• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Hubungan antara TSS dan Konsentrasi Klorofil-a

TSS terdiri dari komponen organik (khususnya fitoplankton) dan anorganik (sedimen), maka perlu kajian untuk melihat ada tidaknya hubungan antara TSS dan klorofil-a, terutama pada saat terjadinya marak alga (meledaknya populasi fitoplankton), dimana diasumsikan bahwa pada saat itu, komponen organik dari TSS lebih mendominasi dari pada komponen anorganik. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah memetakan konsentrasi klorofil-a. Peta sebaran konsentrasi klorofil-a dibuat dengan menggunakan algoritma Persamaan 2 yang dikembangkan oleh Wouthuyzen dkk (2006). Setelah peta sebaran klorofil-a tersedia maka dapat dilakukan uji F, dengan variabel yang berbeda dari uji-t. Pada uji-F variabel yang diujikan, yaitu konsentrasi TSS dan klorofil-a (Lampiran 2). Hasil yang diharapkan adalah dapat diketahui ada tidaknya hubungan yang nyata antara konsentrasi TSS dengan klorofil-a perairan. Jika F hitung > F tabel, maka terima Ho . Suatu model dikatakan berkorelasi tinggi dan tidak ada biasnya apabila nilai F-hitung empat hingga lima kali lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata α = 0.05 (Drapper dan Smith, 1981; Lathrop dan Lillesand, 1986, in Tarigan, 2008). Hasil uji-F antara konsentrasi TSS dan klorofil-a untuk citra tanggal 22 Maret 2010 ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 8. Hasil Uji-F

Variabel F-hitung F-tabel Keterangan TSS insitu dengan Klorofil-a 13.6311 0.0027 Terima H0

Dari hasil Tabel 9 terbukti bahwa hitung lebih besar empat kali dari F-tabel, sehingga terima H0. Terima H0 memiliki arti terdapat hubungan yang nyata antara nilai tengah konsentrasi TSS dan klorofil-a perairan, dimana konsentrasi klorofil-a mempengaruhi konsentrasi TSS perairan.

Pemetaan konsentrasi klorofil-a dilakukan karena terdapatnya hubungan yang nyata antara TSS dan klorofil-a. Gambar 12 menampilkan peta sebaran

konsentrasi klorofil-a tanggal 22 Maret 2010 dan Gambar 13 menampilkan peta sebaran konsentrasi klorofol-a tanggal 7 April 2010.

Gambar 12. Sebaran konsentrasi klorofil-a pada 22 Maret 2010

Pada tanggal 22 Maret 2010 konsentrasi klorofil-a sangat bervariasi dari dekat daratan hingga ke laut lepas. Konsentrasi klorofil-a di muara sungai berkisar antara 2.5-5 mg/m3. Pada muara sungai Citarum dan muara Gembong nilai konsentrasi klorofil-a cukup tinggi yaitu berkisar 5-10 mg/m3 (berwarna

38

merah). Tingginya konsentrasi klorofil-a di daerah tersebut menandakan cukup banyaknya populasi fitoplankton yang terdapat pada perairan tersebut. Masukan nutrien (zat hara berupa nitrat dan fosfat) yang diangkut sungai ke perairan Teluk Jakarta memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya konsentrasi klorofil-a di Teluk Jklorofil-akklorofil-artklorofil-a. Semklorofil-akin ke klorofil-arklorofil-ah lklorofil-aut nilklorofil-ai konsentrklorofil-asi klorofil-klorofil-a berkurklorofil-ang dengan kisaran 0,1-0,5 mg/m3.

Gambar 13. Sebaran konsentrasi klorofil-a pada 7 April 2010

Konsentrasi klorofil-a pada 7 April 2010 lebih bervariasi dibandingkan pada 22 Maret 2010. Pada distribusi sebaran terlihat konsentrasi klorofil-a di muara sungai tidak banyak perubahan, yaitu berkisar 2.5-5 mg/m3 dan di muara sungai Citarum berkisar 5-10 mg/m3 (berwarna merah). Semakin kearah laut konsentrasi klorofil-a semakin berkurang, namun masih pada kisaran 0,75-2,5 mg/m3. Nilai konsentrasi klorofil-a bulan April lebih tinggi daripada bulan Maret, karena input nutrien yang memicu pertumbuhan fitoplankton yang memicu tingginya

konsentrasi klorofil-a diduga lebih tinggi dari pada bulan Maret 2010.

Berdasarkan peta sebaran konsentrasi klorofil-a (Gambar 12 dan 13), dapat diketahui bahwa marak alga tidak terjadi di perairan Teluk Jakarta pada kedua

bulan (Maret dan April) tersebut, karena tidak terdapatnya konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi (>10 mg/m3) dan menutupi sedikitnya >1/4 luas Teluk Jakarta (Sediadi et al, 2010). Oleh karena itu, dicari citra lain yang memperlihatkan adanya fenomena marak alga, dan diperoleh satu set citra MODIS yang terdiri atas 3 citra yang memperlihatkan perkembangan kejadian marak alga, yaitu saat sebelum kejadiaan marak alge (tanggal 12 September 2010), saat kejadian marak alge (tanggal 14 September 2011) dan saat setelah selesainya kejadian marak alge (18 September 2010), seperti terlihat pada Gambar 14.

Pada tanggal 12 September 2010 konsentrasi klorofil-a sangat bervariasi dari dekat daratan hingga ke laut lepas. Konsentrasi klorofil-a di dekat muara sungai berkisar antara 2.5-7 mg/m3. Pada muara sungai Citarum dan muara gembong nilai konsentrasi klorofil-a cukup tinggi yaitu berkisar 5-7.5 mg/m3 (berwarna merah). Pada muara sungai Ciliwung dan Tanjung Priok nilai konsentrasi klorofil-a lebih tinggi yaitu berkisar 5-10 mg/m3. Konsentrasi TSS pada 12 September 2010 cukup tinggi di semua perairan Teluk Jakarta terlihat dengan dominasi warna oranye (95-97 mg/l). Walaupun sebaran konsentrasi klorofil-a cukup tinggi, namun belum mengindikasikan fenomena kejadian marak alga.

Konsentrasi klorofil-a pada 14 September 2010 terlihat berpusat di Teluk Jakarta dengan konsentrasi melebihi 10 mg/m3 dengan luas area yang cukup luas. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kejadian marak alga. Jika dilihat dari sebaran TSS tidak jauh berbeda dengan sebaran klorofil-a, konsentrasi TSS juga berpusat di Teluk Jakarta dengan kisaran 97 hingga melebihi 100 mg/l.

Terjadinya kejadian marak alga dapat menyebabkan beberapa kerugian, salah satunya adalah terjadinya kematian masal ikan-ikan akibat racun yang

40

ditimbulkan alga tersebut (fitoplankton). Marak alga umumnya disebabkan oleh adanya eutrofikasi dari daratan maupun upwelling dan arus yang mengarah pada perairan Teluk Jakarta (Wiadnyana, 1996). Pada 18 September 2010 konsentrasi klorofil-a mulai merendah nilainya, hal ini juga terlihat pada sebaran konsentrasi TSS. Konsentrasi TSS masih tinggi di perairan tersebut dengan kisaran 95-100 mg/l (warna merah).

Pada 18 September 2010 konsentrasi klorofil-a mulai bervariasi kembali dan berkurang di pusat Teluk Jakarta. Konsentrasi klorofil-a menyebar ke arah laut lepas dengan kisaran 1.5-5 mg/m3. Menyebarnya konsentrasi klorofil-a

diakibatkan oleh arah arus yang keluar menuju utara laut lepas dari arah Teluk Jakarta, hal ini juga terlihat pada sebaran konsentrasi TSS. Konsentrasi TSS masih tinggi di perairan tersebut dengan kisaran 95-100 mg/l (warna merah), namun secara keseluruhan konsentrasi TSS bervariasi. Muara sungai sangat berpengaruh bagi tingginya konsentrasi TSS di wilayah perairan Teluk Jakarta.

Dari tanggal 12, 14 dan 18 September 2010, terlihat arah penyebaran marak alga yang terjadi di Teluk Jakarta. Asal marak alga yang terjadi pada tanggal 14 September dapat terlihat pada sebaran tanggal 12 September. Arus membawa massa air ke arah Teluk Jakarta yang menyebabkan menumpuknya alga disertai terjadinya eutrofikasi di perairan tersebut, sehingga pada 14 September terjadi marak alga yang kemudian menyebabkan kematian massal ikan pada 16

September 2010. Menurut Sediadi et al. (2010) kriteria kejadian marak alga yang dapat menimbulkan kematian organism perairan yaitu jika konsentrasi klorofil-a-a ≥ 10 mg/m3 dan menutupi >1/4 luas Teluk Jakarta.

(a) (b)

Gambar 14. Sebaran konsentrasi klorofil-a (a) dan konsentrasi TSS (b) saat terjadinya perkembangan marak alga pada tanggal 12 (sebelum kejadian), 14 (pada saat kejadian) tanggal dan 18 September 2010 (setelah kejadian).

Untuk melihat komponen mana yang lebih dominan dari material TSS pada saat marak alge, maka digunakan data tanggal 14 septembar 2010 (Gambar 14). Plot hubungan antara konsentrasi TSS perairan dengan konsentrasi klorofil-a disajikan pada Gambar 15.

42

Gambar 15. Hubungan antara TSS dan klorofil-a pada 14 September 2010

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi TSS maka semakin tinggi pula nilai konsentrasi klorofil-a. Konsentrasi TSS tertinggi (>104 mg/l) setara dengan konsentrasi klorofil-a 18 mg/m3. Plot hubungan antara konsentrasi TSS dan klorofil-a dapat ditunjukkan oleh persamaan regresi linear Y = -0.0159 + 0.026X dengan koefisien korelasi 0.60619. Koefisien korelasi tersebut, walaupun tidak terlalu tinggi namun

menunjukkan keeratan antara kedua variabel, sehingga pada saat terjadinya marak alga tanggal 14 September 2010 material TSS didominasi oleh bahan organik (klorofil-a) dibandingkan dengan bahan anorganiknya.

43 5.1 Kesimpulan

Model algoritma empiris pendugaan konsentrasi TSS perairan Teluk Jakarta berhasil dikembangkan menggunakan transformasi radiansi dari kromatisiti kanal merah dengan bentuk persamaan regresi model linear, sedangkan klorofil-a perairan menggunakan model algoritma Wouthuyzen dkk (2006). Tingkat ketepatan pendugaan TSS adalah 80% untuk kisaran kesalahan duga ± 3 mg/l. Hubungan konsentrasi TSS dan klorofil di Teluk Jakarta memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai klorofil diikuti oleh tingginya konsentrasi TSS.

Marak alga tidak terjadi di Teluk Jakarta pada bulan Februari, Maret dan April 2010, akan tetapi, marak alga terjadi pada bulan September 2010 dengan konsentrasi klorofil-a ≥ 10 mg/m3 dan dengan area yang cukup luas. Konsentrasi TSS pada saat terjadi marak alga yaitu >100 mg/l dan menutupi area yang luas Teluk Jakarta. Hasil kajian ini menunjukkan pula bahwa komponen material TSS pada saat kejadian marak alga didominasi oleh komponen organik dibandingkan komponen anorganik.

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya disarankan mengambil data lapang secara berkala dan mewakili setiap kondisi perairan sehingga memiliki keakuratan data yang lebih baik, serta penggunaan citra sebaiknya sesuai pengambilan data lapang. Selain itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk membedakan material TSS organik dan anorganik.

44

Dokumen terkait