• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hindari shooting malam di luar ruang

Dalam dokumen Belajar Film (Halaman 21-37)

Suasana gelap adalah musuh utama kamera (camcorder). Pengambilan gambar diluar ruang pada malam hari sangat membutuhkan cahaya. Apabila tidak menggunakan lighting yang cukup maka hasilnya akan jelek sekali. Meskipun dapat melakukan color correction pada saat editing, tapi sudah pasti dapat menyebabkan noise dan kualitas gambar menjadi drop. Paling baik adalah merubah skenario menjadi suasana siang hari. Tidak akan mengganggu cerita toh?.

(Dari berbagai sumber)

FADE IN:

1. INT. KAMAR JOKO - MALAM - JOKO

SUARA JAM BERDENTING SATU KALI. Kamar yang berantakan. Monitor komputer diatas meja menyala. Lampu duduk di sudut meja menerangi ruangan dengan warna kuning redup. Seekor kecoa menyusuri lantai, melewati tas ransel, gitar, celana panjang, baju, sejadah, dan menyelinap ke belakang CPU. JOKO, 23, laki-laki muda berambut panjang dengan kaos hitam dan celana pendek merah motif bunga Hawaii sedang berbaring di atas kasur, melihat ke arah telepon genggam yang sedang dipegangnya. Ibu jari gemetar diatas tombol bergambar gagang telepon berwarna hijau. Joko menelan ludah.

2. INT. KAMAR MIRA- MALAM - MIRA

SUARA PINTU TERBUKA. Cahaya dari luar menerobos masuk kedalam kamar. SUARA TOMBOL LAMPU DINYALAKAN, kamar menjadi terang. Tempat tidur dengan bed cover biru dengan motif bintang-bintang. Kosmetik-kosmetik dan foto sepasang pria dan wanita berada diatas meja rias. MIRA, 25, perempuan cantik mengenakan blouse dan rok motif bunga berimpel menghambur masuk dan menaruh snel jas di kursi rias, mengambil telepon genggam dari saku snel jas dan meletakkannya di atas laci sebelah tempat tidur. Ia membantingkan diri ke tempat tidur dan menutup kedua matanya dengan lengannya. Ia menghela nafas panjang.

INTERCUT ANTARA JOKO DAN MIRA

Joko menaruh telepon genggam diatas meja sebelah tempat tidur, berguling, dan menutup seluruh tubuh dengan selimut.

Mira menyelimuti diri dengan bed cover.

Kepala Joko menyembul dari dalam selimut. Ia melirik ke arah telepon genggam.

Mira memejamkan mata. Tiba-tiba TELEPON GENGGAM BERDERING. Mira terperanjat, bangun dan mengambil telepon genggam. Nama "Joko" berkedip-kedip. Mira bertaut alis. Ia menjawab telepon itu.

Joko menempelkan telepon genggam di telinganya. Ia berdeham.

JOKO

Halo?

MIRA Halo.

(tersenyum) Hai.

MIRA

(melihat ke arah jam dinding) Gue perlu istirahat.

Joko diam.

MIRA (CONT'D) Ada apa?

dst dst...

Menjual skenario

Judul di atas adalah pertanyaan yang sering gue terima di dalam blog ini (walaupun kata "canggih" itu dari gue sendiri sekedar melebih-lebihkan), dan sepertinya jawaban yang jelas sudah ada pada posting sebelumnya. Bisa cek dengan mengklik di sini.

Perlu diketahui bahwa menjual cerita kepada orang yang sama sekali tidak kita kenal itu memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil. Sulit untuk tampil di antara seribu penulis lainnya yang juga berusaha tampil, bukan? Gue yakin banyak di antara kita yang bisa bikin cerita lebih keren daripada sinetron-sinetron kacangan di layar televisi, tapi karena pembuat skenario kacangan itu sudah dikenal baik oleh produser dan sudah menjadi "langganan" karena ia memiliki faktor "rela membodohi masyarakat", "mau dibayar murah", dan lain-lain, maka ia akan dipanggil lagi dan lagi untuk membuat cerita.

Jadi di situlah titik terangnya. Secara perlahan-lahan kita harus membangun koneksi ke arah yang kita inginkan, dan kita harus membuat diri sendiri dikelilingi oleh orang-orang yang dapat menghargai karya tulis kita. Dengan cara itulah tulisan-tulisan kita dapat dikenal dan dengan sendirinya akan datang pekerjaan "menulis skenario" kepada kita. Jika ada teman yang terobsesi jadi sutradara, rajin-rajinlah bergaul dengannya. Mungkin akan tiba saatnya anda diminta untuk membuat skenario (walaupun dengan honor pas-pasan atau bahkan kurang). Simpan skenario masterpiece anda untuk orang yang tepat. Lakukanlah secara bertahap. Mau naik ke lantai 4 kan harus lewat lantai 1, 2 dan 3 dulu.

Dan pada akhirnya kembali lagi gue harus mengingatkan. Seperti sudah gue pajang gede-gede di disclaimer, bahwa menulis (terutama menulis skenario film dan televisi) itu adalah bisnis yang serius. Jangan dijadiin ajang nyari duit aja dong ach. Kalo cuma nyari duit jadi pedagang juga bisa, kan? Semudah logika beli satu jual dua. Menulis skenario tidak semudah jual mimpi/air mata dapat rating. Cuma mereka yang tak bertanggung jawab yang menyebut hal itu mudah dan kemudian tidur nyenyak di malam hari.

at 00:46 5 comments Links to this post

Sabtu, 19 Juli 2008

Mengirim Naskah Skenario ke Production House

Tahap-tahap "penjualan" skenario yang udah dibuat sebenarnya hampir sama dengan naskah novel. Kita mengirimkan skenario ke Production House (PH), diproses, dan kalo diterima ya siap-siap dihubungi. Langkah-langkahnya:

1. Siapkan print-out SKENARIO yang disertai dengan SINOPSIS GLOBAL, DAFTAR KARAKTER, JENIS CERITA, DURASI (WAKTU), dan SEGMEN PENONTON. Nilai lebih cerita yang kita punya dari film-film atau sinetron yang sudah ada juga harus

dicantumin dong. Siapin juga BIODATA SINGKAT, ALAMAT dan NOMOR TELEPON yang bisa dihubungi. Kalo ada yang udah pernah ngirim skenario ke PH lain dan udah pernah tayang, cantumin di biodata judul karya, tanggal tayang bioskop, atau di stasiun televisi mana pernah ditayangin. Kalo ada data rating, penghargaan, atau prestasi tertentu juga cantumin sekalian. Jelas ini nilai lebih di mata produser.

2. Kalo dikirim lewat pos, pastikan kolom isian buat pengirim dan penerima benar, supaya kalo terjadi sesuatu dengan naskah yang udah dibuat bisa dilacak.

3. Kalo ada yang menyerahkan naskah langsung ke PH, minta tanda bukti penyerahan naskah dan tanyakan kepada siapa kita harus mengurus follow up naskah dan berapa lama akan dikabari. Biasanya lebih kurang 3-6 bulan. Makin besar PH yang dituju, makin lama pula waktu untuk menerima kabar.

4. Buat yang baru mau nyoba ngirim, gue ga saranin lewat e-mail, karena kemungkinan dibacanya kecil banget.

5. Jika sudah tiga bulan naskah dikirim dan belum ada kabar, tanya. Ada yang udah tiga bulan naskah masih belum disentuh, karena PH urusannya bukan cuma nyortir naskah.

6. Alamat PH bisa dicari di internet. Nih beberapa alamat:

 KALYANA SHIRA FILM: Jl. Bunga Mawar No. 9 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7503223, 021 7503225

 MULTIVISION PLUS: Jl. KH. Hasyim Ashari Kav 125 B Blok C2 No 30-34; Kompleks Perkantoran Roxy Mas; Telp 021 6335050 hunting; Jakarta 10150

 MILES PRODUCTION: Jl. Pangeran Antasari No. 17 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7500503, 021 7500739

 MD PRODUCTION: Jl. Tanah Abang III/23A; Telp 021 3451777; Jakarta 10160  RAPI FILM: Jl. Cikini No 7; Telp 021 3857175; Jakarta Pusat

 SALTO PRODUCTION: Jl. Sultan Syahrir No. 1C, Menteng, Jakarta Pusat; Telp 021 31925115

 SINEMART: Jl. Raya Kebayoran Lama No. 17 D; Telp 021 5309228; Jakarta Selatan  SORAYA INTERCINE FILM: Jl. Wahid Hasyim 3 Menteng; Telp 021 39837555; Jakarta

10340

7. Sabar.

Kita bisa aja ngirim satu cerita yang sama ke beberapa PH sekaligus, tapi selain dibilang kurang etis, repot juga kalo skenario super-keren kita punya itu tiba-tiba di follow up tiga PH sekaligus. Repot kan? Repot lah.

Kita nggak mesti kenal Raam atau Manoj supaya skenario kita lolos dan di follow up. Selama skenario kita keren (di mata mereka), maka kemungkinannya akan selalu besar. But I gotta say this as in my other posts: jangan membodohi masyarakat dengan cerita yang nggak ada otaknya. Jangan jual diri pada ketololan.

Istilah dalam ShooTing

Januari 8, 2008 oleh Bayu

Dalam dunia movie, perintah dan istilah sudah baku dan ditetapkan. Istilah – istilah itu kebanyakan menggunakan bahasa inggris. Jadi jika anda menyutradarai suatu movie di Belanda, Nigeria bahkan China sekalipun anda tak akan kesulitan karena semua istilah dalam dunia movie ini berlaku diseluruh

negara.

Oleh karena itu penting sekali mengetahui sekaligus memahami istilah – istilah dalam dunia perfilman ini. Adapun beberapa istilah itu, antara lain:

Akting : Sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan.

Audio Visual : Sebutan bagi perangkat yang menggunakkan unsur suara dan gambar. Art Director : Sebutan bagi pengarah seni artistik dari sebuah produksi.

Asisten Produser : Seseorang yang membantu produser dalam menjalankan tugasnya.

Audio Mixing : Proses penyatuan dan penyelarasan suara dari berbagai macam jenis dan bentuk suara.

Angle : Sudut pengambilan gambar.

Animator : Sebutan bagi seseorang yang beprofesi sebagai pembuat animasi. Audio Effect : Efek suara.

Ambience : Suara natural dari objek gambar.

Broadcaster : Sebutan bagi seseorang yang bekerja dalam industri penyiaran.

Blocking : Penempatan objek yang sesuai dengan kebutuhan gambar. Bridging scene : Adegan perantara diantara adegan – adegan lainnya.

Back Light : Penempatan lampu dasar dari sudut belakang objek.

Breakdown Shoot : Penentuan gambar yang sesuai dengan naskah atau urutan acara. Bumper In : Penanda bahwa program acara TV dimulai kembali setelah iklan komersial. Bumper Out : Penanda bahwa program acara TV akan berhenti sejenak karena iklan komersial.

Credit Title : Urutan nama tim produksi dan pendukung acara.

Chroma Key : Sebuah metode elektronis yang melakukan penggabungan antara gambar video yang satu dengan gambar video lainnya dimana dalam prosesnya digunakan teknik Key Colour yang dapat diubah sesuai kebutuhan foreground dan background.

Cutting on Beat : Teknik pemotongan gambar berdasar tempo.

Clip Hanger : Sebutan bagi adegan atau gambar yang akan mengundang rasa ingin tahu penonton tentang kelanjutan acara, namun harus ditunda karena ada jeda iklan komersial.

Cut : Pemotongan gambar.

Cutting : Proses pemotongan gambar.

Camera Blocking : Penempatan posisi kamera yang sesuai dengan kebutuhan gambar.

Clear – Com : Sebutan bagi penggunaan head-set audio yang dihubungkan dengan ruang master control.

Channel : Saluran.

Crazy Shot : Gambar yang direkam melalui kamera yang tidak beraturan. Compotition : Komposisi.

Continuity : Kesinambungan.

Crane : Katrol khusus untuk kamera dan penata kamera yang dapat bergerak keatas dan kebawah. Clip On : Mikrofon khusus yang dipasang pada objek tanpa terlihat.

Casting : Proses pemilihan pemain lakon sesuai dengan karakter dan peran yang akan diberikan.

Close Up : Pengambilan gambar dari jarak dekat.

Desain Compugrafis : Rancangan grafis yang digambar melalui tekhnologi komputer. Durasi : Waktu yang diberikan atau dijalankan.

Dimmer : Digunakan untuk mengontrol naik turunnya intensitas cahaya. Disc Jokey : Sebutan bagi pembawa acara musik yang menayangkan video Klip.

Dissolve : Tekhnik penumpukan gambar pada editing maupun syuting multi kamera.

Depth of Field : Area dimana seluruh objek yang diterima oleh lensa dan kamera muncul dengan fokus yang tepat. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh jarak antara objek dan kamera, focal length dari lensa dan f-stop.

Dialogue : Percakapan yang muncul dalam adegan. Dramatic Emotion : Emosi gambar secara dramatis. Editing : Proses pemotongan gambar.

Ending Title : Urutan nama yang dicantumkan pada akhir movie.

Engineering : Sebutan bagi pengerjaan dan pembagian kerja dalam masalah teknis penyiaran.

Establish Shot : Gambar yang natural dan wajar.

Extreme Close Up : Pengambilan gambar dari jarak sangat dekat.

Focus : Penyelarasan gambar secara detail, tajam, dan jernih hingga mendekati objek aslinya.

Final Editing : Proses pemotongan gambar secara menyeluruh.

Floor Director : Seseorang yang bertanggung jawab membantu mengkomunikasikan keinginan sutradara, dari master kontrol ke studio produksi.

Filter Camera : Filter yang digunakan untuk kamera.

Footage : Gambar – gambar yang tersedia dan dapat digunakan.

Hunting Location : Proses pencarian dan penggunaan lokasi terbaik untuk syuting.

Headset : Digunakan untuk dapat mendengarkan suara sutradara. Hand held : Tekhnik penggunaan kamera dengan tangan tanpa tripod. Image : Simbol yang sesuai objek.

Jumping Shot : Proses pengambilan gambar secara tidak berurutan. Jimmy Jib : Katrol kamera otomatis yang digerakkan dengan remote.

Job Description : Deskripsi tentang jenis pekerjaan.

Jeda Komersial : Saat penayangan iklan komersial diantara acara televisi.

Job Title : Penamaan jabatan pada pekerjaan. Konservatif : Serba teratur, tertib, dan apa adanya.

Kreator : Sebutan bagi seseorang yang menciptakan karya kreatif. Lighting : Penataan cahaya.

Lighting Effect : Efek dari penataan cahaya.

Lensa Wide : Digunakan untuk memperbesar sudut pandang pengambilan gambar dari kamera. Lensa Super Wide : Digunakan untuk sangat memperbesar sudut pandang pengambilan gambar dari kamera.

Long Shot : Gambar yang direkam dari jarak yang jauh. Biasanya digunakan dengan cara pengambilan gambar dari sudut panjang dan lebar.

Master Control : Perangkat teknis utama penyiaran untuk mengontrol proses distribusi audio dan video dari berbagai input pada produksi untuk siaran live show maupun recorded.

Main Object : Target pada objek utama.

Medium Close Up : Pengambilan gambar dari jarak cukup dekat. Medium Shot : Gambar yang diambil dari jarak sedang.

Medium Long Shot : Pengambilan gambar dari jarak yang panjang dan jauh. Monitor : Digunakan untuk memantau gambar.

Master Video : Video utama berisikan rekaman acara televisi yang siap untuk ditayangkan maupun disimpan.

Multi Camera : Sistem dari tata produksi audio visual yang syuting secara bersamaan dengan menggunakan sejumlah kamera.

Middle Close Up : Pengambilan gambar dari jarak sedang.

Master Shot : Gambar pilihan utama dari sebuah adegan yang kemudian dijadikan referensi atau rujukan saat melakukan editing.

Noise : Gangguan pada sirkulasi signal audio maupun video yang mengganggu program acara. News Director : Direktur pemberitaan yang bertanggung jawab atas seluruh isi pemberitaan yang disiarkan secara aktual berdasarkan fakta.

Off Line : Proses editing awal untuk memilih gambar terbaik dengan time code dari berbagai stock shot sesuai dengan kebutuhan adegan. Hasil dari gambar tersebut ditransformasikan dalam bentuk workprint dengan EDL (edit decision List).

On Line : Proses akhir editing untuk menyempurnakan, mempercantik dan memperindah gambar setelah melalui proses off line.

Operet : Istilah populer untuk acara yang menggabungkan antara unsur fiksi, nonfiksi dan musik ke dalam suatu alur cerita.

Opera Musikal : Format acara yang menggabungkan unsur drama dengan musik.

Opening Scene : Adegan yang dirancang khusus untuk membuka acara atau cerita. Biasanya adegan ini dikemas kreatif dan menarik untuk mendpatkan perhatian penonton.

Opening Shot : Komposisi sudut pengambilan gambar pada awal adegan atau acara yang dirancang khusus untuk menarik perhatian penonton.

OB Van : Outside Broadcasting Van, mobil khusus yang membawa perangkat tekhnis penyiaran audio dan video untuk memproduksi program diluar studio. Dapat juga digunakan untuk master control bagi siaran langsung.

Power Pack : Tempat khusu berbentuk boks yang berguna untuk pembagian arus daya listrik.

Panning : Pergerakkan horizontal kamera dari kiri kekanan maupun sebaliknya. Property : Berbagai aksesori.

Program Directing : Penyutradaraan program televisi.

Programming : Tekhnik penyusunan program acara televisi yang ditayangkan secara berurutan.

Praproduksi : Berbagai kegiatan persiapan sebelum pelaksanaan produksi dimulai.

Paskaproduksi : Proses penyelesaian akhir dari produksi.Biasanya istilah ini digunakan pada proses editing.

Produser : Pimpinan produksi yang bertanggung jawab kepada seluruh kegiatan pengkoordinasian pelaksanaan praproduksi, produksi sampai paskaproduksi.

Rating : Perhitungan secara statistikal untuk mengukur tingkat popularitas program acara televisi terhadap penonton.

Rundown : Susunan isi dan alur cerita dari program acara televisi yang dibatasi oleh durasi, jeda komersial, segmentasi, dan bahasa naskah.

Run Through : Latihan akhir bagi seluruh pendukung acara televisi yang disesuaikan dengan urutan acara sesuai dalam rundown.

Reportase : Sebuah laporan perjalanan atau liputan lapangan yang digunakan untuk mendukung data – data aktual dan faktual.

Retake : Pengulangan pengambilan adegan gambar. Shot : Ambil Gambar.

Simply Shot : Gambar yang diambil dari sudut yang mudah. Skill : Keahlian.

Set Up : Proses persiapan akhir sebelum produksi televisi dimulai dari set artistik, performer hingga masalah tekhnis siaran.

Stand By : Komando akhir yang menunjukkan bahwa seluruh komponen produksi telah siap untuk melaksanakan syuting.

Single Camera : Sistem dari tata cara produksi audio visual yang hanya menggunakan satu kamera.

Script Format : Format penulisan naskah acara baik untuk fiksi maupun nonfiksi.

Script Marking : Penandaan pada naskah untuk menjadi catatan pada sutradara maupun pendukung produksi lainnya.

Stock Shot : Berbagai bentuk gambar yang diciptakan untuk dijadikan pilihan pada saat gambar gambar tersebut memasuki proses editing.

Suspense : Istilah yang digunakan untuk menunjukkan adegan – adegan yang menegangkan dan mengundang rasa was was bagi penonton.

Sound : Penataan suara.

Sound Effect : Efek suara yang diciptakan atau digunakan untuk mendukung suasana dari adegan. Steady Shot : Gambar sempurna dan tidak terlalu banyak bergerak, yang dapat dinikmati dengan posisi diam.

Switcher : Istilah populer bagi perangkat tekhnis untuk memindah-mindahkan pemilihan gambar dari berbagai stock shot maupun input kamera. Alat ini digunakan untuk syuting multi kamera.

Switcherman : Seseorang yang bertugas melaksanakan proses pemindahan gambar sesuai dengan komando sutradara.

Studio : Lokasi khusus tempat pelaksanaan kerja produksi berlangsung. Dapat untuk melaksanakan syuting (shooting studio) maupun untuk editing (post production studio).

Selling Point : Berbagai komponen yang mempunyai nilai jual untuk mendapatkan perhatian penonton maupun sponsor.

Sound Mixer : Mixer pengendali dari berbagai input suara yang dipilah melalui sejumlah jalur (track).

Slow Motion : Pergerakkan gambar yang diperlambat sesuai dengan kebutuhan alur cerita.

Technical Director : Pengarah / Direktur tehnik.

Trend Setter : Gaya hidup ataupun budaya pop yang menjadi acuan dan ukuran sesuai dengan masa atau zaman.

Take : Istilah yang digunakan untuk dan pada saat pengambilan gambar berlangsung. Dapat juga digunakan sebagai catatan pada naskah.

Two Shot : Istilah komando sutradara yang seringkali digunakan untuk mengarahkan kamera kepada dua objek yang dituju.

Three Shot : Istilah komando sutradara yang seringkali digunakan untuk mengarahkan kamera kepada tiga objek yang dituju.

Trik : Tata cara kreatif untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Team builder : Seseorang yang mampu membangun sebuah kerjasama antara anggota team dengan baik untuk mencapai tujuan.

Theme Song : Lagu khusus yang diciptakan atau dipakai sebagai pendukungikatan emosi dari program acara kepada penonton.

VTR : Video Tape Recording.

Very Long Shot : Gambar yang diambil sangat jauh.

Voice Over (VO) : Suara dari announcer atau penyiar untuk mendukung isi cerita namun tidak tampak dilayar televisi.

Video Klip : Video musik.

Video Jockey : Julukan bagi presenter acara musik televisi yang menayangkan berbagai video klip. Vision Mixer : Sebutan lain untuk istilah populer “switcher”.

Wireless Camera : Kamera yang menggunakan transmisi signal untuk mengirimkan hasil gambar tanpa menggunakan kabel.

White Balance : Prosedur untuk mengkoreksi warna gambar dari kamera dengan mengubah sensitivitas CCD ke dalam spektrum cahaya. Umumnya prosedur ini menggunakan cahaya putih sebagai dasar.

Webisode : Istilah episode televisi yang ditayangkan melalui video web streaming internet.

Wardrobe : Berbagai aksesori pendukung kostum bagi peran – peran tertentu.

Kerangka Skenario

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Ketika Sinopsis dipindahkan ke bentuk skenario, maka terjadi perubahan media yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Dari media kata-kata ke media film. Umpamanya, informasi yang

dijabarkan empat kata tertulis dibawah ini: Seorang gadis pulang larut malam.

Menjadi gambaran visual, sebagai berikut:

Seorang gadis berjalan malam hari, agak kedinginan, lengang. Terdengar salak anjing di kejauhan, menambah tinggi suasana kesunyian dan sedikit Seram.

Pemindahan itu memerlukan tambahan imajinasi filmis. Penulis harus membayangkan “film” adegan itu. Maka itu ia menambahkan: gadis itu agak kedinginan, dan tambahan salak anjing untuk membentuk dramatik.

Maka itu dianjurkan sekali agar skenario tidak langsung digarap setelah membuat sinopsis. Tapi harus melalui tahap-tahap perencanaan dan pembuatan kerangkanya dulu. Untuk memasuki tahap itu, pertama-tama penulis harus mempertanyakan bahan kerangka tersebut secara garis besar:

a. Bagaimana Cerita akan dituturkan dalam filmnya nanti.

Yakni sesuai dengan tuntutan “penuturan dalam tiga babak”. I. Pembukaan, II. Pengambangan, III.Penyelesaian. Maka timbul tuntutan untuk membuat 1. Pembukaan yang kuat untuk menggaet perhatian penonton, 2. pengembangan urutan cerita yang kuat, 3. Klimaks yang mencekam. Maka mungkin harus mengubah urutan cerita, mengurangi atau mengubah.

b. Bagaimana cara menggambarkan adegan-adegan yang efektif dan menarik secara filmik. Adegan-adegan sudah harus dibayangkan oleh si penulis sebagai tayangan film. Umpamanya, apa yang dalam sinopsis ditulis sebagai “adegan pesta ulang tahun di kafe yang nyaman” harus dibayangkan bagaimana pesta tersebut dalam adegan film. Bagaimana kesan “nyaman” itu harus digambarkan? Bagaimana menyajikan suasana pesta yang kecil namun hidup? Apa ada musik? Apa sentuhan khusus yang harus ditambahkan agar adegan tambah hidup? Informasi apa yang bisa dirangkum dalam adegan itu.

c. Bagaimana penataan dramatiknya.

Secara garis besar mulai membayangkan dimana tangga dramatiknya mulai naik, dimana Point of attact-nya, lalu bagaimana klimaksnya?

Karena banyaknya perubahan dalam urutan penuturan maupun cara penyampaian informasi, maka sebelum melangkah ke pembuatan skenario perlu dikonsep dulu secara seksama.

Tahapan pembuatan kerangka:

1. Outline atau storyline 2. Treatment.

 Outline/Storyline

Treatment

Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009

Dalam dokumen Belajar Film (Halaman 21-37)

Dokumen terkait