• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Diabetes melitus .1 Pengertian .1 Pengertian

2.2.5 Hubungan Diabetes melitus dengan Densitas Radiografi

Diabetes melitus dapat mempengaruhi pembentukan tulang dan dihubungkan dengan obesitas, hiperglikemia serta AGE. Albright dan Reifersten adalah peneliti yang pertama kali tahun 1948 melaporkan adanya hubungan antara kepadatan mineral tulang yang berkurang, dengan risiko fraktur pada subjek DM. Namun demikian, penelitian mengenai hubungan kepadatan mineral tulang (bone mineral

density/BMD) dengan DM pada tulang rahang rahang, masih sangat sedikit bila

dibandingkan penelitian pada tulang lainnya seperti radius, vertebra dan femur (Ay, 2005). Beberapa mekanisme berperan dalam menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang pada penderita DM, seperti : insulinopenia, microangiopathy, dan peningkatan

interleukin (Cultrim, 2007).

Marker atau penanda metabolisme tulang adalah serum osteocalcin, C-

terminal telopeptide colagen tipe 1 (CTX), dan osteoprotegerin (OPG) serta leptin.

merupakan marker pembentukan tulang. Analisis atau pemeriksaan terhadap marker-marker di atas dapat memberikan penjelasan mengenai kehilangan tulang pada pasien Diabetes melitus. Osteocalcin merupakan hasil sekresi osteoblas. Osteocalcin

berperan dalam mengatur metabolisme tubuh dan pembentukan tulang. Selain itu,

osteocalcin juga merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Penurunan jumlah osteocalcin akan mengurangi kepadatan mineral tulang. Penderita Diabetes melitus akan memiliki jumlah osteocalcin yang lebih rendah dibandingkan tidak mengalami DM. Penderita DM akan memiliki konsentrasi CTX yang lebih tinggi.

CTX merupakan marker resorpsi tulang. OPG berperan penting dalam mengatur resorpsi tulang dengan menghambat diferensiasi osteoklas. Leptin merupakan hormon metabolisme yang regulasinya diatur oleh insulin. Pada penderita DM konsentrasi leptin akan berkurang. Walaupun penyebab pasti kehilangan tulang pada penderita Diabetes mellitus belum jelas sampai saat ini, namun beberapa peneliti menyatakan defisiensi insulin dapat meningkatkan resorpsi dan kehilangan tulang (Alexaopoulou, 2006).

Marker-marker tersebut di atas dipengaruhi oleh metabolisme tubuh. Elemen utama mineral seperti kalsium, total glycated hemoglobin/HbA1, fosfat dan magnesium berperan dalam metabolisme tubuh. Adanya stimulus dan gangguan pada mineral tersebut akan merangsang perubahan metabolisme tubuh. Polyuria pada penderita DM dapat membuat hilangnya kalsium, fosfat dan magnesium.

insulin. Magnesium adalah ion penting dalam kehidupan sel. Magnesium merupakan kofaktor beberapa enzim (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008).

Hubungan antara insulin dan magnesium telah diteliti sebelumnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa magnesium berperan sebagai pembawa pesan kedua (second messenger) dalam aktifitas insulin. Insulin juga berperan dalam mengatur akumulasi magnesium intraseluler (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008). Pada kondisi resistensi terhadap insulin, kandungan magnesium intraseluler akan turun. Pada Diabetes melitus, rendahnya kandungan magnesium intraseluler disebabkan oleh peningkatan urin yang dikeluarkan, dan resistensi insulin, dan rendahnya kandungan magnesium intraseluler akan menyebabkan gangguan respons serta aktifitas insulin. Hal inilah yang dijumpai pada penderita Diabetes melitus tipe 2 ( non-insulin-dependent), yaitu insulin tidak berfungsi dengan normal. Fosfat juga berperan dalam metabolisme energi, dan defisiensi fosfat berhubungan dengan perubahan sensitifitas insulin serta toleransi glukosa (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008).

Hubungan antara DM dan osteoporosis merupakan hal yang kompleks. Riwayat DM, lamanya menderita DM dan komplikasi kronis berhubungan dengan peningkatan terjadinya fraktur. Hubungan antara kepadatan mineral tulang dan DM telah diobservasi pada pasien DM tipe 1, di mana dijumpai peningkatan kehilangan mineral tulang yang dihubungkan dengan lamanya menderita, kontrol glikemik yang buruk secara berkepanjangan dan dosis insulin yang tinggi, sedangkan pada pasien DM tipe 2, hubungan di atas tidak dijumpai (Rakie, 2006).

Beberapa mekanisme yang berperan pada DM tipe 1 yang berhubungan dengan osteopenia, meliputi gangguan regulasi vitamin D, hormon paratiroid (PTH) dan metabolisme mineral tulang (Rakie, 2006). Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Paula, 2001).

Peningkatan resorpsi tulang dan menurunnya pembentukan tulang telah terbukti pada penderita DM tipe 1 yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama. Namun sebaliknya, rendahnya pergantian tulang dijumpai pada penderita DM tipe 2, khususnya yang dirawat dengan insulin. Walaupun hormon seks berperan dalam metabolisme skeletal, namun tidak dijumpai adanya hubungan dengan penderita DM (Rakie, 2006).

Seino dan Ishida melaporkan beberapa hal yang berhubungan antara osteopenia dan DM, yakni:

a. Adanya peningkatan kalsium, fosfor dan magnesium pada ekskresi urin disebabkan peningkatan intensitas glikosuria. Nair dkk. menunjukkan bahwa serum kalsium dan PTH pada penderita DM lebih rendah daripada kelompok kontrol.

b. Metabolisme vitamin D berkurang. Frazer dkk melaporkan bahwa level 1,25(OH)2D (dihydroxyvitamin), lebih rendah pada pasien DM.

c. Defisiensi insulin dapat mengurangi aktivitas osteoblast (Seino dan Ishida, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Oz dkk. (2006) pada 52 pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan bahwa pada pasien DM tipe 2 terjadi penurunan pembentukan tulang, bukan resorpsi tulang. Oz dkk. (2006) mencatat penanda biokomia (biochemical markers) metabolisme tulang pada DM seperti serum osteocalcin, BAP dan CTx. Dan ketika Oz dkk. (2006) membandingkan dengan kelompok kontrol, dijumpai perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok. Level serum osteocalcin dan CTx menurun pada pasien DM pria serta level osteocalcin and BAP menurun pada pasien DM wanita.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Takizawa dkk. (2003), kehilangan mineral tulang merupakan salah satu komplikasi kronis DM tipe 2. Ketidakseimbangan kalsium yang disebabkan ekskresi kalsium urin yang meningkat dan penurunan penyerapan kalsium oleh usus dapat terjadi dikarenakan perubahan metabolisme vitamin D dan atau fungsi paratiroid yang menurun. Pada proses metabolisme sel tulang, pembentukan tulang oleh osteoblas ditekan oleh perubahan metabolisme vitamin D, hipoparatiroidisme, hiperglikemia kronis dan aksi insulin yang tidak memadai. Di sisi lain, resorpsi tulang oleh osteoklas sedikit meningkat akibat perubahan tersebut. Sistem fungsional tulang yang tidak seimbang antara osteoblas dan osteoklas pada diabetes mellitus tipe 2 dapat mengakibatkan hilangnya kepadatan tulang (Takizawa et al., 2003)

Beberapa mekanisme yang berperan pada DM tipe 1dan 2 yang berhubungan dengan osteopenia, meliputi gangguan regulasi vitamin D, hormon parathyroid (PTH)

dan metabolisme mineral tulang serta keseimbangan kaslium. Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Dobnig, 2006; Takizawa et al., 2003).

Dokumen terkait