• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Lignin dan Jenis Cincin Aromatik Penyusun Lignin Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hubungan Kadar Lignin dan Jenis Cincin Aromatik Penyusun Lignin Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur

strukturalnya. Disebut ”Lignin Guaiasil” yang terdapat di hampir semua kayu

softwood sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari koniferil alkohol

dengan sedikit tambahan proporsi unit p-hidroksiphenil. ”Lignin Guaiasil-Siringil” yang merupakan khas hardwood adalah kopolimer dari koniferil dan sinapil alkohol dengan nisbah bervariasi.

Lignin kayu daun jarum (gimnospermae), kayu daun lebar (angiospermae) dan rerumputan berbeda dalam hal kandungan unit-unit guaiasil (G), siringil (S) dan p-hidroksiphenil (H). Hal ini dapat dibuktikan dengan metode oksidasi nitrobenzene yang menghasilkan jumlah yang berbeda dari aldehida yang dihasilkan (sebagai produk vanilin, siringaldehida, p-hidroksibenzaldehida). Metode kimia lain yang dapat digunakan adalah asidolisis, oksidasi permanganat dan penentuan metoksil (Fengel dan Wegener 1995)

Penentuan komposisi jenis komponen aromatik penyusun lignin dengan menggunakan metode oksidasi nitrobenzene telah dipaparkan oleh Syafii dan Nawawi (2008). Produk utama hasil degradasi oksidasi nitrobenzene alkali adalah

monomer p-hydroxybenzaldehyde (H), p-hydroxybenzoic acid (HA), vanillin (V),

vanillic acid (VA), syringaldehyde (S) dan syringic acid (SA).

Jenis kayu tekan P. merkusii terutama mengandung cincin aromatik vanilin (guaiasil) dan sejumlah kecil p-hidroksiphenil. Hasil ini sesuai dengan Fengel dan Wegener (1995), bahwa kebanyakan lignin gimnospermae adalah jenis lignin guaiasil dengan jumlah kecil p-hidroksiphenil propana.

Tabel 6 Kandungan guaiasil dan p-hidroksiphenil pada lignin P. merkusii Posisi Sampel Klason Lignin (%) ASL (%) G (mmol/gram kayu)1 H (mmol/gram kayu)2 0o 25.47 1.6791 0.5257 0.0095 60o 25.60 1.5763 0.4801 0.0109 120o 29.75 1.4295 0.4977 0.0658 180o 32.44 1.3215 0.5142 0.0843 240o 27.01 1.6248 0.5539 0.0569 300o 25.59 1.7674 0.5222 0.0262

Keterangan: 0o: opposite; 180o: kayu tekan ; 1: Guaiasil; 2: p-hidroksiphenil (Sumber: Syaffi dan Nawawi, 2008)

Kandungan unit guaiasil dan p-hidroksiphenil penyusun lignin kayu Pinus beragam berdasarkan perbedaan posisi sampel kayu. Khususnya untuk p-hidroksiphenil terdapat kecenderungan semakin meningkat dari arah bagian kayu oposit ke arah bagian tekan (Tabel 6). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Fengel dan Wegener (1995) bahwa kayu reaksi kayu daun jarum tidak hanya mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi daripada kayu normal tetapi juga persentase unit p-hidroksiphenil yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa selama pembentukan kayu tekan, proporsi p-hidroksiphenil semakin tinggi.

Kandungan unit guaiasil dalam lignin kayu relatif hampir sama, sehingga kecenderungan peningkatan kadar lignin selama pembentukan kayu tekan pada jenis P. merkusii bukan disebabkan oleh peningkatan unit guaiasil, akan tetapi disebabkan oleh peningkatan proporsi p-hidroksiphenil (Gambar 10). Dengan kata lain, jenis kayu Pinus merespon pengaruh mekanis eksternal dengan membentuk molekul lignin dengan kandungan p-hidroksiphenil lebih banyak. Sebagai akibatnya, sangat logis kayu reaksi tekan memiliki kerapatan dan

kekerasan yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari kandungan yang lebih tinggi dan molekul lignin yang lebih rapat (condensed) karena tingginya kandungan p-hidroksiphenil. Secara struktur kimianya, p-hidroksiphenil memiliki potensi ikatan yang lebih banyak (posisi C-3 dan C-5 pada cincin aromatik) dibanding guaiasil atau siringil.

Gambar 10. Hubungan kandungan lignin klason dan p-hidroksiphenil pada kayu tekan P. merkusii

Unit penyusun lignin berpengaruh terhadap pembentukan lignin terlarut asam. Menurut Matshushita et al. (2004) selama proses penentuan lignin klason, sebagian besar unit guaiasil lignin setelah terhidrolisis akan segera berkondensasi satu sama lain membentuk produk rekondensasi berbobot molekul tinggi dalam bentuk fraksi padatan, sehingga kontribusi unit guaiasil terhadap pembentukan lignin terlarut asam adalah kecil. Oleh sebab itu, jenis kayu daun jarum yang ligninnya terutama disusun oleh unit guaiasil umumnya menghasilkan lignin terlarut asam yang kecil.

Lebih lanjut Yasuda et al. (2001) menjelaskan bahwa secara umum vanilin (guaiasil) tidak memperlihatkan hubungan yang spesifik dengan lignin terlarut asam. Hal ini terjadi karena reaksi vanilin membentuk kondensasi yang tidak larut. Selain itu, vanilin membentuk kondensasi yang sangat stabil dalam asam sulfat 72% dan menghasilkan produk degradasi bobot molekul rendah dalam jumlah yang kecil sehingga menghasilkan nilai lignin terlarut asam yang rendah.

Berdasarkan hal tersebut, maka adanya kecenderungan perubahan lignin terlarut asam pada kayu tekan diduga terkait dengan keberadaan unit

p-hidroksiphenil dalam lignin kayu daun jarum. Seperti sudah dibahas, bahwa terdapat kecenderungan lignin terlarut asam semakin menurun sejalan dengan pembentukan kayu reaksi tekan yang semakin besar. Hal tersebut disertai dengan semakin meningkatnya kandungan unit p-hidroksiphenil penyusun lignin. Kandungan lignin terlarut asam kayu tekan P. merkusii menunjukan hubungan yang erat dengan proporsi p-hidroksiphenil dimana nilai p-hidroksiphenil yang semakin tinggi menyebabkan lignin terlarut asam yang semakin rendah (Gambar 11).

Matsushita et al. (2004) menyebutkan bahwa selama perlakuan dengan asam sulfat, struktur lignin akan berubah. Perubahan ini dapat terjadi karena adanya reaksi kondensasi sebagai akibat dari tingkat reaktifitas yang dimiliki oleh cincin aromatik penyusun lignin. Unit p-hidroksiphenil memiliki tapak reaktif pada posisi C3 dan C5 dari cincin aromatik yang akan membentuk ikatan karbon-karbon pada proses kondensasi selama perlakuan dengan asam sulfat. Dengan semakin tingginya proporsi p-hidroksiphenil akan meningkatkan reaksi kondensasi sehingga lignin menjadi padat dan tingkat kelarutannya dalam asam menjadi rendah yang berdampak pada kandungan lignin terlarut asam yang rendah.

Gambar 11. Hubungan kandungan lignin terlarut asam dan p-hidroksiphenil pada kayu tekan P. merkusii

Untuk jenis G. gnemon, seperti telah disebutkan sebelumnya walaupun jenis ini termasuk ke dalam jenis softwood namun jenis ini mempunyai pori pada jaringan kayunya yang merupakan ciri dari hardwood. Selain itu jenis cincin

aromatik penyusun lignin jenis kayu ini seperti halnya kayu hardwood yaitu siringil dan guaiasil (Tabel 7). Untuk jenis lignin ”guaiasil-siringil” komposisi monomer penyusun lignin biasanya dinyatakan sebagai rasio siringil terhadap guaiasil (rasio S/G atau S/V). Hal ini karena kedua jenis unit penyusun lignin tersebut masing-masing memiliki proporsi yang besar terhadap penyusunan molekul lignin. Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan bahwa rasio siringil/guaiasil (rasio S/G) semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya lignin terlarut asam (Gambar 12).

Tabel 7 Kandungan siringil/guaiasil pada G. gnemon Posisi Sampel Klason Lignin

(%) ASL (%) Rasio S/G (mmol/gram kayu) 0o 25.56 2.5158 1.23 60o 25.77 2.2290 1.21 120o 26.62 1.9296 0.98 180o 27.06 1.9194 0.85 240o 26.93 1.9225 0.96 300o 25.96 2.3044 1.11

Keterangan: 0o: opposite; 180o: kayu tekan; S: siringil; G: Guaiasil (Sumber: Syafii dan Nawawi, 2008)

Hal ini menunjukkan bahwa nilai lignin terlarut asam tidak dipengaruhi oleh kandungan klason lignin secara kuantitatif tetapi lebih ditentukan oleh komposisi kimia penyusun lignin. Nilai lignin terlarut asam yang lebih tinggi dihasilkan dari lignin yang memiliki proporsi siringil/guaiasil yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa selama proses hidrolisis dan reaksi kondensasi dalam asam, adanya unit siringil lignin berkontribusi terhadap pembentukan lignin terlarut asam.

Yasuda et al. (2001), menyatakan bahwa siringil mempunyai reaktifitas yang tinggi selama terjadinya hidrolisis dalam asam sulfat 72%. Pada proses hidrolisis dengan asam sulfat 72%, siringil yang mempunyai sifat kelarutan yang tinggi dalam asam sulfat 72% pecah dalam perlakuan Klason dan pada saat yang bersamaan komponen yang pecah tadi mengalami reaksi kondensasi intermolekul, reaksi kondensasi dengan karbohidrat, degradasi, dan reaksi-reaksi lainnya. Selanjutnya, produk yang terdapat dalam lignin terlarut asam terutama adalah

lignin siringil yang berikatan dengan hemiselulosa (xilan), disamping produk-produk degradasi berbobot molekul rendah. Oleh karena itu nilai lignin terlarut asam tinggi pada lignin dengan kandungan unit siringil yang tinggi.

Gambar 12. Hubungan kandungan lignin terlarut asam dan siringil/guaiasil pada kayu reaksi G. gnemon

Hubungan tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Mahmudi 2008) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi nilai lignin terlarut asam berkorelasi dengan tingginya siringil/guaiasil pada jenis kayu yang berbeda. Disamping itu Obst (1982), Obst dan Ralph (1983) dalam Akiyama et al. (2005) menyebutkan bahwa pada hardwood, nilai lignin terlarut asam yang tinggi terdapat pada jenis yang memiliki kandungan lignin klason yang rendah dan kandungan metoksil yang tinggi. Sementara itu, kandungan metoksil yang tinggi berkorelasi dengan tingginya kandungan unit siringil.

Matsushita et al. (2004) menyebutkan hardwood dengan kandungan metoksil yang tinggi memberikan hasil lignin terlarut asam yang tinggi pula dan siringil mempunyai reakstifitas yang tinggi dibanding guaiasil dalam kondensasi dehidratif. Selain itu siringil juga dipercaya menghasilkan lignin terlarut asam yang tinggi melalui pembentukan ikatan C-glikosida dengan hemiselulosa.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa secara botani jenis G.

gnemon termasuk ke dalam jenis softwood. Namun secara kimia jenis ini termasuk

ke dalam jenis hardwood. Hal ini juga telah ditemukan sebelumnya oleh Nugraheni (2008) bahwa kayu reaksi G. gnemon mempunyai karakter yang unik karena termasuk jenis kayu kelompok gimnospermae sehingga membentuk kayu

tekan namun secara sifat kimia dan dimensi serat kayu, jenis ini seperti kayu tarik yang merupakan ciri dari kayu hardwood kelompok angiospermae.

Hubungan antara kadar lignin dan cincin aromatik menunjukan bahwa kayu membentuk kayu reaksi sebagai respon terhadap pengaruh dari lingkungan terhadap pohon selama pertumbuhan. Pada pembentukan kayu reaksi tekan tidak hanya nilai kandungan lignin yang meningkat tetapi juga terdapat perubahan proporsi cincin aromatik penyusun struktur kimia lignin. Hal ini juga menyebabkan adanya perbedaan reaktifitas kayu yang tentunya berpengaruh dalam pengolahan atau penggunaan kayu berbasis komponen kimianya.

BAB V

Dokumen terkait