97.069,204 (Milyar Rupiah).

2. Belanja Modal (BM) memiliki koefisien regresi sebesar 0,017, menunjukkan bahwa

Belanja Modal berpengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara, yang berarti jika pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki belanja modal 1 juta maka PDRB Provinsi Sumatera Utara akan bertambah sebesar 0,017 milyar rupiah.

3. Angkatan Kerja (AK) memiliki koefisien regresi sebesar 23,770, menunjukkan bahwa Angkatan Kerja berpengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara, yang berarti jika pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki angkatan kerja 1 ribu maka PDRB Provinsi Sumatera Utara akan bertambah sebesar 23,770 milyar rupiah.

4. Investasi (INV) memiliki koefisien regresi sebesar 0,023, menunjukkan bahwa

Investasi berpengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara, yang berarti jika pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki investasi 1 juta rupiah maka PDRB Provinsi Sumatera Utara akan bertambah sebesar 0,023 milyar rupiah.

5. Dummy (Desentralisasi Fiskal (DF)) memiliki koefisien regresi sebesar 3162,770

menunjukkan bahwa Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara, yang berarti pemerintah Provinsi Sumatera Utara sesudah adanya desentralisasi fiskal maka PDRB Provinsi Sumatera Utara akan bertambah sebesar 3.162,770 milyar rupiah.

5.4. Pembahasan

Berdasarkan hasil evaluasi data diketahui bahwa secara simultan pengaruh desentralisasi fiskal, belanja modal, investasi, dan angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap PDRB di Sumatera Utara. Secara parsial belanja modal berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap PDRB di Sumatera Utara. Angkatan kerja dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB di Sumatera Utara Desentralisasi fiscal (dummy) berpengaruh positif dan tidak signifikan dalam mempengaruhi PDRB di Sumatera Utara.

Belanja modal berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 1990-2010. Pengujian secara individu (partial) menunjukkan bahwa koefisien belanja modal pemerintah

menunjukkan nilai yang positif (0,017), tetapi tidak signifikan yang ditunjukkan dari nilai prob (t-statistik) 0,424 yang lebih besar dari alpha 0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama periode 1990-2012 bahwa belanja modal pemerintah yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara seperti infrastruktur/sarana dan pelayanan publik tidak berpengaruh bagi peningkatan PDRB di Provinsi Sumatera Utara. Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah belanja modal yang dibelanjakan pemerintah daerah tidak menyebabkan adanya peningkatan yang signifikan pada perekonomian daerah tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendarmin (2012) yang menyatakan variabel belanja modal pemerintah daerah di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat walaupun memiliki slope positif (sesuai dengan teori ekonomi) namun tidak signifikan.

Menurut Dumairy (1996) pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran-pengeluaran itu bukan saja untuk menjalankan roda pemerintah sehari-hari, akan tetapi juga membiayai kegiatan perekonomian. Bukan berarti pemerintah turut berbisnis,melainkan dalam arti pemerintah harus menggerakan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah yang baik harus senantiasa berusaha menghindari dan memperbaiki kegagalan pasar demi tercapainya efisiensi. Pemerintah juga harus memperjuangkan pemerataan melalui program perpajakan dan redistribusi pendapatan untuk kelompok atau golongan masyarakat tertentu.

Pemerintah harus menggunakan perangkat perpajakan, pembelanjaan dan peraturan moneter untuk menggapai stabilitas dan perekonomian,mengurangi laju inflasi dan pengangguran serta memacu perekonomian secara keseluruhan. Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari kebijakan

fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional (Sukirno,2000). Tujuan dari kebijakan fiskalini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun kesempatan kerja dan memacu perekonomian.

Pada abad ke 19 Wagner mengemukakan, ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran selalu meningkat. Kelima penyebab dimaksud adalah tuntunan peningkatan pertahanan dan keamanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuahan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah. Peacock dan Wiseman (1961) dalam Guritno Mangkoesobroto (1999) mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pengeluaran pemerintah. Pemerintah lebih cenderung menaikkan pajak untuk membiayai anggarannya. Di sisi lain masyarakat memiliki keengganan untuk membayar pajak, terlebih lagi jika pajak terus dinaikkan. Mempertimbangkan teori pemungutan suara dimana masyarakat memiliki batas toleransi pembayaran pajak.

Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal meningkatnya GNP akan menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Akibat adanya keadaan tertentu yang mengharuskan pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya, maka pemerintah memanfaatkan pajak sebagai alternatif untuk peningkatan penerimaan negara. Jika tarif pajak dinaikkan maka pengeluaran investasi dan konsumsi

masyarakat menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

Angkatan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 1990-2010. Pengujian secara individu (partial) menunjukkan bahwa koefisien angkatan kerja menunjukkan nilai yang positif (23,770), dan signifikan yang ditunjukkan dari nilai prob (t-statistik) 0,007 yang lebih kecil dari alpha 0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama periode 1990-2012 bahwa angkatan kerja di pemerintah Provinsi Sumatera Utara berpengaruh bagi peningkatan PDRB di Provinsi Sumatera Utara. Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah angkatan kerja yang ada di Provinsi Sumatera Utara menyebabkan adanya peningkatan yang signifikan pada PDRB daerah tersebut.

Selain investasi, penduduk merupakan faktor utama lainnya yang mempengaruhi perekonomian. Peranan penduduk dalam penelitian ini dalam bentuk tenaga kerja produktif (angkatan kerja). Semakin besar jumlah tenaga kerja produktif maka output yang dihasilkan oleh perekonomian akan meningkat sehingga perekonomian daerah tersebut juga meningkat.

Angkatan kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 10 tahun atau lebih yang bekerja, mencari pekerjaan, dan sedang melakukan kegitatan lain, seperti sekolah maupu mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan. Menurut BPS penduduk berumur 10 ke atas terbagi sebagai tenaga kerja. Dikatakan tenaga kerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan

lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu.

Todaro (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu perekonomian. Jumlah angkatan kerja dan tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut.

Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Dalam model sederhana tentang perekonomian, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis (1954) dalam Todaro (2004) angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Keadaan demikian, penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perekonomian adalah tenaga kerja.

Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 1990-2010. Pengujian secara individu (partial) menunjukkan bahwa koefisien investasi menunjukkan nilai yang positif (0,023), tetapi tidak signifikan yang ditunjukkan dari nilai prob (t-statistik) 0,010 yang lebih kecil dari alpha 0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama periode 1990-2012 bahwa investasi yang selama ini dilaksanakan di pemerintah Provinsi Sumatera Utara berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PDRB di Provinsi Sumatera Utara. Adanya pengaruh positif investasi terhadap PDRB, dimana hasil tersebut sesuai dengan pendapat Todaro dan Smith (2006), dimana tiga faktor yang mempengaruhi perekonomian antara lain akumulasi modal dalam bentuk investasi, partisipasi tenaga kerja lokal dan kemajuan teknologi. Akumulasi modal dalam bentuk investasi diyakini sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi perekonomian daerah baik yang dilakukan oleh swasta maupun oleh pemerintah daerah. Salah satu bentuk investasi modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah alokasi belanja modal yang salah satunya ditujukan untuk pembangunan sarana dan prasarana publik.

Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat

investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.

Musgrave dalam Mangkoesoebroto (1998) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Untuk dapat memulai pembangunan ekonomi dibutuhkan perencanaan ekonomi. Melalui perencanaan pembangunan berbagai kegiatan dapat diselaraskan dan arah pembangunan ekonomi jangka panjang dapat ditentukan. Melalui perencanaan dapat juga ditentukan sejauh mana investasi swasta dan pemerintah perlu dilakukan untuk mencapai suatu tujuan pertumbuhan yang telah ditentukan. Dalam perencanaan pembangunan perlu ditetapkan beberapa hal berikut (1) tingkat perekonomian yang ingin dicapai, (2) tingkat tabungan dan investasi yang perlu diwujudkan, (3) peranan sektor swasta dan pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut, (4) perkembangan kegiatan ekonomi di berbagai sektor dan wilayah yang perlu dilakukan, dan (5) jumlah pembelanjaan dan sumber keuangan yang akan digunakan dalam mewujudkan tujuan perekonomian yang diterapkan (Sukirno,1994).

Desentralisasi fiskal (dummy) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 1990-2012. Pengujian secara individu (partial) menunjukkan bahwa koefisien desentralisasi fiskal menunjukkan nilai yang positif (3162,770), tetapi tidak signifikan yang ditunjukkan dari nilai prob (t-statistik) 0,775 yang lebih besar dari alpha 0,05. Variabel desentralisasi yang memiliki pengaruh tidak signifikan namun koefisiennya berslope positif (seuai dengan teori ekonomi).

Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia pada tahun 2001 juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi perekonomian daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang dibidang fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah maka akan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Selain itu, desentralisasi fiskal juga dapat meningkatkan efesiensi ekonomi karena pemerintah daerah dianggap lebih mengerti sejauh mana kebutuhan masyarakat dan keterbatasan anggaran yang dimiliki.

Berdasarkan teori Tiebout dalam Sumarsono dan Hadi Utomo (2009) yang menjadi landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Kondisi peningkatan pelayanan barang publik ini dalam kaitannya hubungan antar daerah otonom akan memberikan kondisi kompetisi persaingan antar kabupaten/kota untuk memaksimalkan kepuasan bagi masyarakat. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakatnya, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan. Lebih jauh Tiebout menyatakan bahwa, adanya kebijakan desentralisasi fiskal, secara tidak langsung memunculkan kompetisi antar daerah otonom dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dimana daerah dengan pelayanan yang baik akan memaksimalkan utilitas masyarakat. Senada dengan Davoodi dan Zou (1998) yang mengatakan bahwa desentralisasi fiskal akan memunculkan kompetisi atau persaingan antar daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesamaaan

pandangan antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan program yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya.

Oates (1993) menyatakan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi masyarakat dengan pemerintah daerah yang tercipta karena makin pentingnya peran pemerintah daerah dalam otonomi daerah. Secara teori, desentralisasi fiskal di perkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibanding pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang benar-benar dibutuhkan di daerahnya.

Tanggung jawab fiskal yang semakin besar oleh pemerintah daerah dapat menstimulus pembangunan. Hal ini akan berdampak pada hubungan positif yang akan terjadi antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat kesejahteraan penduduk di daerah. Adanya desentralisasi fiskal akan berpotensi memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan efisiensi pemerintahan dan laju perekonomian. (Wibowo, 2008).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait