• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Vektor Ciri Kode Fraktal ( Fraktal Code )

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Vektor Ciri Citra Daun Tumbuhan Obat

4.2.2. Hasil Vektor Ciri Kode Fraktal ( Fraktal Code )

Hasil vektor ciri sangat tergantung pada data yang digunakan. Faktor keragaman pola bentuk daun dalam satu kelas mempengaruhi hasil ekstraksi dengan dimensi fraktal. Gambar 21 menunjukan kelas Pegagan yang memiliki pola vektor dimensi fraktal mendekati seragam. Hal ini disebabkan pola bentuk daun pada kelas tersebut memiliki kemiripan. Sedangkan Gambar 22 menunjukan kelas Handeleum yang memiliki pola vektor dimensi fraktal tidak seragam. Hal ini disebabkan olah pola bentuk daun pada kelas tersebut berbeda-beda.

4.2.2. Hasil Vektor Ciri Kode Fraktal (Fraktal Code)

Satu citra daun tumbuhan obat memiliki vektor ciri yang terdiri atas empat kode fraktal. Vektor ciri kode fraktal jika disajikan dalam grafik membentuk pola tertentu. Gambar 23 menunjukan contoh pola vektor kode fraktal untuk daun Jarak Pagar.

Gambar 23 Pola vektor kode fraktal untuk satu daun Jarak Pagar.

Setiap kelas akan membentuk pola vektor kode fraktal yang berbeda beda dan mencirikan kelas tersebut. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan pola vektor kode fraktal untuk kelas Nandang Gendis Kuning dan kelas Kemangi. Setiap kelas terdiri atas 20 daun.

33

Gambar 24 Pola vektor kode fraktal kelas Nandang Gendis Kuning.

Gambar 25 Pola vektor kode fraktal kelas Kemangi.

Hasil vektor ciri sangat tergantung pada data yang digunakan. Faktor keragaman pola tekstur daun dalam satu kelas mempengaruhi hasil ekstraksi dengan kode fraktal. Gambar 24 menujukan kelas Nandang Gendis Kuning yang memiliki pola vektor kode fraktal mendekati seragam. Hal ini disebabkan oleh pola tekstur daun pada kelas tersebut memiliki kemiripan. Sedangkan Gambar 25

menujukan kelas Kemangi yang memiliki pola vektor kode fraktal tidak seragam. Hal ini disebabkan pola tekstur daun pada kelas tersebut berbeda-beda.

4.3.Evaluasi Sistem

Evaluasi sistem dilakukan terhadap model clustering dan hasil identifikasi citra daun tumbuhan obat. clustering dilakukan dengan membagi data latih dan data uji masing masing 67 % dan 33 %. ( 20 data latih dan 10 data uji).

4.3.1. Model Clustering Citra Daun Tumbuhan Obat dengan FCM

Berdasarkan Dimensi Fraktal

Setelah dilakukan clustering FCM berdasarkan dimensi fraktal dihasilkan nilai jarak antar pusat cluster seperti ditunjukan pada Lampiran 3. Hasil

clustering citra daun tumbuhan obat dengan FCM berdasarkan dimensi fraktal diperoleh tingkat akurasi 85,04 %. Tabel 7 menunjukan Confussion matrix

clustering citra daun tumbuhan obat berbasis dimensi fraktal.

Tabel 7 Confussion matrix hasil clustering berdasarkan dimensi fraktal

Tingkat akurasi yang diperoleh adalah : 145 + 2755 145+2755+255+255 c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9 c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16 c17 c18 c19 c20 Jumlah c1 4 2 4 6 4 20 c2 4 8 6 2 20 c3 10 4 4 2 20 c4 10 4 6 20 c5 4 2 5 4 2 3 20 c6 6 4 6 4 20 c7 20 20 c8 8 6 6 20 c9 4 4 2 2 8 20 c10 4 6 4 6 20 c11 6 4 6 4 20 c12 6 2 4 8 20 c13 5 4 4 3 4 20 c14 2 4 4 2 8 20 c15 4 6 10 20 c16 4 2 6 4 4 20 c17 3 17 20 c18 2 6 8 4 20 c19 4 4 4 4 4 20 c20 2 18 20 Jumlah 16 18 20 22 13 12 33 10 16 29 10 30 22 21 22 25 17 18 28 18 400 TP 4 4 10 10 2 4 20 6 4 6 4 4 4 2 10 4 17 8 4 18 145 TN 141 141 135 135 143 141 125 139 141 139 141 141 141 143 135 141 128 137 141 127 2755 FP 12 14 10 12 11 8 13 4 12 23 6 26 18 19 12 21 0 10 24 0 255 FN 16 16 10 10 18 16 0 14 16 14 16 16 16 18 10 16 3 12 16 2 255 = 85,04 %

35

Pada Confussion matrix (Tabel 7) terdapat tiga kelas dengan hasil

clustering di atas 80 % yaitu kelas 7 (Bunga Telang), kelas 20 (Pegagan) dan kelas 17 (Tabat Barito). Sedangkan dua kelas berada di bawah 20 % yaitu kelas 5 (Lilin) dan kelas 14 (Handeleum).

Kelas 7 (Bunga Telang) ter-cluster 100 % sehingga kelas ini mudah dikenali. Dari 20 data latih semuanya ter-cluster pada kelas 7 (Bunga Telang). Hasil ini diperoleh karena citra daun Bunga Telang memiliki pola bentuk yang hampir seragam sehingga memiliki nilai dimensi yang hampir sama seperti ditunjukan pada Gambar 26.

Gambar 26 Pola bentuk daun Bunga Telang.

Kelas 20 (Pegagan) ter-cluster 90 % yaitu dari 20 data latih, 18 data

ter-cluster pada kelas 20 (Pegagan) dan 2 data ter-cluster pada kelas 1 (Jarak Pagar). Secara umum citra daun Pegagan memiliki pola bentuk yang hampir seragam seperti ditunjukan pada Gambar 27. Sedangkan 2 data yang menjadi anggota kelas 1 (Jarak Pagar) dikarenakan pola bentuk daun Pegagan memiliki kemiripan dengan pola bentuk daun Jarak Pagar seperti ditunjukan pada Gambar 28. Selain itu jarak pusat cluster kelas Pegagan dengan pusat cluster kelas Jarak Pagar cukup dekat yaitu 0,26 seperti ditunjukan pada Lampiran 3.

Gambar 27 Pola bentuk daun Pegagan.

(a) (b)

Kelas 17 (Tabat Barito) ter-cluster 85 % yaitu dari 20 data latih, 17 data ter-cluster pada kelas 17 (Tabat Barito) dan 3 data ter-cluster pada kelas 7 (Bunga Telang). Secara umum citra daun Tabat Barito memiliki pola bentuk daun yang hampir seragam seperti ditunjukan pada Gambar 29. Sedangkan 3 data yang menjadi anggota kelas 7 (Bunga Talang) dikarenakan pola bentuk daun Tabat Barito memiliki kemiripan dengan pola bentuk daun Bunga Telang seperti ditunjukan pada Gambar 30. Selain itu jarak pusat cluster kelas Tabat Barito dan pusat cluster kelas Bunga Telang cukup dekat yaitu 0,21 seperti ditunjukan pada Lampiran 3.

Gambar 29 Pola bentuk daun Tabat Barito.

(a) (b)

Gambar 30 Pola bentuk daun Tabat Barito (a) dan daun Bunga Telang (b).

Kelas 5 (Lilin) ter-cluster 10 %. Dari 20 data latih hanya 2 data yang

ter-cluster ke dalam kelas 5 (Lilin). Sisanya ter-cluster ke beberapa kelas lainnya, yaitu 4 data ke kelas 2 (Dandang Gendis), 5 data ke kelas 10 (Sambang Darah), 4 data ke kelas 13 (Kemangi), 2 data ke kelas 14 (Handeleum) dan 3 data ke kelas 16 (Nandang Gendis Kuning). Tersebarnya hasil clustering ini dikarenakan pola bentuk daun kelas 5 (Lilin) mempunyai kemiripan dengan pola bentuk daun dari kelima kelas tersebut seperti ditunjukan pada Gambar 31. Selain itu jarak antara pusat cluster kelas 5 (Lilin) dengan pusat cluster dari kelima kelas tersebut sangat dekat seperti ditunjukan pada Lampiran 3.

37

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Gambar 31 Pola bentuk daun Lilin (a), Dandang Gendis(b), Sambang Darah (c), Kemangi (d), Handeleum (e) dan Nandang Gendis Kuning (f).

Kelas 14 (Handeleum) ter-cluster 10 %. Dari 20 data latih hanya 2 data yang ter-cluster ke dalam kelas 14 (Handeleum). Sisanya ter-cluster ke beberapa kelas lainnya, yaitu 2 data ke kelas 5 (Lilin), 4 data ke kelas 10 (Sambang Darah), 4 data ke kelas 13 (Kemangi) dan 8 data ke kelas 16 (Nandang Gendis Kuning). Tersebarnya hasil clustering kelas ini dikarenakan pola bentuk daun kelas 14 (Handeleum) mempunyai kemiripan dengan pola bentuk daun dari kelima kelas tersebut seperti ditunjukan pada Gambar 32 dan Jarak antar pusat cluster kelas 14 (Handeleum) dengan pusat cluster dari keempat kelas tersebut cukup dekat seperti ditunjukan pada Lampiran 3.

(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 32 Pola bentuk daun Handeleum(a), Lilin (b), Sambang Darah(c),

Kemangi (d) dan Nandang Gendis Kuning (e) .

4.3.2. Model Clustering Citra Daun Tumbuhan Obat dengan FCM

Berdasarkan Kode Fraktal

Setelah dilakukan clustering FCM berdasarkan kode fraktal dihasilkan nilai jarak antar pusat cluster seperti ditunjukan pada Lampiran 4. Hasil

clustering citra daun tumbuhan obat dengan FCM berdasarkan kode fraktal diperoleh tingkat akurasi 79,94 %. Tabel 8 menunjukan confussion matrix clustering citra daun tumbuhan obat berbasis kode fraktal.

Tabel 8 Confussion matrix hasil clustering berdasarkan kode fraktal

Tingkat akurasi yang diperoleh adalah : 114 + 2166

114+2166+286+286

Pada Confussion matrix (Tabel 8) terdapat satu kelas dengan hasil

clustering 80 % yaitu kelas 16 (Nandang Gendis Kuning). Sedangkan dua kelas berada di bawah 20 % yaitu kelas 13 (Kemangi) dan kelas 18 (Gadung Cina).

Kelas 16 (Nandang Gendis Kuning) ter-cluster 80 % yaitu dari 20 data latih, 16 data ter-cluster pada kelas 16 (Nandang Gendis Kuning ) dan 4 data

ter-cluster pada kelas 2 (Dandang Gendis). Secara umum citra daun Nandang Gendis Kuning yang menjadi data latih memiliki pola tekstur yang hampir sama seperti ditunjukan pada Gambar 33. Sedangkan 4 data menjadi anggota kelas 2 (Dandang Gendis) karena pola tekstur daun Nandang Gendis Kuning dan pola tekstur daun Dandang Gendis memiliki kemiripan seperti ditunjukan pada Gambar 34. Selain itu jarak antara pusat cluster kelas 16 (Nandang Gendis Kuning) dengan pusat

c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9 c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16 c17 c18 c19 c20 Jumlah c1 3 6 2 3 6 20 c2 5 2 5 2 6 20 c3 3 3 6 4 4 20 c4 6 4 4 4 2 20 c5 8 4 6 2 20 c6 2 4 10 4 20 c7 4 4 8 4 20 c8 5 3 9 3 20 c9 3 8 4 5 20 c10 4 3 4 7 2 20 c11 3 3 4 4 6 20 c12 5 3 8 4 20 c13 4 3 7 2 4 20 c14 4 5 4 7 20 c15 2 3 8 3 4 20 c16 4 16 20 c17 3 6 3 2 6 20 c18 3 4 4 1 8 20 c19 4 3 4 6 3 20 c20 5 7 4 4 20 Jumlah 20 15 27 28 25 24 16 12 20 19 14 8 16 10 32 29 28 19 30 8 400 TP 3 5 3 4 8 10 4 9 8 4 4 8 2 4 8 16 6 1 3 4 114 TN 111 109 111 110 106 104 110 105 106 110 110 106 112 110 106 98 108 113 111 110 2166 FP 17 10 24 24 17 14 12 3 12 15 10 0 14 6 24 13 22 18 27 4 286 FN 17 15 17 16 12 10 16 11 12 16 16 12 18 16 12 4 14 19 17 16 286 = 79,94 %

39

cluster kelas 2 (Dandang Gendis) cukup dekat yaitu 14,37 seperti ditunjukan pada Lampiran 4.

Gambar 33 Pola tekstur daun Nandang Gendis Kuning.

(a) (b)

Gambar 34 Pola tekstur Nandang Gendis Kuning (a) dan Dandang Gendis (b).

Kelas 13 (Kemangi) ter-cluster 10 % yaitu dari 20 data latih hanya 2 data yang ter-cluster ke dalam kelas 13 (Kemangi). Sisanya ter-cluster ke beberapa kelas yang lainnya, yaitu 4 data ke kelas 5 (Lilin), 3 data ke kelas 9 (Kumis Kucing), 7 data ke kelas 10 (Sambang Darah) dan 4 data ke kelas 18 (Gadung Cina). Tersebarnya hasil clustering dikarenakan pola tekstur daun kelas 13 (Kemangi) mempunyai kemiripan dengan pola tekstur daun pada kelas-kelas tersebut seperti ditunjukan pada Gambar 35. Selain itu jarak antara pusat cluster

kelas 13 ( kemangi) dan keempat kelas tersebut cukup dekat seperti ditunjukan pada Lampiran 4.

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 35 Pola bentuk daun Kemangi (a), Lilin (b), Kumis Kucing (c), Sambang Darah (d) dan Gadung Cina (e).

Kelas 18 (Gadung Cina) ter-cluster 5 % yaitu dari 20 data latih hanya 1 data yang ter-cluster ke dalam kelas 18 (Gadung Cina). Sisanya ter-cluster ke beberapa kelas lainnya, yaitu 3 data ke kelas 1 (Jarak Pagar), 4 data ke kelas 3

(Iler), 4 data ke kelas 15 (Mrambos) dan 8 data ke kelas 19 (Bidani). Tersebarnya hasil clustering kelas ini dikarenakan pola tekstur daun kelas 18 (Gadung Cina) mempunyai kemiripan dengan pola tekstur daun pada kelas-kelas tersebut seperti ditunjukan pada Gambar 36. Selain itu jarak pusat cluster antara kelas 18 (Gadung Cina) dengan pusat cluster dari kelima kelas tersebut cukup dekat seperti ditunjukan pada Lampiran 4.

(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 36 Pola bentuk daun Gadung Cina (a), Jarak Pagar(b), Iler(c),

Mrambos(d), Bidani (e).

4.3.3. Hasil Identifikasi Citra Daun Tumbuhan Obat dengan FCM

Berdasarkan Dimensi Fraktal

Setelah dilaksanakan identifikasi terhadap 200 data uji citra daun tumbuhan obat diperoleh akurasi sebesar 81 % yaitu 162 data teridentifikasi pada kelas yang sama. Akurasi untuk setiap kelas ditunjukan pada Gambar 37.

Gambar 37. Grafik akurasi identifikasi setiap kelas citra tumbuhan obat berdasarkan dimensi fraktal

Pada Gambar 37 kelas 20 (Pegagan) dan kelas 7 (Bunga Telang) memiliki akurasi 100 %. Tingkat akurasi yang dihasilkan dipengaruhi oleh pola vektor

70 80 90 90 60 90 100 80 80 80 90 80 70 40 90 70 90 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 A ku ra si ( % ) Kelas

41

dimensi fraktal pada setiap kelasnya. Kelas 20 (Pegagan) dan kelas 7 (Bunga Telang) memiliki pola vektor dimensi fraktal hampir seragam seperti ditunjukan pada Gambar 39 dan Gambar 41. Keseragaman pola vektor dimensi fraktal terbentuk karena kelas-kelas tersebut memiliki pola bentuk daun yang hampir mirip sehingga mudah dikenali seperti ditunjukan pada gambar 38 dan Gambar 40.

Gambar 38 Pola bentuk daun kelas Pegagan.

Gambar 39 Pola vektor dimensi fraktal kelas Pegagan.

Gambar 40 Pola bentuk daun kelas Bunga Telang.

Gambar 41 Pola vektor dimensi fraktal kelas Bunga Telang.

Kelas 14 (Handeleum) memiliki akurasi paling rendah yaitu 40 %. Kelas tersebut memiliki pola bentuk daun yang cenderung berbeda seperti ditunjukan

pada Gambar 42 dan pola vektor dimensi fraktal yang tidak seragam seperti ditunjukan pada Gambar 43. Ketidakseragaman pola vektor dimensi fraktal ini mengakibatkan kelas tersebut sulit untuk dikenali.

Gambar 42 Pola bentuk daun kelas Handeleum.

Gambar 43 Pola vektor dimensi fraktal kelas Handeleum.

4.3.4. Hasil Identifikasi Citra Daun Tumbuhan Obat dengan FCM

Berdasarkan Kode Fraktal

Setelah dilaksanakan identifikasi terhadap 200 data uji citra daun tumbuhan obat diperoleh akurasi sebesar 75,5 % yaitu 151 data teridentifikasi pada kelas yang sama. Akurasi untuk setiap kelas ditunjukan pada Gambar 44.

Gambar 44 Grafik akurasi identifikasi setiap kelas citra tumbuhan obat berdasarkan kode fraktal.

70 80 70 80 90 90 70 90 90 60 70 80 30 90 80 100 80 40 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Ak ur as i ( % ) Kelas

43

Pada Gambar 44, kelas 16 (Nandang Gendis Kuning) memiliki akurasi paling tinggi yaitu 100 % . Kelas ini memiliki pola vektor kode fraktal yang hampir seragam seperti ditunjukan pada Gambar 46. Keseragaman ini terbentuk karena kelas tersebut memiliki pola tekstur dan pencahayaan yang hampir mirip sehingga mudah dikenali seperti ditunjukan pada Gambar 45.

Gambar 45 Pola bentuk daun kelas Nandang Gendis Kuning.

Gambar 45 Pola vektor kode fraktal kelas Nandang Gendis Kuning.

Kelas 13 (Kemangi) memiliki akurasi paling rendah yaitu 30 %. Kelas ini memiliki pola vektor kode fraktal yang tidak seragam seperti ditunjukan Gambar 48. Ketidakseragaman pola vektor kode fraktal tersebut terbentuk karena kelas tersebut memiliki pola tekstur dan pencahayaan yang berbeda-beda sehingga sulit untuk dikenali seperti ditunjukan pada Gambar 47.

BAB V

Dokumen terkait