• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Proses Heat Treatment Pada Crossbar yang

Hasil analisis kegagalan menunjukkan bahwa spesifikasi material pada komponen crossbar milik PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk tidak sesuai dengan standar ASTM A48 martensitic grey cast iron. Pada penelitian ini dilakukan upaya heat treatment untuk memperbaiki sifat kekerasasn dari komponen tersebut agar mendekati standar yang seharusnya. Heat treatment dilakukan pada temperatur 950oC, 900oC, 850oC, 800oC dengan waktu tahan 30 menit menggunakan media pendingin udara dan oli. Setelah di hardening dilakukan proses tempering pada temperatur 550oC dengan waktu tahan 60 menit menggunakan media pendingin udara. Tempering dilakukan untuk mengkondisikan dengan kinerja crossbar pada pabrik yang bekerja pada temperatur 500oC-600oC.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Tabel 4. 6 Kode spesimen

Kode Spesimen Jenis Perlakuan Panas

Failure Crossbar Komponen crossbar yang crack

Crossbar H800-AQ Crossbar dengan Hardening

temperatur 800°C + Air Quench

Crossbar H850-AQ Crossbar dengan Hardening temperatur 850°C + Air Quench

Crossbar H900-AQ Crossbar dengan Hardening

temperatur 900°C + Air Quench

Crossbar H950-AQ Crossbar dengan Hardening temperatur 950°C + Air Quench

Crossbar H800-OQ Crossbar dengan Hardening

temperatur 800°C + Oil Quench

Crossbar H850-OQ Crossbar dengan Hardening temperatur 850°C + Oil Quench

Crossbar H900-OQ Crossbar dengan Hardening

temperatur 900°C + Oil Quench

Crossbar H950-OQ Crossbar dengan Hardening temperatur 950°C + Oil Quench

Crossbar H800-AQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 800°C

Air Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H850-AQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 850°C

Air Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H900-AQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 900°C

Air Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H950-AQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 950°C

Air Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H800-OQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 800°C

Oil Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H850-OQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 850°C

Oil Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H900-OQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 900°C

Oil Quench + Tempering temperatur 550°C

Crossbar H950-OQ-T550t1h

Crossbar dengan Hardening temperatur 950°C

Laporan Tugas Akhir

61

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.2.1. Hasil Pengujian Metalografi Pada Crossbar Setelah di

Hardening dan Tempering.

Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur akhir yang terbentuk pada material crossbar setelah dilakukan proses hardening dengan variasi pada temperatur dan media pendingin dan setelah dilakukan tempering dilakukan kembali pengujian struktur mikro untuk mengetahui perbedaan pada struktur mikro material crossbar. Pengamatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 500x.

Gambar 4. 11 Foto mikrograf failure crossbar : (A) crossbar H950-AQ, (B) crossbar H950-OQ, (C) crossbar H800-AQ, (D)

crossbar H800-OQ

Gambar 4.11 menunjukkan struktur mikro hasil proses pengerasan crossbar. Gambar 4.11 (A) menunjukkan struktur mikro hasil proses pengerasan spesimen crossbar H950-AQ pada temperatur 950oC selama 30 menit lalu didinginkan dengan media

Karbida Sementite Bainite Sementite Martensit e A B C D Karbida Karbida Sementite Sementite Pearlite Pearlite 500x 500x 500x 500x

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

udara. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah bainit yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir, bainit terbentuk karena transformasi austenite di bawah nose dan diatas martensite start akan menghasilkan bainit. Gambar 4.11 (B) menunjukkan struktur mikro hasil proses pengerasan spesimen crossbar H950-OQ pada temperatur 950oC selama 30 menit lalu didinginkan dengan media oli. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah sementit yang merupakan batas butir dan martensite yang berwarna hitam, martensit terbentuk karena proses pendinginan non-ekuilibrium yang cepat atau sangat cepat pada temperatur austenitisasinya. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan media pendingin yang digunakan. Gambar 4.11 (C) menunjukkan struktur mikro hasil proses pengerasan spesimen crossbar H800-AQ pada temperatur 800oC selama 30 menit lalu didinginkan dengan media udara. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah pearlite yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir. Gambar 4.11 (D) menunjukkan struktur mikro hasil proses pengerasan spesimen crossbar H800-AQ pada temperatur 800oC selama 30 menit lalu didinginkan dengan media udara. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah pearlite yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir. Hardening pada temperatur 800oC, crossbar belum memasukkin fasa austenisasi oleh karena itu fasa yang terbentuk sama seperti struktur awal crossbar.

Gambar 4.12 menunjukkan struktur mikro hasil proses tempering pada crossbar yang telah dilakukan proses hardening. Gambar 4.12 (A) menunjukkan hasil struktur mikro hasil proses tempering pada temperatur 550oC selama 60 menit lalu didinginkan dengan media udara pada spesimen crossbar H950-AQ-T550t1h yang telah dihardening dengan temperatur 950oC dengan media pendingin udara. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah bainit yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir. Gambar 4.12 (B) menunjukkan hasil struktur mikro hasil proses tempering pada

Laporan Tugas Akhir

63

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

temperatur 550oC selama 60 menit lalu didinginkan dengan media udara pada spesimen crossbar H950-OQ-T550t1h yang telah dihardening dengan temperatur 950oC dengan media pendingin oli. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah sementit yang merupakan batas butir dan martensite yang berwarna hitam. Gambar 4.12 (C) menunjukkan hasil struktur mikro hasil proses tempering pada temperatur 550oC selama 60 menit lalu didinginkan dengan media udara pada spesimen crossbar H800-AQ-T550t1h yang telah dihardening dengan temperatur 800oC dengan media pendingin udara. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah pearlite yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir.

Gambar 4. 12 Foto mikrograf baja failure crossbar: (A) crossbar H950-AQ-T550t1h, (B) crossbar H950-OQ-T550t1h, (C) crossbar H800-AQ-T550t1h, (D) crossbar H800-OQ-T550t1h

A B C D Karbida Karbida Sementite Sementite Karbida Bainite Sementite Sementite Pearlite Pearlite Martensit e 500x 500x 500x 500x

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.12 (D) menunjukkan hasil struktur mikro hasil proses tempering pada temperatur 550oC selama 60 menit lalu didinginkan dengan media udara pada spesimen crossbar H800-OQ-T550t1h yang telah dihardening dengan temperatur 800oC dengan media pendingin oli. Fasa yang terbentuk pada spesimen ini adalah pearlite yang berwarna hitam, karbida Cr yang berwarna putih, dan sementite yang merupakan batas butir.

4.2.2. Hasil Pengujian Kekerasan Pada Crossbar Setelah di Hardening dan Setelah di Tempering

Pengujian Kekerasan dilakukan pada permukaan spesimen tanpa perlakuan, pada setiap variasi temperatur hardening, dan pada setiap variasi media pendingin. Pengujian ini menggunakan indentasi sebanyak 3 titik, indentasi dilakukan secara cross sectional dengan beban sebesar 187.5 kgf. Pembagian daerah indentasi dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4. 13 Daerah Indentasi Uji Kekerasan

Hasil Pengujian Kekerasan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan tabel 4.8, serta grafik distribusi kekerasan yang ditunjukkan pada gambar 4.13.

Laporan Tugas Akhir

65

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Kekerasan pada crossbar yang telah

di hardening dan tempering (BHN)

Gambar 4. 14 Grafik sifat kekerasan hasil proses hardening baja crossbar 375 425 475 525 575 625 F A I L U R E C R O S S B A R 8 0 0 8 5 0 9 0 0 9 5 0 KE KE R A S A N ( BH N ) TEMPERATUR HARDENING Pendinginan Oli Pendinginan Udara Upper hardness standar ASTM A48

Lower hardness standar ASTM A48

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Gambar 4. 15 Grafik kekerasan material setelah proses

tempering 550°C selama 60 menit

Dari tabel 4.3 didapatkan rata-rata kekerasan pada permukaan setiap sampel uji. Spesimen uji tanpa perlakuan (as cast) memiliki kekerasan 405 BHN pada permukaan dekat dengan crack. Spesimen uji setelah di hardening dengan temperatur hardening 800oC menggunakan media pendingin udara memiliki kekerasan paling rendah yaitu 525,67 BHN, sementara spesimen uji dengan temperatur hardening 800 oC menggunakan media pendingin oli memiliki kekerasan sebesar 543,33 BHN. Sedangkan kekerasan yang paling tinggi terdapat pada spesimen dengan temperatur hardening 950oC menggunakan media pendingin oli yaitu 599,67 BHN, sementara spesimen uji dengan temperatur hardening 950 oC menggunakan media pendingin udara yaitu 578,67 BHN .Kedelapan spesimen diatas memiliki kekerasan yang berbeda karena memiliki temperatur hardening yang berbeda serta laju pendinginan yang dihasilkan juga berbeda. (Cord Henrik Surberg, 2007)

Selama pendinginan, terjadi perpindahan panas antara spesimen dengan media pendingin. Kontak antara media pendingin dengan spesimen mengakibatkan perubahan temperature yang relative cepat dan berbeda-beda. Semakin cepat laju pendinginan

375 425 475 525 575 8 0 0 8 5 0 9 0 0 9 5 0 KE KE R A S A N ( BH N ) TEMPERATUR HARDENING Pendinginan Oli Pendinginan Udara Lower hardness standar ASTM A48

Upper hardness standar ASTM A48

Laporan Tugas Akhir

67

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI – ITS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

yang terjadi maka akan semakin tinggi nilai kekerasan yang diperoleh pada spesimen. (Mohammad Ismanhadi S, 2013)

Setelah dilakukan hardening dilakukan tempering untuk mengkondisikan kondisi standard pada saat material beroperasi dan didapatkan nilai kekerasan yang paling tinggi pada spesimen yang dihardening dengan temperatur 950oC dengan media pendingin oli sebesar 530,33 BHN, selanjutnya dengan temperatur hardening 950oC menggunakan media pendingin udara yaitu 519,33 BHN. Sedangkan untuk kekerasan paling rendah setelah dilakukan tempering yaitu pada spesimen yang di hardening dengan temperatur 800oC dengan media pendingin udara yaitu 430 BHN, selanjutnya dengan temperatur hardening 800oC menggunakan media pendingin oli yaitu 440 BHN. Setelah mengalami proses tempering nilai kekerasan dari kedelapan spesimen menurun hal ini dikarenakan tempering bertujuan untuk mengembalikan sebagian keuletan/ketangguhan, berakibat turunnya kekerasan, dan melepas tegangan dalam untuk memperoleh keuletan yang lebih baik (Donald S Clark 1962)

Dokumen terkait