• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Optimalisasi RTH sebagai Sarana Konservasi Jenis Pohon dan

5.5.3 Hubungan Nilai Konservasi dengan Rosot Karbon

Hasil analisis menunjukkan bahwa di areal RTH, khususnya hutan kota, Kota Bandar Lampung ditemukan 44 spesies pohon dengan nilai R = 6,62, nilai

H = 2,92, dan nilai E = 0,6. Nilai-nilai tersebut lebih rendah dari vegetasi di areal Tahura WAR (vegetasi relatif alami terdekat) yang dengan 45 spesies pohon menghasilkan nilai R = 7,3, nilai H = 3,51, dan nilai E = 0,83. Data tersebut menunjukkan bahwa distribusi jumlah individu spesies pohon di hutan kota Bandar Lampung tidak merata, terdapat dominasi spesies-spesies tertentu. Dengan kata lain, ditinjau dari parameter keanekaragaman hayati, keberadaan komunitas hutan kota Bandar Lampung belum optimal.

Analisis vegetasi hanya dengan parameter keragaman, terutama H dan R, tidak menggambarkan nilai konservasi komunitas atau upaya konservasi yang dilakukan terhadap suatu komunitas. Dapat saja suatu komunitas memiliki nilai H dan R yang tinggi, tetapi spesies penyusun komunitas tersebut tidak termasuk spesies yang perlu mendapat prioritas untuk dikonservasi (bernilai konservasi rendah). Sebaliknya, suatu komunitas dapat saja memiliki nilai H dan R yang rendah tetapi seluruh spesies penyusunnya bernilai konservasi tinggi.

Ditinjau dari aspek penyimpanan karbon, vegetasi rapat hutan kota Bandar Lampung rata-rata dapat menyimpan karbon 173,183 ton C per ha, jalur hijau jalan 103,300 ton C per ha, jalur hijau sungai 160,971 ton C per ha, dan jalur hijau pantai 52,928 ton C per ha. Dibandingkan dengan jumlah rosot karbon di hutan alam tropika yang dapat menyimpan karbon 199 -750 ton C per ha jumlah rosot karbon di hutan kota Bandar Lampung tersebut masih kecil. Jumlah rosot karbon tersebut dapat ditingkatkan, karena pada vegetasi buatan, manusia dapat melakukan penataan ruang tumbuh secara lebih optimal.

Melihat hubungan antara jumlah rosot karbon dengan nilai konservasi spesies penyusun vegetasi hutan rapat Kota Bandar Lampung, Tabel 37 menunjukkan bahwa spesies yang menyimpan jumlah karbon paling banyak

justru spesies yang bernilai konservasi rendah, nilai Ikkomunitas tersebut adalah

0,05. Sebagian besar (94,12%) spesies penyusun komunitas tersebut bernilai konservasi rendah (0,00 s.d 0,25). Dari 10 spesies pertama yang menyimpan karbon terbanyak, semuanya bernilai konservasi rendah. Spesies yang menyimpan karbon tinggi dan bernilai konservasi rendah pada umumnya memiliki nilai INP yang tinggi. Tingginya nilai INP tersebut terutama dipengaruhi oleh KR dan DR, artinya disamping jumlahnya banyak diameternya pun relatif besar. Dari nilai konservasi 0 (nol) dapat dipastikan bahwa spesies tersebut adalah spesies non-endemis. Spesies tersebut umumnya eksotik. Padahal spesies tersebut rata-rata memiliki nilai INP yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa

spesies eksotik tersebut bersifat adaptif sehingga dapat berkembang dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan spesies endemis tertekan. UNEP (1993) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab kelangkaan atau kepunahan

spesies adalah introduksi spesies eksotik (non-native species). Oleh karena itu,

introduksi spesies eksotik perlu dikendalikan atau upaya konservasi spesies endemis perlu ditingkatkan.

Tabel 37 Jumlah rosot karbon dan nilai konservasi masing-masing spesies pohon pada vegetasi rapat

Jenis Spesies KR FR DR INP Jumlah

karbon per pohon

(ton/ha) IK

Fabaceae Delonix regia 1,65 1,54 14,92 18,11 25,089 0

Verbenaceae Tectona grandis 18,56 6,15 12,83 37,54 21,572 0

Gnetaceae Gnetum gnemon 14,64 6,15 9,29 30,08 15,613 0,25

Mimosaceae Albizia procera 2,89 3,08 8,53 14,50 14,346 0,02

Fabaceae Sesbania grandiflora 5,15 1,54 7,77 14,47 13,069 0,25

Mimosaceae Leucaena leucocephala 2,47 3,08 6,95 12,50 11,685 0

Moraceae Arthocarpus integra 5,15 4,62 6,60 16,37 11,094 0

Fabaceae Casia siamea 8,66 4,62 5,56 18,84 9,353 0,25

Mimosaceae Acacia auriculiformis 3,30 3,08 2,78 9,15 4,672 0

Malvaceae Ceiba pentandra 1,03 3,08 2,77 6,88 4,656 0

Anacardiaceae Mangifera indica 1,44 4,62 2,56 8,61 4,297 0,25

Bombacaceae Durio zibenthinus 1,44 3,08 2,53 7,05 4,260 0,25

Meliaceae Lansium domesticum 0,62 1,54 2,32 4,48 3,904 0,25

Bignoniaceae Spathodea campanulata 0,82 1,54 2,07 4,43 3,477 0,75

Moraceae Ficus septica 5,77 4,62 1,70 12,09 2,856 0,03

Meliaceae Swietenia macrophylla 1,03 1,54 1,56 4,13 2,619 0

Lythraceae Lagerstroemia speciosa 2,68 1,54 1,42 5,64 2,387 0,03

Verbenaceae Peronema canescens 0,21 1,54 1,26 3,01 2,124 0,25

Fabaceae Parkia speciosa 0,82 6,15 1,25 8,23 2,104 0,25

Myrtaceae Eugenia aromatica 2,06 6,15 1,18 9,40 1,988 0

Fabaceae Erythrina variegata 4,74 3,08 1,07 8,88 1,791 0,25

Fabaceae Acacia mangium 0,82 3,08 0,82 4,72 1,372 0

Fabaceae Leucaena glauca 0,21 1,54 0,67 2,41 1,125 0

Euphorbiaceae Aleurites moluccana 3,92 3,08 0,61 7,61 1,031 0,25

Euphorbiaceae Jatropha gossyfolia 0,62 1,54 0,39 2,54 0,650 0,25

Lauraceae Persea americana 1,03 4,62 0,35 6,00 0,597 0

Sterculiaceae Pterospermum javanicum 5,77 1,54 0,07 7,38 0,123 0,25

Myrtaceae Psidium guajava 1,24 3,08 0,05 4,37 0,086 0

Myrtaceae Eugenia aquea 0,21 1,54 0,03 1,78 0,054 0,25

Anacardiaceae Anacardium occidentale 0,21 1,54 0,02 1,77 0,038 0,25

Fabaceae Dalbergia latifolia 0,21 1,54 0,02 1,76 0,033 0,25

Annonaceae Annona squamosa 0,21 1,54 0,01 1,76 0,024 0,25

Rutaceae Aegle marmelos 0,21 1,54 0,01 1,76 0,021 0,50

Mimosaceae Paraseriantes falcataria 0,21 1,54 0,01 1,75 0,014 0

Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00 168,125

Keterangan:

KR : Kerapatan Relatif INP : Indeks Nilai Penting

FR : Frekuensi Relatif IK : Indeks Konservasi Spesies

Dari uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa peran RTH kota Bandar Lampung sebagai rosot karbon (menyimpan karbon sebanyak- banyaknya) belum sejalan dengan peran konservasi jenis pohon (melindungi spesies bernilai konservasi tinggi dari kepunahan). Agar tujuan tersebut sejalan maka spesies penyusun komunitas tersebut perlu diganti dengan spesies bernilai konservasi tinggi.

Konservasi, yang dalam hal ini didefinisikan sebagai upaya untuk mencegah punahnya suatu spesies pohon, merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Upaya konservasi dapat dilakukan antara lain melalui konservasi

ek-situ, yaitu dengan menanam dan atau memelihara pepohonan sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak. Hasil perkembangbiakan pohon tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber benih atau bibit untuk pengembangan yang lebih luas.

Masyarakat umumnya akan menanam spesies pohon yang sesuai dengan kepentingannya sendiri. Untuk kepentingan budidaya pohon komersil, pertimbangan utama yang dijadikan sebagai dasar dalam pemilihan jenis pohon adalah permintaan pasar tinggi dengan harga yang juga tinggi. Spesies yang dipilih untuk peneduh adalah spesies yang dapat memberikan naungan dari paparan sinar matahari. Untuk penghias, masyarakat umumnya akan memilih spesies yang unik, langka (dalam pengertian tidak atau jarang ditemui di daerah sekitarnya), dan biasanya akan bangga jika spesies tersebut berasal dari luar

negeri (exotic). Dalam pemilihan spesies yang akan ditanam, masyarakat

umumnya tidak mempertimbangkan nilai atau kepentingan konservasi. Bahkan bertentangan dengan prinsip konservasi dengan mengeliminasi spesies (yang dalam pandangannya) tidak memberikan kepuasan/keuntungan secara langsung. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam konservasi, dalam hal ini upaya pencegahan spesies pohon dari kepunahan masih sangat diperlukan dan harus ditingkatkan. Sampai saat ini, peran pemerintah dalam konservasi ek-situ masih sangat terbatas, yaitu dengan membangun kebun raya (Bogor, Cibodas, Purwodadi, dan Bali), arboretum (Bogor, Jasinga, Carita), plot permanen, sumber benih, dan penyimpanan biji (Subiakto 2005).

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tingkat kepentingan peran RTH Kota Bandar Lampung dalam studi ini direpresentasikan dengan indeks

konservasi (Ik) komunitas vegetasi penyusun. Berdasarkan hasil perhitungan, Ik

Semua komponen yang digunakan dalam penilaian bernilai rendah (≤ 0,25 dalam selang nilai 0-1). Endemisme bernilai 0,00.

Untuk meningkatkan nilai endemisme hingga mencapai nilai tinggi (0,5- 0,75) perlu dilakukan penambahan 2-13 spesies endemis atau mengganti 2-12

spesies eksotik yang ada sekarang dengan spesies endemis. Peningkatan Ik

juga dapat dilakukan secara simultan dengan mengganti spesies dan atau menambahkan spesies berdasarkan status, sifat, dan atau keliaran. Penambahan atau penggantian secara simultan maksudnya penambahan spesies ke dalam atau penggantian spesies-spesies yang ada di dalam komunitas vegetasi dengan spesies yang bernilai konservasi tinggi, yaitu spesies endemik-dilindungi-Tunggal dan liar.

Penambahan atau penggantian spesies akan lebih baik jika dilakukan dengan menggunakan spesies lokal, yaitu spesies asli Lampung atau spesies dilindungi. Akan tetapi, karena jenis pohon yang dilindungi relatif masih sedikit, pemilihan jenis pohon dapat diutamakan pada spesies yang tumbuh alami dan belum dibudidayakan. Di sekitar Kota Bandar Lampung sendiri (di Tahura WAR) setidaknya ditemukan 40 jenis pohon yang tumbuh secara alami (Tabel 1 pada Lampiran). Dari 40 spesies pohon tersebut, baru 6 (enam) spesies yang terdapat di RTH Kota Bandar Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa spesies lokal Propinsi Lampung sendiri masih banyak yang belum terwakili dalam RTH Kota Bandar Lampung. Salah satu contoh spesies yang menjadi kebanggan Propinsi

Lampung adalah damar mata kucing (Shorea javanica). Melalui spesies yang

dikembangkan oleh masyarakat Krui, Indonesia terkenal di antara para peneliti di dunia. Akan tetapi, spesies ini belum ditemukan dan perlu ditanam dalam RTH Kota Bandar Lampung.

Areal peruntukan RTH Kota Bandar Lampung terdiri atas hutan kota, kawasan konservasi, bukit-bukit, dan jalur hijau (Pemda Kota Bandar Lampung 2003). Apabila areal tersebut dapat dibangun dan dikembangkan menjadi komunitas hutan yang baik, maka hutan tersebut dapat berfungsi sebagai koridor bagi spesies-spesies satwa tertentu, terutama burung. Selain itu, hutan tersebut akan memberikan jasa-jasa lingkungan lainnya, misalnya sebagai penghasil oksigen, rosot karbon, memelihara tata air dan memberikan fungsi sosial kepada masyarakat di sekitarnya.

Dokumen terkait