• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Keluhan Non

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Keluhan Non Auditory Effect

dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Antara Intensitas Kebisingan dengan Keluhan Non Auditory Effect

Intensitas Kebisingan (dBA)

Keluhan Non Auditory Effect Jumlah sig

Keluhan ringan Keluhan sedang Keluhan berat

N % N % N % N % 100,2 3 7 4 9,3 - - 7 16,2 0,037 99,9 5 11,6 4 9,3 - - 9 21 96,5 5 11,6 2 4,6 - - 7 16,2 104 2 4,7 3 7 1 2,3 6 14 97,2 4 9,3 4 9,3 - - 8 18,6 91,4 5 11,6 1 2,4 - - 6 14 Jumlah 24 55,8 18 41,9 1 2,3 43 100

Sumber : Data Terolah 2015

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa terdapat 6 orang responden (14%) yang terpapar intensitas kebisingan tertinggi yaitu 104 dBA dengan 2 responden (4,7%) mengalami gangguan ringan, 3 reponden (7%) mengalami gangguan sedang, dan 1 responden (2,3%) mengalami gangguan berat. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji

Spearman menunjukkan p<a yaitu 0,037 sehingga H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan keluhan

non auditory effect.

Hasil pengukuran menunjukkan secara keseluruhan melebihi batas paparan kebisingan yaitu >85 dBA yang berkisar pada 91,4 dBA - 104 dBA dengan jumlah keluhan paling banyak mengalami gangguan ringan (55,8%) dan paling sedikit mengalami gangguan berat (2,3%). Intensitas kebisingan tertinggi yaitu 104 dBA dan intensitas kebisingan terendah yaitu 91,4 dBA. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di area turbin dan boiler mendapat paparan bising tinggi. Walaupun intensitas kebisingan di area turbin dan boiler tinggi

dengan jumlah gangguan ringan yang banyak, dampak non auditory yang dirasakan tiap tenaga kerja berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh persepsi dan kepekaan tiap tenaga kerja yang berbeda-beda terhadap dampak non auditory

dari intensitas kebisingan yang diterima. Perbedaan komposisi jumlah dari setiap gangguan yang dirasakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, lama paparan dan masa kerja.

Kondisi tenaga kerja yang setiap hari bekerja di area dengan intensitas kebisingan tinggi memiliki risiko mengalami keluhan seperti gangguan komunikasi, fisiologis dan psikologis. Intensitas kebisingan tinggi bila dibiarkan akan menimbulkan kerugian kepada pekerja baik kerugian kesehatan seperti gangguan indera pendengaran maupun gangguan non auditory yang dapat menurunkan produktifitas kerja bahkan menimbulkan kecelakaan kerja.

Kebisingan pada dasarnya merupakan suara yang sifatnya mengganggu dan keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang yang bersangkutan (unwanted sound) sehingga menimbulkan efek pada sistem auditory maupun non auditory. Dampak negatif non auditory yang paling dirasakan oleh tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja bising adalah terganggunya kenyamanan kerja. Hal ini menimbulkan menurunnya konsentrasi dan perhatian kerja. Dampak non auditory

lainnya dapat berupa dampak kesehatan baik fisik maupun psikis.

Kebisingan dengan intensitas tinggi yang melebihi NAB dengan waktu paparan yang terus-menerus dan lama dapat meningkatkan risiko tenaga kerja mengalami gangguan atau gejala akibat kebisingan berupa keluhan non auditory effect yaitu gangguan komunikasi, gangguan fisiologi, dan psikologi. Suara bising yang melampaui NAB akan mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi

komunikasi yang sedang berlangsung (Suma’mur, 1982). Kebisingan

mengganggu pelaksanaan tugas dan berfikir sukar dilakukan di tempat bising. Kebisingan juga mengganggu perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan

mental menurun (Suma’mur, 2009)

Berdasarkan hasil uji statistik, kebisingan di area Turbin dan Boiler dapat mengakibatkan tenaga kerja mengalami keluhan non auditory effect diantaranya gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan gangguan psikologis. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan non auditory yaitu gangguan komunikasi, gangguan fisiologi dan psikologi (p=0,010). Penelitian Sudirman, et al. (2014) memperoleh hasil penelitian bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja yang melebihi NAB secara signifikan (p=0,015) menimbulkan gangguan non auditory berupa gangguan psikologi, gangguan komunikasi dan gangguan fisiologis. Saptaputra (2011) menunjukkan hasil penelitian yang sama yaitu ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan keluhan subyektif pada karyawan ruang pembangkit listrik unit PLTD Wua-Wua PT PLN Sektor Kendari dengan hasil p-value 0,000

Salah satu penyebab dari timbulnya keluhan yang dialami tenaga kerja diantaranya adalah adanya sebagian pekerja yang tidak menggunakan APT secara disiplin dan teratur. Dalam melakukan pekerjaannya di area kerja bising, terkadang ear plug terlepas dengan sendirinya atau sengaja dilepas karena alasan tertentu seperti saat melakukan komunikasi via HT (Handy-Talky) dan tidak dipasangkan kembali.

Gangguan komunikasi yang terjadi pada pekerja di tempat kerja bising yang terpapar secara berulang diakibatkan oleh masking effect atau bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas dan gangguan kejelasan suara sehingga komunikasi dilakukan dengan cara berteriak, mengulang kalimat maupun mendekatkan jarak komunikasi dan memungkinkan terjadinya gangguan pekerjaan bahkan kesalahan komunikasi karena tidak dapat menerima pesan komunikasi dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Afrianto (2009) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan gangguan komunikasi. Secara psikologis, kebisingan tinggi dapat meningkatkan peluang seseorang mengalami stres kerja yang ditandai dengan perasaan mudah emosi dan kaget, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah lelah, dan gangguan tidur. Teori ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmi (2009) yang menyatakan adanya hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan psikologi (p=0,0005) pada pekerja SPBU di Jakarta.

Kebisingan juga dapat merangsang situasi reseptor vestibular di telinga bagian dalam yang dapat menimbulkan efek fisiologis seperti pusing/vertigo, perasaan mual, sesak napas yang diakibatkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf sehingga organ target seperti kelenjar hormon mengalami perubahan keseimbangan yang selanjutnya menimbulkan perubahan fungsional pada organ target tersebut seperti meningkatkan hiperaktivitas sistem limbik dan SSP (sistem saraf pusat). Kerusakan sel saraf tersebut menyebabkan timbulnya gangguan fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, sesak napas, vertigo maupun kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada organ gerak tubuh. Penelitian Kholik et al. (2012) mengungkapkan bahwa mayoritas responden mengalami gejala akibat kebisingan yaitu vertigo,/sakit kepala, sering mual dan sesak napas.