• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TANGGUNG JAWAB PIHAK ASURANSI TERHADAP

A. Hubungan Hukum Perusahaan Asuransi dengan Klaim Asuransi

Perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi melalui bank

(bancassurance) wajib memiliki pedoman operasional bersama yang berkaitan dengan seleksi risiko, pembayaran premi dan klaim, pengajuan klaim pelayanan keluhan dan pengaduan tertanggung.Antara perusahaan asuransi dengan bank haruslah dibuat perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak.Selain itu isi perjanjian kerjasama bancassurance juga harus mencakup langkah-langkah pelaksanaan kewajiban sebagai sales representative dari perusahaan asuransi dalam mengenali dan memilih calon tertanggung.

Pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak-pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum. Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum.Jadi, sebagai subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum mempunyai hak-hak dan kewajiban– kewajiban untuk melakukan tindakan hukum dimana mereka dapat mengadakan persetujuan–persetujuan. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan

seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan sebagai subjek hukumbilamana kepentingannya mengkehendaki.

Menurut KUHD harus ada pada saat dimulainya pertanggungan.Sedangkan untuk asuransi umum, kecuali untuk asuransi pengangkutan insurable interest tersebut harus tetap selama berlangsungnya pertanggungan, yang dimulai dari saat dimulainya pertanggungan sampai berakhirnya pertanggungan atau terjadinya klaim. Klaim dapat diartikan sebagai permintaan peserta maupun ahli warisnya atau pihak lain yang terlibat perjanjian kepada perusahaan asuransi atas terjadinya kerugian sebagaimana yang diperjanjikan. Setiap dokumentasi yang diterima akan dilakukan verifikasi.42

Hubungan antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Dari sisi manajemen risiko, asuransi malah dianggap sebagai salah satu cara yang terbaik untuk menangani suatu risiko. Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan risiko yaitu mengalihkan risiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung).Pengalihan Asuransi atau pertanggungan, di dalamnya selalu mengandung pengertian adanya suatu risiko.Risiko termaksud terjadinya adalah hukum pasti karena masihtergantung pada suatu peristiwa yang hukum pasti pula. Di dalam asuransi adanya suatu pelimpahan tanggung jawab memikul beban risiko tersebut, kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan tanggung jawab.

42

Tunggal, Amin, Wijaya dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Asuransi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 10.

66

risiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial serta ketenangan bagi tertanggung.Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya.

Hubungan hukum dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi dalam ranah hukum yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban serta memiliki konsekuensi hukum. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal mengenai hubung

43

Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan hukum terdiri atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat dan seterusnya.

Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain.

44

Subjek hukum merupakan segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum.Subjek hukum terdiri dari Orang dan Badan Hukum.Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.Objek hukum dapat berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis. Dengan kata lain perusahaan asuransi merupakan subyek hukum dan klaim asuransi merupakan objek dari asuransi.Penanggung April 2015).

mempunyai hubungan hukum dengan klaim asuransi yang merupakan objek hukum.Hubungan hukum antara penanggung dengan klaim asuransi adalah berupa tanggung jawab antara penerima risiko dengan apa yang dialihkan berupa permohonan. Risiko yang dialihkan tersebut adalah klaim.

B. Penyebab Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

Asuransi dalam UU Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerim tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Badan yang menyalurkan risiko disebut tertanggung dan badan yang menerima risiko disebut penanggung. Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebua kondisi yang dilindungi untuk risiko yang ditanggung disebut premi. Ini biasanya ditentukan oleh penanggung untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya

Beberapa orang menganggap asuransi sebagai suatu bent berlaku selama periode kebijakan. Penanggung bertaruh bahwa properti pembeli

68

tidak akan hilang ketika pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan di biaya yang dibayar kepada penanggung melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila (misalnya, 10 banding 1). Karena alasan ini, beberapa kelompok agama termasuk mendukung di mana orang-orangnya dapat saling membantu untuk membangun kembali properti yang hilang, rencana ini dapat bekerja. Kebanyak tidak dapat secara efektif mendukung sistem seperti di atas dan sistem ini tidak akan bekerja untuk risiko besar.45

45

Sharralisa.blogspot.com/2012/04/kasus-penolakan-klaim-asuransi-mobil.html (diakses tanggal 10 Maret 2015).

Untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggung harus benar-benar memberi ganti kerugian harus dipenuhi 3 syarat berikut ini:

1. Harus terjadi peristiwa yang tidak tertentu yang diasuransikan. 2. Pihak tertanggung harus menderita kerugian.

3. Ada hubungan sebab akibat antara peristiwa dengan kerugian.

Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu yang tidak diperjanjikan, maka tentu saja penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti kerugian.Meskipun demikian tidak setiap kerugian dan setiap adanya peristiwa selalu berakhir dengan pemenuhan kewajiban penanggung terhadap tertanggung, melainkan harus dalam suatu rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat.

Penanggung dengan tegas memberikan kriteria dan batasan luasnya proteksi atau jaminan yang diberikannya kepada tertanggung.Kriteria dan batasan tersebut dicantumkan di dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi yang bersangkutan. Sehingga setiap polis tercantum jenis peristiwa apa saja yang menjadi tanggung jawab penanggung. Jadi apabila terjadi kerugian yang disebabkan karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan itulah penanggung akan membayar ganti kerugian.

Biasanya dalam praktek sehari-hari, polis yang dikeluarkan oleh penanggung masih harus ditambah atau diubah untuk memenuhi berbagai kebutuhan antara lain kemungkinan adanya perubahan keadaan, pemindahan tangan nama, dan sebagainya. Setiap perubahan atau penambahan, baik yang bersifat syarat / bersifat pemberitahuan harus dicatat dalam polis yang bersangkutan, agar perubahan ini dapat dianggap sah dan mengikat para pihak.

Penyebab penolakan klaim asuransi dapat dilakukan ketentuan sebagai berikut :46

1. Pada saat terjadi kecelakaan, tertanggung tidak membawa STNK ataupun SIM.

2. Dokumen persyaratan pengajuan klaim yang tidak lengkap. 3. Terjadi pemalsuan pengisian data pribadi.

4. Pada saat dilakukan analisis kronologi kejadian yang mengakibatkan kehilangan kendaraan, ditemukan fakta yang tidak sesuai dengan history dari tertanggung.

46

Sharralisa.blogspot.com/2012/04/kasus-penolakan-klaim-asuransi-mobil.html (diakses tanggal 10 Maret 2015).

70

5. Premi tertanggung belum lunas.

Ketentuan Pasal 263 KUHD, "Apabila barang-barang yang dipertanggungkan, dijual atau berpindah hak miliknya, maka pertanggungan berjalan terus guna keuntungan si pembeli atau si pemilik baru, biarpun pertanggungan itu tidak dioperkan, mengenai segala kerugian yang timbul sesudah barang tersebut mulai menjadi tanggungannya si pembeli atau si pemilik baru tadi; segala sesuatu itu kecuali apabila telah diperjanjikan hal yang sebaliknya antara si penanggung dan tertanggung yang semula.47

Ketentuan Pasal 263 KUHD ini jika dikaitkan dengan masalah tersebut maka adalah suatu kewajaran bila penanggung menolak klaim tersebut karena polis asuransi tersebut atas nama pihak show room mobil. Sedangkan pihak pembeli kendaraan secara mengangsur belum berhak untuk menuntut asuransi tersebut dengan alasan karena mobil itu belum berpindah kepemilikannya atas nama pihak pembeli kendaraan secara mengangsur. Hal ini bisa dimengerti karena dalam membeli mobil secara mengangsur masih harus membayar cicilan mobil tersebut. Kecuali pada saat mobil dicuri, mobil itu telah dilunasi pembayaran kreditnya yang berarti telah menjadi milik, surat-surat dan BPKB telah atas nama

Apabila, pada waktu barang itu dijual atau dipindahkan hak miliknya, si pembeli atau si pemilik baru menolak untuk mengoper tanggungannya, sedangkan si tertanggung yang semula masih tetap berkepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, maka pertanggungan itu sementara tetap akan berjalan guna keuntungannya".

pihak pembeli maka pihak pembeli secara mengangsur berhak untuk menuntut asuransi tersebut.

C. Upaya Hukum Tertanggung jika Perusahaan Asuransi Menolak Klaim Bahaya kecelakaan kendaraan bermotor tersebut sifatnya tidak terduga dan tidak dapat diperhitungkan terlebih dahulu.Karena itu pihak tertanggung mencari usaha yang dapat mengatasi kemungkinan timbul kerugian akibat kecelakaan lalu lintas jalan, yaitu dengan mengadakan perjanjian asuransi.Sesuai dengan diadakannya perjanjian asuransi yaitu mengalihkan risiko kerugian, dengan membayar sejumlah premi. Risiko adalah beban kerugian yang mengancam benda pertanggungan yang diakibat kan karena suatu peristiwa diluar kesalahan.48

Penanggung berkewajiban mengganti kerugian apabila terjadi kerugian yang tidak diharapkan oleh tertanggung akibat kecelakaan lalu lintas jalan, sedangkan kewajiban dari pihak tertanggung adalah membayar premi pada pihak penanggung.Premi merupakan syarat mutlak dalam suatu perjanjian asuransi.Setelah tertanggung membayar premi, maka sejak itu pula risiko kerugian beralih kepada penanggung. Hal ini sesuai dengan UU Perasuransian, yang ketentuannya terdapat pada Pasal 246 KUHD yang dinyatakan bahwa : ”pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada nya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

72

diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen ”. 49

Sengketa di dalam industri asuransi antara tertanggung dengan penanggung, penanggung dengan penanggung ulang (reassuradur) dapat diselesaikan melalui forum sebagai berikut :

Sesuai Pasal 246 KUHD tersebut bahwa penanggung berkewajiban mengganti kerugian terhadap tertanggung apabila tertanggung mengalami risiko yang mengakibatkan kerugian yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen.

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa tertua melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi mengahasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkanmasalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa.

Semua polis asuransi sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 422/KMK.06/2003 diwajibkan mencantumkan klausula penyelesaian sengketa (Disputes Clause).Klausula penyelesaian sengketa pada umumnya dicantumkan dua (2) pilihan forum penyelesaian sengketa yaitu Pengadilan dan Arbitrase.

50 49 Purwosutjip, Op.cit, hlm. 88. 50 Variasuransi.blogspot.com/2012/05/forum-penyelesaian-sengketa-asuransi.html

1. Pengadilan

Pengadilan terdiri dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), Mahkamah Agung.Forum ini yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat umum untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa yang terjadi tidak hanya sengketa bisnis tetapi juga sengketa-sengketa perdata lainnya.

Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, karena upaya hukum tersebut dilakukan atas putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde).Sedangkan untuk upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa dan hanya dapat dilakukan dengan alasan antara lain sebagai berikut :

a. Putusan yang jelas memperlihatkan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang mencolok.

b. Putusan mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau melebihi dari apa yang dituntut.

c. Suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab- sebabnya.

d. Putusan didasarkan atas kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus, atau keterangan saksi atau surat- surat bukti kemudian oleh hakim dinyatakan palsu.

74

e. Adanya novum (bukti baru) yaitu bukti yang benar-benar baru tidak pernah diungkap di dalam persidangan sebelumnya. Sedangkan bukti ini sangat menentukan.

2. Arbitrase

Arbitrase ada 2 (dua) yaitu arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase institusi contohnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (selanjutnya disebut BANI). Arbitrase ad hoc merupakan arbitrase yang sifatnya sementara dan dibentuk oleh para pihak yang bersengketa sedangkan arbitrase institusi memang merupakan badan arbitrase yang mempunyai jasa khusus untuk penyelesaian sengketa yaitu BANI. BANI mempunyai list dari arbiter-arbiter yang dapat ditunjuk oleh siapa saja dan juga mempunyai Peraturan Prosedur Arbitrase (Rules of Arbitral Procedure).

Baik arbitrase ad hoc maupun BANI kedua-duanya mengacu kepada Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak (final and binding), dan agar putusan arbitrase mempunyai kekuatan eksekutorial maka putusan tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah dibacakan harus segera didaftarkan ke Pengadilan Negeri.

3. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) merupakan badan yang dibentuk oleh pelaku asuransi yaitu perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi baik jiwa maupun umum. Sengketa yang diselesaikan melalui BMAI hanyalah sengketa yang mempunyai nilai maksimum Rp. 750 juta untuk asuransi umum

dan Rp. 500 juta untuk asuransi jiwa. Putusan BMAI hanya mengikat kepada Penanggung tidak tertanggung.

Penyelesaian sengketa melalui BMAI diselesaikan melalui dua (2) tahap yaitu tahap mediasi dan tahap ajudikasi. Pada tahap mediasi, Case Manager BMAI akan mengusahakan perdamaian para pihak yang bersengketa. Bilamana tercapai kata sepakat, maka dapat dilakukan perdamaian dan kasus sengketa selesai. Tetapi bilamana pada tahap mediasi tidak tercapai kata sepakat, sengketa akan ditangani oleh Ajudikator atau Penal Ajudikator yang ditunjuk oleh BMAI

4. Mediasi

Mediasi yaitu penyelesaian sengketa dengan cara meminta bantuan lembaga arbitrase atau lembaga altenatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Setelah mediator ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang mereka hubungi, maka dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. Mediator yang ditunjuk ini, harus sudah dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, artinya harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh semua pihak terkait. Kesepakatan tertulis yang sudah ditandatangani tersebut bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Selanjutnya kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat harus sudah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran di Pengadilan Negeri.

76

5. Arbitrase

Arbitrase yaitu penyelesaian sengketa ini dapat ditempuh apabila usaha perdamaian sesuai dengan tahap-tahap tersebut di atas tidak dapat dicapai. Dalam hal ini, harus ada kesepakatan para pihak secara tertulis, bahwa mereka sepakat untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapatnya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc.

Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut Pasal 52 UUPK, salah satu kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK) adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah pihak untuk memilih BPSK sebagai forum penyelesaian sengketa.

Berkaitan hal di atas, Pasal 45 UUPK menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.Namun, ini tidak berarti dalam mengajukan gugatan harus telah disetujui dahulu oleh para pihak.Menurut penjelasan Pasal 45, ini artinya dalam penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa.Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.Jadi, pengajuan gugatannya tidak

harus atas persetujuan para pihak, tetapi para pihak dapat bersepakat untuk memilih perdamaian untuk penyelesaian sengketanya.

Lain halnya dengan penyelesaian sengketa BPSK yang melalui cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase. Menurut Pasal 52 huruf (a) UUPK, BPSK berwenang untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Mengenai mediasi, arbitrase dan konsiliasi ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik IndonesiaNomor 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001tentangPelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“Kepmen Perindag 350/2001”). Menurut pasal 4 ayat (1)Kepmen Perindag 350/Mpp/Kep/12/2001, penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. Jadi, yang perlu persetujuan para pihak adalah apabila penyelesaian sengketa konsumen di BPSK dilakukan dengan cara mediasi/konsiliasi/arbitrase.

Konsumen dapat menggugat pelaku usaha ke BPSK atau ke badan peradilan.Namun, dalam hal sengketa itu bukan kewenangan BPSK, Ketua BPSK dapat menolak permohonan penyelesaian sengketa konsumen Pasal 17Kepmen Perindag 350/2001.Dalam hal telah ada perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen mengenai forum penyelesaian sengketa, maka sudah seharusnya para pihak tunduk pada klausula tersebut.Ini mengacu pada Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihaknya sebagai undang-

78

undang.Oleh karena itu, seharusnya penyelesaian sengketa dilakukan berdasar kesepakatan awal.

Pasal 52 huruf g UUPK memang memberikan kewenangan pada BPSK untuk memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.Akan tetapi, BPSK tidak diberikan kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pelaku usaha tersebut.Meski demikian, BPSK bisa meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen (lihat pasal 52 huruf i UUPK).Jadi, BPSK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa, tetapi BPSK bisa meminta bantuan pada penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha.Penyidik di sini mengacu pada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen Pasal 59 ayat [1] UUPK.

Pelaku usaha tetap tidak memenuhi panggilan BPSK, maka BPSK dapat mengadili sengketa konsumen tanpa kehadiran pelaku usaha. Hal ini mengacu pada Pasal 36Kepmen Perindag 350/2001, yaitu dalam hal pelaku usaha tidak hadir pada hari persidangan I (pertama),majelis hakim BPSK akan memberikan kesempatan terakhir kepada pelaku usaha untuk hadir pada persidangan II (kedua) dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Jika pada persidangan II (kedua) pelaku usaha tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh Majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.Jadi, dalam hal pelaku usaha tidak menghadiri persidangan, maka BPSK dapat mengabulkan gugatan konsumen. Adapun

putusan BPSK sendiri adalah putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap Pasal 54 UUPK jo pasal 42 ayat [1]Kepmen Perindag 350/2001). Final artinya dalam badan penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi penjelasan Pasal 54 ayat [3] UUPK).Putusan BPSK kemudian dapat dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan Pasal 42 ayat [2]Kepmen Perindag 350/2001).51

51

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4cc7facb76176/kompetensi-badan- penyelesaian-sengketa-konsumen

80 BAB IV

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 101/K.PDT.SUS/BPSK/2013 TENTANG PENOLAKAN

KLAIM ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR

Dokumen terkait