• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Hipertensi Portal

Hipertensi portal adalah peninggian tekanan dari sistem porta, dapat dakibatkan oleh penyebab sirotik atau non-sirotik. Pada awal diagnosa sirosis hati, hipertensi portal terdapat pada 60% pasien sirosis dekompensata dan pada 40% pasien sirosis kompensata. Sirosis hati adalah penyebab paling banyak dari hipertensi portal, dan mencakup 95% dari selurush kasus hipertensi portal yang ditemui di klinik (Choudury J 2006).

Darah vena dari lambung, usus, limpa, pankreas dan kandung empedu mengalir melalui vena porta menuju ke hati, di mana pada sinusoid hati akan

bercampur dengan darah dari arteri hepatik yang kaya oksigen, dan akan mengalami kontak dengan hepatosit. Sistem porta adalah semua sistem vena yang mengalirkan darah menuju hati yang berasal dari saluran cerna di rongga abdomen, limpa, dan kandung empedu. Vena porta masuk ke hati melalui porta hepatic, yang membagi menjadi dua bagian yang masing-masing membagi menuju tiap lobus. Vena porta merupakan penyatuan dari vena mesenterika superior dan lienalis.Vena porta terletak di anterior kaput pankreas setinggi vertebra lumbal 2, sedikit sebalah kanan garis tengah.Di dalam hati vena porta membentuk cabang yang mengaliri hati yang berjalan seiring dengan arteri hepatica.Vena mesenterika superior merupakan muara dari aliran darah vena yang berasal dari intestinal, kolon dan kaput pankreas dan kadang dari lambung melalui vena gastroepiploika kanan.Sedangkan vena lienalis merupakan muara 5-15 cabang dari vena di hilus limpa dan dari beberapa vena gastrika breves yang bermuara di sepanjang vena lienalis yang terletak di ekor dan badan pankreas.Vena menampung darah dari kaput pankreas dan vena gastroepiploika kiri yang bermuara di dekat limpa, dan darah dari mesenterika inferior yang berasal dari kolon kiri dan rectum. Kecepatan aliran vena porta mencapai 1000-1200 ml/menit dan memasok 72% kebutuhan oksigen total.

Peningkatan tekanan porta dapat terjadi akibat beberapa hal berikut : 1. Prehepatik : portal vein thrombosis

2. Posthepatic : gagal jantung kanan, perikarditis konstriktif, dll 3. Intrahepatik :

a. Presinusoid : hepatitis kronik, primary biliary cirrhosis, granuloma in schistosomiasis, tuberculosis, leukemia, dll

b. Sinusoidal : hepatitis akut, kerusakan akibat alkohol ( fatty liver, sirosis), toksin, amiloidosis, dll

c. Postsinusoid : venous occlusive disease of the venules and small veins, Budd-chiari syndrome (obstruksi vena hati yang besar) Apabila terdapat sumbatan aliran pada sistem portal, baik sumbatan intra maupun ekstrahepatik maka akan tampak sirkulasi kolateral, sebagai upaya konsekunsi mengalihkan aliran porta ke dalam vena hepatika.

Tekanan vena porta berbanding lurus dengan jumlah aliran darah vena yang masuk dan tahanan aliran darah yang keluar dari sistem vena porta.Pada sirosis, hipertensi portal terjadi karena adanya peningkatan tahanan aliran darah pada sinusoid hati . Hal ini terjadi karena gabungan komponen statik ( akibat gangguan arsitektur hati dan fibrosis) dan komponen dinamik (akibat konstriksi sinusoid hati).

Gambar 5.Patofisiologi hipertensi portal (Choudury J 2006) 2.2. 1 Pengukuran tekanan porta

Tekanan porta dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung.Pengukuran tekanan porta secara langsung adalah metode invasif yang jarang digunakan (Pomier-Layrargues G 2005).Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur tekanan porta adalah dengan menentukan hepatic vein pressure gradient (HVPG), yang merupakan metode tidak langsung.

Untuk mengukur HVPG, kateter dimasukkan melalui vena femoralis atau jugularis ke vena hepatika kanan dengan panduan fluoroskopi. FVHP (Free Hepatic Venous Pressure) diperoleh dengan mengukur tekanan vena saat kateter berada bebas di dalam lumen vena. Untuk mengukur WHVP(Wedged Hepatic Venous Pressure), balon kateter dikembangkan sehingga mendesak/menjepit lumen vena (Kumar A 2010).HVPG diperoleh dengan mengukur WHVP atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan dikurangi dengan FVHP atau tekanan bebas vena hepatika,di mana nilai normalnya adalah 3-5 mmHg (Minano C 2010, Shah VH 2010).

Gambar 2.6Pengukuran HVPG (dikutip dari Pomier-Layrargues 2005)

Metode tidak langsung lain yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan porta adalah dengan splenoportografi, di mana dilakukan penusukan ke limpa secara transkutaneus dengan menggunakan needle catheter, kemudian dilakukan pengukuran tekanan intralimpa.Tekanan intralimpa ini hampir identik dengan tekanan vena porta.Tetapi, teknik ini memiliki resiko perdarahan limpa dan teknik ini sekarang tidak lagi digunakan untuk manusia, namun masih digunakan untuk hewan percobaan.

Pengukuran tekanan vena porta secara langsung jarang dilakukan karena kurang aman.Menentukan tekanan vena porta secara langsung dapat dilakukan secara percutaneous transhepatic cathetherization, secara transhepatic venography, atau intraoperatif (tetapi penggunaan obat-obatan anestesi dapat mempengaruhi tekanan porta).Percutaneous transhepatic cathetherization dilakukan dengan memasukkan kateter dengan guidewire ke dalam vena porta utama untuk mengukur secara langsung tekanan porta. Pengukuran tekanan porta secara langsung dilakukan jika HVPG tidak dapat dilaksanakan, misalnya pada pasien dengan vena hepatik yang mengalami oklusi (Budd-Chiari syndrome), atau

pada pasien hipertensi portal intrahepatic presinusoid , misalnya idiopathic portal hypertension, di mana HVPG mungkin normal.

Selain mengukur tekanan vena porta, penilaian adanya hipertensi portal juga dapat dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi. Pada USG, dapat ditemukan pelebaran vena portal, asites atau splenomegali.Diameter vena porta yang normal biasanya tidak melebihi 13 mm pada kondisi istirahat dan bernapas biasa.Pada hipertensi portal, diameter vena porta meningkat sehingga vena porta terlihat mengalami dilatasi (Bates JA 2004).Dengan USG doppler, ditemukan berkurangnya pulsatilitas pada vena hepatik dan menyempitnya vena hepatika. Baik et al (2006) menunjukkan bahwa monophasic hepatic venous flow memiliki hubungan dengan hipertensi portal berat (HVPG>15mmHg)

Gambar 2.7 Contoh USG yang menunjukkan dilatasi vena porta (2.75cm)pada pasien dengan hipertensi portal (dikutip dari Cokkinos D 2009)

Beberapa tahun belakangan, transient elastography (Fibroscan) semakin meningkat penggunaannya sebagai alat non-invasif untuk menilai derajat fibrosis hati. Beberapa studi telah meneliti hubungan fibroscan dengan hipertensi portal, di mana ditemukan bahwa fibroscan dapat secara tidak langsung memprediksi adanya hipertensi portal (Sporea I 2011) . Bureau C (2008) menilai korelasi antara HVPG dan derajat fibrosis hati menggunakan fibroscan untuk mendiagnosa hipertensi portal pada 150 pasien, di mana ditemukan cut-off point 21 kPA dapat memprediksi secara akurat keberadaan hipertensi portal pada 92% pasien.

2.3 GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL (GHP) Definisi

GHP adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan tampilan endoskopis mukosa lambung, dengan karakteristik mosaic-like pattern (sering

diistilahkan dengan snake-skin appearance) dengan atau tanpa red spots, pada pasien dengan hipertensi portal sirotik atau nonsirotik

Gambar 2.8 Tampilan endoskopik GHP (dikutip dari Cubillas 2010)

2.3.2 Diagnosis dan klasifikasi

Belum ada konsensus umum yang menyepakati klasifikasi endoskopis GHP. Yang paling banyak dipakai adalah klasifikasi McCormack, karena memiliki kesesuaian intra- dan inter-observer yang relatif lebih tinggi. Gold standard untuk diagnosis GHP adalah secara endoskopi (Kim MY 2010, Cubillas 2010).

Tabel 2.3. Klasifikasi GHP (dikutip dari Thuluvath PJ 2002)

McCormack et al Tanoue et al NIEC

Mild

Fine pink speckling (scarlatina-type rash) Superficial reddening Mosaic pattern Grade I Mild reddening Congestive mucosa Mild Mosaic Pattern Severe

Discrete red spots

Diffuse hemorrhagic lesion

Grade II

Severe redness and a fine reticular pattern separating the areas of raised edematous

Severe

Red marks lesion (cherry red spots and brown spots)

Grade III

Point bleeding + grade II

Sejak pertama dideskripsikan oleh McCormack (1985), spektrum lesi pada lambung yang konsisten dengan GHP mencakup : mosaic like-pattern, red point lesion, cherry red spot, scarlatina type-rash, brown spot, dan petechiae.

Gambar 2.9 Gambaran endoskopi yang menunjukkan karakteristik utama GHP (dikutip dari Perini RF 2009)

Dalam beberapa tahun belakangan metode diagnostk yang lainyang kurang invasif seperti capsule endoscopy yang bisa memvisualisasikan mukosa lambung dengan baik juga mulai digunakan untuk diagnostik GHP. Walaupun demikian, akurasi capsule endoscopy sebagai metode diagnostik GHP masih belum divalidasi(Cubillas 2010). Beberapa metode pencitraan seperti dynamic CT scan dan upper gastrointestinal (GI) series with barium pernah juga dilakukan pada beberapa penelitian kecil (Chang D 2000, Ishihara 2004).

Tabel 2.4 Karakteristik temuan endoskopis pada GHP (dikutip dari Perini RF 2009)

Biopsi pada GHP jarang dilakukan, dan pada biopsi ditemukan gambaran dilatasi pembuluh kapiler dan irregularitas vena pada mukosa dan submukosa lambung, tanpa adanya infiltrat sel inflamasi atau erosi mukosa lambung (Eleftheriadis E 2001). Studi Curvelo LA (2009) membandingkan metode diagnosis GHP secara endoskopi dan secara biopsi, dan menemukan bahwa pada kedua metode ditemukan prevalensi GHP yang cukup tinggi: 93.4% (endoskopi) dan 76.1% (biopsi).

Differensial diagnosa endoskopis untuk PH salah satunya adalah gastric antral vascular ectasia (GAVE) atau sering disebut watermelon stomach. GAVE ditandai dengan adanya garis-garis linear yang dipisahkan oleh mukosa normal , sehingga terlihat seperti kulit buah semangka, dan sering dijumpai pada bagian antrum atau proksimal lambung. GAVE dapat dijumpai pada pasien sirosis, penyakit autoimun, penyakit jaringan ikat seperti gastritis atopik, skleroderma, sclerodactily, anemia perisiosa (Cubillas 2010).

Tabel 2.5 Perbandingan antara GHP dengan GAVE

Beberapa kondisi lain juga dapat menjadi differensial diagnosis GHP. Gastritis akut (akibat obat-obatan NSAID) juga dapat memiliki gambaran endoskopis mosaic-like pattern, tetapi ciri utamanya adalah terdapatnya banyak infiltrat sel-sel inflamasi, pembuluh darah tidak berdilatasi dan hanya mengenai mukosa. Polisitemia, gastric purpura dan penyakit Osler Weber Randu juga dapat menyerupai GHP namun sangat jarang ditemukan.

2.3.3 Prevalensi

Beberapa studi melaporkan prevalensi severe GHP berkisar 9% - 46% dan mild GHP berkisar 29% - 67%.Prevalensi GHP secara keseluruhan adalah sekitar 51%-98%.(Thuluvath 2002, Merli M 2004) Besarnya variasi GHP yang ditemukan pada berbagai studi sebelumnya kemungkinan berhubungan dengan perbedaan dalam pemilihan pasien, tidak dipakainya kriteria dan klasifikasi yang seragam dan adanya perbedaan antar- dan intra-pengamatdalam menilai lesi yang ditemukan pada endoskopi (Sarin SK 2000, LO G 2009).

Terjadinya GHP dilaporkan memiliki korelasi dengan durasi dan keparahan penyakit hati, adanya varises esophagus, besar varises esophagus, dan riwayat eradikasi varises sebelumnya. Namun penelitian-penelitian yang ada belum secara konklusif menyimpulkan variabel dan faktor resiko apa saja yang

dapat ditemukan pada pasien sirosis dengan varises esofagus atau varises lambung, namun korelasi langsung antara GHP dengan hipertensi portal masih kontroversial. Sedikit sekali yang diketahui mengenai hubungan antara GHP dengan prognosis pada pasien-pasien sirosis hati.

2.3.4 Patogenesis GHP

Patogenesis GHP kompleks dan memiliki banyak kontroversi.Berbagai faktor seperti aliran darah sphlanknikus, faktor humoral, gangguan lokal pada tonus pembuluh darah, dan tekanan portal telah diteliti untuk mengetahui mekanisme yang mendasari GHP.GHP diyakini sebagai kelainan vaskuler, dan berhubungan erat dengan gangguan aliran darah splanknikus. Walaupun demikian, perfusi mukosa lambung yang dideteksi dengan Doppler laser menunjukkan hasil yang berfluktuasi .Diusulkan bahwa GHP timbul karena kongesti yang diakibatkan oleh hambatan drainase darah lambung.Perubahan mukosa lambung juga dapat diakibatkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah mikro lambung yang disebabkan oleh endothelin 1, keterlibatan prostaglandin dan kelebihan nitrit oxide synthase.GHP tidak berkaitan dengan infeksi H pylori.GHP jarang terbentuk pada pasien yang memiliki varises fundus, mungkin karena adanya aliran darah kolateral yang lebih banyak (Simanjuntak LJ 2004).

Mekanisme terjadinya GHP masih belum terlalu jelas, tetapi GHPdapat terjadi akibat resistensi vaskular, peningkatan tekanan pada sistem porta, dan keterlibatan berbagai faktor humoral.Bagaimana aliran darah pada mukosa lambung GHP masih kontroversial. Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara besar varises esophagus dengan HPVG dan insidens GHP..Iwao et al menyatakan GHP disebabkan oleh peningkatan tekanan porta dan penurunan aliran darah hepatik.Toyonaga (1998) menemukan bahwa semakin tinggi tekanan porta maka semakin tinggi derajat keparahan GHP. Namun tidak semua pasien dengan hipertensi portal mengalami GHP , sehingga kemungkinan terdapat juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya GHPTerdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa GHP lebih sering terjadi pada pasien sirotik daripada non-sirotik, dan bahwa derajat kerusakan hai berkorelasi dengan derajat keparahan GHP pada pasien sirosis hati (Eleftheriadis 2001).

Kontroversi juga terdapat pada beberapa penelitian tentang aliran darah pada mukosa lambung.Kebanyakan penelitian melaporkan adanya penurunan aliran darah mukosa lambung karena kongesti, namun ada juga beberapa penelitian melaporkan terdapatnya peningkatan aliran darah mukosa lambung pada GHP.Penelitian eksperimental oleh Imanishi menggunakan tikus sebagai model hewan menunjukkan bahwa perubahan hemodinamik karena GHP dapat menyebabkan penipisan lapisan mukus pada mukosa lambung (Eleftheriadis E 2001, Chapman RW 2007).

Sekresi asam lambung berkurang karena kerusakan terhadap ‘gastric mucosal barrier’ yang akan menyebabkan perubahan hemodinamik lokal, sehinga terjadi kongesti dan hiperemi mukosa lambung. Faktor humoral berperan dalam GHP dengan menurunkan fungsi metabolik mukosa, menurunkan respons terhadap pentagastrin, menurunkan glikoprotein mukosa, menurunkan kadar prostaglandin E2 (PGE2) dan meningkatkan sintesis nitrit oxide (NO). seluruh hal tersebut akan menurunkan asam lambung luminal dan menyebabkan penurunan respons faktor-faktor defensive terhadap stimulasi intraluminal seperti diffuse ion H, asam empedu dan penggunaan NSAID (Simanjuntak LJ 2004, Shah VH 2010).

Gambar 2.10 Patogenesis terjadinya GHP (dikutip dari Simanjuntak LJ,2004)

2.3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis GHP adalah perdarahan saluran cerna bagian atas akut atau kronik. Perdarahan ini lebih banyak terjadi pada pasien sirosis hati dengan

severe GHP dibandingkan mild GHP. Penelitian Sarin et al (2000) melaporkan bahwa perdarahan akibat GHP terjadi pada 10 dari 86 penderita GHP (11.6%) yang dipantau selama 25 bulan. Pada studi lain, ditemukan bahwa pada pasien penyakit hati kronis, GHP dapat menyebabkan perdarahan pada 4% dari seluruh kasus perdarahan akut dan 8% dari kasus perdarahan nonvarises (Cubillas 2010).

Perdarahan mukosa lambung kronis dan anemia defisiensi besi yang berulang yang terkadang sampai membutuhkan transfusi darah adalah manifestasi klinis yang paling sering dijumpai pada penderita GHP.Perdarahan akibat GHP dapat menyebabkan kematian, tetapi GHP tidak merupakan faktor resiko independen terhadap survival pasien sirosis hati.Walaupun begitu, episode perdarahan berulang akibat GHP dapat memberikan kontribusi terhadap perburukan fungsi hati (Eleftheriadis 2001).

2.3.6 Progresi/Regresi GHP

Pada kebanyakan kasus (30-60%), kondisi GHP dijumpai tetap stabil.Namun demikian, pada beberapa kasus GHP dapat bersifat fluktuatif, di mana hal ini menunjukkan GHP merupakan suatu penyakit yang bersifat dinamis. Beberapa laporan menyatakan bahwa GHP dapat berprogresi dari mild menjadi severe pada 30% kasus, dan GHP dapat juga mengalami regresi atau bahkan menghilang pada 20% kasus (Cubillas 2010). Ligasi varises esofagus memiliki hubungan dengan progresifitas perburukan GHP yang lebih cepat, tetapi perburuan ini biasanya bersifat sementara dan dapat mengalami regresi kembali pada 44% kasus setelah ligasi varises esofagus. Studi lain menemukan bahwa hanya skor Child-Pugh yang tinggi yang memiliki hubungan dengan progresivitas GHP.

2.3.7 Penatalaksanaan dan Pencegahan GHP

Perdarahan akut atau kronis adalah manifestasi klinis paling penting dari GHP.Pada perdarahan kronis, pasien dapat diberikan suplementasi besi oral maupun intravena.Terapi pengganti besi diberikan untuk menghindarkan deplesi dari simpanan Fe.Ada beberapa penelitian kecil tanpa kontrol yang mengevaluasi penatalaksanaan perdarahan pada GHP seperti yang terlihat pada tabel 5.Propanolol, suatu penghambat beta non selektif dengan dosis 24-480 mg/hari adalah terapi farmakologis untuk GHP yang ditujukan untuk mengurangi tekanan

portal dan aliran darah lambung.Kebanyakan pasien memuai terapi propanolol dengan dosis 20 mg dua kali sehari kemudian dosis ditingkatkan secara bertahap dengan mempertahankan denyut jantung sekitar 50-55 x/menit.Penelitian Hosking S (1987) mengevaluasi 14 pasien severe GHP yang mengalami perdarahan gastrointestinal akut dan diberikan terapi propanolol, di mana perdarahan berhenti pada 93% pasien setelah 3 hari. Ocreotide, suatu somatostatin analog (dosis 100 µg bolus dilanjutkan dengan infus 25µg/jam selama 48 jam) dilaporkan memiliki efektivitas yang tinggi (100%) untuk mengatasi perdarahan akut akibat GHP. Jika diberikan sendiri-sendiri, vasoperessin memiliki efektivitas 64% sedangkan omeprazole 59% untu mengendalikan perdarahan, tetapi jika vasopressin dan omeprazole diberikan bersama-sama, efektivitasnya adalah 88%. Belum ada penelitian yang membandingkan antara penghambat beta dengan ocreotide.

Tindakan endoskopi memiliki peranan kecil dalam penatalaksanaanperdarahan akibat GHP, karena perdarahan biasanya bersifat difus. Anti oksidan mungkin memiliki peran dalam penatalaksanaan GHP, di mana pada suatu penelitian eksperimental terhadap tikus, pemberian vitamin E oral dapat memperbaiki keadaan mukosa lambung. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) dan terapi bedah (shunt surgery) tidak rutin dilakukan karena bersifat invasif namun dapat mengurangi keparahan derajat GHP.

Resiko perdarahan pada mild GHP adalah rendah, karena itu pada umumnya tidak memerlukan profilaksis primer.Namun pada pasien dengan mild GHP dan juga varises esofagus, sebaiknya diberikan propanolol sebagai profilaksis pencegahan perdarahan.Pada pasien dengan severe GHP, sebaiknya juga diberikan penghambat beta non selektif sebagai profilaksis perdarahan.

Dokumen terkait