• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data

1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Jika sig. > 0,05 maka data berdistribusi dengan normal, jika sig. < 0,05 maka data tidak berdistribusi secara normal. Adapun alat yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini untuk menguji data berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan

menggunakan uji kolmogrof-smirnov dalam program SPSS 21. Hasil

analisis terhadap asumsi normalitas terhadap nilai residual dari persamaan regresi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas

Sumber : Data diolah tahun 2017

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4.2 diatas dengan

menggunakan metode one sampel komogrov-smirnov menunjukkan

bahwa nilai residual dari variabel dependen dan variabel independen pada jumlah sampel (N) sebesar 9 adalah 0,995. Dengan demikian, data dari penelitian ini terdistribusi secara normal karena nilai residualnya lebih besar dari signifikansi 0,05 atau 0,995 > 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk pengujian hipotesis. b. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas digunakan untuk melihat terdapat gangguan atau tidak terhadap data di mana multkolineritas terjadi apabila ada kolerasi antar variabel independen. Dengan demikian uji ini dilakukan agar data yang ada harus terbebas dari gangguan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 9

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .01374801

Most Extreme Differences

Absolute .138

Positive .138

Negative -.107

Kolmogorov-Smirnov Z .415

Asymp. Sig. (2-tailed) .995

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

multikolinieritas. Jika hasil uji mempunyai masalah multikolinearitas

apabila nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF lebih besar

dari 10 maka data tersebut lolos uji multikolinieritas. Adapun hasil dari pengolahan data adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Uji multikolinieritas Collinearity Statistics Tolerance VIF .966 1.036 .916 1.091 .947 1.056

Sumber :Data diolah tahun 2017

Berdasarkan hasil uji multikolinieritas di atas menunjukan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas antara masing-masing variabel independen. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.3 di atas bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1 dan tidak ada variabel independen VIF yang lebih dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas.

c. Uji Autokolerasi

Uji Autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian maka digunakan Uji Runs Test. Apabila nilai Sig. nya di atas 0,05 maka dapat dikatakan lolos uji Autokolerasi, sedangkan

apabila di bawah 0,05 maka tidak lolos uji Autokolerasi. Adapun hasil dari pengolahan data sebagai berikut :

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokolerasi

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -.00373

Cases < Test Value 4

Cases >= Test Value 5

Total Cases 9

Number of Runs 7

Z .763

Asymp. Sig. (2-tailed) .445

a. Median

Sumber :Data diolah tahun 2017

Dilihat dari tabel 4.4 di atas menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) di atas 0,05 yaitu dengan nilai 0,445. Sehingga diperoleh kesimpulan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,445 > 0,05 dengan demikian tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi tersebut.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance

residual pada suatu periode pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dengan

pola gambar scatterplot, regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas

titik-titik data yang tidak mengumpul hanya diatas atau di bawah saja, penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, hasil penyebaran

titik-titik data tidak berpola. Hasil output heteroskedastisitas dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Gambar 4.5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Data diolah tahun 2017

Tabel 4.6

Hasil Regresi Linier Berganda

Sumber : Data diolah tahun 2017

Pada prinsipnya model regresi linier merupakan suatu model yang parameternya linier dan secara kuantitatif dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Regresi berganda berguna untuk meramalkan pengaruh dua variabel predictor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara dua variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel terikat (Y). Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh PDRB, Angkatan Kerja, dan UMR terhadap ketimpangan ekonomi periode 2007 – 2015.

Formulasi persamaan regresi berganda sendiri adalah sebagai berikut: Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 4.197 .512 8.197 .003 PDRB 2.159 .912 .748 2.886 .001 AK -.407 1.058 -.988 -.385 .716 UMP .876 .256 .340 2.576 .000

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Y = 4,197 + 2,159X1-0,407X2+ 0,876X3 + e Dimana: a = konstanta = 4,197 X1 = PDRB b1 = 2,159 X2 = Angkatan Kerja b2 = -0,407 X3 = UMR b3 = 0,876

Koefisien – koefisien persamaan regresi linear berganda di atas dapat diartikan sebagai berikut:

a. Berdasarkan persamaan regresi menunjukkan bahwa nilai konstanta mempunyai arah koefisien regresi positif yaitu sebesar 4,197 menunjukkan apabila variabel lain mengalami peningkatan 1% maka variabel kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 4,197%.

b. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan uji regresi linier berganda koefisien regresi pada variabel 1 yaitu PDRB bertanda positif sebesar 2,159, artinya menunjukkan setiap kenaikan 1% PDRB maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 2,159%. Hasil penelitian koefisien regresi bernilai positif berarti

terjadi hubungan positif antara PDRB dan Kesenjangan Ekonomi. Jika semakin besar PDRB di Provinsi Lampung maka semakin meningkat kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung.

c. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan uji regresi linier berganda koefisien regresi pada variabel 2 yaitu angkatan kerja bertanda negatif sebesar -0,407, artinya menunjukkan setiap penurunan 1% angkatan kerja maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 0,407%. Hasil penelitian koefisien regresi bernilai negatif berarti terjadi hubungan negatif antara angkatan kerja dan kesenjangan ekonomi. Semakin besar jumlah angkata kerja di Provinsi Lampung maka kesenjangan akan semakin menurun. Sebaliknya Semakin kecil jumlah angkatan kerja di Provinsi Lampung maka kesenjangan akan semakin meningkat.

d. Sedangkan koefisien regresi pada variabel 3 yaitu Upah Minimum Regional bertanda Positif sebesar 0,876, artinya menunjukkan setiap kenaikan 1% Upah Minimum Regional maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 0,876%. Hasil penelitian koefisien regresi bernilai positif berarti terjadi hubungan positif antara UMR dan Kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung.

3. Hasil Uji Hipotesis

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X1, X2, dan X3) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Adapun hasil uji F pada penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Uji Simultan (F)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 7.203 3 2.341 55.739 .000b

Residual .213 5 .042

Total 7.416 8

a. Dependent Variable: GINI

b. Predictors: (Constant), UMP, AK, PDRB

Sumber : Data diolah tahun 2017

Dari hasil uji signifikansi simultan (Uji F) di atas menunjukan nilai Sig. 0,000 < 0,05, artinya Ho ditolak dan Ha diterima dan adanya pengaruh yang signifikan kurang lebih sebesar 95% dari variabel PDRB, Angkatan Kerja, dan UMR atau menentukan pengujian dengan cara lain yaitu dengan menentukan terlebih dahulu

Ftabel berdasarkan signifikansi 5% dimana N1 = 3 dan N2 = 6. Dengan

pengujian tersebut maka hasil yang diperoleh untuk Fhitung sebesar 55,739 sedangkan untuk Ftabel sebesar 4,76 artinya Fhitung lebih besar dari Ftabel (55,739 > 4,76) maka dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara simultan atau secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan antara PDRB,

Angkatan Kerja, dan Upah Minimum Regional (UMR) terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung.

b. Uji Signifikan Parametrik Individual (Uji T)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi pada PDRB, Angkatan Kerja, dan UMR berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. Hasil dalam pengujian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 di atas. Sebelum menyimpulkan hipotesis yang diterima atau ditolak, terlebih dahulu menentukan ttabel

dengan signifikan 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dan derajat kebasahan df = n-k-1 atau 9-3-1 diperoleh hasil ttabel sebesar 2,57058.

Dari hasil uji signifikan parametrik individual (uji t) pada variabel PDRB menghasilkan nilai thitung sebesar 2,886 artinya thitung lebih besar dari ttabel (2,886 > 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih kecil dari 0,05 ( 0,001 < 0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa PDRB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung selama periode 2007-2015.

Selanjutnya untuk variabel angkatan kerja dimana dari hasil uji signifikan parametrik individual (uji t) menghasilkan nilai thitung

sebesar -0,385 artinya thitung lebih kecil dari ttabel (-0,385< 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih besar dari 0,05 (0,716 > 0,05). Sehingga dapat dikatakan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi dapat

disimpulkan bahwa variabel angkatan kerja Tidak berpengaruh signifikan terahadap kesenjangan ekonomi selama periode 2007-2015.

Sedangkan dari hasil uji signifikan parametrik individual (uji t) pada variabel Upah Minimum Regional Provinsi Lampung menghasilkan nilai thitung sebesar 2,576 artinya thitung lebih besar dari ttabel (2,576 > 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa UMR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi selama periode 2007-2015.

C. Pembahasan

1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesenjangan Ekonomi di

Provinsi Lampung Tahun 2007-2015.

Indikator Pertumbuhan Ekonomi dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB yang disajikan dengan harga konstan akan bisa menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu untuk mengetahui perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah. Selain itu pula PDRB memiliki kegunaan dimana melalui PDRB maka dapat diukur tingkat kemakmuran masyarakatnya, sebab

apabila PDRB itu terus meningkat setiap tahunnya maka pendapatan perkapita masyarakat daerah tersebut akan ikut meningkat.

Perkembangan PDRB di Provinsi Lampung dapat dikatakan cukup baik meskipun peningkatannya tidak terlalu tinggi setiap tahunnya t dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015. Sehingga dengan begitu dapat mencerminkan pendapatan perkapita dan tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Lampung yang ikut meningkat pula. Adapun hasil penelitian yang telah peneliti lakukan terkait pengaruh PDRB terhadap kesenjangann ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2007 sampai 2015. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan uji regresi linier berganda koefisien regresi pada variabel 1 yaitu PDRB bertanda positif sebesar 2,159, artinya menunjukkan setiap kenaikan 1% PDRB maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 2,159%. Berdasarkan uji 2 sisi pada uji signifikan parametrik individual (uji t) pada variabel PDRB menghasilkan nilai thitung sebesar 2,886 artinya thitung lebih besar dari ttabel (2,886 > 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih kecil dari 0,05 ( 0,001 < 0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa PDRB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung selama periode 2007-2015.

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ani Nurlaili yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara parsial PDRB berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi di Pulau Jawa. Jika secara teori

yang dianalisis oleh Kuznet menyatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan dengan kesenjangan, yaitu dalam jangka pendek ada korelasi positif, namun dalam jangka panjang hubungan tersebut menjadi negatif. Artinya dalam tahap awal pembangunan tingkat ketimpangan akan semakin besar sampai pada tingkat tertentu dan selanjutnya tingkat ketimpangan itu akan semakin menurun.

Berbeda dengan yang dijelaskan oleh Marxist yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi justru akan selalu menyebabkan melebarnya jurang ketidakmerataan antara si kaya dan si miskin. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi yang cenderung meningkatkan konsentrasi penguasaan sumber daya dan kapital oleh para penguasa modal kelompok “elit” masyarakat. Sebaliknya non-kepemilikan modal akan berada pada jurang kemiskinan. Hal ini serupa dengan keadaan di Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi ADHK tahun 2000 dan Kesenjangan Ekonomi di Provinsi Lampung tahun 2007-2015

PDRB LAJU PERTUMBUHAN GINI

32.694.890 5.94 0,39 34.443.152 5.32 0,35 36.256.295 5.26 0,35 38.389.899 5.88 0,36 40.908.800 6.56 0,37 43.543.210 6.44 0,36 46.054.990 5.77 0,36 48.393.170 5.08 0,35 50.875.540 5.13 0,38

Pada Tabel 4.8 diatas dijelaskan bahwa PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2007 sampai dengan 2015 terus meningkat akan tetapi tidak diseimbangkan dengan laju pertumbuhan Provinsi Lampung yang berfluktuatif, hal ini disebabkan karena kenaikan total PDRB mengalami kenaikan yang sedikit pada setiap tahunnya. Sedangkan Gini Ratio yang terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,38% yang masuk dalam kategori ketimpangan sedang atau dalam keadaan setengah parah atau semakin meningkat dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2014 sebesar 0,35%. Untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan ekonomi dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 1.

Laju Pertumbuhan dan Kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung tahun 2007-2015

Dari grafik diatas dijelaskan bahwa laju pertumbuhan ekonomi ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2007 sampai dengan 2015 berfluktuatif, sedangkan pada periode 2009 sampai dengan 2015 tingkat

0 1 2 3 4 5 6 7 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Gini P. Ekonomi

ketimpangannya stabil. Kondisi ini tidak sejalan dengan hipotesis Kuznets yang menyatakan pada tahap awal pembangunan tingkat ketimpangan akan semakin besar sampai pada tingkat tertentu dan selanjutnya tingkat ketimpangan itu akan semakin menurun. Dilihat dari kondisi Provinsi Lampung dengan laju pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif bahkan pada tahun 2011 laju pertumbuhan mencapai angka yang tertinggi tidak menurunkan angka tingkat ketimpangan. Sedangkan pada tahun 2015 laju pertumbuhan turun tidak diimbangi dengan penurunan angka ketimpangan di Provinsi Lampung.

Selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Maxist bahwa Provinsi Lampung menujukan kenaikan total PDRB setiap tahunnya akan tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan laju pertumbuhannya, bisa disimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung berfluktuatif disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pembangunan infrastruktur antar daerah di Provinsi Lampung tidak merata, perbedaan kandungan sumber daya alam yang ada di setiap Kabupaten di Provinsi Lampung yang berbeda-beda, pengetahuan kemajuan teknologi masyarakat tidak merata, perpindahan modal dari wilayah yang kurang berkembang ke wilayah yang berkembang akan menimbulkan kesenjangan wilayah yang semakin meningkat dan system sosial atau kebiasaan masyarakat setiap daerah berbeda-beda. Artinya ketimpangan bukan menjadi jaminan terjadi pada tahap awal pembangunan saja tetapi proses pembangunan atau perekonomian

membaik tidak menjamin ketimpangan akan menurun karena ketimpangan bisa disebabkan dalam berbagai faktor-faktor eksternal keadaan daerah itu sendiri.

2. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Kesenjangan Ekonomi di Provinsi

Lampung tahun 2007-2015

Tenaga kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Adapun hasil penelitian yang telah peneliti lakukan terkait pengaruh Angkatan Kerja terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2007-2015. Berdasarkan hasil penelitian dan uji regresi linier berganda pada variabel angkatan kerja bertanda negatif sebesar -0,407, artinya menunjukkan setiap penurunan 1% angkatan kerja maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 0,407%. Berdasarkan uji 2 sisi pada uji signifikans parametik individual (uji t) pada variabel angkatan kerja menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar -0,385 artinya thitung lebih kecil dari ttabel (-0,385< 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih besar dari 0,05 (0,716 > 0,05). Dengan demikian dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti angkatan kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rangga Satria Rahardiansyah menujukkan bahwa Hasil penelitian membuktikan variabel tenaga kerja berpengaruh

negatif secara statistik, Koefisien regresi variabel tenaga kerja memberikan tanda negatif yang berarti semakin meningkat tenaga kerja akan menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

Hal ini sejalan dengan teori Karl Mark menyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan, akan terjadinya peningkatan permintaan tenaga kerja. Kenaikan permintaan tenaga kerja ini akan diikuti oleh naiknya tingkat upah selanjutnya berpengaruh terhadap kenaikan resiko kapital terhadap tenaga kerja sehingga pada akhirnya terjadi penurunan kembali terhadap permintaan tenaga kerja. Akibatnya timbul masalah pengangguran dan kesenjangan pendapatan.

Permintaan tenaga kerja sangat bergantung pada perekonomian, saat perekonomian dalam kondisi baik maka permintaan tenaga kerja akan lebih tinggi sedangkan pada saat perekonomian lesu maka permintaan akan tenaga kerja juga akan turut lesu. Pada saat permintaan akan tenaga kerja tinggi maka tingkat pengangguran akan rendah dan kesenjangan berkurang, sebaliknya jika permintaan akan tenaga kerja rendah maka tingkat pengangguran akan tinggi dan kesenjangan semakin tidak merata. Jika melihat kondisi tenaga kerja di Provinsi Lampung bahwa penelitian ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Karl Mark dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9

Keadaan tenaga kerja di Provinsi Lampung tahun 2007-2015

Tahun Penduduk Usia Kerja Angkatan Kerja Pengangguran

2007 7.289.767 5.101.440 3.550.483 269.127 2008 7.391.128 5.248.338 3.568.770 255.167 2009 7.500.674 5.351.935 3.627.155 240.110 2010 7.608.405 5.367.848 3.703.346 241.051 2011 7.691.007 5.426.127 3.761.621 214.591 2012 7.767.312 5.608.760 3.822.415 198.844 2013 7.932.132 5.667.512 3.886.115 260.790 2014 8.026.191 5.759.171 3.857.936 184.778 2015 8.117.268 5.841.965 3.832.108 196.850

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung tahun 2016

Dari tabel diatas dijelaskan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 terus mengalami peningkatan. Perkembangan jumlah penduduk tersebut secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan penduduk usia kerja, angkatan kerja dan pengangguran di Provinsi Lampung mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya dan bersifat fluktuatif. Berfluktuatifnya angkatan ini menjelaskan bahwa jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada serta tidak profesionalnya pengrekrutan para angkatan kerja untuk mendapatkan pekerjaan sehingga pengangguranpun ikut berfluktuatif.

Adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Maka keadaan angkatan kerja Provinsi Lampung

dapat disimpulkan sejalan dengan teori Karl Mark bahwa kenaikan kapital suatu perusahaan atau investor akan mempertahankan tenaga kerja yang ada karena untuk membayar upah tenaga kerja yang tinggi dan menambah biaya produksi, akhirnya permintaan tenaga kerja akan menurun sehingga angkatan kerja atau para pencari kerja tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja disuatu perusahaan yang akan berakibat pada kenaikan jumlah pengangguran dan meningkatkan kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung.

3. Hubungan Upah Minimum Regional terhadap Kesenjangan Ekonomi

di Provinsi Lampung tahun 2007-2015.

Kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah kebijakan yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap pekerja atau buruh agar tidak diekspolitasi bekerja dan mendapat upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.

Pada penelitian ini variabel UMR mempunyai keofisien regresi berganda bernilai positif yaitu sebesar 0,876 artinya menunjukkan setiap kenaikan 1% UMR maka kesenjangan ekonomi mengalami kenaikan sebesar 0,876%. Berdasarkan uji 2 sisi pada uji signifikan parametik individual (uji t) pada variabel UMR juga menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 2,576 artinya thitung lebih besar dari ttabel (2,576 > 2,57058) serta nilai Sig. yang lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Jadi dapat

disimpulkan bahwa UMR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesenjangan ekonomi selama periode 2007-2015. Jumlah upah Minimum Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.10

Upah Minimum Regional Provinsi Lampung tahun 2007-2015

Tahun UMR % Kenaikan

2007 555.000 8,82 2008 617.000 11,17 2009 691.000 0,32 2010 767.500 23,99 2011 855.000 11,40 2012 975.000 14,03 2013 1.150.000 17,95 2014 1.399.037 21,65 2015 1.581.000 13,01

Sumber: Bps Provinsi Lampung tahun 2016

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, Jumlah UMR Provinsi Lampung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 terus meningkat. Meskipun peningkatan setiap tahunnya tidak terlalu banyak tetapi UMR di Provinsi Lampung terus menunjukan peningkatan yang signifikan. Seperti pada tabel di atas pada tahun 2007 jumlah UMR sebesar Rp. 555.000 hingga dengan tahun 2015 meningkat menjadi sebesar Rp. 1.581.000.

Dijelaskan pada Teori ekonomi neoklasik berpendapat bahwa upah minimum akan meningkatkan kesenjangan pendapatan ketimbang menguranginya. Dengan meningkatnya harga tenaga kerja, upah minimum menghasilkan pengurangan permintaan tenaga kerja dan sebagian pekerja akan menjadi pengangguran. Sama dengan halnya di Provinsi Lampung bahwa semakin besar upah minimum regional semakin meningkatkan

kesenjangan di Provinsi Lampung hal ini dikarenakan upah yang tinggi dapat mengurangi permintaan tenaga kerja dan sebagian tenaga kerja akan menjadi pengangguran. Upah Minimum Regional yang tinggi membatasi kemampuan para investor atau para pengusaha untuk memberi upah kepada para pekerjanya dan mengurangi jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan.

Adanya pengurangan jumlah tenaga kerja dan pengurangan permintaan tenaga kerja akan mengakibatkan pengangguran yang pada akhirnya berimbas pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam keadaan demikian, maka kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung akan terlihat. Sehingga dapat dijelaskan bahwa penelitian ini sejalan dengan teori yang dijelaskan pada teori sebelumnya bahwa Upah Minimum Regional yang tinggi akan meningkatkan kesenjangan ekonomi.

4. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi, Tenaga Kerja dan Upah

Minimum Regional Provinsi Lampung pada tahun 2007-2015

Dari hasil penelitian yang dilakukakan oleh peneliti dengan menggunakan model regresi linier berganda dimana menggunakan Uji

Signifikan Simultan (Uji F) diperoleh hasil untuk Fhitung 55,739 sedangkan

untuk Ftabel sebesar 4,76 artinya Fhitung lebih besar dari Ftabel (55,739 > 4,76)

maka dapat dikatakan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara simultan atau secara bersama-sama kurang lebih 95% ada pengaruh yang signifikan antara PDRB, Angkatan Kerja,

dan Upah Minimum Regional (UMR) terhadap kesenjangan ekonomi di Provinsi Lampung.

Hasil ini sesuai dengan kejadian di lapangan. Tingkat PDRB dalam beberapa tahun dapat menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. PDRB yang naik belum tentu menjamin kesenjangan ekonomi akan menurun. Dilihat dari data bahwa PDRB menunjukkan hasil yang meningkat setiap tahunnya tetapi tidak

Dokumen terkait