• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil uji diagnostik skin prick test dan tes provokasi makanan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Hasil uji diagnostik skin prick test dan tes provokasi makanan

Sebanyak 62 sampel dilakukan skin prick test dan tes provokasi. Berdasarkan dua pemeriksaan ini maka sampel dapat dikelompokkan berdasarkan hasil skin prick test (positif dan negatif) dan tes provokasi (positif dan negatif) dengan kriteria yang telah dibahas pada metode penelitian. Berdasarkan tabel 7 dikelompokkan hasi uji diagnostik skin prick test dan tes provokasi makanan berdasarkan anamnesa riwayat alergi makanan, 15 pasien (24,2%) menunjukkan kedua hasil positi dengan anamnesa positif, 3 pasien (4,8 %) skin prick test negatif dan tes provokasi positif dengan anamnesa riwayat alergi makanan positif, 44 pasien (71%) menunjukkan kedua uji diagnostik negatif dengan anamnesa riwayat alergi makanan negatif.

Tabel 7. Pengelompokan Hasil Skin Prick Test dan Tes Provokasi alergi makananpada Pasien Rinitis Alergi berdasarkan anamnesa

Anamnesa (+) Anamnesa (-)

Skin Prick Test (+) Provokasi Test (+)

15 0

Skin Prick Test (+)

Provokasi Test (-) 0 0

Skin Prick Test (-)

Provokasi Test (+) 3 0

Skin Prick Test (-)

Provokasi Test (-) 0 44

Berdasarkan tabel 8, diperoleh sebanyak 15 pasien ( 24,2%) menunjukkan kedua hasil positif. Terdapat 3 pasien (4,8%) dengan skin prick test negatif dan uji provokasi positif. Sisanya, sebanyak 44 pasien (71,0%) dengan kedua hasil negatif. Berdasarkan perhitungan, didapatkan sensitivitas 83,3%, artinya kemampuan skin prick test dalam mendiagnosis alergi makanan positif pada

rinitis alergi adalah 83%. Spesifisitas didapatkan 100%, artinya kemampuan pemeriksaan skin prick test dalam mendiagnosis negatif alergi makanan pada rinitis alergi adalah 100%. Nilai duga positif dengan 15/15 x 100% sebesar 100%, artinya probabilitas seorang penderita alergi makanan pada penderita rinitis alergi apabila hasil uji diagnostiknya positif adalah 100 %. Nilai duga negatif sebesar 44/47 x 100% sebesar 93,6%, artinya probabilitas seorang penderita tidak alergi makanan pada rinitis alergi apabila hasil uji diagnostik negatif adalah 93,6%. Uji Kappa pada penelitian ini didapatkan hasil sebesar satu 0,876 dengan kesimpulan adanya kesesuaian antara skin prick test dan tes provokasi alergi makanan pada rinitis alergi.

Tabel 8. Pengelompokan Hasil Skin Prick Test dan Tes Provokasi alergi makanan pada Pasien Rinitis Alergi berobat ke Poliklinik THT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Bulan Januari 2013 sampai April 2013 Provokasi Test Positif Negatif Skin Prick Test Positif 15 (24,2%) 0 (0 %) Negatif 3 (4,8%) 44 (71,0%) Total 18 (29,0%) 44 (71,0%)

Hasil uji diagnostik dengan menggunakan MedCalc versi 12.0 ( MedCalc Softare, Mariakerke,Belgia) berupa sensitivitas, spesifitas, positive predictive value, negative predictive value,akurasi, dan uji Kappa adalah sebagai berikut:

Sensitivitas : a/a+c = 15/15+3 = 83%

Spesifitas : d/b+d = 44/0+44 = 100%

Positive predictive value : a/a+b = 15/15+0 = 100%

Akurasi : (a+d)/(a+b+c+d) = (15+44)/(15+0+3+44)= 95% Uji Kappa : (e) Pr -1 (e) Pr -Pr(a) Pr (a) = d c b a d a     = 15+44/15+0+3+44

Pr (e ) = {(a+b/a+b+c+d) (a+c/a+b+c+d)} + {(c+d/a+b+c+d) (b+d/a+b+c+d)} = {(15+44/15+0+3+44)(15+3/15+0+3+44)} + {(3+44/15+0+3+44)

(0+44/15+0+3+44)} Hasil = 0.87

Penelitian Hasan (2002) dilakukan di departemen anak rumah sakit Mohammad Hoesin, palembang. Dari 43 pasien yang didiagnosis Asma Bronkial, terdapat 27 pasien yang alergi makanan setelah dilakukan skin prick test dari 6 alergen makanan yang di periksa yaitu, udang (18), telur (9), ikan (11), kacang (11), coklat (6) dan susu sapi (4). Kemudian dilanjutkan tes provokasi makanan adanya 5 alergen yang berbeda jumlah positif alergi makanan yaitu udang (17), telur (8), kacang (10), coklat (5), dan susu (1). Sedangkan tes provokasi ikan sama dengan positif skin prick test, yaitu sebelas pasien. Pada uji Kappa penelitian ini dihitung masing-masing alergen makanan, didapatkan hubungan bermakna antara skin prick test dan tes provokasi berupa telur, ikan laut, kacang, dan coklat karena masing-masing perhitungan diatas 60 %. Sedangkan alergen susu tidak menunjukkan adanya kesesuaian karena nilai Kappa kurang dari 60 %. 37

Penelitian Von Ta dkk (2011) dilakukan di departemen penyakit dalam dan anak di fakultas kedokteran universitas Stanford, California, Amerika Serikat dari 80 pasien yang diduga alergi makanan dilakukan tes provokasi makanan (DBPCFC) 64 pasien alergi makanan dilihat dari sistem kulit (urtikaria), pernafasan atas (rinitis alergi, batuk, konjungtivitis), pernafasan bawah (asma), gastrointestinal (muntah dan diare) dan kardiovaskuler ( hipotensi dan gangguan kesadaran), sedangkan 16 pasien tidak alergi makanan. Dilanjutkan

skin prick test alergi makanan enam bulan kemudian. Dari 64 pasien alergi makanan yang di tes provokasi, terdapat 64 pasien positif alergi makanan yg di

skin prick test , sedangkan 16 pasien yang tidak alergi makanan tidak didapatkan reaksi positif pada skin prick test.40

Penelitian Bellini dkk (2011) dilakukan di departemen anak universitas Bologna, Italia. Dari 44 pasien anak yang didiagnosa alergi susu sapi setelah dilakukan skin pricki test susu sapi, terdapat 16 pasien yang mengalami alergi susu sapi setelah dites provokasi susu sapi dilihat dari kulit (urtikaria) dan gastrointestinal (muntah, nyeri perut dan diare) pada umur rata-rata 18 bulan. Sedangkan 14 pasien yang rata-rata berumur 2 tahun tidak mengalami reaksi alergi susu sapi41.

Penelitian ini dilakukan pada pasien dewasa antara umur 18-55 tahun. Dilihat dari hasil data tabel 6, sembilan alergen makanan positif pada skin prick test ( positif tiga /empat lebih besar atau sama dengan histamin) yaitu kepiting (5), coklat (4), udang (9), telur (3), ayam (1), susu sapi (1), dan kacang (4). Dilanjutkan test provokasi makanan hasilnya menimbulkan salah satu atau lebih gejala rinitis alergi yaitu, bersin, hidung buntu, dan rinore. Pemberian makanan dalam tes provokasi dilakukan secara terbuka pasien dan pemeriksa sama-sama tahu makanan yang akan diberikan, secara khusus pasien yang mempunyai skin prick test positif pada pemberian makanan, diberikan lebih terdahulu makanan yang hasil skin prick test negatif, setelah diselingi dua atau lebih makanan yang alergennya negatif baru dilakukan pemberian makanan yang alergen positif supaya terlihat gejala-gejala rinitis pada fase cepat. Setelah adanya timbul gejala rinitis alergi, selain tanda-tanda vital pasien juga diawasi dari segi kardiovaskuler, kulit, gastrointestinal. Bila gejala rinitis alergi sudah mulai mengurang tetap diawasi 45-60 menit, baru kemudian diberikan lagi makanan yang alergennya negatif dengan tujuan supaya gejala rinitis alergi tidak bertumpuk dengan alergen positif lainnya, pemberian makanan ini diberikan sesuai alergen makanan yang diperiksa berjumlah 9 alergen makanan. Didapatkan juga reaksi tambahan atau komplikasi lainnya selama tes

provokasi yaitu, urtikaria 3 orang (4,8%), asma 2 orang (3,2%), muntah 1 orang (1,6%), shock anafilatik 1 orang (1,6%), dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Komplikasi selama tes provokasi alergi makananpada Pasien Rinitis Alergi berobat ke Poliklinik THT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Bulan Januari 2013 sampai April 2013

Komplikasi Jumlah Persen

Urtikaria 3 orang 4,8 %

Asma 2 orang 3,2 %

Muntah 1 orang 1,6 %

Shock anafilatik 1 orang 1,6 %

Keterbatasan penelitian ini dilakukan test provokasi secara terbuka, tidak dilakukan secara double blind placebo controoled food challenge dikarenakan kesulitan membuat makanan dalam bentuk ekstrak yang dimasukkan ke dalam kapsul dan tambahan biaya begitu besar. Secara keseluruhan pasien yang datang ke poli THT-KL rumah sakit umum DR. Mohammad Hoesin dengan rinitis alergi yang diperiksa secara uji diagnostik yaitu, skin prick test dan tes provokasi didapatkan hasil yang sesuai antara tindakan dan anamnesa riwayat alergi makanan. Skin prick test bisa menggantikan tes provokasi untuk mencari pencetus rinitis alergi makanan. Dilakukan test provokasi makanan secara umum dulihat dari segi pernafasan atas, pernafasan bawah, kulit, gastrointestinal dan kardiovaskuler, akan tetapi dari bagian THT-KL hanya melihat dari segi pernapasan atas, walaupun dilapangan masih ada gejala atau komplikasi lain yang timbul selain pernafasan atas. Selain inform concern untuk mengatasi komplikasi dari tes provokasi makanan berupa urtikaria, asma, muntah dan shock anafilatik diperlukan alat-al;at dalam mengatasi komplikasi tersebut berupa oksigen, nebulizer, obat anti emetik, dan obat – obat adrenergik.

BAB V

Dokumen terkait