• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data

4. Hasil Tambahan Penelitian

Peneliti mengklasifikasikan partisipan menjadi 5 kelompok sesuai dengan dimensi kepribadian Big Five yang lebih dominan oleh masyarakat suku Batak Toba.

Tabel 12. Gambaran Partisipan Berdasarkan Tipe Kepribadian Big Five Dimensi

Kepribadian Skor Min. Skor Max. Mean

Std.

Deviation Frekuensi Persentase

Openness 16 32 25.23 3.27 0 0 % Conscientiousness 25 70 53.04 7.03 117 76.5 % Extroversion 25 55 42.89 4.97 5 3.3 % Agreeableness Neuroticism 33 13 60 49 49 30.06 5.41 6.51 29 2 18.9 % 1.3 % Total 153 100 %

Dimensi

Kepribadian Skor Min. Skor Max. Mean

Std.

Deviation Frekuensi Persentase

Openness 16 32 25.23 3.27 0 0 % Conscientiousness 25 70 53.04 7.03 117 76.5 % Extroversion 25 55 42.89 4.97 5 3.3 % Agreeableness Neuroticism 33 13 60 49 49 30.06 5.41 6.51 29 2 18.9 % 1.3 % Total 153 100 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa dimensi kepribadian

Conscientiousness memiliki jumlah terbanyak yaitu 117 partisipan (76,5 %), dilanjutkan dengan dimensi Agreeableness dengan jumlah 29 partisipan (18,9 %), Extroversion sebanyak 5 partisipan (3,3 %), Neuroticism sebanyak 2 partisipan (1,3 %), dan dimensi Openness yang berada di peringkat terakhir (0%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat suku Batak Toba dominan memiliki kepribadian Conscientiousness.

RR. Pembahasan

Penelitian ini melihat hubungan tipe kepribadian extroversion dengan

agreeableness dengan kecenderungan perilaku prososial pada suku Batak Toba. Tipe kepribadian extroversion dengan agreeableness merupakan bagian dari Big Five Personality yang dikemukakan oleh McCrae dan Costa (Pervin, 2010). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tipe kepribadian

extroversion dan agreeableness dengan kecenderungan perilaku prososial pada suku Batak Toba.

Hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa hanya dimensi Agreeableness (p) = 0.000 (< 0.05) yang memiliki hubungan dengan mempengaruhi perilaku prososial. Sedangkan pada dimensi

Extroversion (p) = 0.826 (> 0.05) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial pada suku Batak Toba.

Berdasarkan analisa tersebut, dapat diketahui bahwa individu yang didominasi oleh dimensi kepribadian agreeableness, yakni yang memiliki kualitas personal, perasaan, dan perilaku yang penuh kasih sayang (Pervin, 2005) ternyata berhubungan dengan perilaku prososialnya. Hal ini menjelaskan adanya hubungan positif antara dimensi agreeableness dengan perilaku prososial. Berbeda dengan tipe kepribadian extroversion, di mana saat individu memiliki kuantitas yang intens dalam interaksi interpersonal, serta menyukai dan merasa nyaman ketika melakukan aktivitas bersama orang lain (Pervin, 2005), hal tersebut tidak memiliki hubungan dengan perilaku prososial pada individu.

Berkaitan dengan hal tersebut, yaitu hubungan perilaku prososial dengan tipe extroversion dan agreeableness, seorang pengurus STM lingkungan menyampaikan pengalamannya dalam bersosialisasi dengan anggota STM di lingkungannya :

“Tulang (Paman) gitukan kalo ketika jadi pengurus STM kita ini ya begitu, ada beberapa anggota kita gitu yang memang dari hatinya penuh memang mau tolong pas ada kegiatan, entah marhobaslah entah bantu dana, tapi bantu dana memang wajib sih kita tapi kadang ada juga mau kasih lebih misalkan pas kas kita butuh untuk anggota lain yang kemalangan. Tapi gitu jugala ada juga anggota-anggota yang hampir tak pernah ikut kontribusinya mau dalam pendanaan, dalam menyediakan tempat buat partangiangan, atau dalam membantu apalah, tapi tetap ikut memang dia terus asal ada kegiatan apa atau ada partangiangan kita dimana gitu. Tapi gitupun ya sudahlah, sudah taunya kita bagaimananya

jadi yang penting kebersamaan kitanya kesitu kan” (Komunikasi personal, 26 September 2015).

Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Staub (1978) yang mengemukakan bahwa segala jenis karakteristik kepribadian merupakan hal yang penting dalam menentukan perilaku prososial, di mana melalui faktor ini orang-orang cukup sering mencari kesempatan untuk terlibat dalam tindakan prososial. Pada penelitian ini hanya dimensi agreeableness yang secara statistik signifikan dalam memprediksi kecenderungan perilaku prososial individu.

Hal ini bisa terjadi dikarenakan kriteria atau aspek dari perilaku prososial, yakni mau berbagi, bekerjasama, menolong, memberi dengan ikhlas, serta bersikap jujur (Mussen, 1989) lebih dominan mengarah pada dimensi

agreeableness, di mana individu yang memiliki skor tinggi dikarakteristikkan dengan berhati lembut, baik, suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, dan berterus terang (Pervin, 2005).

Selain itu, Sears (1994), Staub (1978), dan Baron (2006) mengungkapkan bahwa faktor kepribadian berdampingan dengan faktor situasi dalam mempengaruhi perilaku prososial individu. Mengingat bahwa dalam penelitian ini kepribadian extroversion dan agreeableness hanya berpengaruh sebesar 25,7% dalam menjelaskan kecenderungan individu berperilaku prososial, artinya faktor-faktor lain (seperti situasi) yang tidak dimasukkan dalam variabel penelitian ini juga memiliki pengaruh dalam memprediksi perilaku prososial individu.

Dengan demikian, melalui penelitian ini juga dapat dijelaskan bahwa walaupun agreeableness merupakan dimensi yang penting dalam menentukan perilaku prososial serta menunjukkan hubungan yang positif, namun hal ini tidak sepenuhnya menjelaskan bahwa kepribadian atau tipe agreeableness merupakan satu-satunya faktor yang dapat memprediksi kecenderungan suku Batak Toba untuk berperilaku prososial.

Apabila ditinjau dari gambaran keseluruhan subjek berdasarkan kepribadian Big Five, masyarakat suku Batak Toba dominan memiliki tipe kepribadian conscientiousness. Hal ini dibuktikan dari 117 subjek (76,5%) yang cenderung memiliki skor tinggi pada dimensi tersebut. Sedangkan, pada tipe kepribadian agreeableness hanya 29 orang (18,9%) yang memiliki skor tinggi.

Hasil tambahan penelitian ini berkaitan dengan nilai-nilai budaya (falsafah hidup) suku Batak Toba, secara khusus dilihat dari sisi hagabeon, hamajuon,

hamoraon, dan hasangapon. Hagabeon yang mencakup keyakinan akan keberhasilan, hamajuon yang mencakup perjuangan untuk „maju‟ dengan cara merantau dan menuntut ilmu, hamoraon yang mencakup dorongan untuk mencari harta benda yang banyak (menjadi kaya raya), dan hasangapon yang mencakup kewibawaan, kharisma, kemuliaan untuk meraih kejayaan (Sitanggang, 2009), memiliki kaitan dengan tipe kepribadian conscientiousness.

Melalui hasil tambahan penelitian dikatakan bahwa suku Batak Toba cenderung memiliki pendirian dan kemampuan yang baik dalam mengorganisasikan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan dengan spesifikasi sifat, yaitu disiplin, teratur, pekerja keras, tepat waktu, ambisius, tekun, teliti, dan rapi. Hal ini membuktikan bahwa falsafah hidup (nilai-nila budaya) suku Batak Toba tampak secara nyata dilihat dari sifat atau kepribadian yang melekat pada diri mereka.

Sedangkan pada tipe agreeableness yang secara statistik memiliki hubungan dengan perilaku prososial suku Batak Toba, berada diurutan ke-2 dominasi skor tertinggi subjek penelitian.

Sama halnya dengan tipe conscientiousness, tipe agreeableness (suka menolong, mudah percaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, dan jujur dalam menyampaikan suatu hal) juga berkaitan dengan nilai-nilai budaya atau sistem sosial masyarakat Batak Toba, di mana masing-masing orang saling tolong menolong ketika bencana dan dukacita terjadi, serta menaruh perhatian pada kepentingan dan kesejahteraan satu sama lain (Vergouwen, 1964). Hal ini dibuktikan dari adanya kegiatan gotong-royong apabila ada warga yang hendak membangun rumah, di mana warga lain membantu persiapan serta pengerjaan pembangunan rumah tersebut. Istilah dalam bahasa Batak menyebut hal tersebut dengan Marsiadapari dan Mangarumpa. Marsiadapari merupakan sebuah kegiatan yang berupa arisan kerja dan bagian dari sistem gotong-royong, dan

mangarumpa adalah kegiatan kelompok atau seseorang memberikan bantuan umum atau secara spesifik bertetangga (Sitanggang, 2009).

Vergouwen (1964) dalam penelitiannya di tanah Batak berjudul “The Social Organization and Customary Law of the Toba-Batak of Northern Sumatra”, menjelaskan bagaimana masyarakat Toba memberikan bantuan kepada orang asing yang hendak bertempat tinggal di wilayah mereka. Warga akan memberikan makanan apabila orang tersebut membutuhkannya, sampai ia bisa menghasilkan sumber makanannya sendiri. Begitu juga dengan salah seorang warga yang akan merantau, ia akan mengajak warga lainnya untuk makan bersama, dan semua warga akan memberikan nasihat yang berguna, memanjatkan doa, dan beberapa warga akan memberikan sesuatu berupa barang sebagai hadiah untuk orang yang akan merantau tersebut (Vergouwen, 1964).

Hal ini membuktikan bahwa sistem sosial suku Batak Toba yang suka menolong dan bekerjasama tampak secara nyata dilihat dari sifat atau kepribadian yang melekat pada diri mereka.

Berdasarkan keseluruhan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya tipe agreeableness yang memiliki hubungan dengan kecenderungan perilaku prososial suku Batak Toba. Namun, tipe agreeableness bukan merupakan tipe kepribadian yang mendominasi suku Batak Toba.

Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk tidak hanya melihat dari sisi kepribadian saja, namun juga dari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kemunculan perilaku prososial individu. Kemudian sampel penelitian yang hanya berfokus pada populasi dominan masyarakat suku Batak Toba di wilayah Toba Samosir bisa menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, yakni bisa menjadi bahan pembanding bagaimana perilaku prososial suku Batak Toba yang menetap di wilayah lain (di luar wilayah asalnya Toba Samosir) ditinjau dari tipe kepribadian extroversion, agreeableness, dan faktor-faktor lain. Berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan, pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan berbagai metode penelitian yang ada, sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih banyak dan lebih akurat.

Implikasi dalam penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai masyarakat suku Batak Toba yang menetap di wilayah Toba Samosir. Masyarakat yang bukan suku Batak Toba dapat mengetahui dan mengenal bagaimana suku Batak Toba secara khusus yang berada di wilayah asalnya ditinjau dari kepribadian dan perilaku prososial. Dan masyarakat suku Batak Toba sendiri dapat mengetahui bagaimana kepribadian atau sifat dominan „Orang Batak‟ dan hubungannya dengan perilaku prososial mereka.

BAB V

KESIMPULAN & SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian hubungan kepribadian berdasarkan teori Big Five dengan perilaku prososial pada suku Batak Toba, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. a. Dimensi Agreeableness dari kepribadian Big Five memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial, di mana semakin tinggi

agreeableness individu maka semakin tinggi kecenderungan perilaku prososial pada partisipan Batak Toba dalam penelitian ini.

b. Dimensi Extroversion dari kepribadian Big Five tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial pada suku Batak Toba.

2. Suku Batak Toba didominasi oleh tipe kepribadian conscientiousness. Sedangkan tipe agreeableness berada diperingkat kedua terbanyak, dilanjutkan dengan extroversion, neuroticism, dan openness.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran agar penelitian ini dapat berguna bagi studi lanjutan mengenai perilaku prososial dan kepribadian berdasarkan teori Big Five. Beberapa saran antara lain:

Dokumen terkait