• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 3. Hasil Wawancara

Tabel 8 Jumlah Pemulung Menurut Kepemilikan KTP Musiman, Juli 2005

Kepemilikan KTP Musiman Jumlah Persen

Punya 1 4

Tidak 24 96

Total 25 100

Namun persentase terbesar jenis pekerjaan yang telah ditekuni sebelum menjadi pemulung adalah buruh tani yakni 43 persen (Tabel 7).

Tabel 7 Riwayat Pekerjaan Pemulung, Juli 2005

Pekerjaan Pemulung Jumlah Persen

Bajaj 2 5,6 Becak 2 5,6 Berdagang 4 11,4 Buruh tani 15 43 Jaga toko 1 2,9 Nelayan 1 2,9 Pengamen 1 2,9 Pengurus makam 1 2,9 Penjahit 1 2,9

Pembantu Rumah Tangga 2 5,6

Temer mobil 1 2,9

Tukang kebun 2 5,6

Tukang masak 1 2,9

Tukang semir 1 2,9

Total 35 100,0

Catatan: Tiap responden pemulung dapat memberikan lebih dari satu jawaban

5.8. Kepemilikan KTP Musiman

Hampir seluruh pemulung (96 %) di Desa Kedaung ini tidak memiliki KTP musiman (Tabel 8). Pemulung yang mempunyai KTP musiman adalah pemulung yang

mempunyai kepentingan tertentu dengan birokrasi pemerintah seperti yang diungkapkan oleh seorang responden yang mempunyai KTP musiman sebagai berikut:

“....Iya mbak, saya buat KTP musiman, KTP ini memproses anak saya yang sakit. Waktu itu kan anak saya diare, trus saya disarankan oleh tetangga untuk ke LKC (Lembaga Kesehatan Cuma-Cuma dari Dompet Duafa Republika) saja, karena LKC khusus untuk orang yang tidak mampu dan LKC pun tidak akan meminta biaya. Oleh karena itu saya bawa anak saya ke sana. Syarat di LKC ini relatif mudah. Di LKC ini anak saya ditangani dan menginap selama 3 hari. Entah mengapa saya disuruh membawa anak saya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dan belakangan ini saya tahu bahwa anak saya menderita busung lapar. Di rumah sakit ini saya dimintai surat Keterangan tidak mampu dari RT setempat, KTP setempat (KTP musiman) dan Kartu Keluarga. Terus terang aja untuk mengurusi ini saya sangat repot karena saya bukan penduduk asli. Demi mendapatkan pengobatan gratis, saya mengurusi itu semua. Bahkan saya harus meminta surat keterangan dari Rumah Sakit Umum Tangerang, dan sebagainya. Untuk semua itu uang yang saya habiskan hampir mencapai Rp500.000,00 Kartu Keluarganya aja sendiri sudah Rp200.000,00 sedangkan KTP Rp50.000,00....”.(Al/28 th/ pemulung)

Pemulung yang tidak mempunyai KTP musiman pada umumnya karena mereka tidak mengetahui bahwa warga migran harus memiliki KTP Musiman. Selain itu mereka pun tidak pernah ataupun tidak mau berurusan/berkepentingan dengan birokrasi atau tempat pelayanan setempat. Sebagian kecil dari responden yang mengaku mengetahui perihal KTP Musiman ini sengaja tidak membuatnya karena proses pembuatan KTP ini birokrasinya sangat rumit, mahal dan masa berlakunya pun tidak lama seperti KTP asli. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden:

“...KTP musiman? Iya saya tahu kak, itu KTP buat orang di luar Desa Kedaung kan. Saya tahunya dari teman saya yang kebetulan ngurusin KTP musiman ini buat berobat anaknya rumah sakit. Mahal banget kak. Untuk bikin satu KTP aja bisa sampai Rp50.000-an. Sudah begitu jadinya lama banget sampai 3 bulan. Kalau KTP-nya mau cepet jadi, tambah lagi uangnya kak, makanya dari pada gitu, mending uangnya buat keperluan yang lain...”. (Sr/24 th, pemulung)

5.9. Ikhtisar

Profesi pemulung lebih banyak digeluti oleh kaum laki-laki. Usia pemulung yang bekerja mayoritas berada pada usia kerja. Semua pemulung ini berasal dari pedesaan dan paling banyak berasal dari Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Tingkat pendidikan

pemulung termasuk rendah karena banyak pemulung yang tidak sekolah ataupun bila sekolah tidak tamat SD. Keluarga pemulung rata-rata memiliki 3 orang anggota keluarga yang biasanya terdiri dari ayah, ibu dan satu orang anak. Semua pemulung di Desa Kedaung beragama Islam. Alasan para pemulung memilih pekerjaan ini beragam. Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah profesi ini tidak memerlukan persyaratan tertentu, sudah ada relasi yang bekerja seperti ini sebelumnya, dan memang tidak ada alternatif pekerjaan lain selain memulung. Sebelum berkecimpung di usaha ini, pemulung bekerja di usaha sektor informal. Riwayat pekerjaan pemulung semuanya merupakan pekerjaan informal. Pemulung pun tidak pernah mengikuti kursus keterampilan. Keterampilan yang dimiliki sebagian pemulung dipelajarinya secara otodidak. Adapun mengenai kepemilikan KTP, hampir semua pemulung tidak mempunyai KTP musiman (KTP setempat).

BAB VI

KARAKTERISTIK KERJA PEMULUNG

Sebelum memahami cara dan sifat kerja pemulung, akan dikemukakan terlebih dahulu karakteristik atau ciri-ciri profesi pemulung. Karakteristik kerja pemulung ini dapat dilihat dari lamanya menjadi pemulung, lama tinggal di lapak terakhir, motivasi kerja, hari dan jam kerja, dalam memulung, karakteristik barang pulungan, berat barang yang dipulung, penghasilan pemulung, peralatan yang digunakan dalam memulung, frekuensi pengiriman uang ke daerah asal, dan frekuensi pulang ke daerah asal.

6.1. Lama Menjadi Pemulung

Para pemulung rata-rata telah menjalani pekerjaan ini selama 3,65 tahun. Persentase terbesar lama menjadi pemulung berada dalam selang 1 – 4 tahun yakni sebesar 44 persen. Hal ini berarti pekerjaan memulung relatif masih baru bagi sebagian orang dan bisa diartikan bahwa profesi ini semakin banyak diminati dan berkembang di Desa Kedaung mulai 4 tahun belakangan ini. Kini pemulung jumlahnya semakin banyak, terlihat dari banyaknya pemulung baru dalam setahun terakhir. Untuk pemulung yang bekerja lebih dari 10 tahun, sebelumnya mereka telah menjadi pemulung di tempat lain di luar Desa Kedaung. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah Pemulung Menurut Lamanya Menjadi Pemulung, Juli 2005 Lama Menjadi Pemulung

(Tahun) Jumlah Persen

< 1 8 32

1 – 4 11 44

> 4 6 24

Total 25 100

6.2. Lama Tinggal di Lapak Terakhir

Rata-rata pemulung telah tinggal di lapak terakhir selama 1 tahun (1,05 tahun). Pemulung yang tinggal di lapak terakhir kurang dari setahun sebanyak 56 persen, 1 – 3 tahun sebanyak 40 persen, dan lebih dari 4 tahun sebanyak 4 persen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Pemulung Menurut Lama Tinggal di Lapak Terakhir, Juli 2005 Lama Tinggal di Lapak

Terakhir Jumlah Persen < 1 14 56 1 – 3 10 40 > 3 1 4 Total 25 100 Rata-rata = 1,05 tahun

Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan memulung merupakan pekerjaan yang tidak terikat. Mereka bebas menentukan akan tinggal pada lapak tertentu. Lama atau tidaknya pemulung mengabdi pada lapak tergantung dari fasilitas baik berupa fisik maupun nonfisik yang diberikan. Sebagai contoh fasilitas fisik adalah bantuan lapak berupa kemudahan mendapatkan pinjaman uang dari lapak kepada anak buahnya, fasilitas bedengan (bedeng, air, listrik), penyetoran barang pulungan dan pembayarannya dilakukan secara lancar (uang lapak selalu ada untuk membayar barang pulungan yang diberikan pemulung), sedangkan fasilitas nonfisik berupa keamanan dari pihak-pihak yang hendak memeras pemulung dan rasa persaudaraan.

6.3. Motivasi Kerja

Motivasi kerja yang dimiliki semua responden adalah memenuhi kebutuhan primer (pangan, sandang, dan papan), namun terutama pangan. Kebutuhan akan pangan bagi sebagian besar pemulung dirasakan sangat mendesak, terutama bagi mereka yang

Tabel 11 Jumlah Pemulung Menurut Perasaannya Bekerja sebagai Pemulung, Juli 2005

Perasaan Bekerja sebagai Pemulung Jumlah Persen

Senang 14 56

Biasa 2 8

Tidak senang 9 36

Total 25 100

berpenghasilan rendah. Bila dalam satu hari mereka tidak memulung, maka mereka akan mendapatkan kesulitan untuk makan. Akibatnya mereka akan mempergunakan sisa uang hasil sebelumnya ataupun bila uang tidak ada sama sekali mereka akan mengutang kepada lapak. Hal seperti inilah yang menjadikan mereka tidak memiliki tabungan. Perilaku mengutang kepada lapak adalah hal yang sering dilakukan oleh pemulung.

Kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar yang dibutuhkan oleh pemulung. Menurut teori motivasi dari Maslow, kebutuhan pangan (kebutuhan primer) berada pada hierarki yang paling rendah. Apabila seseorang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka Saefuddin (1986) menyebut orang tersebut memiliki etos kerja yang rendah.

Walaupun demikian, pekerjaan memulung ini bagi sebagian besar pemulung (56 %) dianggap menyenangkan (Tabel 11). Alasannya antara lain banyak temannya,

resiko pekerjaan kecil, tidak ada pilihan lain selain bekerja seperti ini dan hanya dengan modal tenaga sudah dapat menghasilkan uang. Adapun responden yang menganggap pekerjaan ini biasa saja sebanyak 8 persen. Alasannya adalah memulung sama seperti pekerjaan lainnya yang penting halal, sedangkan yang menjawab tidak senang atas pekerjaan ini sebanyak 36 persen. Alasan tidak menyenangi pekerjaan ini karena malu bahwa pekerjaan ini dianggap hina dan rendah oleh masyarakat, sering dituduh mencuri, penghasilannya pas-pasan sehingga belum merasa dapat menikmati hasil pekerjaan,

harus kerja keras (mengotimalkan tenaga fisik) untuk mendapatkan penghasilan, dan bila sehari saja tidak kerja maka tidak ada uang untuk keperluan besoknya.

6.4. Penghasilan dari Memulung

Penghasilan yang diperoleh seorang pemulung di Desa Kedaung dalam sebulannya rata-rata sedang yaitu sebesar Rp421.200,00 dengan penghasilan pemulung terendah sebesar Rp150.000,00 dan tertinggi sebesar Rp900.000,00. Bila dikategorikan berdasarkan tingkatannya, pemulung yang mendapatkan penghasilan rendah sebanyak 44 persen. Pemulung yang mendapatkan penghasilan sedang sebanyak 28 persen, sedangkan pemulung yang memperoleh pendapatan tinggi sebanyak 28 persen (Tabel 12).

Tabel 12 Jumlah Pemulung Menurut Penghasilan Pemulung, Juli 2005

Penghasilan Pemulung (Rp) Jumlah Persen

≤ 384.000 11 44 384.001 – 559.999 7 28 ≥ 560.000 7 28 Total 25 100 Rata-rata = Rp421.200,00 Keterangan: Rendah : ≤ Rp384.000,00 Sedang : Rp384.000,00 – Rp559.999,00 Tinggi : ≥ Rp560.000,00

6.5. Hari Kerja dan Jam Kerja

Dalam sebulan, pemulung bekerja rata-rata selama 25 hari, dengan hari kerja terendah 14 hari dan hari kerja tertinggi 30 hari, sehingga dalam sebulan mereka tidak bekerja rata-rata selama 5 hari per bulan atau kurang lebih 1 atau 2 hari per minggunya (Tabel 13).

Tabel 13 Jumlah Pemulung Menurut Hari Kerja dalam Sebulan, Juli 2005 Hari Kerja dalam

Sebulan Jumlah Persen

< 19 5 20

19 – 26 6 24

> 26 14 56

Rata-rata = 25,92 hari

Pada umumnya, hari libur tersebut digunakan pemulung untuk beristirahat. Pemulung yang masih bujangan biasanya memanfaatkan hari libur kerja tersebut dengan mencuci baju, mengurus rumah, dan mengistirahatkan badan mereka yang pegal-pegal. Banyak pula pemulung yang kondisi badannya tidak sehat sehingga mereka harus banyak beristirahat di bedengnya.

Adapun jam kerja pemulung rata-rata 160 jam per bulan atau 5,3 jam per hari (Tabel 14). Jam kerja tidak bersifat mengikat. Jam kerja terendah adalah 3 jam per hari, sedangkan yang tertinggi adalah 13 jam per hari. Waktu kerja biasanya diselingi oleh waktu-waktu istirahat. Misalnya, pemulung bekerja selama 2 jam kemudian pulang dan beristirahat selama 1 jam kemudian berangkat lagi selama 2 jam dan kembali lagi untuk beristirahat dan makan. Setelah itu mereka baru berangkat lagi dan istirahat lagi. Begitulah seterusnya sampai pemulung merasa bahwa usahanya mencari barang pulungan sampai pada batas tenaga dan jam tertentu. Pada umumnya jam kerja untuk anak-anak lebih sedikit daripada kaum dewasa. Namun ada satu pengecualian, seorang pemulung kecil, ia harus berangkat dari rumah untuk memulung dan meminta-minta mulai jam 03.00 wib dan pulang ketika hari menjelang malam. Berikut adalah pengakuannya:

“ saya mulai berangkat mulung pagi mbak sekitar jam 03.00-an. Biasanya saya perginya ke pasar (Pasar Ciputat) karena selain mulung saya sekalian bisa ‘minta-minta’. Saya disuruh bapak begitu. Trus saya pulang kalau udah sore. Kalau pulang siang, saya suka dipukulin sama bapak....”. (Ta/12 th/pemulung)

Pada umumnya pemulung mulai bekerja jam 05.00 wib. Hal ini menyesuaikan dengan izin yang diberikan dari komplek-komplek tempat mereka memulung bahwa pemulung baru diizinkan untuk memulung setelah jam 05.00 wib untuk menghindari adanya prasangka masyarakat terhadap pemulung. Setelah itu biasanya pemulung pulang sekitar jam 16.00 sampai dengan 17.00 wib. Namun ada pula pemulung yang pulang jam 22.00 wib. Tetapi biasanya pemulung yang pulang malam, habis memulung dari pasar. Tidak ada pemulung yang berani memulung malam ke daerah komplek karena khawatir disangka akan mencuri. Melihat hari dan jam kerja pemulung yang cukup tinggi, maka anggapan bahwa pemulung itu malas tidaklah benar.

Tabel 14 Jumlah Pemulung Menurut Jam Kerja Pemulung dalam Sebulan, Juli 2005

Jam Kerja Pemulung

dalam Sebulan Jumlah Persen

< 121 8 32

121 – 210 14 56

> 210 3 12

Total 25 100

Rata-rata = 160 jam

6.6. Jarak Tempuh Memulung

Dalam bekerja, pemulung biasanya menempuh jarak rata-rata 5 kilometer tiap harinya. Berdasarkan data yang diperoleh, jarak tempuh memulung yang terbanyak (32 %) adalah 4 – 4,5 km. Jarak tempuh memulung memulung terkecil yaitu sejauh 1,5 kilometer sedangkan yang terjauh yaitu 15 kilometer (Tabel 15). Pada umumnya, kaum perempuan tidak mampu berjalan jauh karena beberapa alasan diantaranya, takut tersasar karena tidak bisa membaca petunjuk jalan, mempunyai tanggung jawab di rumah sehingga mereka akan cepat kembali ke rumah, dan alasan terakhir adalah mereka tidak begitu kuat mengangkat beban.

Tabel 15 Jumlah Pemulung Menurut Jarak Tempuh Memulung, Juli 2005 Jarak Tempuh Memulung Memulung (km) Jumlah Persen < 5 14 56 5 – 9 7 28 > 9 4 16 Total 25 100 Rata-rata = 5,34 kilometer

6.7. Karakteristik Barang Pulungan

Jenis barang pulungan yang dikumpulkan adalah semua jenis barang yang masih berdaya guna. Berdaya guna disini diartikan sebagai barang bekas namun bila barang tersebut dijual masih memiliki nilai jual. Pada umumnya barang yang dipulung adalah semua jenis barang kecuali sayuran. Adapun barang-barang bekas atau barang pulungan yang sering dikumpulkan antara lain yang termasuk kategori kertas, kerdus, plastik, besi, paralon, aluminium, sandal/sepatu, beling dan baja. Semua responden memulung jenis barang-barang ini, namun terkadang ada pengecualian untuk beling. Jarang pemulung yang mau mengumpulkan beling, khususnya pemulung muda karena selain berat, harganya pun paling murah, yaitu Rp200,00 per kilogramnya, sedangkan jenis barang yang lain bisa sampai dengan Rp30.000,00 per kilogramnya. Untuk informasi mengenai gambar barang pulungan dapat dilihat pada Lampiran 6a, sedangkan untuk melihat daftar harga jual dan beli barang pulungan dapat dilihat pada Lampiran 7.

6.8. Berat Barang Pulungan

Mengingat barang yang diambil pemulung cukup bervariasi, maka berat barang pulungan yang didapat bervariasi pula. Rata-rata berat barang pulungan yang diperoleh pemulung dalam sebulan sebanyak 641,8 kilogram atau dalam sehari sebanyak 21,4 kilogram. Berat barang pulungan yang terendah sebesar 120 kilogram/bulan sedangkan

berat barang pulungan yang tertinggi sebesar 6000 kilogram/bulan (Tabel 16). Namun berat barang pulungan belum tentu mempengaruhi besarnya penghasilan yang diterima oleh pemulung, karena penghasilan pemulung juga ditentukan oleh kelihaian pemulung dalam memilih jenis barang yang dikumpulkan.

Tabel 16 Jumlah Pemulung Menurut Berat Barang Pulungan yang Didapatkan, Juli 2005

Berat Barang Pulungan

(kg per bulan) Jumlah Persen

< 301 15 60

301 – 750 8 32

>750 2 8

Rata-rata = 641,8

6.9. Peralatan yang Digunakan

Pada umumnya peralatan yang digunakan pemulung di Desa Kedaung seragam yaitu ganco, karung dan gerobak (Lampiran 6b(1)). Ganco adalah besi dengan ujung seperti kail ikan yang mana besi ini didapatkan dari bekas alat pengecat yang sudah tidak digunakan lagi (Lampiran 6b (2)). Ganco digunakan untuk mengambil barang pulungan yang kecil dan ringan seperti gelas aqua dan plastik sehingga dengan adanya ganco ini akan memudahkan dan meringankan tenaga pemulung pada proses pengambilan barang pulungan. Adapun karung yang digunakan biasanya adalah karung- karung besar seperti karung beras. Fungsi karung ini adalah tempat dimana barang yang telah didapatkan dikumpulkan sementara. Karung lebih fleksibel untuk dibawa kemana- mana dibandingkan gerobak. Oleh karena itu, ketika berkeliling mereka membawa karung dan gerobaknya ditaruh di suatu tempat yang tidak jauh dari tempatnya memulung. Setelah barang pulungan dalam karung penuh, maka barang tersebut akan ditaruh sementara ke dalam gerobak. Ketika mereka sudah mengelilingi suatu wilayah maka mereka kembali ke gerobaknya. Dari sini, mereka akan berpindah tempat lagi dan

mereka akan pulang ke bedengnya ketika mereka sudah merasa lelah. Gerobak merupakan salah satu fasilitas yang diberikan lapak. Dengan dibantu anak buah, lapak membuatkan gerobak tersebut dengan memanfaatkan barang-barang yang telah mereka dapatkan seperti seng, kayu, dan sebagainya, namun apabila ada barang yang tidak terdapat di bedengan mereka, seperti roda, maka lapak akan membelikannya.

6.10.Peraturan dalam Memulung

Dalam memulung tidak ada peraturan yang baku. Peraturan yang ada hanya berupa kesepakatan secara tidak tertulis antara pemulung. Hal-hal yang menjadi kesepakatan tersebut antara lain: keharusan berlaku jujur dan kesepahaman mengenai pembagian wilayah kerja. Pembagian wilayah ini dimaksudkan agar tidak banyak pemulung berada pada suatu wilayah. Namun kesepakatan ini bersifat fleksibel. Sebagai contoh ada seorang pemulung yang akan berangkat memulung, maka ia memberi tahu temannya ia akan melewati daerah A. Hal ini dilakukan agar infomasi ini menjadi pertimbangan bagi temannya apakah ia akan ke A juga atau mencoba ke daerah lain.

6.11.Frekuensi Pengiriman Uang ke Daerah Asal

Frekuensi pemulung mengirimkan uang ke desa dalam setahun rata-rata 1,68 kali (1 - 2 kali dalam setahun) (Tabel 17). Biasanya uang ini dikirimkan melalui temannya yang kebetulan akan pulang ke daerah asal. Besarnya jumlah uang yang dikirimkan tiap tahunnya berkisar antara Rp10.000,00 hingga Rp1.200.000,00 (Tabel 18). Rata-rata jumlah uang yang dikirimkan pemulung adalah Rp183.800,00 per tahun. Besar jumlah uang ini tergantung dari keperluannya. Bila uang yang dikirimkan kecil, dimaksudkan untuk menyenangkan hati sanak saudaranya yang biasanya dibagikan ketika mereka pulang kampung menyambut Hari Idul Fitri. Namun bila uang yang dikirimkan semakin

besar, maka uang tersebut dipergunakan untuk membiayai kehidupan keluarganya di desa. Dari seluruh reponden terdapat 36 persen responden yang tidak pernah mengirimkan uang ke daerah asal. Alasannya karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk mereka kirimkan kepada sanak saudaranya. Alasan lainnya adalah mereka tidak mempunyai saudara lagi di sana karena seluruh keluarganya telah ada di sini menjadi pemulung.

Tabel 17 Jumlah Pemulung Menurut Frekuensi Pengiriman Uang ke Desa, Juli 2005

Frekuensi Pengiriman Uang ke Desa Jumlah Persen

0 9 36 1 7 28 2 5 20 3 1 4 4 1 4 6 1 4 12 1 4 Total 25 100

Rata-rata = 1,68 kali per tahun

Tabel 18 Jumlah Pemulung Menurut Jumlah Uang yang Dikirim Pemulung per Tahun, Juli 2005

Jumlah Uang yang Dikirim Pemulung (Rp/Tahun)

Jumlah Persen

0 (tidak pernah mengirimkan uang) 9 36

10.000 2 8 20.000 1 4 25.000 1 4 30.000 1 4 40.000 1 4 50.000 1 4 60.000 1 4 200.000 1 4 250.000 1 4 400.000 1 4 500.000 1 4 600.000 3 12 1.200.000 1 4 Total 25 100 Rata-rata = Rp183.800,00

Tabel 19 Jumlah Pemulung Menurut Frekuensi Pulang ke Daerah Asal dalam Setahun, 2005

Frekuensi Pulang ke Daerah Asal dalam Setahun Jumlah Persen

Belum pernah pulang 6 24

1 (12 bulan sekali) 8 32 1,5 (8 bulan sekali) 1 4 2 (6 bulan sekali) 4 16 3 (4 bulan sekali) 2 8 4 (3 bulan sekali) 1 4 6 (2 bulan sekali) 3 12 Total 25 100

Rata-rata = 1,84 kali per tahun 6.12.Frekuensi Pulang ke Daerah Asal

Frekuensi pemulung pulang ke daerah asalnya dalam setahun rata-rata 1,8 kali (1 - 2 kali dalam setahun) (Tabel 19). Pemulung yang sering pulang ke kampung halamannya adalah mereka yang masih memiliki kepentingan di daerah asalnya. Kepentingan-kepentingan tersebut antara lain hajatan, mengurusi rumah yang ditinggalkan, menengok saudara-saudara terdekatnya, dan mengurusi lahannya.

Pemulung akan lebih banyak pulang ke kampung halamannya pada bulan-bulan tertentu yaitu ketika lebaran, musim tanam dan musin panen yang membutuhkan banyak buruh tani. Akan tetapi ada juga pemulung yang belum pernah pulang sama sekali. Beberapa alasannya karena tidak mempunyai biaya, tidak mempunyai saudara yang dapat dikunjungi lagi ataupun tanah di daerah asalnya.

6.13. Ikhtisar

Pemulung telah menjalani pekerjaan ini rata-rata selama 3,65 tahun dengan kisaran kurang dari 1 tahun sampai dengan 10 tahun. Pemulung tinggal di lapak terakhir rata-rata selama 1 tahun. Hal ini berarti pekerjaan pemulung merupakan pekerjaan yang tidak terikat. Lama tinggal pemulung tergantung dari fasilitas dan rasa persaudaraan

yang diberikan oleh lapak. Adapun motivasi kerja yang dimiliki pemulung adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama pangan. Sebagian besar pemulung berpenghasilan Rp421.200,00 dengan kisaran Rp150.000,00 sampai dengan Rp900.000,00 per bulan. Sistem pembayaran pemulung adalah timbang bayar. Pemulung muda setelah seharian bekerja biasanya langsung menimbang barang pulungan yang telah didapatkannya, sedangkan pemulung tua biasanya menunggu selama dua sampai dengan tiga hari untuk menunggu barang pulungan yang dikumpulkannya telah cukup berat untuk ditimbang.

Dalam sebulan rata-rata pemulung bekerja selama 25 hari dengan hari kerja terendah 14 hari dan tertinggi 30 hari. Mengenai jam kerjanya, pemulung bekerja rata- rata selama 5,3 jam, dengan kisaran 3 – 13 jam per hari. Dalam bekerja, pemulung menempuh jarak rata-rata 5 km per harinya. Jenis barang pulungan yang diambil adalah semua jenis barang kecuali sayuran. Barang yang diambil biasanya berasal dari jenis kertas, kardus, plastik, benda logam, beling, dan sebagainya. Dalam sebulan pemulung biasanya berhasil mendapatkan barang pulungan dengan berat rata-rata 642,8 kg. Dalam memulung peralatan wajib yang biasa digunakan adalah ganco, karung, dan gerobak. Peraturan dalam memulung tidak disebutkan secara tertulis melainkan hanya berupa kesepakatan. Hal yang sering dibahas adalah mengenai wilayah kerja. Dalam setahun pemulung sebagian besar rata-rata mengirimkan uang 1 – 2 kali, dengan besar uang rata-rata Rp. 183.800,00. Frekuensi pemulung pulang ke daerah asalnya dalam setahun rata-rata 1 – 2 kali.

BAB VII

HUBUNGAN SOSIAL PEMULUNG

Sebagai makhluk sosial, pemulung membutuhkan pengakuan untuk dihargai, salah satunya adalah membina hubungan dengan orang lain. Namun kehidupan pemulung sepertinya terpisah dari masyarakat secara luas. Oleh karena itu, pada bab ini yang dikaji adalah hubungan sosial pemulung. Selanjutnya, bab ini akan membahas hubungan antar pemulung dalam satu bedengan, hubungan pemulung dengan lapak, hubungan pemulung dengan masyarakat sekitar dan hubungan pemulung dengan pemerintah Desa Kedaung.

7.1. Hubungan Antar Pemulung dalam Satu Bedengan

Sebagian besar (72 %) pemulung sering berinteraksi antara satu sama lainnya (Tabel 20). Hal ini karena mereka tinggal di lingkungan yang berdekatan dan memiliki kedekatan secara psikologis karena berasal dari daerah asal yang sama yaitu brebes. Lingkungan pertetanggaan yang saling berdekatan belum tentu menjamin interaksi yang

Dokumen terkait