• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Sekilas Tentang Pesantren Ushuluddin

2. Hubungan Guru-Murid: Jaringan Keilmuan

Secara umum, pembelajaran apapun, mensyaratkan harus ada siapa yang menjadi guru dan siapa yang disebut murid. Demikian juga dalam penelitian ini. Guru Dzukhran adalah subjek, tokoh, guru yang mengajarkan ilmu keislaman secara umum dan sebagai guru tasawuf secara khusus.

Dalam kasus ini, guru Dzukhran jarang atau menahan diri untuk membicarakan siapa-siapa guru yang berjasa dan menghantarkan beliau seperti kondisi sekarang ini. Hal ini dilakukan karena beliau tidak ingin terjebak untuk membedakan para guru yang telah berjasa mengajarkan pengetahuan keislaman. Ini mengingatkan penulis sebuah ungkapan Imam Ali yang berbunyi ٍِ ذ ع ّو

فشح ٘ىٗ يَْيع. Ungkapan ini tentu saja menyiratkan bahwa seorang guru berhak mendapatkan penghargaan dan respek positif dari murid-muridnya. Oleh karena jasa para guru yang berbeda cara mengajarnya dan berbeda macam keilmuannya boleh jadi dipandang sebagai bentuk pembelajaran yang saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa semua guru dianggap sama berjasanya atas keberhasilan seorang murid tidak terkecuali seperti sikap guru Dzukhran ketika menanggapi tentang siapa-siapa guru beliau.

Meskipun begitu, ada beberapa nama yang patut penulis tonjolkan dalam rangka memetakan jaringan guru-murid. Secara umum, karena beliau alumni madarasah aliyah Darussalam Martapura, maka tentu seluruh para guru yang penah mengajar di kelas-kelas belajar beliau adalah guru-guru beliau. Jadi ini adalah jaringan Pesantren Darussalam Martapura. Pesantren Martapura merupakan sebuah pondok pesantren salafi-tradisional yang tertua, terbesar dan

menjadi rujukan pendidikan pesantren se Kalimantan Selatan bahkan Kalimantan secara umum.

Secara personal-individual guru-guru yang perlu mendapat catatan lebih dalam membangun figur seorang guru Dzukhran adalah tuan guru H. Muhammad Zaini Ghani. Yang lebih dikenal dengan guru Sekumpul. Guru Sekumpul merupakan seorang guru kharismatis yang di mana setiap pengajian beliau utamanya ditempat majelis ta‘lim ar-Raudhah Sekumpul, selalu dihadiri oleh ribuan orang yang ingin mendengarkan pengajian yang disampaikan beliau. Pengajian beliau adalah pengajian yang lebih dominan dengan nuansa sufistik. Sejak wafat tuan guru H. Muhammad Zaini Ghani hingga sampai hari ini Kalimantan Selatan belum mempunyai figur yang setara secara sosiologis-agamis-kharismatis. Guru Dzukhran boleh dikatakan terhubung dengan jaringan Sekumpul Martapura.

Guru berikutnya adalah tuan guru Muhammad Noor di Takisung, Pelaihari-Tanah Laut. Tuan guru Muhammad Noor dikenal sebagai guru tarekat Nuqsyabandi. Nama Nuqsyabandi menyiratkan ada modifikasi dari Mursyid (tuan guru H. Muhammad Noor) dari tarekat (aslinya) Naqsyabandiyah. Guru Dzukhran pernah berguru dengan guru asal Takisung ini. Lebih khusus, guru Dzukhran terhubung dengan tarekat Rahbaniyyah-Bathiniyyah., bukan Nuqsyabandi sebagaimana dikenal. Ini menggambarkan (salah satu) jaringan tarekat yang mengitari guru Dzukhran. Observasi dan dokumentasi penulis yang dapatkan menginformasikan bahwa guru Dzukhran mempunyai lebih kurang 40 tarekat.

Dan informasi tentang 40 tarekat tersebut dapat dilihat dari daftar karya-karya ilmiah beliau yang penulis masukkan dalam biografi singkat beliau.

Tidak lupa penulis menyebut tuan guru Abdul Latif sebagai guru yang berjasa kepada guru Dzukhran. Beliau seorang imam masjid al-Karamah Martapura. Konon hubungan guru-murid ini dalam aspek keilmuan fiqh.

Yang tidak kalah menariknya dalam hubungan guru-murid adalah guru Dzukhran mempunyai guru silat/guru kuntaw yang bernama Jarmin. Lebih dikenal dengan sebutan Kai Jarmin. Sangat dipahami mengapa di pesantren Ushuluddin olah kanuragan diajarkan kepada santri-santri. Silat yang diajarkan berbeda dengan silat pada umumnya. Amal lampah dan mewiridkan asma-asma Tuhan turut menyertai olah kanuragan/silat/kuntaw tersebut.

Data-data yang penulis dapatkan terkait para guru yang berjasa dalam mengajar guru Dzukhran dapat dipetakan dalam beberapa keilmuan. Pertama, ilmu tasawuf dalam hal ini berkenaan dengan maqam-maqam hakikat yang berjumlah 42 maqam. Kedua, tarekat. Dalam hal ini penulis temukan catatan/dokumentasi tentang silsilah para guru/mursyid yang memuat beberapa tarekat. Ketiga ilmu fiqh. Keempat, ilmu kanuragan/silat.

Terkait peserta pembelajaran tasawuf guru Dzukhran dari beragam umur, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa yang mereka semua menerima materi yang sama ketika belajar tasawuf falsafi/wujudiah maka dalam dunia pendidikan

mengenal tingkatan umur dalam menerima materi pembelajaran. Mengutip E. Claparede, al-Abrasyi menyebutkan ada 4 tingkatan pertumbuhan anak-anak:

Tabel 4.20 Tingkatan Pertumbuhan Anak-Anak Menurut al-Abrasyi

No Tingkatan Laki-Laki Perempuan

1 anak-anak I 0 sampai 7 thn 0 sampai antara 6-7 thn 2 anak-anak II 7 sampai 12 thn 7 sampai 10 thn

3 sebelum baligh III 12 sampai 15 thn 10 sampai 13 thn 4 baligh IV 15 sampai 16 thn 13 sampai 14 thn

Menurut catatan al-Abrasyi, periode pertama, 0 sampai 7 tahun secara umum adalah pertumbuhan jasmani. Mulai dari gerak, telungkup, merangkak, dan berjalan ini terjadi pada tahun pertama. Tahun ketiga ia mempunyai daya dan kemampuan yang bersifat bendawi/hissi belum dapat membedakan barang bersih dan kotor. Belum dapat membedakan mana kanan dan kiri. Karenanya pendidikan masa ini perlu bantuan yang bersifat contoh-contoh atau gambar-gambar. Kemampuan berfikirnya belum sampai pada taraf menghubungkan antara dua masalah. Kemudian, anak pada tingkatan ini mulai bermain, memegang. Tahun-tahun berikutnya sebelum menginjak 7 Tahun-tahun perkembangan semakin komplek. Mereka sudah sampai mengekspresikan perasaan, kemauan meraka. Pada titik ini nasehat, kisah-kisah yang baik, dan keteladanan dari kedua orangtuanya diperlukan. Periode kedua (7 sampai 12 tahun bagi laki-laki, 7 sampai 10 tahun bagi perempuan) meskipun secara pemikiran mereka sudah mampu berfikir teratur, menganilisis kejadian dan sanggup mengkorelasikan pemikirannya tetapi masih belum dapat dibebani dengan persoalan-persoalan yang bersifat simbolis. Jikapun harus mengajarkan yang bersifat maknawiyah-simbolis harus menggunakan persoalan-persoalan yang dapat dijangkau

kemampuan inderwinya. Periode ketiga (12 sampai 15 tahun bagi laki-laki, 10 sampai 13 tahun bagi perempuan) merupakan masa di mana anak-anak pada usia ini selain pertumbuhan fisiknya secara cepat, kecerdasannya tumbuh sampai batas terjauh, daya imajinasinya berkembang, harapan dan cita-citanya banyak. Mereka mulai mengagumi para tokoh entah agamawan, pahlawan, seniman. Pada titik ini hendaknya seorang anak dibekali dengan bacaan yang menggugah rasanya, memunculkan keingintahuan dan pengetahuannya.262 Merujuk kepada murid-murid guru Dzukhran yang hadir dalam pembelajaran tasawuf, maka jika guru Dzukhran mengajarkan Tauhid maka tingkatan umur tidak masalah. Karena mengajarkan dan menyampaikan Tauhid sudah menjadi keharusan seorang muslim mengajarkannya kepada anak-anaknya hatta mereka baru lahir. Adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri sebenarnya mengajarkan tauhid kepada bayi yang baru lahir. Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan agar orangtua mengajari anak-anaknya dengan kalimat tahlil (la ilaha illalla). Namun ketika menyampaikan konsep tauhid wujudiah atau lebih dikenal dengan tasawuf falsafi/wujudiah, maka usia yang pas saat anak-anak sudah baligh dan itu saat mereka berumur antara 15-16 tahun bagi laki-laki dan 13 sampai 14 tahun bagi perempuan.

Selain jaringan para guru, berikutnya adalah jaringan para murid. Para murid selain santri-santri pesantren Ushuluddin dan santri-santri dari pesantren-pesantren cabang, juga berasal dari masyarakat berbagai golongan. Untuk pesantren-pesantren cabang tersebar di berbagai penjuru daerah Kalimantan

262

Selatan. Dari 18 kabupaten/kota hanya ada 3 kabupaten yang belum ada cabangnya. Bahkan untuk provinsi di Kalimantan, hanya Kalimantan Barat yang belum ada cabangnya. Bahkan terungkap ada cabang di Nusa Tenggara Barat.

Ada beberapa murid yang mengelola lembaga pendidikan di tempat masing-masing di beberapa daerah Kalimantan Selatan. Lembaga pendidikan boleh dikatakan sebagai cabang dari pesantren Ushuluddin Martapura. Akan tetapi lembaga tersebut ada berupa madrasah diniyah, majelis ta‘lim dan PAUD. Di bawah ini beberapa lembaga pendidikan yang bernaung di bawah pesantren Ushuluddin Martapura:

1) Ushuluddin Datu Abulung berada di Sei Andai Banjarmasin. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Fadhli.

2) Ushuluddin di desa Kuranji Landasan Ulin Banjarbaru. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Ali Nafiah.

3) Ushuluddin Abdullah di desa Tungkaran. Guru yang mengajar dan mengelola bernaama Marsudi.

4) Ushuluddin di desa Banyu Irang. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Idham Khalid.

5) Ushuluddin Insan Kamil di Sei Danau Tanah Bumbu. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Rizali Fahmi.

6) Ushuluddin di Kalua. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Ahmad Tabrani.

7) PAUD Ushuluddin di desa Kuranji. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Galih.

8) Babul Jannah di desa Tambang Ulang Pelaihari. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Mulkani.

9) Jafri Gaffar di Barabai . Guru yang mengajar dan mengelola bernama Ahmad Yani.

10) Nurul Huda di desa Kait-Kait Baru. Guru yang mengajar dan mengelola bernama Syamsuddin Noor.

Catatan beberapa cabang di atas menggambarkan jaringan murid guru Dzukhran yang mereka semua membangun link atas kesafahaman akan pengetahuan Islam yang mereka dapat dari guru mereka.

Sementara murid secara umum dari masyarakat yang berbagai golongan tentu saja mereka ada yang berasal dari pedagang, pengusaha, petani, dan guru/ustadz, serta pegawai swasta dan negeri.

Fenomena murid-murid dari berbagai kalangan yang menyambut baik serta mengapresiasi pembelajaran tasawuf guru Dzukhran dapatkah kita katakan bahwa ada kebutuhan yang mendasar dan mendalam yang jauh berada dilubuk hati setiap insan. Sebagaimana Armahedi Mazhar katakan sebagai gejala sosiologis kita dapat melihat kebatinan sebagi sesuatu gerakan keagamaan, gerakan kebatinan sebenarnya dapat dipandang sebagai usaha sekelompok manusia untuk menanggapi kemelut lingkungan masyarakat sekitarnya dengan cara menengok ke dalam dan membenahi diri pribadi tampaknya dianggap tak dapat dilakukan sendiri. Perlu seorang guru yang kompeten. Guru ini harus dipatuhi sepenuhnya tanpa reserve. Ketaatan yang luar biasa pada seorang guru yang umumnya kharismatis ini. Pengelompokan murid-murid di sekitar satu

pusat, yaitu sang guru, ini membuat suatu kelompok masyarakat yang dinamakan paguyuban kebatinan.263 Secara umum, Seyyed Hossein Nasr juga mengatakan sufisme adalah bagaikan organ jantung bagi tubuh Islam yang tidak terlihat dari luar namun ia menyuplai santapan ruhani pada seluruh bagian organismenya. Ia adalah spirit yang menjadi elemen terdalam yang memberikan nafas bagi bentuk lahiriah dari agama, dan yang memungkinkan akses jalan bagi rute penjelajahan dari dunia lahiriah ke pintu taman firdaus ruhani – taman firdaus yang kita simpan dalam hati di sentra eksistensi kita, namun kehadirannya masih, justru seringkali tidak begitu disadari karena kebekuan yang mengeras dari hati sebagaimana digambarkan oleh Islam sebagai dosa kelalaian (al-ghaflah).264

Di samping itu, dalam perspektif tasawuf atau lebih khusus, tarekat, menjadikan hubungan guru-murid lebih kuat secara emosional. Keilmuan yang didapat dari seorang guru yang mempunyai otoritas di bidangnya menjadikan para murid menimba ilmu sang guru lebih merasa yakin dan memuaskan secara psikologis. Apalagi ada paham keberkahan terhadap ilmu yang didapat dari seorang guru yang dianggap mempunyai otoritas.

Dokumen terkait