• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPERTENSI 1. Epidemiologi

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri (Halaman 23-38)

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan peningkatan kematian pada usia dewasa. Salah satu penyebab utama tren penyakit kardiovaskuler adalah perubahan pola tekanan darah dan meningkatnya prevalensi hipertensi karena usia. Menurut Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7), hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu yang berumur lebih dari 65 tahun. Sedngkan data dari Framingham Heart Study, laki-laki dan perempuan yang tidak menderita hipertensi pada umur 55 tahun diprediksi beresiko menjadi hipertensi 93% dan 91% menjadi hipertensi pada umur 80 tahun.

2. Patofisiologi

a. Kekakuan arteri

Arteri yang elastis akan berubah seiring bertambahnya usia, yaitu dilatasi atau mengeras (kaku). Fraktur dari elastic lamellae terlihar di aorta yang menua dan dapat terjadi baik pada dilatasi atau pada pengerasan arteri. Kekakuan arteri kebanyakan disebabkan karena hiperplasia dari tunika intima. Arteri yang kaku akan menurunkan kapasintasi dan keterbatasan recoil dan menyebabkan arteri tidak mampu menampung selama siklus jantung. Selain itu, selama sistole pembuluh darah arteriosklerotik gagal untuk mengembang dan gagal untuk mengimbangi tekanan yang ditimbulkan jantung, sehingga tekanan darah sistolik naik. Di sisi lain, kehilangan recoil selama diastole menyebabkan penurunan diastole. Kekakuan pada arteri tidak hanya disebabkan karena penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan endothelium-derived

vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan bioaviability

dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel). b. Neurohormonal dan disregulasi autonomik

Mekanisme neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini

berhubungan dengan efek umur dan efek nefrosklerosis pada aparatus jugstaglomular. Selain itu kadar aldosteron plasma juga menurun jika umur bertambah. Akibatnya pasien geriatri dengan hipertensi akan lebih beresiko hiperkalemi karena obat. Konsentrasi norepinefrin plasma akan meningkat 2x pada geriatri, yang dikarenakan adanya mekanisme kompensasi dari penurunan β-adrenergic karena reaksi penuaan.

c. Penuaan ginjal

Penuaan ginjal ditandai dengan berkembangnya glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, yang mana berhubungan dengan penurunan GFR dan penurunan mekanisme hemostatik lain. umur berkaitan dengan menurunnya aktivitas pompa sodium/potasium dan pompa kalsium ADP yang menyebabkan kelebihan kalsium dan sodium intraseluler, sehingga meningkatkan vasokonstriksi dan retensi vaskular. Peningkatan sensitivitas garam ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang mana merupakan respon dari overload sodium pada lansia dan obesitas sebagai akibat dari keterbatasan fungsi ginjal untuk mngeluarkan overload sodium.

Diagnosis hipertensi harus berdasarkan 3 kali pengukuran dalam 2 kali visit yang berbeda. Sebagian besar hipertensi merupakan hipertensi esensial. Namun penting untuk mengetahui penyebab dari hipertensi (hipertensi sekunder).

BAB III PEMBAHASAN

Proses penuaan akan terjadi sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Ada banyak teori yang mengemukakan proses terjadinya penuaan, mulai dari tingkat sel sampai molekuler.

Pada skenario seorang wanita geriatrik, dengan berat badan 55 kg, tinggi badan 163 cm, tiba-tiba jatuh. Jatuh tiba-tiba pada orang tua merupakan hal yang sering terjadi. Jatuh ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis, perilaku/ kebiasaan, dan lingkungan. Kelemahan ekstremitas bawah, riwayat jatuh, gangguan keseimbangan, penurunan penglihatan, arthritis sendi ekstremitas bawah, hipotensi postural, konsumsi obat-obatan, penurunan fungsi kognitif, inkontinensia, dan usia di atas 65 tahun.

Wanita pada skenario mengalami penurunan nafsu makan dan keinginan untuk minum. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor social, fisiologis, atau kombinasi keduanya. Kemiskinan, kesepian, dan isolasi sosial merupakan faktor sosial yang dominan berkontribusi terhadap kurangnya asupan makanan pada orang tua. Selain itu aktifitas fisiknya menurun dan terjadi perubahan metabolisme. Depresi, yang sering dikaitkan dengan masalah sosial, adalah masalah psikologis yang umum pada orang tua dan penyebab signifikan kehilangan nafsu makan. Regulasi hormon dan neurotransmiter yang dipengaruhi dari asupan makanan. Terdapat peningkatan konsentrasi cholecystokinin yang terjadi seiring penuaan pada manusia. Selain itu, studi pada hewan menunjukkan bahwa adanya penurunan opioid dan neuropeptide Y dan juga nitric oxide seiring berjalannya usia, yang menyebabkan dorongan rasa lapar berkurang. Faktor fisik seperti gangguan periodontal (misal : rusaknya gigi, gigi tanggal, gigi palsu) yang mana juga terkait perubahan rasa dan bau dapat mempengaruhi pilihan makanan dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang dimakan orang tua. Kondisi medis umum pada orang tua seperti penyakit gastrointestinal, sindrom malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan hypermetabolism

sering menyebabkan anoreksia, defisiensi mikronutrien, dan peningkatan kebutuhan energi protein. Selain itu, konsumsi sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan malabsorpsi nutrisi, gangguan gastrointestinal, dan hilangnya nafsu makan. Hal ini akan dapat menyebabkan kekurangan energy protein (KEP). Anorexia in aging atau anoreksia pada penuaan, yaitu sebuah sindrom penurunan berat badan yang tidak direncanakan dan kekurangan energi protein (KEP).

Rasa nyeri pada lutut kanan pasien kemungkinan disebabkan adanya proses inflamasi misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi.

Kaki yang bengkak bisa menjadi tanda dari gagal jantung, gagal ginjal, atau gangguan hepar. Mekanisme yang terlibat adalah mulai tidak normalnya fungsi pembuluh darah secara normal pada lansia, penignkatan kadar protein darah yang rendah, fungsi pompa jantung yang menurun, sumbatan pembuluh darah atau pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal kronis, atau posisi tungkai terlalu lama tergantung (gravitasi) yang kemudian akan akumulasi cairan abnormal di pergelangan kaki.

Pada skenario, keluhan utama pada wanita tersebut adalah tiba-tiba jatuh. Jatuh sering terjadi pada lansia, banyak faktor yang berperan didalamnya, baik faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik dalam diri lansia sendiri seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi keadaan lantai yang tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya (Martono dan Pranaka, 2011).

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor, dalam skenario ini, menurut kami, adalah :

1. Gabungan antara lingkungan yang jelek, dalam skenario ini adalah rumah wanita ini kurang pencahayaannya dan kelainan-kelainan akibat proses menua yaitu mata kabur.

2. Hipotensi ortostatik meliputi hipovolemia, disfungsi otonom, dan pengaruh obat-obatan hipotensi yang sering wanita ini konsumsi untuk mengurangi hipertensinya.

3. Obat-obatan diuretik

Pada skenario dapat kita lihat bahwa pasien mendapatkan terapi furosemid yang merupakan golongan diuretik kuat.

4. Gangguan neuromuskular

Di dalam skenario disebutkan bahwa 3 hari yang lalu lutut kanan pasien nyeri jika digerakkan sehingga sulit berjalan, hal ini menunjukkan terjadi gangguan neuromuskular dengan bentuk kekakuan sendi.

Penderita dinyatakan tiga tahun ini sering lupa. Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya dementia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimia di susunan syaraf pusat(Martono dan Pranaka, 2011. Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih wajar yang disebut dengan benign senescent forgetfullness atau dalam pustaka lain disebut perburukan kognitif ringan (Mild cognitive impairment adalah diagnosis fisik dan mungkin digambarkan dengan kelompok dengan penyebab kerusakan yang patogen. Pasien memiliki masalah ingatan objektif tetapi tanpa disertai dengan gangguan aktivitas sehari-hari. Secara struktural, otak dengan MCI mengalami pengurangan neuron entorhinal cortex, berkurangnya volume hipocampus, dan berkurangnya integritas substansi putih) (Topiwala dan Ebmeier, 2012). Keadaan ini dapat dikenali oleh keluarga atau teman karena sering mengulang-ulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi. Memburuknya fungsi kognitif ringan MMSE dapat digunakan untuk membantu menentukan gangguan kognitif sehingga dapat ditindak lanjuti dengan pemeriksaan lain(Martono dan Pranaka, 2011).

Penderita sejak 3 hari yang lalu merasakan nyeri pada lutut kanan jika digerakkan sehingga pasuen kesulitan berjalan. Nyeri adalah suatu sensasi yang

disebabkan karena rusaknya jaringan. Pada pasien terjadi nyeri nosiseptif yang merupakan nyeri yang timbul akibat peradangan, deformasi mekanik, atau perlukaan progresif. Jenis nyeri ini bereaksi baik dengan obat analgesik dan upaya non-farmakologik. Wanita berusia lebih dari 55 tahun merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dilihat dalam skenario ini. penyakit OA adalah hasil dari peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya perangkai normal dari degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler, matrix extraseluler, dan tulang subkondral. Meskipun keadaan tersebut diawali oleh berbagai faktor, termasuk genetik, pertumbuhan, metabolik, dan traumatik. Penyakit OA menyebabkan perubahan-perubahan meliputi perlunakkan, fibrilasi, ulserasi, hilangnya kartilago artikuler, sklerosis, dan tulang subkondral memadat seperti gading, osteofit dan kista subkondral. Gejala klinis dari OA adalah adanya nyeri sendi, gerakan terbatas, perasaan abnormal pada tekanan, krepitus kadang-kadang ada efusi, dan berbagai derajat dari peradangan tanpa efek sistematis(Martono dan Pranaka, 2011).

Penderita juga mengeluhkan mata kabur. Mata sendiri disusun atas struktur optik dan persarafan, kedua bagian ini mengalami penurunan fungsi saat tua. Penurunan fungsi optik dapat menyababkan penurunan kapasitas visual pada lansia sedangkan penuaan retina menyebabkan kebutaan (Meisami E, et al, 2007).

Penelitian tentang penuaan pada kornea berdasarkan aspek biokimia dan perubahan struktur biokimia menunjukkan bahwa penurunan secara berangsur-angsur pada metabolisme tinggi energi di kornea yang menua sebagaimana penurunan phosphomonoesters, phosphocreatine, and ATP, diikuti dengan penurunan orthophosphate anorganik. Penuaan kornea diikuti dengan kehilangan keratosit dan densitas sel endotel. Pembesaran kolagen fibril secara 3 dimensi sepanjang garis axial terdapat pada stroma kornea yang mengalami penuaan. Pembesaran ini disebabkan oleh penurunan sudut curam molekuler sebagaimana fibril. Hal ini menyatakan bahwa peningkatan jumlah fibril karena perbesaran intermolecular Bragg spacing disebabkan oleh glycation induced cross-linkages (Meisami E, et al, 2007).

Ketika terjadi penuaan opasitas lensa meningkat sehingga menurunkan transparansi dan meningkatkan refraksi. Crystallin fiber yang terdapat di bagian anterior lensa tidak mengalami regenerasi selama pertumbuhan dan penuaan dan cenderung mengalami glycasi, carboaminasi, dan deaminasi. Hal ini meningkatkan ikatan silang antar crystallin, membuat elastisitasnya menurun, lebih padat, tidak tembus cahaya dan kekuningan. Penuaan juga mengakibatkan berubahnya protein lensa sebagaimana akibat dari perusakan oksidatif oleh protein antioksidan seperti glutathione (GSH) dan askorbat, yang mana berkurang konsentrasinya pada lensa yang mengalami penuaan. Pada retina, pada penelitian yang dilakukan oleh Del Priore melaporkan bahwa terjadi peningkatan proporsi apoptosis sel epitel pigmen retina terutama di macula pada lansia (Meisami E, et al, 2007).

Penuaan tersebut diperberat dengan adanya hipoksia dan stres oksidatif. Lensa mata berlokasi di lingkungan hipoglikemia dan hipoksia, penuaan lensa dengan diabetes mungkin memperburuk kondisi ini. Kondisi hipoksia dan glukosa rendah dapat menginduksi unfolded protein response (UPR) yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) di lensa epitel lensa mata (LECs). Kondisi ini juga menginduksi Nrf2-dependent antioxidant-protective UPR, produksi ROS dan apoptosis. LECs tikus yang berada di regio anterior bagian tengah adalah daerah yang paling tidak mudah terkena UPR, sedangkan di zona germinal (dimana terjadi proliferasi LECs) adalah lokasi yang mudah terkena. Karena sel cortical lens fiber dideferensiasi dari LECs setelah onset diabetes, sel ini memiliki level Nrf2 lebih rendah, lalu teroksidasi menyebabkan katarak pada korteks lensa (Elanchezhian, et al., 2012).

Dikeluhkan pula pada waniti pendengaran juga berkurang. Kehilangan fungsi pendengaran berkaitan dengan usia (ARHL) disebut dengan presbikusis. Salah satu faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah hormon aldosteron. Pada lansia penderita presbikusis didapatkan memiliki level aldosteron yang rendah. Aldosteron memiliki efek untuk mengontrol transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di koklea melalui kanal ion Na+-K+-ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi pendengaran.

Delesi enzim antioksidan Cu/Zn superoxide dismutase juga memengaruhi penuaan auditorik dan presbikusis pada tikus. Ekspresi enzim SOD1 sekurang-kurangnya 50 % dari level optimal dibutuhkan untuk kelangsungan neuron koklear dan stria vascularis dan mencegah presbikusis (Meisami E, et al, 2007.

Pada skenario, wanita ini mengalami hipertensi karena nilai sistol >30 mmHg dan diastol >85 mmHg. Pada lansia, terjadi kekakuan arteri akibat hiperplasia tunika intima, sehingga terjadi penurunan kapasitas dan keterbatasan recoil dan menyebabkan arteri tidak mampu menampung selama siklus jantung. Kekakuan pada arteri tidak hanya disebabkan karena penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan

endothelium-derived vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan

bioaviability dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel). Mekanisme neurohormonal juga memengaruhi terjadinya hipertensi pada wanita lansia ini. Seiring dengan bertambahnya usia, berhubungan dengan dan efek nefrosklerosis pada aparatus jugstaglomular, sistem renin-angiotensin-aldosteron akan menurun sehingga risiko hiperkalemia bertambah ketika pemberian obat (Lionakis et al., 2012).

Sejak 3 hari yang lalu, lutut kanan pasien terasa sakit jika digerakkan sehingga pasien kesulitan berjalan dan sering bengkak-bengkak pada kedua kaki. Lutut pasien yang sakit kemungkinan mengarah pada osteoartritis (OA) yang merupakan penyakit degeneratif tersering pada pasien usia lanjut. Adapun keadaan bengkak-bengkak pada kedua kaki bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu, karena jatuh, karena kerusakan ginjal dan karena gangguan pada jantung. Apabila karena jatuh, akan ditemukan tanda-tanda inflamasi disekitar bagian tubuh yang terbentur. Apabila karena kerusakan ginjal, maka bengkak akan tejadi disemua bagian tubuh yang didahului dengan pembengkakan yang khas pada kedua kelopak mata. Sedangkan bila karena gangguan jantung, maka bagian tubuh yang mengalami pembengkakan terlebih dahulu adalah kaki.

3 tahun ini pasien sering lupa. Pada beberapa orang usia lanjut akan terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih wajar sehingga disebut

sifat pelupa benigna akibat penuaan (benign senescent forget fullness). Keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-hari dan juga tidak bersifat progresif. Kondisi ini biasanya ditandai dengan sering mengulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi. Sehingga dalam hal ini perlu diobservasi beberapa bulan untuk membedakannya dengan dementia yang sebenarnya. Apabila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan gangguan intelek lain misalnya gangguan pembicaraan, maka kemungkinan besar diagnosis dementia dapat ditegakkan sehingga perlu penatalaksanaan lebih lanjut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg. Kondisi hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi dan hipertensi sistolik terisolasi. Disebut hipertensi bila tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi terjadi bila tekanan sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolik < 90 mmHg. Berdasarkan hal ini, maka tekanan darah pasien dalam skenario termasuk hipertensi sistolik terisolasi. Keadaan ini disebabkan karena pada usia lanjut, terjadi kekakuan aorta dan pembuluh darah arteri besar. Sebagai komplikasi hipertensi, dapat terjadi kelainan organ-organ tubuh antara lain : jantung (gagal jantung dan left ventrikel hypertrofi), cerebrovaskuler (transient iskemik attack atau stroke), pembuluh darah tepi (aneurisma), ginjal (serum kretainin diatas 1,5 mg%, proteinuria dapat +1 atau lebih), dan retinopati (perdarahan atau eksudat). Adapun berdasarkan pemeriksaan laboratorium, kadar kreatinin pasien dalam skenario adalah 2,3 mg/dl. Nilai ini melebihi batas normal kadar kreatinin pada wanita usia lanjut. Kadar normal serum kreatinin pada wanita usia produktif adalah 0,6 – 1,1 mg/dl. Adapun pada lansia, kadar ini akan menurun akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin. Selain karena kondisi hipertensi, kenaikan serum kreatinin juga menandakan adanya penurunan fungsi ginjal karena seharusnya kreatinin difiltrasi oleh glomerulus. Serum kreatinin juga dapat meningkat kadarnya dalam urin pada penggunaan beberapa obat, seperti misalnya pengobatan yang didapatkan oleh pasien dalam skenario. Pasien dalam skenario mendapatkan obat meloxicam 2 x 7,5 mg. Obat meloxicam sendiri merupakan obat golongan AINS

(Anti Inflamasi Non Steroid) yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, bengkak dan kekakuan. Salah satu efek samping dari penggunaan obat ini adalah meningkatkan kadar serum kreatinin dalam urin. Sehingga, peningkatan kadar serum kreatinin pada pasien dalam skenario dapat disebabkan karena kondisi hipertensi, penurunan fungsi ginjal dan penggunaan obat.

Selain serum kreatinin, dari hasil pemeriksaan laboratorium juga diperoleh kadar gula darah sewaktu 250 mg/dl, Hb 8,1 gr%, dan hasil pemeriksaan urin rutin : proteinuria +2. Kadar normal gula darah sewaktu adalah ≤ 200 mg/dl. Maka kadar gula darah sewaktu pasien dalam skenario melebihi batas normal. Untuk menentukan adanya diabetes melitus pada pasien, perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kadar gula darah 2 jam post prandial dan pemeriksaan gula darah puasa selain juga pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kadar Hb pasien dalam skenario termasuk rendah, adapun kadar normal Hb pada wanita adalah 11,5 – 16,5 gr%. Sehingga pasien dalam skenario mengalami anemia. Hasil pemeriksaan urin rutin menunjukkan proteinuria +2. Padahal normalnya, dalam urin tidak ditemukan protein, sehingga urin normal jernih. +2 menunjukkan bahwa urin keruh ringan dan berbutir dimana kadar protein didalamnya sekitar 0,05 – 0,2% atau sekitar 100mg. Adanya proteinuria menunjukkan adanya kerusakan glomerulus, karena glomerulus yang normal akan memfiltrasi protein sehingga tidak ditemukan protein dalam urin.

Dalam skenario, terapi yang didapat pasien selain meloxicam 2 x 7,5 mg adalah dexametason 3 x 1 tablet, antalgin 3 x 1 tablet, bisoprolol 1 x 10 mg dan furosemid 1-0-0. Dexametason adalah golongan kortikosteroid yang berfungsi sebagai anti inflamasi. Antalgin merupakan golongan analgesik antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi nyeri hebat misalnya karena luka atau pembedahan dan juga untuk demam tinggi. Bisoprolol adalah golongan β blocker yang berfungsi sebagai anti hipertensi. Adapun furosemid merupakan golongan diuretik kuat yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah yang sudah sangat tinggi dan tidak terkontrol dan juga untuk mengurangi bengkak. Pada pasien usia lanjut, pilihan

pertama obat anlagesiknya adalah parasetamol baru kemudian opioid. Untuk prinsip pengobatan hipertensi pada usia ≥ 55 tahun yaitu : diet rendah garam sampai ˂ 6 gram per hari, jika cara pertama tidak berhasil maka digunakan diuretik golongan tiazid atau kalsium channel blocker, pilihan selanjutnya bila cara kedua tidak berhasil adalah kombinasi 2 obat (inhibitor + kalsium channel blocker atau ACE-inhibitor+ diuretik tiazid). Adapun β blocker bukan pilihan terapi awal, tetapi merupakan terapi alternatif bila pasien kontra indikasi dengan ACE-inhibitor. Selanjutnya, furosemid digunakan bila pasien kontra indikasi dengan diurteik tiazid. Kontra indikasi diuretik tiazid adalah pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Sehingga pada pasien usia lanjut, perlu memperhatikan prinsip pengobatan karena pada usia lanjut sudah terjadi beberapa penurunan fungsi organ, sehingga farmakokinetik dan farmakodinamik obat dapat memengaruhi organ-organ dan sistem dalam tubuh.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Terjadinya berbagai proses patologi pada lansia memiliki banyak penyebab. Penyebab yang multifaktorial seperti faktor fisik, sosial, psikologis, biologis, dapat bermanifestasi menjadi berbagai gejala /sindrom geriatri.

2. Secara molekuler, proses penuaan terjadi akibat produksi hasil metabolisme sel berupa ROS (Reactive Oxygen Species). ROS menyebabkan mutasi sel, translasi protein non fungsional, metabolisme sel terganggu, sehingga menyebabkan penuaan hingga kematian sel.

B. Saran

Kegiatan diskusi tutorial sudah berjalan dengan baik, namun mahasiswa sebaiknya mempelajari skenario diskusi dengan lebih dalam, terutama dalam hal patogenesis penyakitnya.

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri (Halaman 23-38)

Dokumen terkait