• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : PEMBAHASAN

5.2 Hubungan Hygiene Sanitasi Tempat Dan Makanan Dengan

5.2.1 Hubungan Hygiene Sanitasi Tempat dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol sebagai Lalapan Ayam Penyet

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara hygiene sanitasi tempat dengan keberadaan Escherichia coli pada kol sebagai menu lalapan ayam penyet pada penjual ayam penyet di Kecamatan Medan Selayang tahun 2016 dengan p value 0,030 < 0.05 dan Rasio Prevalen 0,259. Sehingga dapat diketahui 27 responden memiliki hygiene sanitasi tempat

79 yang buruk, bahwa olahan makanan yang dihasilkan menunjukan 7 sampel lalapan kol (25,9%) tidak ditemukan keberadaan Escherichia coli dan 20 sampel lalapan kol lainnya (74,1%) ditemukan keberadaan Escherichia coli. Sedangkan 3 responden yang memiliki hygiene personal pedagang baik, bahwa olahan makanan yang dihasilkan menunjukkan semua sampel lalapan kol (100%) tidak ditemukan keberadaan Escherichia coli.

Berdasarkan penelitian bahwa hanya 3 responden (10 %) yang memiliki hygiene sanitasi yang memenuhi syarat. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada pedagang yang memiliki tempat sampah yang kedap air dan tertutup. Umumnya sampah dikumpulkan dalam wadah plastik yang mudah bocor dan diletakkan pada tempat sampah yang tidak kedap air dan terbuka. Hal ini berdasarkan hasil observasi pada penilaian tempat sampah 2 responden (6,7) memiliki nilai 10, 13 responden (43,3%) memiliki nilai 14 dan 15 responden (50%) memiliki nilai 16, tidak ada 1 responden pun yang memiliki nilai 20. Hal tersebut dapat memberi kontribusi pencemaran makanan, karna tempat sampah yang terbuka bisa mengundang serangga atau tikus yang mungkin beresiko mengakibatkan kontaminasi pada makanan, selain itu tempat sampah yang tidak kedap air bisa mencemari tempat disekitarnya. Misalnya sampah yang basah, airnya dapat merembes ke tempat lainnya atau sampah atau sisa-sisa makanan bisa tercecer.

Sebaiknya tempat sampah terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah berkarat dan tertutup, jumlah dan volume tempat sampah harus disesuaikan dengan produksi sampah yang dihasilkan tiap hari, dan harus dibuang dalam

80 waktu 24 jam (Permenkes RI. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran).

Berdasarkan pengamatan selama penelitian ditemukan sebagian besar responden tidak melakukan pencucian peralatan dengan benar. Responden mencuci peralatan dengan mencelupkan ke seember air pencuci yang digunakan berulang kali selama berjualan. Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayat yang dikutip oleh Febria (2009) di dua propinsi yaitu Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta yang ternyata umumnya tempat cuci gelas atau piring yang digunakan hanya satu ember untuk mencuci alat-alat makan yang kotor untuk digunakan seharian.

Beberapa responden lainnya mengeringkan peralatan dengan menggunakan serbet/lap yang berfungsi untuk berbagai keperluan. Misalnya untuk membersihkan sarana penjaja yang kotor, mengeringkan makanan yang basah dan dibuat untuk mengelap tangan. Selain itu, peralatan yang sudah dicuci diletakkan pada tempat yang terbuka. Hal ini sama dengan hasil penelitian oleh Susanna (2003) yang menyatakan penempatan piring dilakukan pada tempat terbuka dan tidak bersih serta penggunaan kain lap pada saat menggeringkan piring atau sendok dan garpu tidak bersih. Hal tersebut dapat memberi kontribusi terhadap kontaminasi kuman pada makanan. Hasil pengamatan juga menunjukkan sebagian besar responden menggunakan peralatan dengan fungsi yang bercampur baur. Menurut Depkes RI (2000) peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi silang (cross contamination).

81

5.2.2 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan dengan Keberadaan

Escherichia Coli pada Kol sebagai Lalapan Ayam Penyet

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara hygiene sanitasi makanan dengan keberadaan Escherichia coli pada kol sebagai menu lalapan ayam penyet pada penjual ayam penyet di Kecamatan Medan Selayang tahun 2016 dengan p value 0,0001 < 0.05 dan nilai Rasio Prevalen 0,064. Sehingga dapat diperoleh informasi 19 responden memiliki hygiene sanitasi makanan yang buruk, bahwa olahan makanan yang dihasilkan menunjukan 1 sampel lalapan kol (5,3%) tidak ditemukan keberadaan Escherichia coli dan 18 sampel lalapan kol lainnya (94,7%) ditemukan keberadaan Escherichia coli. Sedangkan 11 responden yang memiliki hygiene sanitasi makanan baik, bahwa olahan makanan yang dihasilkan menunjukkan 9 sampel lalapan kol (81,8%) tidak ditemukan keberadaan Escherichia coli dan 2 sampel lalapan kol lainnya (18,2%) ditemukan keberadaan Escherichia coli.

Salah satu hygiene sanitasi makanan yang menjadi faktor yang mempengaruhi keberadaan Escherichia coli pada lalapan kol adalah tidak ditutupnya makanan yang dijual sehingga pencemaran atau kontaminasi silang terhadap makanan akan sangat mudah terjadi. Terdapat 25 responden (83,3%) yang tidak menutup makanan yang dijual. Sebagian responden yang menutup makanannya hanya dengan kain, ketika pembeli ramai maka penutup kain tersebut akan lama terbukasehingga menjadi celah kemungkinan kontaminasi baik dari lalat atau debu yang masuk.

82 Makanan harus dilindungi dari sumber kontaminasi lain seperti tanah, serangga, binatang pengerat, dan binatang lain. Makanan tidak boleh diletakkan di atas atau di tempat terbuka. Bangunan harus terlindungi untuk mencegah masuknya hama. Penyimpanan makanan dalam wadah yang tertutup rapat merupakan garis pertahanan kedua yang efektif (Motarjeni, 2003).

Menurut data yang diperoleh dari 30 responden dapat diketahui bahwa peralatan yang dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan sebanyak 6 responden (20%) dan yang hanya kadang-kadang membersihkan peralatan sebelum dan sesudah digunakan sebanyak 24 responden (80%). Hal ini dapat menyebabkan makanan yang diolah menggunakan peralatan yang tidak dibersihkan akan mudah mengalami kontaminasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Hiasinta (2001) yang menyatakan bahwa bahan dan peralatan dapur harus segera dibersihkan untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara maupun penyajian.

Dari hasil penelitian sebanyak 10 responden (33,3%) tidak mencuci bahan mentah dengan air mengalir sebelum diolah dan 11 responden (36,7%) hanya mencuci sesekali atau kadang-kadang dengan air mengalir. Hal ini memperlihatkan bahwa makanan tidak akan tercuci bersih sehingga kemungkinan masih adanya bakteri atau organisme lainnya masih terdapat pada bahan mentah.

Sanitasi sangat penting karena merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Berkaitan dengan proses pengolahan makanan sanitasi merupakan penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah

83 terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh makanan.

Dokumen terkait