• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Uji Pendahuluan

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 108-115)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Uji Pendahuluan

1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen penginduksi perlemakan hati pada tikus. Menurut Weber et al. (2003) toksisitas

yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dipengaruhi oleh dosis. Menurut Thapa dan Walia (2007) serta didukung dengan pernyataan Poynard dan Imbert-Bismut (2012), perlemakan hati ditandai dengan kenaikan ringan dari aktivitas serum ALT dan AST.

Janakat dan Al-Merie (2002), melaporkan bahwa injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui jalur i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Pada dua penelitian tersebut injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB mengakibatkan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST yang meanandakan terjadinya perlemakan hati. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB.

2. Hasil penentuan waktu pencuplikan darah

Orientasi waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu pencuplikan darah ketika terjadi perlemakan hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang bermakna pada tikus terinduksi CCl4 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Menurut Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013) aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi CCl4 mengalami peningkatan tertinggi pada jam ke 24, sedangkan pada jam ke 48 aktivitas serum ALT dan AST cenderung kembali menuju normal. Berdasarkan dua penelitian tersebut, orientasi dilakukan dengan mengukur aktivitas serum ALT dan AST pada sampel darah tikus terinduksi CCl4 yang diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 0, 24, dan 48. Hasil pengujian aktivitas serum ALT tikus pada jam ke

0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 19, sedangkan hasil pengujian aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 20.

Aktivitas serum ALT digunakan sebagai parameter utama dalam penelitian ini karena merupakan penanda biokimia kerusakan hati yang spesifik (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Hasil analisis statistik dengan uji Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) sehingga dapat dilakukan pengujian dengan uji One-Way ANOVA. Hasil uji One-Way Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,001) antar kelompok. Uji Levene menunjukkan bahwa data memiliki variansi yang sama (p=0,092) sehingga uji post hoc yang digunakan adalah uji yang mengasumsikan variansi kelompok sama, yaitu uji Tuckey HSD.

Waktu Pencuplikan Purata Aktivitas Serum ALT ± SE (U/L)

Purata Aktivitas Serum AST ± SE (U/L) Jam ke 0 66,8 ± 0,84 154,2 ± 2,1 Jam ke 24 184,0 ± 16,5* 669,6 ± 8,4* Jam ke 48 62,3 ± 15,6 197,7 ± 9,5*

Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4

Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke 24 berbeda bermakna (p=0,002) dengan jam ke 0. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0 (66,8 ± 0,84 U/L) menggambarkan keadaan normal tikus sebelum terpapar CCl4, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke 24 (184,0 ± 16,5 U/L) menunjukkan adanya kerusakan hati akibat CCl4. Kerusakan hati menyebabkan enzim yang terdapat di hati seperti ALT keluar dari sel hati yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga aktivitas serum ALT yang terukur mengalami peningkatan, selain itu aktivitas ALT di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum ALT akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan aktivitas serum ALT

ini termasuk dalam peningkatan ringan yang dapat menggambarkan terjadinya akumulasi lipid hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Aktivitas serum ALT pada jam ke 48 ketika dibandingkan dengan jam ke 0 dengan uji Tuckey HSD menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna (p=0,968), sedangkan perbandingan antara jam ke 24 dan 48 menunjukkan hasil berbeda bermakna (p=0,001). Dari uji statistik tersebut diketahui bahwa aktivitas serum ALT setelah jam ke 24 terdapat penurunan dan telah kembali normal pada jam ke 48 (62,3 ± 15,6 U/L). Menurut Herlong dan Mitchell Jr. (2012), aktivitas serum ALT akan kembali mengalami penurunan hingga rentang normal ketika tidak terdapat kerusakan sel lebih lanjut. Kecepatan dari penurunan aktivitas tersebut bergantung pada eliminasinya dari sirkulasi darah. ALT pada manusia dikatabolisme oleh hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 47 ± 10 jam.

Pada penelitian ini aktivitas serum AST juga diukur sebagai parameter pendukung karena AST paling banyak terdapat di hati dan merupakan salah satu penanda biokimia kerusakan sel hati. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas variansi dengan uji Levene menunjukkan bahwa aktivitas serum AST kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) dan variansi sama (p=0,107), sehingga pengujian dilakukan menggunakan One-Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD. Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan ada perbedaan bermakna antar kelompok (p=0,000).

Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam 24 dibandingan dengan jam ke 0 berbeda bermakna (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam ke 24 setelah induksi CCl4

(669,6 ± 8,4) mengalami peningkatan dari keadaan normalnya pada jam ke 0 (154,2 ± 2,1 U/L). Sama halnya dengan ALT, peningkatan ringan aktivitas serum AST terjadi akibat kerusakan sel hati menyebabkan AST dari sel hati masuk ke sirkulasi darah dan juga aktivitas AST di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum AST akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan ringan aktivitas serum

AST merupakan penanda terjadinya perlemakan hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Aktivitas serum pada jam ke 48 dibanding dengan jam ke 24 berbeda bermakna (p=0,000), yang artinya setelah jam ke 24 terdapat penurunan aktivitas serum AST menuju normal karena kerusakan sel hati lebih lanjut tidak terjadi setelah jam ke 24. Pada jam ke 48 aktivitas serum AST masih berbeda bermakna (p=0,014) dibanding dengan jam ke 0 yang berarti penurunan aktivitas serum AST sudah terjadi namun belum mencapai normal. Aktivitas serum AST akan kembali normal ketika telah tidak ada kerusakan sel lebih lanjut, yang kecepatan penurunannya akan dipengaruhi oleh kecepatan eliminasi dari sirkulasi darah. Pada manusia AST dikatabolisme di hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 17 ± 5 jam (Herlong and Mitchell Jr., 2012).

Pada jam ke 24, baik aktivitas serum ALT ataupun AST mengalami peningkatan ringan yang menandakan adanya perlemakan hati. Pada jam ke 48, aktivitas serum ALT dan AST kembali turun menuju normal, dengan aktivitas serum ALT secara statistik menunjukkan hasil sudah kembali normal, sedangkan aktivitas serum AST menunjukkan hasil belum kembali normal. Nilai AST pada jam ke 48 belum kembali normal dapat disebabkan oleh adanya kerusakan organ lain, karena berbeda dengan ALT yang dominan berada di hati, AST selain di hati juga banyak ditemukan di jaringan jantung, dan otot rangka, serta terdapat juga di ginjal, otak, pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit (Poynard and Imbert-Bismut, 2012). Hati memiliki kemampuan regenerasi sel yang sangat baik (Burt et

serum AST belum kembali normal karena pengaruh kerusakan jaringan lain yang belum tentu memiliki kemampuan regenerasi sebaik hati.

Hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan ini mendukung pernyataan Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013). Waktu pencuplikan pada jam ke 24 dipilih karena mampu memberikan kenaikan ringan serum ALT dan AST, yang menggambarkan terjadinya perlemakan pada tikus. Pada jam ke 48 hati diduga telah kembali normal sehingga tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan FHEMM dalam mencegah peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Pengambilan darah tikus tiap kelompok perlakuan yang diberi FHEMM disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan ini, sehingga darah tikus diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 24 setelah tikus diinduksi CCl4.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 108-115)

Dokumen terkait