• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA

C. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga

Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of service.59Berkaitan dengan fungsi tersebut terintegrasi peraturan penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprundentia dengan pengawasan macroprudential sebagaimana diatur Pasal 7 UU OJK yang menetapkan bahwa pengawasan microprudential difokuskan pada kesehatan individu bank dengan melakukan analisis kesehatan neraca bank khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha.

58

Ibid

59

Totok Budisantoso dan Nuritomo, Bank dan Lembaga keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 9.

Tujuan pemgawasan microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan ancaman efek menular kebangkrutan bank terhadap perekonomian. Sedangkan pengawasan perilaku bisnis terkait dengan perilaku bank terhadap nasabahnya lebih difokuskan pada perlindungan konsumen melalui keterbukaan informasi, kejujuran, intergritas dan praktik bisnis yang adil.60

Pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia, peran OJK adalah membantu BI untuk melakukan himbauan moral kepada industri perbankan.61Keterikatan antara kebijakan macroprudential dengan kebijakan microprudential, disadari oleh pembuat undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari pengaturan yang terdapat pada Pasal 39 UU OJK yang menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, OJK berkordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain :62

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank; b. Sistem informasi perbankan yang terpadu;

c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;

d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, antara lain kartu kredit, kartu debet dan internet banking;

e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemicallyimportant bank; dan

f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi 60 Zulkarnain Sitompul,Op.Cit.,hlm 8. 61 Ibid. 62 Ibid, hlm.9 - 10.

Pasal 40 dan Pasal 41 UU OJK disebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, tetapi dalam pemeriksaan tersebut Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhdap tingkat kesehatan bank. Laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut disampaikan kepada OJK, kemudian Otoritas Jasa Keuangan Menginformasikan, kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Apabila bank tersebut mengalami kesulitan likuidasi dan/atau kondisi kesehatan semangkin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.63

Sebagai lembaga yang ditetapkan bertugas sebagai dan berwenang di bidang pengaturan dan pengawasan macroprudential berarti BI adalah sistemik regulator yang bertanggungjawab meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Meskipun disadari bahwa stabilitas sistem keuangan bukan hanya tanggung jawab bank sentral. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, BI bersama-sama dengan Kementrian Keuangan, OJK dan LPS tergabung dalam Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK).64

2. Hubungan OJK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan akan mengoptimalkan perannya dalam melaksanakan pemeriksaan yang relevan dengan kebutuhan. Badan Pemeriksa Keuangan juga akan melakukan komunikasi yang konstruktif dengan pengawas

63

Andrian Sutedi, Op.Cit.,hlm.278.

64

internal BPJS (dewan pengawas dan SPI), pengawas eksternal (Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan), serta instansi terkait lainnya dalam hal ini membangun tata kelola keuangan yang baik, tentunya dengan memperhatikan posisi strategis Badan Pemeriksa Keuangan.65

Akuntabilitas perencanaan dan penggunaan anggaran wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari DPRD. Dalam hal akuntabilitas pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada Presiden dan DPR. Selain laporan kegiatan, OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK.66

3. Hubungan OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin dana nasabah penyimpanan pada industri perbankan dan turut menjaga stabilitas sistem perbankan. Untuk mengefektifkan peran dan fungsi LPS, UU OJK menetapkan pengaturan hubungan antara OJK dengan LPS dengan memberikan kewenangan lebih luas kepada LPS yaitu dengan menetapkan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota FKSSK (Forum Kordinasi Stabilitas Sistem Keuangan).67

Monitoring dan evaluasi terhadap stabilitas sistem keuangan akan menjadi bidang kerja dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Forum ini akan memformulasikan serta mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk 65 Ibid, hlm. 279. 66 Ibid, hlm.279. 67

mencegah serta menyelesaikan krisis/masalah sistem keuangan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, forum ini mengkomunikasikan temuannya kepada institusi lainnya. Terkait dengan Pasal 63 ayat (3), Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) akan mengambil alih kewenangan, tugas dan fungsi Komite Koordinasi sebagaimana termuat di dalam UU LPS.68

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan juga menetapkan bahwa LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank terkait dengan fungsi, tugas dan wewenang LPS sebagai lembaga yang menjamin simpanan masyarakat dan turut menjaga stabilitas sistem perbankan.Lingkup pemeriksaan yang dapat dilakukan LPS meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan bank tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas asset serta kejahatan di sektor perbankan.69 Otoritas Jasa Keuangan wajib memberikan informasi berkala kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai laporan keuangan bank yang telah diaudit, hasil pemeriksaan bank dan kondisi kesehatan keuangan bank yang diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU OJK. Berdasarkan uraian diatas, maka hubungan Koordinasi dan kerja sama OJK, Bank Indonesia dan LPS serta lembaga lainnya dapat di simpulkan sebagai berikut :70

a. Otoritas Jasa keuangan, Bank Indonesia, dan LPS membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

68

Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legislasi Indonesia , Volume 9, Nomor3, Oktober 2012, hlm. 454.

69

Zulkarnail Sitompul,Op.Cit.,hlm. 16.

70Abdul Hanan, “Tugas, Wewenang dan Kedudukan OJK” (Medan : disampaikan pada seminar Hukum dalam rangka meningkatkan pemahaman atas peran dan tujuan Otoritas Jasa Keuangan , 14 November 2013), hlm.3.

b. Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan LPS berbagi seluruh informasi tentang perbankan (tirnely basis) dengan menjaga kerahasian. c. Otoritas Jasa keuangan, Bank Indonesia, dan LPS bekerja samadalam

kegiatan pemeriksaan bank.

d. Otoritas Jasa Keuangan segera menginformasikan ke Bank Indonesia terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan likuidasi atau kondisi memburuk untuk dilakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia (lender of last resort).

e. Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS bekerja sama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan dalam pencegahan serta penanganan krisis.

f. Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi lain, termasuk penegakan hukum dalam rangka penyidikan dan perlindungan konsumen.

g. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja dan berkoordinasi dengan instansi lain nasional maupun internasional berdasarkan asas timbal balik yang seimbang.

4. Posisi OJK dalam ketataNegara an

Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan mendefenisikan OJK sebagai lembaga yang independen bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Secara kelembagaan OJK berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan

pemerintah, meskipun OJK berada di luar pemerintah, namun tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakulan pemerintah karena hahekatnya OJK merupakan Otoritas Jasa keuangan yang mempunyai relasi dan keterkaitan dengan otoritas lain, dalam hal fiskal dan moneter.71

Pernyataan Kementerian Sekretariat Negara (Melalui Surat Kementrian Sekretariat Negara Kepada Dewan Komisioner OJK Nomor B-61/Kemensetneg/D-2/KN.01.00/01/3013 tanggal 21 Januari 2013 yang menyatakan bahwa :

“Meskipun tidak diatur secara khusus bahwa OJK merupakan lembaga Negara , akan tetapi karena menjalankan tugas dan fungsi Negara , dapat dimaknai bahwa OJK merupakan Lembaga Negara ”.

Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsi Negara yang terbagi atas, menjalankan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan norma hukum (law-creating function and law-applying function), melaksanakan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi Negara dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.Sehingga OJK merupakan Lembaga Negara yang bersifat constitutional importance, dalam hal ini indirect constitusional. Dalam hubungannya koordinasi OJK dengan Lembaga Keuangan Laiannya hal yang menjadi penting untuk di perhatikan adalah indenpendensi dan transparansi sehingga tujuan pembentuakan OJK dapat tercapai.72

1. Indenpendensi 71 Ibid. 72 Ibid.

Otoritas pengawas lembaga jasa keuangan membutuhkan indenpendensi, baik dari pemerintahan maupun dari industri yang diawasi, sehingga tujuan OJK untuk memastikan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel dapat tercapai. Pasal 2 UU OJK menetapkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bebas campur tangan pihak lain. Pentingnya independensi bagi otoritas pengawas jasa keuangan karna dual hal. Pertama, hampir semua krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1990an diakibatkan oleh pengaruh politik. Lemah dan tidak efektifnya regulasi seringkali disebabkan campur tangan politik. Kedua, dialihkannya kewenangan pengawasan dari bank sentral. Bank sentral selama ini telah mendapat independensi sehingga dengan dialihkannya pengawasan dari bank sentral isu independensi muncul kembali. Indenpendensi regulasi dimaksudkan sebagai kemampuan dari lembaga pengawas memperoleh suatu tingkatan ekonomi dalam menetapkan peraturan teknis yang mengatur industri yang diawasinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.73

2. Transparansi

Transparansi adalah fitur utama pemerintahan demokratis. Transparansi dapat mengurangi kekuasaan kelompok penekan dan memberikan kesempatan luas kepada publik memantau proses pengambilan keputusan, Transparansi meliput pemberian informasi kepada publik oleh pembuat kebijakan tentang rencana kebijakan yang akan diambil dan implikasi kebijakan tersebut bagi

73

Julkarnain Sitompul, “konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa keuangan,”Jurnal Legislasi Indonesia , Volume 9, Nomor3, Oktober 2012, hlm. 347-148.

masyarakat, kemampuan masyarakat atau pihak yang akan diatur untuk mengajukan tanggapan baik lisan maupun secara tertulis tentang usulan kebijakan, informasi yang diberikan oleh pembuat kebijakan tentang proses penetapan kebijakan dan kebijakan yang diputuskan dapat diakses oleh publik.74

Esensi dari transparansi adalah pada proses pembuatan kebijakan sehingga transparansi dapat meningkatkan rasionalitas keputusan karena transparansi memberikan kesempatan kepada beragam pihak untuk memberi masukan kepada pembuatan kebijakan.75 74 Ibid,hlm. 349. 75 Ibid.

BAB III

KEBERADAAN SUMBER KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT DENGAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI

PENGAWAS LEMBAGA KEUANGAN

A.Bentuk Penerimaan sebagai Sumber Keuangan Otoritas Jasa Keuangan Sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan adalah lembaga jasa keuangan dan/atau orang perorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.76

Sehubungan dengan pengaturan secara konstitusional terhadap anggaran, dalam hal ini adalah APBN Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 19945 menyatakan :77

1. APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan PDP.

3. Apabila DPR tidak menyetujui R-APBN yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu.

Penganggaran APBN, untuk pendanaan operasional OJK dilakukan dengan mekanisme penyusunan APBN secara umum yang berkoordinasi dengan

76

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, penjelasan Pasal 37.

77

Kementerian Keuangan, melalui penyusunan pagu indikatif, pagu anggaran sementara, dan pagu alokasi anggaran untuk selanjutnya memperoleh persetujuan DPR.78 Pagu adalah batas tertinggi atas sesuatu, seperti batas tertinggi pemberian kredit, penetapan bunga deposito dan batas harga nilai tukar mata uang asing; plafon (ceiling; cap).79OJK memerlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur yang menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.80

Selain anggaran yang diperoleh dari APBN, Pasal 37 UU OJK mengatur bahwa OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, dan pungutan tersebut merupakan penerimaan OJK. Dalam penjelasan Pasal 37 tersebut dinyatakan bahwa pembiayaan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan sewajarnya dibiayai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Berkaitan dengan anggaran OJK ditentukan sebagai berikut:81

1. OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan.

2. Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK.

78

Zulkarnain Sitompul, Op.Cit., hlm. 17.

79

http://www.ojk.go.id/pedia (diakses tanggal 15 juni 2015)

80

Ibid ,hlm. 16.

81

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 2 dan Bab III Pasal 3.

4. OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri.

5. Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke kas Negara .Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan pemerintah.

Penetapan besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK.82Penerimaan pungutan biaya tahunan pada tahun berjalan telah cukup untuk memenuhi kebutuhan rencana kerja dan anggaran OJK tahun berikutnya yeng telah disetujui DPR. Maka OJK mengenakan tarif 0% pada sisa tahun berjalan, sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) POJK Nomor 3 Tahun 2014.

Diamati dari ketentuan Pasal 37 UU OJK tersebut, maka OJK dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada kesediaan anggaran yang berasal dari APBN, sehingga dapat mengurangi intervensi terhadap OJK. Karena akuntabilitas diperlukan OJK untuk meletigimasi tindakannya atas dasar kewenangan yang diberikan. Integritas direfleksikan dalam mekanisme yang mensyaratkan karyawan lembaga dalam mencapai tujuan organisasi tanpa menjadi takut terhadap intervensi.83

Aspek keadilan dalam pembiyaan OJK merupakan salah satu aspek filosofis yang dipertimbangkan, dalam arti pembiayaan secara adil harus

82

Ibid.

83

dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK.84

Pengenaan pungutan kepada industri jasa keuangan ini tentunya menjadi hal penting bagi OJK untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai amanah UU. Pengenaan pungutan ini jelas bertujuan untuk mendorong dan memajukan industri jasa keuangan nasional dan bukan untuk sebaliknya.85Praktik pungutan atau iuran dalam sistem hukum sektor jasa keuangan Indonesia juga telah dikenal sebelumnya dengan adanya Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan :

1. Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencabutan Efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang diberikan.

2. Biaya dan Iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek.

Selain itu, pungutan, iuran atau premi juga dikenal di dalam UU LPS khususnya pada bagian ketiga mengenai premi. Oleh karena itu, pungutan, iuran atau premi yang dikenakan kepada para pelaku pasar merupakan praktik yang lazim dalam sistem hukum sektor jasa keuangan di Indonesia. Namun demikian, pembiayaan OJK yang bersumber dari APBN tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri, antara lain pada masa awal pembentukan OJK.86

84

Zulkarnail Sitompul, Op.Cit., hlm. 17.

85

Siaran pers: Aturan Pelaksanaan Pungutan OJK,http://www.ojk.go.id/siaran-pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk (diakses tanggal 16 Mei 2015).

86

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara , yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Pendekatan yang dipergunakan untuk merumuskan defenisi stipulatif keuangan negara adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:87

1. Dari sisi objek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiscal, moneter dan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimna tersebut

di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara .

3. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

87

4. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sdalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negera.

Selanjutnya, Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 1 meluputi :

1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. penerimaan negara ; 4. pengeluaran negara; 5. penerimaan daerah; 6. pengeluaran daerah;

7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka pennyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum.

9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ruang lingkup keuangan negara tersebut di atas dikelompokan ke dalam tiga bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberikan pengklasifikasian terhadap pengelolaan keuangan negara. Yang meliputi bidang pengelolaan pajak , bidang pengelolaan moneter dan bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.88

Pasal 37 ayat (3) UU OJK menyebutkan bahwa pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan adalah penerimaan OJK. Berdasarkan uraian diatas maka pungutan OJK yang berasal dari pungutan sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat (3) UU OJK adalah merupakan kekayaan negara yang dikelola sendiri oleh OJK dan merupakan lingkup dari keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf (g) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan demikian, penerimaan OJK yang berdasar dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan merupakan lingkup dari keuangan negara. Hal ini sejalan dengan Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dari pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.89

Mempertimbangkan bahwa penerimaan OJK melalui pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang tekah diatur dengan UU OJK merupakan lingkup keuangan negara, maka penerimaan OJK melalui pungutan tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan kewajiban pembayaran Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan PNBP. Dengan

88

Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara (Makasar: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm.5.

89

demikian, setiap pembayaran atas pungutan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan dihitung sebagai beban biaya usaha yang dapat mengurangi perhitungan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.90

Pengaturan pungutan OJK sebagai mana diatur dalam UU OJK tersebut, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Oleh OJK. Untuk mendorong struktur regulasi independen, efisien dan efektif, memang perlu pungutan oleh OJK. APBN bagi OJK dapat diamati sebagai sebagai sumber pembiayaan sementara. Dengan itu, terdapat pengelolaan khusus keuangan OJK, sebagaimana dapat diamati dalam UU OJK dan PP No. 11 Tahun 2014. Pungutan itu dipraktekkan juga oleh otoritas pengawas industri jasa keuangan di negara-negara lain dan sudah meruapakan international base practice.91

Pembiayaan kegiatan yang bersumber dari pungutan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan ini di Indonesia bukan merupakan hal baru. Pembaiayaan kegiatan regulator di sektor jasa keuangan oleh industri jasa keuangan dalam bentuk pungutan adalah peraktek yang lazim dibanyak negara. Sebagai contoh, Office of the Comptroller of the Currency (OCC) di Amerika Serikat memungut biaya dari bank secara sementara yang didasarkan pada skala usaha bank sesuai dengan total asetnya. Selain itu terdapat tambahan pungutan

Dokumen terkait