• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagaimana yang sudah diketahui pada bagian terdahulu, mengenai definisi antara kontrol diri (self control) dan pengertian dari bimbingan konseling Islami. Bahwasanya siswa yang memiliki kontrol diri, akan memiliki perilaku yang lebih baik dibanding pada siswa yang tidak memiliki kontrol diri. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian oleh Budi Yahya Haerudin, mengenai rutinitas Sholat sebagai penguat self

control untuk meningkatkan kualitas kesehatan jiwa.44 Dengan hasil

penelitian menunjukkan bahwasanya semakin baik rutinitas Sholat seseorang, maka semakin kuat kontrol dirinya, sehingga lebih muda membentuk pribadi dengan jiwa yang sehat.

Menurut Hurlock, individu yang matang emosinya dapat dengan bebas merasakan sesuatu tanpa beban.45 Dengan demikian siswa yang aktif adalah siswa yang memiliki kontrol diri maksimum, sebab bagi siswa yang aktif dapat meningkatkan mutu belajar yang lebih baik, peningkatan mutu

44 Budi Yahya Haeruddin, “Rutinitas Shalat Sebagai Penguat Self Control untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan Jiwa,” dalam Jurnal Madani, vol. 1, h. 172-183.

45

belajar tersebut sebab adanya motivasi dengan memberikan layanan terbaik terhadap anak tersebut. Misalnya tingkat kefokusan seseorang dalam penggunaan fasilitas internet di tempat kerjanya (cyberloafing) atau dimana ia beraktivitas. Karena tidak jarangnya pada zaman sekarang (diera revolusi) ini banyaknya tingkat anak-anak usia sekolah bekerja di warnet beralasan karena untuk mendapatkan peningkatan informasi diluar jam sekolah/belajar. Ini juga dapat disebut tingkat keaktifan remaja pada siswa di usia sekolah, oleh karena itu perlunya penanaman serta peningkatan self control dalam diri individu tersebut. Self control mempunyai dampak positif yang secara langsung dapat meminimalkan niat individu untuk melakukan berbagai jenis perilaku terlarang, seperti perilaku cyberloafing. Sebab bagi individu yang mempunyai self control rendah memungkinkan akan lebih besar untuk melakukan cyberloafing. Kemampuan ini berkaitan dengan kecakapan individu dalam kepekaannya untuk membaca situasi diri dan lingkungan sehingga mampu mengontrol serta mengelola situasi dan kondisi yang ada.

Selanjutnya Patermoster dalam Ardilasari dan Firmanto, mengenai hubungan self control dengan aktifitas siswa menyebutkan bahwa, self control sebagai trait stabil yang mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas terlarang dan juga mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki self control rendah adalah individu yang merasa memiliki keperluan lebih kuat terhadap perilaku terlarang karena akan mendapat reward (hadiah) langsung, serta memiliki conscience (hati nurani) yang kurang berkembang.46

Selain itu, untuk mendapatkan mutu belajar yang kreatif tentunya ada pada siswa yang aktif dan mampu mengendalikan diri dengan sendirinya, hal ini tentunya sudah tertanam melalui nilai-nilai kepribadian individu tersebut sejak dini atau masih kecil yang dipandu oleh wali/orang tua siswa dalam lingkungan keluarganya terlebih dahulu, setelah itu anak

46

N. Ardilasari dan Firmanto, “Hubungan antara Self Control dengan Perilaku Cyberloafing pada Pegawai Negeri sipil,” dalam Ilmiah Psikologi Terapan, vol. 5, h. 10.

dipercayakan kepada guru untuk dikenalkan pada dunia pendidikan.

Selanjutnya, oleh 47Muhammad Sholeh Setyawan, menyatakan dalam

penelitiannya mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam buku Muhammad Al-Fatih Sang Penakhluk karya Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi diantaranya: takwa, I‟tisham, Ikhlas, Syukur, berilmu, Shiddiq, Amanah, Istiqamah, Futuwwah, Mujahadah, Syaja‟ah, Tawadhu‟, Adil, peduli sosial, dan peduli lingkungan. Bahwasanya tugas orang tua dirumah itu adalah untuk mengawasi individu dalam membiasakan akhlak yang telah mereka dapatkan dari sekolah melalui jurnal harian yang harus mereka isi setiap melaksanakan pembiasaan tersebut, sedangkan tugas seorang guru disekolah hanyalah memberikan teladan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media-media yang relevan.

Pendapat lain mengenai Bimbingan dan Konseling Islami yang berkaitan dengan pengendalian diri (self control) dikemukakan oleh Ahmad Mubarok, Bimbingan Konseling dapat menjadikan sebuah perubahan dan kesehatan serta perbaikan juga kebersihan jiwa, serta mental. Menjadikan jiwa yang tenang, jinak, damai atau muthmainnah, bersikap lapang dada atau radhiyah, mendapatkan pencerahan taufiq dan hidayah Allah swt atau mardhiyah. Selain itu, berguna untuk mendapatkan sebuah perubahan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik terhadap diri sendiri, dalam keluarga, tempat kerja, serta lingkungan masyarakat sekitarnya.48

Pembentukan kontrol diri remaja (self control) dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang digunakan pola asuh orang tua terhadapnya, seperti halnya hubungan yang baik dalam berperilaku, serta orang tua yang memiliki ketegasan yang berlebihan dalam mengasuh dan mendidik anak

47

Muhammad Sholeh Setyawan, “Sang Penakhluk,” dalam Muhammad Al-Fatih, et.al.,

Nilai-nilai pendidikan Akhlak dan Relevansinya terhadap Pendidikan Kepemimpinan Pemuda Islam (Mudarrisa: IAIN Salatiga, 2019), h. 24.

48

Achmad Mubarok, Al-Irsyad An-Nafsy: Konseling Agama Teori dan Kasus (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000), h. 5.

dapat menjadikan anak menjadi peribadi yang kaku serta tingkat sosial yang rendah, begitu pula sebaliknya dengan orang tua yang tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap anaknya maka, dapat menjadikan anak memiliki pribadi yang bebas dan susah untuk dikendalikan. Oleh karena itu, dari berbagai konsep penelitian yang ada, dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan bimbingan konseling dapat meningkatkan pengendalian diri terhadap sesorang secara psikikologi. Hal demikian, untuk dapat tercapainya kapada tingkat yang diinginkan dapat dilakukan penanaman sejak dini dalam diri individu. Caranya dengan memberikan pendidikan akhlak sejak anak berada dalam kandungan ibunya, karena perkembangan anak harus dimulai dalam lingkungan keluarga terlebih dahulu. Maka, akan terbiasa hingga ia menjadi seorang remaja, oleh karena anak tersebut dengan sendirinya dapat mengendalikan dirinya disertakan dengan memberikan dukungan dan pantauan dari orang-orang terdekatnya. Hal ini juga dapat dilakukan oleh guru sebagai konselor yang mendidik anak tersebut tentu pada lingkungan dimana tempat ia belajar Ilmu pendidikan.