• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOGLIKEMIA PADA DIABETES MELITUS

Hipoglikemia adalah suatu simptom kompleks yang diawalidengan turunnya kadar glukose darah sampai tidak mencukupinyakebutuhan metabolik yang diperlukan oleh sistim saraf

39 sehingga menimbulkan berbagai keluhan dan gejala yang karakteristik (1,4,7). Hipoglikemia post prandial dikemukakan pertama kali pada tahun 1924, pada waktu itu belum diketahui secara jelas mengenai gejalagejala dan tidak diperkirakan adanya hipoglikemia. Sejak digunakan obat insulin dan sulfonilurea untuk diabetes melitus (DM), banyak dilaporkan mengenai hipoglikemia akibat obat-obat tersebut. Timbulnya keadaan tersebut karena kurang penerangan kepada penderita akan pengaruh obat atau dosis yang diberikan terlalu tinggi atau tidak menurut aturan. Kemajuan dalam pengobatan diabetes mellitus dalam beberapa tahun terakhir ini serta tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju maka akhir-akhir ini adanya hipoglikemia akibat pemberian obat-obat

hipoglikemia semakin berkurang. Namun demikian perlu diketahui secara dini untuk mencegah perlangsungan selanjutnya karena hal ini dapat membahayakan hidup penderita. Di Indonesia frekuensi hipoglikemia pada penderita diabetes mellitus sampai saat ini masih belum pernah dilaporkan dalam skala besar. Utojo Sukaton melaporkan pada tahun l980 2l penderita hipoglikemia yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (9). Disimpulkan bahwa frekuensi hipoglikemia yang sangat sedikit ini disebabkan banyak nya

kasus yang tidak dilaporkan (9).

ETIOLOGI

Hipoglikemia pada (DM) dapat ditemukan pada penderita yang mendapat pengobatan insulin atau penderita yang mendapat obat hipoglikemia oral (tablet). Pada umumnya lebih sering ditemukan pada penderita DM yang mendapat insulin. Terjadinya hipoglikemia pada penderita ini adalah akibat pemberian dosis obat yang melebihi dari yang semestinya dengan kata lain dosis yang diberikan terlalu besar, atau penderita melakukan kegiatan dan aktifitas fisik yang berlebihan, atau penderita kurang makan sedang pemberian dosis obat yang diberikan tidak diturunkan (1,3,6). Pada umumnya timbulnya hipoglikemia sering ditemukan

pada saat

sebelum makan siang dan malam hari. Hal ini disebabkan karena penderita terlambat makan siang (karbohidrat yang dimakan tidak mencukupi). Aktifitas fisik yang berlebihan, dosis

insulin yang berlebihan,

perubahan jenis suntikan insulin dari insulin babi/sapi ke insulin murni tanpa menurunkan dosis insulin, semuanya dapat mempercepat timbulnya hipoglikemia. Beberapa keadaan tersebut di bawah ini dapat mempermudah penderita DM masuk ke dalam hipoglikemia:

40 1. Kerja insulin akan lebih lama bila pada penderita yang mendapat insulin juga mendapat obat-obat seperti, propranolol, oxytetracycline, ethylene diamino tetra acetic acid (EDTA).

2. Penderita dengan insufisiensi ginjal atau gagal ginjal mempunyai kecenderungan untuk mengalami hipoglikemia akibat gangguan inaktifasi insulin oleh ginjal.

3. Adanya hipoglikemia sering juga ditemukan pada penderita DM usia lanjut yang mendapat tablet golongan sulfonilurea yang kerjanya lama seperti, chlorpropamide (Diabinese) atau acetohexamide oleh karena kerjanya yang lama merangsang sel beta, sehingga sekresi insulin dapat berlangsung lama. Pada orang tua sering disertai dengan gangguan faal ginjal, sehingga walaupun obat hipoglikemia oral sudah dihentikan masih dapat timbul ulangan hipoglikemia karena kerja obat ini yang lama. Pada penderita usia lanjut mungkin produksi glukosa oleh hati berkurang sehingga timbul suatu keadaan hipoglikemia

Mengatasi komplikasi:

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan. Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan, dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula, atau tablet glukosa, untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan, atau makanan manis lainnya.

Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:

41 Sakit kepala

Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba Badan gemetaran

Berkeringat Bingung

Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian.

Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton, dan elektrolit darah, diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif. Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.

Menurut Tjokroprawiro (2007) dalam bukunya yang bertajuk „Hidup Sehat Dan Bahagia Bersama Diabetes‟, komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik yaitu muncul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap DM.

Dua komplikasi akut yang paling sering adalah: A. Reaksi hipoglikemi

42 Reaksi hipoglikemi adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa yang harus ditanngani dengan segera. Gejala tersebut ditandai dengan dengan tanda- tanda seperti rasa lapar, gementar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemi ini, bila penderita masih sadar, harus segera diberi roti atau pisang karena jika tidak segera diobati,penderita akan tidak sadarkan diri. Keadaan ini terjadi disebabkan oleh kekurangan glukosa dalam darah dan koma ini disebut koma hipoglikemik.

Penderita koma hipoglikemik ini harus segera di bawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita yang mengalami reaksi hipoglikemi(masih sadar) atau koma hipoglikemik ini biasanya disebabkan oleh obat antidiabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi atau penderita terlambat makan bahkan bisa juga disebabkan oleh latihan fisik yang berlebihan.

B. Koma diabetes

Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetes ini muncul karena kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi dan biasanya melebihi 600 mg/dL. Antara gejala koma diabetes ini adalah:

 Nafsu makan menurun

 Minum banyak dan kencing banyak

 Disusuli dengan rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam serta berbau aseton

 Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi

Komplikasi kronik DM pula terjadi apabila penderita lengah dan ia bisa menyerang keseluruhan alat tubuh mulai hujung rambut sampai hujung kaki termasuk semua alat di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan DM dilaksanakan dengan tertib dan teratur.

43 3. Glibenklamid

Dikenal 2 generasi sulfonilurea , generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asethoheksimid dan kloropropamid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemik lebihbesar antara lain gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid. Gliburid (glibenklamid) potensinya 200x lebih kuat dari talbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam, metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolismenya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Mekanisme kerja golongan obat ini sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel ß langehans pankreas (Suherman, 2009). Dosis Glibenklamid 5 mg, dosis total 15 mg/hari, dosistunggal maksimal 10 mg (Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), 2010). Waktu mencapai konsentrasi maksimal dalam darah (T max) glibenklamid adalah 3 jam (Prashanth dkk, 2011)

Indikasi:

Diabetes militus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja.

Kontra Indikasi:

Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes militus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil. Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal. Ibu menyusui, diabetes militus dan komplikasi (demam, trauma, gangren) dan pasien yang sedang operasi.

Komposisi:

Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg. Cara Kerja Obat:

Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis

44 tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.

Pola ADME ( Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi)

Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna dengan cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi. Kadar optimal dapat dicapai walau tidak harus diminum 30 menit sebelum makan. Hal ini disebabkan masa paruh glibenklamid yang panjang, dengan alasan dalam plasma sekitar 90%-99% terikat dengan protein plasma terutama albumin.

Penggunaannya dengan single dose pagi hari yang dapat menstimulir sekresi insulin pada semua glukosa sewaktu makan. Dengan demikian tercapai regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal selama 24 jam. Dalam hepar zat ini dirombak menjadi metabolit kurang aktif yang akan diekskresi lewat kemih 25% dan sisanya lewat empedu. Oleh karena glibenklamid dimetabolisme dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal berat. Pada penggunaannya dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun

Farmakologi:

Farmakodinamik: Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal.

Farmakokinetik: Absorpsi OHO sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per oral. ;Setelah diabsorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma terutama albumin (70-99%).pada protein plasma terutama albumin (70-99%).;Studi menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).libenklamid diserap sangat baik (84 ± 9%).;Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai

45 meningkat 15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah pemberian kadar ;dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. ;Masa kerja sekitar 15 = 24 jam;Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit inaktif.;Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-trans, metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis, sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi. Semua metabolit tidak ada yang diakumulasi.;Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.;Waktu paruh eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. ;Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.;Glibenklamid tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

Absorbsi, perjalanan, dan eksresi:

Diabsorbsi melalui GI tract secara efektif. Makanan dan hiperglikemia dapan mengurangi absorbsi sulfonilurea (hiperglikemia menghambat motilitas lambung dan usus ). Semua senyawa sulfonilurea dimetabolisme dihati dan metabolitnya disekresikan melalui urin. Oleh karena itu sulfonil urea harus diberikan secara hati - hati pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan hati. Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda dengan efek pada efek pada pemakaian kronis. Pada glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama > 12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12 jam ( bahkan sampai > 20 jam pada pemakaian kronis dengan dosis maksimal ). Karena itu dianjurkan untuk pemakaian sehari sekali.

Penggunaan dalam Klinik

Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa sesudah makan masihg - masing 36% dan 21%. Bila diperlukan, dosis terbagi dapat diberikan dengan dosis sore yang lebih rendah. Pemberuan sulfonilurea dosis tunggal dapat menurunkan Hba1c sebesar 1,5 - 2 .

46 Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari hipoglikemia. Pada keadaan hiperglikemik dapat diberikan dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang bermakna.

Kombinasi sulfonilurea dan insulin ternyata lebih baik daripada insulin sendiri, dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah dan cara kombinasi ini dapat diterima pasien daripada menggunakan insulin multi injeksi.

Dosis:

Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai. Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari. Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.

Peringatan dan Perhatian:

Pada keadaan stress, terapi dilakukan harus dengan insulin. Hati-hati bila diberikan pada orang yang lanjut usia.

Efek Samping:

Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. ;Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung ;Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya;Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali ;Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang;Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan

47 Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida.

Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida. Obat yang dapat meningkatkan hipoglikemia sewaktu penggunaan glibenklamid adalah insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, anabolic steroid.

Propanolol dan penghambat adrenoseptor β lainnya menghambat reaksi takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk ADO, sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa diketahui. Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik;Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea;Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa;Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO;Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik;Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim): meningkatkan efek sulfonilurea;Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme);Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik;Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea;Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea;Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia ;Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO;Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala peringatan, misalnya tremor;Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik;Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea

Cara Penyimpanan:

Simpan pada suhu kamar (di bawah 30 derajat Celcius) dan tempat kering.

Kemasan:

48 Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 strip @ 10 kaptab.

Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 blister @ 10 kaptab. HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Jenis: Kaplet

Produsen: PT Indofarma

Sediaan yang beredar di pasaran :

Glibenclamide (Generik); Abenon; Clamega; Condiabet; Daonil; Diacella; Euglucon; Fimediab; Glidanil; Glimel; Gluconic; Glimel; Gliseta; Glyamid; Glynase Pres Tab; Harmida; Hisacha; Latibet; Libronil; Merzanil; Prodiabet; Prodiamel; Renabetic; Samclamide; Semi Euglucon; Semi Gliceta; Tiabet.

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan gejala yang timbul. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia.

Tinjauan pustaka ini akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan hipoglikemia pada pemakaian insulin terutama pada pasien DM usia lanjut. Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa) Sistem syaraf pusat sangat tergantung dengan oksidasi glukosa sebagai sumber energi utamanya. Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1

49 mg/kg/menit) atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan dalam

terjadinya hypoglycemia unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (β-hydroksi-butirat dan aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama. Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi ditentukan oleh keseimbangan antara asupan glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/ penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2 yang diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi alternatif terutama bagi jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Dalam keadaan puasa (post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga menurunkan ambilan glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan proses paling penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12 sampai 24 jam. Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan terjadi lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan asam amino didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber energi dan oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan digunakan sebagai bahan utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

50 produksi glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam keadaan puasa sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa basal meningkat dari 41% setelah 12 jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan puasa yang lama, ginjal memproduksi 25% atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa, terutama melalui proses glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan gliserol. Pada insufisiensi ginjal kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi glukosa renal sehingga akan menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa plasma berada dibawah nilai ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial hipothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi.

Hormon kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu hormon kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon dan hormon kerja lambat yaitu growth

hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang diperlukan untuk glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif bagi otot (yaitu asam lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja merangsang produksi glukosa hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek terhadap utilisasi glukosa perifer atau stimulasi produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon merangsang lipolisis dan ketogenesis, namun hanya mempunyai efek minimal terhadap mobilisasi prekursor glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra regulasi dari kortisol dan growth hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua hormon ini

Dokumen terkait