• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL

2. Uji Hipotesis Penelitian

1. Uji Normalitas Data.

Normalitas data merupakan syarat mutlak sebuah data agar dapat dianalisis lebih lanjut. Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk terhadap variabel penelitian IGF-1. Apabila hasil uji normalitas data berdistribusi normal maka dilakukan uji paramerik yaitu uji t test dan apabila data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji non paramaterik yaitu Uji Mann-Whitney. Hasil uji normalitas data IGF-1 dapat dilihat pada tabel berikut.

0 10 20 30 40 50

Umur Ibu (th) UK (Mg) BBL (kg) BMI

Rerata

Umur Ibu (th) UK (Mg) BBL (kg) BMI

Tabel 3. Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Variabel Statistik Df p-value Statistik Df p-value

IGF-1 (pg/ml)

0.153 32 0.056 0.897 32 0.005

Dari tabel di atas diperoleh bahwa IGF-1 mempunyai data tidak berdistribusi normal p=0,005 (normal p>0,05). Sehingga data pada penelitian ini dapat dianalisis lebih lanjut dengan uji non parametrik yaitu

Uji Mann-Whitney.

2. Uji Rerata Kadar IGF-1 padaWharton Jellydan Plasenta.

Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney

Variabel Wharton Jelly Plasenta P

(n= 16) (n=16)

IGF-1(pg/ml) 726,58±127,03 652,52±170,34 0,035*

*Signifikansi p<0,05

Hasil uji Mann-Whitney kadar IGF-1 pada plasenta mempunyai nilai rerata sebesar 652,52±170,34 pg/ml sedangkan kadar IGF-1 pada

wharton jelly memiliki nilai rerata 726,58±127,03 pg/ml dengan nilai p=0,035; p<0,05, yang berarti ada perbedaan bermakna antara kadar IGF-1 pada wharton jelly tali pusat dengan kadarnya pada plasenta. Sehingga kadar IGF-1 pada wharton jelly konsisten lebih besar daripada kadar di plasenta.

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Sampel

Penelitian ini untuk mendapatkan sampel yang homogen maka dipilih tali pusat dan kotiledon plasenta yang berasal dari ibu hamil usia reproduksi normal, umur ibu tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua serta kehamilannya tanpa komplikasi, baik itu persalinan yang lahir secara normal maupun operasi sesar. Hasil luaran perinatal pun menjadi pertimbangan untuk pemilihan sampel penelitian, dimana diambil bayi dengan berat lahir normal dan lahir dengan APGAR score yang baik. Adapun keadaan tidak normal seperti kelainan kongenital pada bayi, ibu dengan penyakit metabolik atau keganasan, tali pusat yang layu atau ada kelainan seperti hypercoiling, strangulasi, striktur, kalsifikasi plasenta dan kelainan plasenta lainnya tidak dimasukkan ke dalam sampel pada penelitian ini.

5.2. Wharton JellySebagai SumberGrowth Factor

Penelitian ini menunjukkan bahwawharton jelly dari bayi yang dilahirkan dari ibu yang kehamilannya normal tanpa komplikasi, walaupun jumlah selnya relatif lebih sedikit dibandingkan pada plasenta mengandung growth factor yang lebih tinggi, pada penelitian ini yang diukur kadarnya adalah IGF-1.

Insulin-like Growth Factor 1 adalah growth factor yang paling banyak ditemukan pada wharton jelly dan dinding arteri tali pusat. Matriks ekstraseluler pada wharton jelly berperan sebagai tempat penyimpanan dan stabilisasi faktor pertumbuhan di sekitar sel. Peningkatan jumlah faktor pertumbuhan yang terdiri dari Insulin-like Growth Factor 1(IGF-1), Fibroblast Growth Factor (FGF), dan

Transforming Growth Factor (TGF) telah diketahui dan dihubungkan dengan biosintesis protein matriks ekstraseluler. IGF-1 merupakan faktor pertumbuhan yang paling banyak diekspresikan pada jaringan janin termasuk wharton jelly. IGF-1 merupakan faktor metabolik dan mitogenik penting yang dibutuhkan dalam pertumbuhan sel, diferensiasi sel, sintesis, dan remodeling matriks ekstraseluler.

IGF-1 merupakan stimulator dari biosintesis kolagen dan sulfat glikosaminoglikan (Aguirre et al, 2016).

Banyaknya peptida growth factor yang terdapat pada wharton jelly,

memacu biosintesis dari kolagen, hyalorunat dan proteoglikan sulfat pada jaringan. Komponen tersebut juga yang pada akhirnya membuat sifat dari tali pusat yang kuat terhadap traksi mekanik, elastik dan memiliki tingkat hidrasi yang tinggi yang mencegah tali pusat terjadi oklusi (Sobolewski et al., 2005).

5.3. Perbandingan Kadar IGF-1 PadaWharton JellyTali Pusat dan Plasenta

Kadar IGF-1 pada penelitian ini secara bermakna lebih tinggi pada

wharton jellytali pusat dibandingkan pada plasenta dengan nilai rerata kadar IGF-1 pada wharton jellysebesar 726,58±127,03 pg/ml. Pada penelitian ini digunakan sampel penelitian dari satu subyek yang sama yang kemudian dilakukan ekstraksi dari tali pusat untuk didapatkan wharton jelly dan dilakukan pengukuran kadar dari kotiledon plasenta. Dimana pengukuran kadargrowth factordari plasenta dan

wharton jelly tali pusat dari satu individu yang sama belum pernah dilakukan sebelumnya.

Wharton jelly mengandung growth factor khususnya IGF-1 yang lebih tinggi dibanding plasenta walaupun IGF1R ditemukan pada semua jenis sel baik itu membran microvillus, sinsitiotrofoblas, sitotrofoblas maupun stroma villous di plasenta. Hal ini dikarenakan wharton jelly walaupun mengandung jumlah sel yang sedikit namun memiliki matriks ekstraseluler dalam jumlah banyak, sedangkan matriks ekstraseluler mempunyai peran sebagai tempat penyimpanan dan stabilisasi faktor-faktor pertumbuhan di sekitar sel. Growth factor tersebut kemungkinan diproduksi oleh sel- sel lokal yang ada pada jaringan tersebut (Karen et al, 2010).

Sel pada wharton jellyjuga memiliki jenis sel fenotipik miofbroblas yang berfungsi dalam sistesis kolagen dan juga fungsi kontraksi, yang memodulasi lumen vaskular serta meregulasi aliran darah pada tali pusat. Adanya kandungan miofibroblast pada wharton jelly ini telah diperkirakan terlibat dalam produksi

berbagai macam growth factor yang berfungsi dalam hal proliferasi dan differensiasi (Sobolewski et al., 2005). Sehingga kadar IGF-1 pada wharton jelly

yang lebih tinggi jika dibandingkan pada plasenta pada bayi baru lahir pada penelitian ini sesuai dengan hipotesis.

Pemilihan penggunaan wharton jelly pada penelitian ini sebagai sumber

growth factor dalam hal ini IGF-1, dikarenakan wharton jellysebagai sel dapat dengan mudah diisolasi (non-invasive procedure), tidak terbentur masalah etika dan berasal dari jaringan yang didapat setelah lahir sehingga tidak terdapat penurunan karakteristik serta memiliki aksesibilitas yang lebih baik, dan potensi ekspansi yang lebih tinggi serta imunogenisitas rendah (Vittorio et al, 2014).

5.4. Keterbatasan IGF-1 dan Kegunaannya Sebagai Terapi

Metode standar pengukuran IGF-1 saat ini belum terkarakterisasi dengan baik. Recombinant human IGF-1 (rhIGF-1) pertama kali tersedia untuk terapi eksperimental pada akhir 1980-an, yaitu pada studi jangka panjang perkembangan anak dengan defisiensi IGF-1 primer yang berat. Studi ini mengikuti anak-anak tersebut hingga usia 12 tahun dan terdapat peningkatan yang signifikan pada dosis dependen dengan rata-rata kenaikan tinggi pada tahun pertama melebihi kenaikan rata-rata (~3,0 cm/tahun pada rata-rata, menjadi ~8,5 cm/tahun pada tahun pertama, p <0,001). Rerata kecepatan tinggi menurun selama pengobatan tahun-tahun berikutnya, tapi tetap lebih tinggi dari kecepatan tinggi rata-rata sebelum pengobatan hingga 8 tahun (Terry et al, 2010).

Terapi rhIGF-1 telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) tahun 2005, dan tersedia secara komersial pada tahun 2005 untuk pengobatan pasien dengan defisiensi IGF-1 primer berat akibat resistensi GH genetik dari mutasi pada reseptor GH, cacat pada jalur sinyal reseptor GH (termasuk mutasi gen STAT5b), mutasi pada gen IGF-1, atau pada pasien langka dengan delesi gen GH di antaranya inaktivasi antibodi berkembang menjadi rhGH eksogen, tetapi tidak untuk kondisi lain (sekunder) dari defisiensi IGF-I seperti kekurangan gizi, hipotiroidisme dan penyakit kronis (Puche et al, 2012) :

• Neoplasia aktif atau suspek neoplasia.

• Alergi terhadap rhIGF-I (Mecasermin, Increlex) atau bahan-bahan penyusunnya.

• Penyakit kronis (misalnya diabetes, kista fibrosis).

• Kegagalan pertumbuhan terkait dengan penyebab lain yang teridentifikasi (misalnya sindrom Prader-Willi, sindrom Russell-Silver, sindrom Turner, sindrom Noonan atau kelainan kromosom).

• Pasien dengan epifisis tertutup.

Pedoman dosis optimal masih dalam perdebatan, pertama kali dinyatakan berdasarkan batas toleransi IGF1, dua studi terbaru yang dipresentasikan pada Kongres Internasional Endokrinologi (2008) menunjukkan keamanan dan kemanjuran dari terapi rhIGF-I dua kali sehari (80-120 mg/Kg) atau sekali sehari (240 mg/Kg) untuk defisiensi IGF-I primer. Aspek lain yang mengganggu adalah kesulitan yang ditemukan saat mengumpulkan, menyimpan dan memonitoring sampel serum IGF-I. Berbeda dengan GH, kadar sirkulasi IGF-1 relatif stabil pada siang hari dengan fluktuasi yang minimum, dan tidak terpengaruh oleh asupan makanan. Namun, kadar IGFBP-3 menunjukkan perubahan akut akibat asupan makanan, yang berkonsekuensi langsung pada bioavailabilitas IGF-1, dan telah dilaporkan adanya penurunan nokturnal kadar IGF-1 dari tengah malam sampai pukul 4 dini hari, mungkin karena pergeseran dalam volume plasma. Meskipun demikian, pengukuran tunggal IGF-1 tetap dianggap perwakilan dari kadar IGF-I individu. Sebaliknya, waktu paruh serum rhIGF-I kurang dari 24 jam, yang menunjukkan bahwa monitoring serum IGF-1 mungkin dapat mendeteksi dosis tunggal yang hilang pada hari itu, tetapi tidak berguna untuk mengidentifikasi ketidakpatuhan untuk terapi jangka panjang. Selain itu, tidak ada indikasi yang jelas sampai saat ini monitoring rutin serum IGF-1 dapat informatif atau berguna untuk anak-anak dengan terapi rhIGF-1, karena belum dikaitkan dengan terjadinya efek samping atau hasil yang didapat (Aguirre et al, 2016).

Keamanan adalah tujuan utama ketika mengembangkan obat baru. Dalam hal ini sejumlah uji klinis yang memonitor terapi rhIGF-1 jangka panjang telah

melaporkan berbagai efek samping yang merugikan meskipun bersifat sementara dan dapat ditoleransi dengan baik serta mudah dikelola tanpa penghentian terapi. Telah dilaporkan episode takikardia (dapat sembuh sendiri dan mungkin karena efek inotropik dari rhIGF-1), peningkatan sementara tekanan intrakranial dengan sakit kepala dan muntah (konsisten dengan profil keselamatan dari terapi rhGH), hipertrofi pada tempat injeksi, hipertrofi tonsil, edema wajah, arthralgia, mialgia, hipotensi ortostatik dan hipoglikemia. Penurunan gula darah ini bisa menjadi konsekuensi dari aksi IGF-1 yang mirip insulin, dan pengikatan IGF-1 pada reseptor insulin. Menariknya, studi yang dilakukan oleh Laron dengan dosis lebih rendah dari 60 µg/Kg/hari tidak menunjukkan efek samping, baik dalam uji klinis pada manusia maupun pada model hewan eksperimental (Puche et al, 2012).

Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah ada, dosis rendah IGF-1 tampaknya mampu mengembalikan tingkat sirkulasi hormon ini dan memberikan efek menguntungkan tanpa efek merugikan (termasuk hipoglikemia). Efek merugikan dari terapi IGF-1 dilaporkan setelah pemberian dosis lebih tinggi dari 60-80 µg/Kg/hari. Terapi dengan IGF-1 dapat digunakan untuk mengembalikan kadar fisiologisnya sebagai terapi pengganti, tetapi jangan pernah meningkatkan kadar IGF-1 lebih tinggi di atas kisaran normal (Aguirre et al, 2016; Puche et al, 2012).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Kadar IGF-1 lebih tinggi pada wharton jellytali pusat dibandingkan pada plasenta.

6.2. Saran

Ditujukan kepada praktisi atau peneliti di bagian obstetri dan ginekologi pada khususnya dan di bidang medis lain pada umumnya:

1. Diharapkan dengan diketahuinya kadar IGF-1 yang tinggi pada wharton jelly tali pusat, maka jaringan ekstra embrionik ini dapat digunakan sebagai sumber modalitasgrowth factoruntuk terapi berbasis IGF-1. 2. Metode ekstraksi wharton jelly yang bervariasi dapat diteliti untuk

BAB VII DAFTAR PUSTAKA

Aguirre G.A, Rodríguez D, Garza G, Castilla C. 2016: Insulin-like growth factor-1 deficiency and metabolic syndrome. Journal Translational Medicine,

14-3.

Anna M, Rachel M, Fiona M, Robert K S, David B. 2007: IGF-I treatment of insulin resistance.European Journal of Endocrinology,16-37.

Barbieri, C, Cecatti, J, Surita, F, Costa, M, Marussi, E, Costa, J, 2011: Area of

Wharton’s jelly as an estimate of the thickness of the umbilical cordand its relationship with estimated fetal weight.Reproduction Health, 120-4. Conchillo M, Prieto J, Quiroga J. 2007: Insulin-like growth factor I (IGF-I) and

liver cirrhosis.Reproduction Health, 99-3.

Dara H, Derek L. 2012: Obesity, type 2diabetes, and cancer: the insulin and IGF connection.Endocrine-related Cancer19, 27-45.

Hakki D, melda Y, Birol V, Cannur D, Serdar F, Suheyla G, Sibel K, Sureyya C. 2001: Expression of insulin-like growth factor in the human placenta of intrauterine growth-retarded human fetuses.Acta histochem,103, 195-201. Edwards, S.S, Zavala, G, Prieto, C.P, Elliott, M, Martínez, S, Egaña, J.T, Bono, M.R, Palma, V. 2014: Functional analysis reveals angiogenic potential of

human mesenchymal stem cells from Wharton’s jelly in dermal

regeneration.Angiogenesis17, 851–66.

Erin R, Zhifei Z, Yvonne T, Michael T, Anais M, Samuel C, David M, Kwong K. 2011: The insulin-like growth factor 1 pathway is a potential therapeutic target for low-grade serous ovarian carcinoma.Gynecol Oncol,123-13. Emrah Y, Fulya A. 2013: The Insulin-Like Growth Factor System in the Human

Pathology.Reproduction Health, 133-2.

Hany K, Emadeldiene M, Hosameldiene S. 2013: Insulin growth factor-1 in pre-eclampsia: effect on severity and neonatal outcome. Evidence Based Women Health J,3:102–106.

Helen K, Don N, Young W. 2011: The Placenta: From Development to Disease.John Wiley & Sons,3-4.

Jibran A, Hendrina A, Boo D, Jose G, Hui H, Mark H, Frank H, Jane E. 2012: Weekly Intra-amniotic IGF-1 Treatment Increases Growth Restricted Ovine Fetuses and Up-Regulates Placental Amino Acid Transporter.

PLOS One Journal,7(5):e37899

Karen B, Soren M. 2010: Insulin-like growth factor-I and the liver. Liver International ISSN,1478-3223.

Karen F, Melissa W. 2010: Maternal growth factor regulation of human placental development and fetal growth.Journal of Endocrinology,207:1–16. Kiess W, Kratzsch J, Keller E, Schneider A, Raile K, Klammt J, Seidel B, Garten

A, Schmidt H, Pfäffle R. 2006: Clinical examples of disturbed IGF signaling: intrauterine and postnatal growth retardation due to mutations of the insulin-like growth factor I receptor (IGF-IR) gene. World Journal Pediatric, 2-1

Kucera R, Topolcan O, Pecen L, Kinkorova J, Svobodova S, Windrichova J, Fuchsova R. 2015: Reference values of IGF1, IGFBP3 and IGF1/IGFBP3 ratio in adult population in the Czech Republic.Journal of Repro, 02-36. Lech R, Zofia G. 2011: Extracellular Matrix Remodeling of the Umbilical Cord in

Pre-eclampsia as a Risk Factor for Fetal Hypertension. Journal of Pregnancy,11-55.

Malek A, Bersinger NA. 2011: Human Placental Stem Cells: Biomedical Potential and Clinical Relevance.J. Stem Cells 6, 75–92.

Moira S, Mairi S, Kerstin H. 2014: The insulin-like Growth Factor in Obesity, Insulin resisten and Type 2 Diabetes Mellitus.J. Clin. Med, 3, 1561-1574. Michael B, Joachim W, Dirk S, Markus B. 2009: Treatment of Dwarfism With

Recombinant Human Insulin-Like Growth Factor-1. Dtsch Arztebl Int, 703–9.

Ming-Jie Y, Jen-Yu T, Chih-Yao C, Chang-Ching Y. 2013: Changes in maternal serum insulin-like growth factor-I during pregnancy and its relationship to maternal anthropometry. Journal of the Chinese Medical Association, 76-639.

Ohlsson C, Mohan S, Sjogren K, Tivesten A, Isgaard J, Isaksson O, Jansson J, Svensson J. 2009: The role of liver-derived insulin-like growth factor-I.

Endocr Rev, 30(5):494–535.

Palm, M., 2012: Oxidative Stress, Angiogenesis and Inflammation in Normal Pregnancy and Postpartum.Dissertations Review25-16.

Peter K, Gherardo M, Marc L, Andrea G, Philippe C. 2014: Growth Hormone, Insulin-Like Growth Factor-1, and the Kidney. Pathophysiological and Clinical Implications Endocrine Reviews, 234–281.

Pavlov, Hatzi, Bassaglia, Frendo, Brion, Badet. 2006: Angiogenin Distribution in Human Term Placenta, and Expression by Cultured Trophoblastic Cells.

Angiogenesis6, 317–330.

Puche J, Castilla I. 2012: Human conditions of insulin-like growth factor 1 (IGF-1) deficiency.Journal of Translational Medicine,10:224.

Robyn J, Everad L, Nicholas L, Seth M, Ghazaleh R, Jared S, Bin Y, Munir B, Vincent C, Terrence D, Erik J, Duncan J, Darryl R. 2015: Paracrine Enginneering of human Cardiac Stem Cell with Insulin-like Growth Factor 1 Enhances Myocardial Repair. J Am Heart Assoc,4:002104.

Susan B, Linda P. 2009: Insulin/IGF-like signalling, the central nervous system and aging.Biochemical Journal,21-02.

Silva JR, Figueiredo JR, van den Hurk R. 2009: Involvement of growth hormone (GH) and insulin-like growth factor (IGF) system in ovarian folliculogenesis.Theriogenology, 71(8):1193–1208.

Simona C, Giampiero L, Melania L, Tiziana C, Felicia F, Rita A. 2013: Umbilical

cord revisited: from Wharton’s jelly myofibroblasts to mesenchymal stem

cells.Histology Histopathology,28: 1235-1244.

Sobolewski K, Malkowski A, Bankowski E, Jaworski S, 2005:Wharton’s Jelly as

a Reservoir of Peptide Growth Factors.Placenta, 26:747-752.

Takeshi N, Jose M.G.V, Joaquin P, Felix L,Sylvie D,Hideaki S,Ana M.F,Angel N, Gema G, Ulises G.P. Ignacio T.A. 2010: Neuronal Activity Drives

Localized Blood-Brain-Barrier Transport of Serum Insulin-like Growth Factor-I into the CNS.Journal of neuron, 08-007.

Terry J. 2010: Insulin-Like Growth Factor-I Regulation og Immune Function: A Potential Therapeutic Target in Autoimmune Disease. Pharmacology rev, 62:199-236.

Varsha P.B, Chinmayi P, Hanudatta S.A. 2014: Insulin-Like Growth Factor System in Cancer: Novel Targeted Therapies. BioMed Research International Volume, 538-019.

Vittorio L, Vittorio E. 2014: Effect of GH/IGF-1 on Bone Metabolism and Osteoporosis.Journal of Endocrinology, 235060: 25

Youngman O. 2012: The insulin-like growth factor system in chronic kidney disease: Pathophysiology and therapeutic opportunities. The Korean Society of Nephrology published by Elsevier,234-5.

LAMPIRAN 1

UJI NORMALITAS IGF-1

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

IGF-1 .153 32 .056 .897 32 .005

a. Lilliefors Significance Correction

NPar Tests

Group Statistics Kode.S

ampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

IGF-1 P 16 652.5156 170.33926 42.58481

WJ 16 726.5781 127.03302 31.75826

Mann-Whitney Test

Ranks

Kode.Sampel N Mean Rank Sum of Ranks

IGF-1 P 16 13.00 208.00 WJ 16 20.00 320.00 Total 32 Test Statisticsb IGF-1 Mann-Whitney U 72.000 Wilcoxon W 208.000 Z -2.111

Asymp. Sig. (2-tailed) .035 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .035a a. Not corrected for ties.

LAMPIRAN 2 HASIL Kode.Sampel IGF-1 1 P 507.75 2 P 951.50 3 P 651.50 4 P 531.50 5 P 947.75 6 P 506.50 7 P 882.75 8 P 646.50 9 P 910.25 10 P 520.25 11 P 496.50 12 P 511.50 13 P 594.00 14 P 610.25 15 P 529.00 16 P 642.75 17 WJ 756.50 18 WJ 667.75 19 WJ 626.50 20 WJ 924.00 21 WJ 581.50 22 WJ 967.75 23 WJ 659.00 24 WJ 704.00 25 WJ 535.25 26 WJ 914.00 27 WJ 659.00 28 WJ 692.75 29 WJ 842.75 30 WJ 635.25 31 WJ 780.25 32 WJ 679.00 Total N 32 32

Dokumen terkait