• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga ada keterkaitan keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga petani penerima PUAP dan raskin sehingga ketahanan pangan rumahtangga memenuhi kriteria tahan pangan

2. Diduga bahwa bantuan modal PUAP akan meningkatkan produksi dan pendapatan rumahtangga sementara alokasi raskin akan mengurangi pengeluaran pangan rumahtangga sehingga meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga petani

3. Perubahan kebijakan berupa peningkatan jumlah modal PUAP akan meningkatkan ketersediaan pangan, pendapatan, akses pangan, dan kecukupan energi sementara peningkatan pagu raskin meningkatkan indikator ketersediaan pangan dan kecukupan energi.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Perilaku Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey pada rumahtangga petani penerima bantuan PUAP dan raskin. Sebagai dasar pemilihan petani yang menjadi sampel adalah data rumahtangga miskin BPS yang menerima bantuan program penanggulangan kemiskinan bertajuk PUAP dan Raskin. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kepada responden dengan pengisian kuesioner.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2012. Jenis data yang digunakan adalah data primer yakni data cross section yang merupakan informasi dari wawancara langsung dan pengisian kuesioner pada saat melakukan survey dan data sekunder, yakni data deret waktu (time series) yang merupakan informasi terkait tujuan penelitian dari instansi (BPS, Deptan, Bulog, PNPM) dan publikasi yang mendukung. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Karakteristik dan perkembangan bantuan PUAP dan raskin.

2. Karakteritik rumahtangga petani yang terdiri dari jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga, umur anggota keluarga, jenis kelamin anggota keluarga, sumber mata pencaharian keluarga, jumlah dan jenis asset yang dimiliki, jumlah anggota keluarga yang bekerja dan jumlah anggota keluarga yang bersekolah.

3. Perilaku ekonomi rumahtangga petani :

a. Untuk kegiatan produksi, data yang diperlukan adalah luas lahan garapan, jumlah produksi, jumlah penggunaan faktor produksi (jumlah modal, jumlah dan harga pupuk, alokasi waktu tenaga kerja untuk usahatani padi, jumlah angkatan kerja dalam keluarga, total penggunaan tenaga kerja, upah tenaga kerja dan biaya lain), harga padi, jumlah modal, serta jumlah pendapatan dari berburuh dan sumber lain.

b. Untuk kegiatan konsumsi, data yang diperlukan adalah jumlah anggota keluarga, jumlah produksi yang tidak dijual, jumlah beras yang dibeli di

pasar, jumlah raskin yang dikonsumsi, jumlah pengeluaran protein, jumlah pengeluaran non pangan dan jumlah pengeluaran investasi (pendidikan dan kesehatan).

c. Untuk kegiatan saving, data yang diperlukan adalah inventaris rumahtangga dan asset produktif yang dimiliki.

4. Untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan rumahtangga secara deskriptif , data yang diperlukan masing-masing indikator adalah sebagai berikut :

a. Ketersediaan pangan yang diproksi dari jumlah produksi pangan yang tidak dijual (cadangan pangan) dan jumlah beras yang dibeli dipasar serta jumlah raskin yang dikonsumsi (bagi penerima raskin).

b. Akses pangan yang diproksi dari persentase jumlah pendapatan rumahtangga untuk konsumsi pangan atau jumlah pengeluaran pangan rumahtangga terhadap pendapatan total rumahtangga.

c. Pemanfaatan pangan yang dikonsumsi atau kecukupan gizi yang diproksi dari angka kecukupan gizi anggota keluarga. Angka kecukupan gizi diperoleh dari perbandingan antara total konsumsi energi rumahtangga dengan angka kecukupan energi seluruh anggota keluarga. Total konsumsi energi diperoleh dari nilai fisik dari sumber energi atau protein yang dikonsumsi anggota keluarga per hari dikalikan dengan angka konversi sumber energi atau protein tersebut (lihat daftar komposisi bahan makanan Depkes). Selanjutnya, penghitungan tingkat kecukupan energi atau TKE = {(Jumlah Konsumsi Energi/ Kapita/ Hari) / (Kecukupan Energi [2000 kkal])} x 100, dan tingkat kecukupan protein atau TKP = {(Jumlah Konsumsi Protein/ Kapita/ Hari)/ (Kecukupan Protein [52 gram])} x 100 %. Nilai persentase tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein tersebut dapat menyatakan kondisi ketahanan pangan rumahtangga secara deskriptif kualitatif. Jika nilai TKE / TKP < 70 % maka rumahtangga tersebut defisit Kalori dan atau Protein.

4.3. Penetuan Lokasi dan Contoh (Sampel)

Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive memillih Kecamatan Sadang pertimbangan kecamatan tersebut merupakan kecamatan rawan pangan penerima

program PUAP dan raskin yang mengalami perbaikan kondisi ketahanan pangan (Kecamatan Sadang merupakan daerah prioritas 4 pada Tahun 2011 dan pada Tahun 2012 menjadi daerah prioritas 5 dalam peta kerawanan pangan Kabupaten Kebumen). Selanjutnya, secara purposive dipilih desa Sadang Kulon sebagai lokasi penelitian karena dari 7 desa di Kecamatan Sadang, Desa Sadang Kulon merupakan desa dengan program PUAP yang masih berlanjut. Tingkatan pengambilan sampel terakhir adalah menentukan anggota kelompok tani penerima PUAP yang akan menjadi rumahtangga sampel secara purposive dengan kriteria (1) menggarap / memiliki usahatani padi, (2) terdata sebagai rumahtangga miskin atau teridentifikasi sebagai petani miskin (luas garapan < 0,25 ha), (3). menerima raskin.

4.4. Metode Analisis

Untuk menganalisis tujuan pertama yakni karateristik perilaku ekonomi dan tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani penerima bantuan modal PUAP dan raskin dilakukan analisis deskriptif kualitatif dengan menginterprestasikan nilai pada setiap perilaku ekonomi rumahtangga petani (produksi, konsumsi dan menabung) serta pada masing-masing indikator ketahanan pangan rumahtangga. Untuk menganalisis tujuan kedua yakni peran bantuan modal PUAP dalam meningkatkan produksi usahatani dan pendapatan petani dan peran raskin dalam pengeluaran rumahtangga petani sehingga berpengaruh pada ketahanan pangan rumahtangga petani digunakan analisis ekonomi rumahtangga dengan model persamaan simultan. Model ekonometrika disesuaikan dengan kerangka teoritis dan tinjauan pustaka yang diperoleh sehingga dirumuskan model ekonometrika Perilaku Rumahtangga Pertanian. Untuk tujuan ketiga, yakni mengevaluasi dampak perubahan kebijakan PUAP dan raskin terhadap perilaku ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga petani dilakukan simulasi model ekonometrika

4.4.1. Perumusan Model

Model perilaku rumahtangga pertanian tersebut dalam prespektif ketahanan pangan menggambarkan keterkaitan alur keputusan alokasi sumberdaya untuk menghasilkan output produksi dan alokasi pendapatan pada berbagai jenis

pengeluaran yang berpengaruh pada ketahanan pangan rumahtangga dengan kendala waktu dan anggaran. Model perilaku rumahtangga pertanian dalam ketahanan pangan digambarkan dalam persamaan sistem yang terdiri dari persamaan struktural dan persamaan identitas sesuai dengan indikator ketahanan pangan yang digunakan. Perumusan model perilaku rumahtangga pertanian dikelompokan dalam subsistem produksi, mencakup keputusan usahatani dan usaha produktif lainnya yang akan membentuk struktur pendapatan rumahtangga dan subsistem konsumsi (pengeluaran) yang meliputi keputusan penggunaan output produksi dan beberapa pengeluaran rumahtangga (pengeluaran pangan, tabungan, dan investasi) serta konsumsi energi yang digunakan untuk mengukur keukupan gizi sebagai indikator hasil ketahanan pangan di tingkat rumahtangga.

Secara operasional, dari kedua subsistem dalam model, keputusan rumahtangga yang menggambarkan ketahanan pangan meliputi : (1) produksi dan biaya usahatani padi, (2) pendapatan rumahtangga, (3) pengeluaran pangan, dan (4) tabungan rumahtangga, dimana persamaan perilaku dalam blok-blok ini menjelaskan kondisi rumahtangga berdasarkan indikator ketahanan pangan, yakni ketersediaan pangan (dijelaskan pada blok produksi), akses ekonomi (dijelaskan pada blok pendapatan, pengeluaran pangan dan tabungan rumahtangga) dan konsumsi energi (dijelaskan pada blok pengeluaran pangan).

A. Blok Produksi dan Penggunaan Input Produksi A.1 Luas Garapan dan Produksi Usahatani

Luas garapan atau luas areal merupakan basis kegiatan usahatani bagi rumahtangga petani pangan. Meskipun secara empiris luas garapan relatif tidak berubah, namun dalam model ekonomi rumahtangga, perilaku petani dalam menetapkan luas garapan merupakan keputusan produksi yang terkait dengan keputusan ekonomi rumahtangga lainnya. Jika dikaitkan dengan indikator ketahanan pangan, faktor kepemilikan lahan merupakan bentuk akses fisik rumahtangga terhadap pangan (LIPI, 2004), sedangkan besarnya luas lahan merupakan cerminan ketersediaan pangan bagi rumhatangga petani, khususnya rumahtangga petani subsisten. Penelitian Faridi (2010) menyatakan luas lahan berkontribusi 37,14 % dalam ketahanan pangan rumahtangga. Dalam teori ekonomi, luas garapan merupakan fungsi dari harga input dan output dari usahatani padi. Selain itu, luas garapan merupaka kurva respon dari perubahan teknologi. Oleh karena teknologi yang digunakan rumahtangga petani sampel cenderung stagnan atau tidak terdapat perbaikan teknologi, sehingga teknologi merupakan variabel yang tidak berpengaruh dalam luas garapan . Luas garapan menjadi variabel endogen untuk melihat perilaku rumahtangga petani dalam menentukan luas garapan dengan adanya peningkatan modal berupa pinjaman PUAP. Peningkatan PUAP tersebut digunakan petani untuk meningkatkan luas garapan dengan sistem bagi hasil dengan petani padi lainnya sehingga dengan peningkatan luas garapan tersebut diharapkan terjadi peningkatan produksi padi. Luas garapan untuk usahatani padi diduga dipengaruhi oleh harga padi dan jumlah modal yang dimiliki rumahtangga (dalam hal ini modal berupa jumlah pinjaman PUAP dan tabungan). Keputusan untuk menentukan luas lahan juga dipengaruhi oleh keputusan konsumsi pangan, dimana luas lahan yang meningkat diharapkan mampu menurunkan pengeluaran pangan rumahtangga petani. Persamaan struktural untuk luas garapan adalah :

GRPN = a0 + a1*HPDI + a2*PUAP + a3*TAB + a4*NPPG + U1 ... (1)

Tanda parameter yang diharapkan : a1, a2, a3 > 0, a4 < 0

Luas garapan selanjutnya akan berpengaruh pada produksi usahatani padi. Jumlah produksi padi akan mendukung ketersediaan pangan rumahtangga petani

subsisten yang memenuhi kebutuhan pangan utamanya dari produksi sendiri. Produksi padi diduga dipengaruhi oleh luas garapan, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah penggunaan benih dan total penggunaan tenaga kerja sehingga persamaan strukturalnya sebagai berikut :

PRDI= b0 + b1*JPU + b2*JPB + b3*GRPN + b4*TKER + U2 ... (2)

Tanda parameter yang diharapkan : b1, b2, b3,b4 > 0, dimana :

PRDI = Produksi padi (kg) HPDI = Harga padi (rp/kg)

JPU = Jumlah penggunaan pupuk urea (kg) JPT = Jumlah Penggunaan pupuk TSP (kg) JPB = Jumlah Penggunaan benih (kg) PUAP = Jumlah pinjaman PUAP (Rp) NPPG = Nilai pengeluaran pangan (Rp)

TKER = Total alokasi waktu tenga kerja dalam usahatani padi (jam) GRPN =Luas sawah garapan (Ha)

TAB = Jumlah tabungan (Rp) U1 = Galat

U2 = Galat

A.2 Penggunaan Input Produksi

Permintaan terhadap input produksi merupakan permintaan turunan dari fungsi produksi. Input produksi yang dianalisis di dalam model adalah penggunaan pupuk urea dan TSP sebagai input produksi non tenaga kerja yang utama bagi rumahtangga petani sampel.

A.2.1 Jumlah Penggunaan Pupuk Urea

Jumlah penggunaan pupuk urea untuk usahatani padi diduga dipengaruhi oleh harga urea, alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga dan luas garapan.

JPU = c0 + c1*HREA + c2*TKDK + c3*GRPN + U3 ... (3)

Tanda parameter yang diharapkan : c1 < 0 ; c2, c3 > 0

Dimana :

HREA = Harga Pupuk UREA (Rp)

TKDK = Alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga (jam) U3 = Galat

A.2.1.2 Penggunaan Pupuk TSP

Penggunaan pupupk TSP diduga dipengaruhi oleh harga TSP, alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga, luas garapan dan pinjaman PUAP.

JPT = d0 + d1*HTSP + d2*TKLK + d3*GRPN + d4*PUAP + U4 ... (4)

TKLK = Alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga (jam) Tanda parameter yang diharapkan : d1, d2 < 0 ; d3, d4 > 0

A.2.2 Alokasi Waktu Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dalam usahatani. Keputusan dalam menetapkan jumlah curahan kerja baik dalam ataupun luar keluarga ditentukan oleh kebutuhan produksi dan konsumsi rumahtangga. Pada kegiatan pengolahan lahan, tenaga kerja yang dibutuhkan cenderung lebih besar dari kegiatan lain dalam usahatani padi sehingga digunakan tenaga kerja luar keluarga. Di sisi lain, curahan kerja tenaga kerja dalam keluarga juga dibutuhkan untuk meminimumkan biaya usahatani. Sedangkan untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga, curahan kerja untuk kegiatan non pertanian menjadi pilihan bagi angkatan kerja keluarga pada rumahtangga petani sampel.

A.2.2.1 Alokasi Waktu Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga diduga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang bekerja, tenaga kerja luar keluarga dan luas garapan.

TKDK = e0 + e1*JAKE + e2*TKLK + e3*GRPN + U5 ... (5)

Tanda parameter yang diharapkan : e1, e3 > 0 ; e2 < 0

Dimana :

TKDK = Alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga (jam) JAKE = Jumlah anggota keluarga yang bekerja (orang) U5 = Galat

A.2.2.2 Alokasi Tenaga Kerja Luar Keluarga

Alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga diduga dipengaruhi oleh upah pertanian, alokasi waktu tenaga kerja keluarga dan luas garapan.

TKLK = f0 + f1*UP + f2*TKDK + f3*GRPN + U6 ... (6)

Tanda parameter yang diharapakan : f1, f2 < 0 ; f3 > 0

TKLK = Alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga (jam) UP = Upah pertanian (Rp)

A.2.2.3 Total Tenaga Kerja untuk Usahatani

Total alokasi waktu tenaga kerja untuk usahatani adalah penjumlahan alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga dan alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga sehingga dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut :

TKER = TKDK + TKLK ... (7) Dimana :

TKER = Total alokasi waktu tenaga kerja (jam)

A.2.2.4 Jumlah Curahan Kerja untuk Kegiatan Non Pertanian

Total alokasi waktu tenaga kerja untuk kegiatan non pertanian diduga dipengaruhi oleh pendapatan non pertanian (berburuh), alokasi waktu tenaga kerja luar keluarga dan pengeluaran investasi.

TKNP = g0 + g1*PBNP + g2*TKLK + g3*PI + U7. ... (8)

Tanda parameter yang diharapkan adalah g1, g2 , g3 > 0

Dimana :

TKNP = Alokasi waktu tenaga kerja non pertanian (jam) PBNP = Pendapatan berburuh non pertanian (rp)

A.2.3 Biaya Usahatani

Sedangkan biaya usahatani di tingkat rumahtangga dipengaruhi oleh penggunaan sarana produksi berupa penggunaan pupuk, penggunaan benih, tenaga kerja serta biaya lain.

Dalam bentuk identitas persamaan biaya usahatani adalah sebagai berikut : BUT= (JPU*HREA) + (JPT*HTSP )+ (UP*TKER) + (JPB*HPB) +

BL ... (9) Dimana :

BUT = biaya usahatani HPB = harga benih (rp/kg) BL = biaya lain (rp)

B. Blok Pendapatan Rumahtangga

Pendapatan rumahtangga pertanian terdiri dari pendapatan pertanian (terdiri dari pendapatan usahatani padi dan pendapatan usahatani non padi), pendapatan

berburuh dan pendapatan lain. Pendapatan usahatani padi dinyatakan dalam persamaan identitas yang merupakan pengurangan dari nilai produksi dengan total biaya usahatani padi. Pada lokasi penelitian, sebagian besar petani sampel mengkonsumsi seluruh hasil produksi padi sehingga termasuk nilai pendapatan usahatani padi yang diperhitungkan.

PUTP = (PRDI*HPDI) – BUT ... (10) PUTP = Pendapatan usahatani padi yang diperhitungkan (Rp)

Sementara total pendapatan pertanian merupakan total dari pendapatan dari usahatani padi dan non padi yang dikelola rumahtangga yang dinyatakan dalam persamaan identitas berikut :

PTP = PUTP + PUTNP ... (11) Dimana :

PTP = Total pendapatan pertanian (rp)

PUTNP = Pendapatan usahatani non padi (rp)

Sumber pendapatan rumahtangga petani juga berasal dari pendapatan berburuh yang dipengaruhi oleh alokasi waktu kerja berburuh non pertanian, jumlah anggota keluarga yang bekerja dan upah berburuh non pertanian.

PBNP= h0+ h1*TKNP + h2*JAKE + h3*UNP+U8 ... (12)

Tanda parameter yang diharapkan adalah h1, h2, h3 > 0

Dimana :

PBNP = Pendapatan berburuh non pertanian (rp) UNP = Upah non pertanian (Rp)

Maka total pendapatan rumahtangga merupakan penjumlahan pendapatan pertanian, pendapatan berburuh pertanian, pendapatan berburuh non pertanian dan pendapatan lain yang dinyatakan dalam persamaan identitas berikut :

PTRT = PTP + PBP + PBNP + PL ... (13) Dimana :

PTRT = Total pendapatan rumahtangga (rp) PBP= Pendapatan berburuh pertanian (rp) PL = Pendapatan lain (rp)

Bagi rumahtangga miskin, pendapatan total rumahtangga adalah pendapatan disposable karena rumahtangga tidak melakukan pembayaran pajak , hanya

pembayaran iuran dalam persentase yang sangat kecil dari pendapatan total rumahtangga sehingga pendapatan total rumahtangga merupaka pendapatan yang siap untuk dibelanjakan bagi rumahtangga petani sampel.

C. Blok Pengeluaran Rumahtangga

Pengeluaran pangan rumahtangga terdiri dari pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan dan pengeluaran investasi (pendidikan dan kesehatan). Bagi petani subsisten, keputusan konsumsi pangan sangat ditentukan oleh produksi padi yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan pangan utama rumahtangga. Sementara jumlah beras yang dibeli di pasar dan raskin memiliki porsi yang kecil dalam pemenuhan kebutuhan pangan, namun mempengaruhi nilai pengeluaran pangan.

C.1 Pengeluaran pangan rumahtangga

Pengeluaran pangan rumahtangga mencerminkan garis anggaran yang membatasi pilihan konsumsi rumahtangga dan diduga dipengaruhi oleh produksi padi, jumlah anak sekolah, nilai pengeluaran protein dan jumlah pagu raskin sehingga persamaan strukturalnya sebagai berikut :

NPPG = i0 + i1*PRDI + i2*JAS + i3*NPPT + i4*PGR + U9 ... (14)

Tanda parameter yang diharapkan : i1, i2, i4 < 0 ; i3 > 0

Dimana :

NPPG = Pengeluaran pangan (rp) JAS = Jumlah anak sekolah (orang) NPPT = Nilai Pengeluaran protein (rp) PGR = Jumlah pagu raskin (kg)

U9 = Galat

C.3. Pengeluaran Investasi Sumberdaya Manusia

Pengeluaran investasi sumberdaya manusia terdiri dari biaya pendidikan dan kesehatan yang dinyatakan dalam persamaan identitas sebagai berikut :

PI = PPK + PKS ... (15) Dimana

PPK = Pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan (rp) PKS = Pengeluaran rumahtangga untuk kesehatan (rp)

Pengeluaran untuk investasi pendidikan dinyatakan dalam persamaan perilaku yang dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, nilai pengeluaran pangan dan jumlah anak yang masih bersekolah.

PPK = j0 + j1*PTRT + j2*NPPG + j3*JAS + U10 ... (16)

Tanda parameter yang diharapkan j1, j3 > 0, j2 < 0

Dimana : U10 = Galat

Pengeluaran untuk investasi kesehatan dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, angka kecukupan energi,dan pengeluaran pendidikan.

PKS = k0 + k1*PTRT + k2*AKE + k3*PPK + U11 ... (17)

Tanda parameter yang diharapkan adalah k1 > 0, k2, k3 < 0

Dimana :

AKE = Angka kecukupan energi (persen) U11 = Galat

C.4 Pengeluaran Non Pangan

Pengeluaran non pangan terdiri dari baiay transportasi, rokok, pembayaran cicilan, biaya social dan biaya kebutuhan sehari-hari selain kebutuhan, dimana dalam teori ekonomi, konsumsi non pangan akan meningkat seiring peningkatan pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Pengeluaran non pangan diduga dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, jumlah anak yang masih sekolah dan pinjaman PUAP. PUAP menjadi salah satu sumber pemenuhan konsumsi rumahtangga selain pendapatan.

PNP = l0 + l1*PTRT + l2*JAS + l3*PUAP + U12 ... (18)

Tanda parameter yang diharapkan : l1, l3 > 0 , l2 < 0

Maka pengeluaran total rumahtangga adalah penjumlahan pengeluaran pangan, non pangan, dan pengeluaran investasi.

TPRT = NPPG + PNP + PI ... (19) C.4 Konsumsi energi

Konsumsi energi menjadi nilai yang menentukan kecukupan energi sebagai indikator hasil ketahanan pangan rumahtangga dihitung dari perbandingan antara total konsumsi energi rumahtangga dengan angka kecukupan energi seluruh anggota keluarga yang dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, nilai

pengeluaran pangan dan jumlah anggota keluarga. Nilai dari konsumsi energi akan disesuaikan dengan kriteria tahan pangan berdasarkan angka kecukupan gizi menurut Widyakarya Pangan Nasional

AKE = m0 + m1*PTRT + m2*NPPG + m3*JAK + U13 ... (20)

Tanda parameter yang diharapkan : m1, m2 > 0, m3 < 0

Dimana :

AKE = Angka kecukupan energi (%) U13 = Galat

D. Blok Tabungan Rumahtangga

Preferensi menabung diduga dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, jumlah asset produktif, pengeluaran kesehatan dan jumlah pinjaman PUAP.

TAB = no+ n1*PTRT+ n2*CST+ n3*PKS+ n4*PUAP+ U14 ... (21)

Tanda parameter yang diharapkan adalah : n1, n2, n4 > 0, n3 < 0

Dimana :

CST = Nilai asset produktif (Rp) U14 = Galat

4.4.2. Identifikasi dan Pendugaan Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Model perilaku rumahtangga pada penelitian ini terdiri dari 21 persamaan (G), yang terdiri dari 14 persamaan struktural dan 7 persamaan identitas, 20 peubah predetermined sehingga total peubah dalam model berjumlah 41 (K = 41). Jumlah maksimum peubah dalam persamaan adalah 5 peubah (M = 5), sehingga sesuai kriteria order condition dalam Koutsoyianis, 1977, model perilaku rumahtangga pertanian memenuhi syarat (K-M) > (G-1), yakni (41-5) > (21-1) atau overidentified sehingga metode pendugaan model yang digunakan adalah 2 SLS dengan pertimbangan metode ini cocok digunakan pada pendugaan parameter model persamaan simultan yang over identified, penggunaannya lebih efisien dibanding 3 SLS pada kondisi dimana tidak semua persamaan dalam model akan diduga parameternya dan dapat menghindari bias pendugaan dan menghasilkan pendugaan yang konsisten dibanding OLS (Ordinary Least Square). Pendugaan parameter persamaan struktural dilakukan dengan program komputer SAS (Statistical Analysis System) versi 6.12

4.4.3. Validasi Model

Validasi model bertujuan untuk mengetahui tingkat representasi model dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar menilai kelayakan simulasi. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi model perilaku rumahtangga pertanian adalah Root Mean Square Percented Error (RMSPE) dan U-Theil . Dalam validasi ini niali-nilai dugaan dari peubah endogen akan dibandingkan dengan nilai aktualnya. Semakin kecil nilai RMSPE dan U-Theil menunjukan model semakin valid untuk disimulasi.

Untuk mengetahui tingkat penyimpangan niali rata-rata digunakan statistik U, yang terdiri dari Um (proporsi bias yang menunjukan kesalahan sistematik untuk mengukur penyimpangan nilai rata-rata dugaan dengan nilai rata-rata aktual, dimana Um yang baik adalah yang bernilai kecil), Us (proporsi varian yang menunjukan kemampuan model menyerupai tingkat perubahan peubah endogen), dan Uc (proporsi kovarian untuk mengukur kesalahan yang tidak sistematis. Kondisi distribusi ideal jika nilai Um = Us= 0, dan Uc=1.

4.4.4. Simulasi Model

Tujuan dilakukan simulasi model adalah : (1) menguji dan mengevaluasi model, (2) mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan, atau (3) membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Pada penelitian ini, simulasi bertujuan untuk mengevaluasi dampak perubahan kebijakan ekonomi terhadap indikator ketahanan pangan rumahtangga pertanian. Simulasi ini mencakup :

1. Peningkatan jumlah pinjaman PUAP 30 % dengan pertimbangan biaya usahatani padi rata-rata per tahun yakni Rp 817.500 sehingga peningkatan PUAP 30 % diharapkan mampu menutupi biaya usahatani padi

2. Peningkatan pagu raskin 30 % berdasarkan kajian raskin oleh Bulog 3. Peningkatan jumah pinjaman PUAP 30 % dan raskin 30 %

4.5.Tahapan Analisis

Untuk mengetahui tujuan pertama yakni menganalisis tingkat ketahanan pangan rumahtangga PUAP dan raskin dilakukan analisis deskriptif kualitatif untuk menunjukan tingkat ketahanan pangan sebagai berikut :

a. Indikator ketersediaan pangan

Dengan asumsi yang digunakan BPS, yakni konsumsi beras per kapita per bulan yakni 10 kg, maka rumahtangga tahan pangan adalah rumahtangga

dengan jumlah ketersediaan pangan ≥ kebutuhan beras riil (10 kg x jumlah anggota keluarga).

b. Indikator pendapatan rumahtangga/akses pangan

Untuk menentukan kondisi ketahanan pangan rumahtangga berdasarkan indikator akses ekonomi/daya beli, perlu ditentukan persentase pengeluaran pangan terhadap pendapatan total rumahtangga dimana pengukuran derajat ketahanan pangan menggunakan pendekatan pangsa pengeluaran menurut Handewi et al., 2001 dan pendekatan angka konsumsi rumahtangga berdasarkan data Susenas 1998, rumahtangga tahan pangan ditunjukan dengan persentase pengeluaran pangan terhadap pendapatan total

rumahtangga ≤ 60 %.

c. Indikator kecukupan gizi

Untuk menentukan kondisi ketahanan pangan rumahtangga, nilai persentase konsumsi energi disesuaikan dengan kriteria kecukupan gizi menurut Widyakarya Pangan Gizi, yakni rumahtangga tahan pangan bila persentase

kecukupan energi dan protein ≥ 70 %.

Sedangkan untuk menganalisis tujuan kedua yakni peran PUAP dan raskin dalam perilaku ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga dilakukan analisis model persamaan simultan perilaku ekonomi rumahtangga pertanian. Untuk tujuan ketiga yakni menganalisis dampak perubahan kebijakan PUAP dan raskin dalam perilaku ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga dilakukan analisis dari hasil simulasi model.

Dokumen terkait