• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Luas Lahan dengan Tingkat Keaktifan Anggota Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

TINJAUAN PUSTAKA

4.5. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Luas Lahan dengan Tingkat Keaktifan Anggota Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Hasil analisis hubungan umur, pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat keaktifan

No Uraian Chi

Square Signifikansi Keterangan

1 Umur – Tingkat kehadiran di lapangan

22,28 0,014

S 2 Umur – Kehadiran mengikuti rapat 13,58 0,193 TS 3 Umur – Ketepatan membayar IPAIR 4,45 0,925 TS 4 Umur – Mengikuti gotong royong 22,80 0,011 S 5 Umur – Melaksanakan program yang

ditetapkan 10,60 0,389 TS

6 Umur – Mengikuti pelatihan 21,46 0,018 S 7 Pendidikan – Tingkat kehadiran di

lapangan 4,58 0,333 TS

8 Pendidikan – Kehadiran mengikuti

rapat 2,59 0,629 TS

9 Pendidikan – Ketepatan membayar

IPAIR 11,04 0,026 S

10 Pendidikan – Mengikuti gotong

royong 4,19 0,381 TS

11 Pendidikan – Melaksanakan program

yang ditetapkan 8,42 0,077 TS

12 Pendidikan – Mengikuti pelatihan 6,10 0,192 TS 13 Luas lahan – Tingkat kehadiran di

lapangan 3,30 0,192 TS

14 Luas lahan – Kehadiran mengikuti

rapat 0,37 0,831 TS

15 Luas lahan – Ketepatan membayar

IPAIR 0,03 0,984 TS

16 Luas lahan – Mengikuti gotong

royong 0,37 0,831 TS

17 Luas lahan – Melaksanakan program

yang ditetapkan 3,29 0,193 TS

18 Luas lahan – Mengikuti pelatihan 0,73 0,694 TS

Sumber: Analisis Data Primer Keterangan: S = Signifikan

TS = Tidak Signifikan

Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa:

hadir di lapangan,

b. Dua orang petani umur <= 40 tahun, 8 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 6 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >=60 tahun, kadang-kadang hadir

di lapangan,

c. Tidak ada petani umur <= 40 tahun, 11 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 11

orang petani berumur 51 – 60 tahun, 1 orang petani umur >= 60 tahun, selalu hadir di

lapangan.

Hasil chi-square menunjukkan, ada hubungan yang positif dan signifikan antara umur

dengan kehadiran di lapangan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifakansi sebesar 0.014

yang lebih kecil dari α0,05.

Petani usia produktif dengan umur 46 – 55 tahun lebih aktif untuk ikut hadir di

lapangan dalam rangka mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di

lapangan seperti bersama-sama memeriksa kondisi saluran (inspeksi rutin) pada saluran

sekunder, membongkar dan mneutup sadap-sadap liar yang sengaja di pasang oleh petani

tambak/kolam serta mengatur pembagian air ke petak-petak tersier yang terkadang

mengalami penyumbatan akibat sedimen.

2. Hubungan umur dengan kehadiran mengikuti rapat terdapat;

a. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 2 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 6 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, tidak pernah

mengikuti rapat,

c. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 10 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 10

orang petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, selalu hadir

mengikuti rapat.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara umur dengan kehadiran

mengikuti rapat atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0.193 yang lebih besar dari α0,05.

Secara umum petani berumur 40-60 tahun aktif dalam mengikuti pertemuan/rapat yang

diadakan, sedangkan petani yang tidak pernah mengikuti rapat disebabkan karena pada

umumnya mereka tidak menyukai acara-acara yang bersifat formal seperti rapat dan diskusi

kelompok. Hal tersebut disebabkan karena petani kurang mampu berdialog dalam bahasa

formal dan menyerahkan keputusan yang berkaitan dengan rencana kerja P3A kepada ketua

dan pengurus P3A dan menyetujui hasil keputusan rapat.

3. Hubungan umur dengan ketepatan membayar IPAIR terdapat;

a. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 4 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 6 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, tidak pernah tepat

membayar IPAIR,

b. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 7 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 6 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, kadang-kadang

membayar IPAIR.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara umur dengan ketepatan

membayar IPAIR atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0.925 yang lebih besar dari α0,05.

Secara umum petani berumur 40-60 tahun selalu tepat membayar IPAIR sedangkan petani

yang tidak pernah atau kadang-kadang membayar IPAIR beralasan kurang mendapat hasil

sesuai dengan yang diharapkan. Bila ada petani yang tidak membayar IPAIR tidak

dikenakan sanksi walaupun pada peraturannya harus dikenakan sanksi hal itu disebabkan

karena di daerah tersebut masih ada rasa persaudaraan yang kuat antara sesama petani.

4. Hubungan umur dengan mengikuti gotong royong terdapat;

a. Tidak ada petani umur <= 40 tahun, 4 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 5 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, tidak pernah

mengikuti gotong royong,

b. Tiga orang petani umur <= 40 tahun, 9 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 7 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, kadang-kadang

mengikuti gotong royong,

c. Tidak ada petani umur <= 40 tahun, 10 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 10

orang petani berumur 51 – 60 tahun, 1 orang petani umur >= 60 tahun selalu mengikuti

yang lebih kecil dari α0,05.

Pada umumnya petani yang telah lanjut usia yang lebih aktif dan lebih bersemangat untuk

mengikuti kegiatan gotong royong yang telah dijadwalkan dibandingkan petani yang

berumur <= 40 tahun. Dalam hal ini diharapkan petani yang telah lanjut usia ini dapat

memotivasi petani yang masih muda untuk aktif di dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan.

5. Hubungan umur dengan melaksanakan program terdapat;

a. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 4 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 4 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, tidak pernah

melaksanakan program,

b. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 10 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 12

orang petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, kadang-kadang

melaksanakan program,

c. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 9 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 6 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, 1 orang petani umur >= 60 tahun, selalu melaksanakan

program.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara umur dengan melaksanakan

program atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.389 yang

yang sebelumnya telah ditetapkan dalam rapat pertemuan dengan alasan adanya pekerjaan

lain.

6. Hubungan umur dengan mengikuti pelatihan terdapat;

a. Tidak ada petani umur <= 40 tahun, 15 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 17

orang petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, tidak pernah

mengikuti pelatihan,

b. Satu orang petani umur <= 40 tahun, 4 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 4 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, 1 orang petani umur >= 60 tahun, kadang-kadang

mengikuti pelatihan,

c. Dua orang petani umur <= 40 tahun, 4 orang petani yang berumur 41–50 tahun, 1 orang

petani berumur 51 – 60 tahun, tidak ada petani umur >= 60 tahun, selalu mengikuti

pelatihan.

Hasil chi-square menunjukkan, ada hubungan yang positif dan signifikan antara umur

dengan mengikuti pelatihan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.018 yang

lebih kecil dari α0,05.

Secara umum petani yang berumur 40-60 tahun tidak pernah mengikuti pelatihan

disebabkan karena petani tersebut tidak diberi kesempatan untuk mengikuti

pelatihan-pelatihan yang di adakan, disamping itu bimbingan teknis maupun pelatihan-pelatihan mengenai

pengairan dan pertanian jarang sekali diadakan baik itu yang diselenggarakan pemerintah

maupun lembaga lainnya.

b. Lima orang petani yang berpendidikan SD, 10 orang petani yang berpendidikan SMP

dan 1 orang petani yang berpendidikan SMA, kadang-kadang hadir di lapangan,

c. Dua belas orang petani yang berpendidikan SD, 8 orang petani yang berpendidikan SMP

dan 3 orang petani yang berpendidikan SMA, selalu hadir di lapangan.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kehadiran di

lapangan atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.333

yang lebih besar dari α0,05.

Secara umum tingkat pendidikan petani yang aktif untuk hadir di lapangan adalah petani

yang berpendidikan SD dan SMP, sedangkan petani yang tidak aktif hadir di lapangan

disebabkan karena kurangnya rasa kebersamaan dalam memeriksa saluran-saluran irigasi.

8. Hubungan pendidikan dengan kehadiran mengikuti rapat terdapat;

a. Lima orang yang berpendidikan SD, 4 orang petani yang berpendidikan SMP, tidak ada

petani yang berpendidikan SMA, tidak pernah mengikuti rapat,

b. Sepuluh orang yang berpendidikan SD, 8 orang petani yang berpendidikan SMP dan 1

orang petani yang berpendidikan SMA, kadang-kadang hadir mengikuti rapat,

c. Delapan orang yang berpendidikan SD, 10 orang petani yang berpendidikan SMP dan 3

orang petani yang berpendidikan SMA yang selalu hadir mengikuti rapat.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan mengikuti

rapat atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.629 yang

karena suasananya formal dan menggunakan bahasa yang formal pula. Petani yang

memiliki SDM yang minim kurang berminat menghadiri rapat, mereka hanya duduk diam,

mendengar dan setuju serta kurang mampu menyampaikan saran/usul dikarenakan tidak

mampu berdialog dalam suasana formal.

9. Hubungan pendidikan dengan ketepatan membayar IPAIR terdapat;

a. Tujuh orang petani yang berpendidikan SD, 4 orang petani yang berpendidikan SMP,

tidak ada petani yang berpendidikan SMA, tidak pernah membayar IPAIR,

b. Sepuluh orang petani yang berpendidikan SD, 4 orang petani yang berpendidikan SMP,

tidak ada petani yang berpendidikan SMA, kadang-kadang membayar IPAIR,

c. Enam orang petani yang berpendidikan SD, 14 orang petani yang berpendidikan SMP

dan 4 orang petani yang berpendidikan SMA yang selalu tepat membayar IPAIR.

Hasil chi-square menunjukkan, ada hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan

dengan ketepatan membayar IPAIR, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0.026 yang lebih kecil dari α0,05.

Secara umum petani dengan pendidikan SMP dan SMA yang tepat membayar IPAIR

karena mereka menyadari bahwa dari hasil IPAIR ini akan dipergunakan salah satunya

adalah untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan sarana irigasi agar jaringan irigasi dapat

tetap dikelola dengan baik.

10. Hubungan pendidikan dengan mengikuti gotong royong terdapat;

a. Empat orang petani yang berpendidikan SD, 4 orang petani yang berpendidikan SMP, 1

c. Sebelas orang petani yang berpendidikan SD, 7 orang petani yang berpendidikan SMP

dan 3 orang petani yang berpendidikan SMA yang selalu mengikuti gotong royong.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan mengikuti

gotong royong atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0.381 yang lebih besar dari α0,05.

Petani dengan pendidikan rendah cenderung aktif dalam mengikuti gotong royong kerana

mereka masih memiliki rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang kuat sedangkan yang

berpendidikan tinggi merasa tidak perlu untuk mengikuti gotong royong.

11. Hubungan pendidikan dengan melaksanakan program yang ditetapkan terdapat;

a. Empat orang petani yang berpendidikan SD, 5 orang petani yang berpendidikan SMP,

tidak ada petani yang berpendidikan SMA, tidak pernah melaksanakan program yang

ditetapkan,

b. Dua belas orang petani yang berpendidikan SD, 11 orang petani yang berpendidikan

SMP, tidak ada petani yang berpendidikan SMA, kadang-kadang melaksanakan

program yang ditetapkan,

c. Tujuh orang petani yang berpendidikan SD, 6 orang petani yang berpendidikan SMP dan

4 orang petani yang berpendidikan SMA yang selalu melaksanakan program yang

ditetapkan.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan

melaksanakan program atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

12. Hubungan pendidikan dengan mengikuti pelatihan terdapat;

a. Tiga belas orang petani yang berpendidikan SD, 16 orang petani yang berpendidikan

SMP, 3 orang petani yang berpendidikan SMA, tidak pernah mengikuti pelatihan,

b. Delapan orang petani yang berpendidikan SD, 2 orang petani yang berpendidikan SMP,

tidak ada petani yang berpendidikan SMA kadang-kadang mengikuti pelatihan,

c. Dua orang yang berpendidikan SD, 4 orang petani yang berpendidikan SMP dan 1

orang petani yang berpendidikan SMA yang selalu mengikuti pelatihan

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan mengikuti

pelatihan atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.192

yang lebih besar dari α0,05.

Secara umum masih banyak petani belum mengikuti pelatihan karena belum adany

kesempatan bagi petnai untuk mengikutinya disampimg jumlah pelatihan yang terbatas

walaupun pada kanyataannya petani sangat berminat untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.

13. Hubungan luas lahan dengan tingkat kehadiran di lapangan terdapat;

a. Delapan orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 2 orang yang memiliki luas

lahan > 5000 m² , tidak pernah hadir di lapangan,

b. Enam belas orang yang memiliki luas lahan <= 5000 m², tidaka ada petani yang

memiliki luas lahan > 5000 m², kadang-kadang hadir di lapangan,

c. Dua puluh datu orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 2 orang yang

yang lebih besar dari α0,05.

Secara umum petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², lebih aktif untuk hadir di

lapangan, karena dengan luas lahannya yang sedemikian luas secara otomatis merekalah

yang mengatur lahanya, agar didapat hasil yang memuaskan.

14. Hubungan luas lahan dengan kehadiran mengikuti rapat terdapat;

a. Delapan orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang memiliki luas

lahan > 5000 m² tidak pernah mengikuti rapat,

b. Delapan belas orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang

memiliki luas lahan > 5000 m², 19 orang yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 2 orang

yang memiliki luas lahan > 5000 m² selalu hadir mengikuti rapat.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara luas lahan dengan mengikuti

rapat atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.831 yang

lebih besar dari α0,05.

15. Hubungan luas lahan dengan ketepatan membayar IPAIR terdapat;

a. Sepuluh orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang memliki luas

lahan > 5000 m², tidak pernah tepat membayar IPAIR,

b. Tiga belas orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang memiliki

luas lahan > 5000 m² kadang-kadang membayar IPAIR,

c. Dua puluh dua orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 2 orang yang

0.984 yang lebih besar dari α0,05.

Dalam hal ini petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m² yang tepat membayar IPAIR

dibanding petani yang memiliki luas lahan > 5000 m². Petani yang tidak tepat membayar

IPAIR beralasan hasil yang diperoleh belum cukup dan hanya membayar sekedar

berpartisipasi, bukan berdasarkan luas lahan yang digarap dan menganggap besaran IPAIR

tidak mengikat dan pada realisasinya pengurus P3A tidak memberikan sanksi pada petani.

16. Hubungan luas lahan dengan mengikuti gotong royong terdapat;

a. Delapan orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang memiliki luas

lahan > 5000 m², tidak pernah mengikuti gotong royong,

b. Delapan belas orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang yang

memiliki luas lahan > 5000 m², kadang-kadang mengikuti gotong royong,

c. Sembilan belas orang yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 2 orang yang memiliki luas

lahan > 5000 m² selalu hadir mengikuti gotong royong.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara luas lahan dengan mengikuti

gotong royong atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0.831 yang lebih besar dari α0,05.

Pada dasarnya luasan lahan tidak berpengaruh terhadap keaktifan petani dalam bergotong

royong, karena keinginan untuk berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong tergantung

pada individu masing-masing petani.

b. Dua puluh dua orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang petani yang

memiliki luas lahan > 5000 m², kadang-kadang melaksanakan program yang

ditetapkan,

c. Empat belas orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 3 orang petani yang

memiliki luas lahan > 5000 m² selalu melaksanakan program yang ditetapkan.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara luas lahan dengan melaksanakan

program yang ditetapkan atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0.193 yang lebih besar dari α0,05.

Dalam hal ini petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m² hanya kadang-kadang

melaksankan program hal tersebut disebabkan karena kurangnya perhatian mereka untuk

melaksanakannya.

18. Hubungan luas lahan dengan mengikuti pelatihan terdapat;

a. Dua puluh sembilan orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 3 orang petani

yang memiliki luas lahan > 5000 m², tidak pernah mengikuti pelatihan,

b. Sembilan orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², 1 orang petani yang

memiliki luas lahan > 5000 m², kadang-kadang mengikuti pelatihan,

c. Tujuh orang petani yang memiliki luas lahan <= 5000 m², tidak ada petani yang

memiliki luas lahan > 5000 m² , selalu mengikuti pelatihan.

Hasil chi-square menunjukkan, tidak ada hubungan antara luas lahan dengan mengikuti

pelatihan atau tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0.694

kenyataannya mereka sangat menginginkan untuk mengikuti pelatihan tentang pertanian

dan pengairan untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengelola lahan

pertanian mereka namun kesempatan untuk itu belum dapat dicapai mengingat keterbatasan

pelatihan yang diselenggarakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga faktor sosial dan ekonomi di atas, umur

merupakan faktor penting. Umur menunjukkan kedewasaan seseorang. Semakin bertambah

umur seseorang, diharapkan orang tersebut akan semakin bijaksana. Dengan demikian,

hubungan umur yang signifikan menunjukkan bahwa agar P3A tersebut dapat lebih aktif

lagi, maka orang-orang tua diharapkan dapat mengajak dan memotivasi orang-orang muda

untuk sama-sama membangun dan mengembangkan lembaga perkumpulan petani pemakai

air (P3A).

Tingkat pendidikan dan luas lahan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat

keaktifan petani. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan petani di daerah penelitian relatif

sama. Dalam berorganisasi, masyarakat juga lebih dipengaruhi oleh faktor budaya daripada

faktor pendidikan ataupun faktor ekonomi seperti luas lahan. Budaya yang kuat mengikat

masyarakat mendorong masyarakat untuk bekerja sama dan saling membantu.

4.6. Peranan Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) terhadap Peningkatan

Pendapatan Petani

Hasil analisis perbedaan pendapatan petani anggota P3A dengan petani bukan anggota

P3A dapat dilihat dari Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani Anggota P3A dengan Petani Bukan Anggota P3A

Pendapatan Petani Anggota P3A (Rp) 33.468.367,7 Pendapatan Petani Bukan Anggota P3A (Rp) 12.525.925,9

thitung 14,071

Sig 0,000

ttabel 1,989

Sumber: Analisis Data Primer

Dari hasil analisis pada Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang nyata antara

pendapatan petani anggota P3A dengan petani bukan anggota P3A. Hal ini dapat dilihat dari nilai

thitung sebesar 14,071 yang lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,989 dan juga dari nilai signifikansi

sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α0,05. Rata-rata pendapatan petani anggota P3A adalah sebesar Rp 33.468.367,7 per hektar per tahun sedangkan pendapatan petani bukan anggota P3A adalah

sebesar Rp 12.525.925,9 per hektar per tahun.

Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah produksi yang dihasilkan. Petani

anggota P3A memperoleh hasil per hektar lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan

anggota P3A. Hasil yang lebih tinggi diperoleh karena petani anggota P3A mempunyai input

produksi yang lebih tinggi, informasi yang lebih banyak serta teknologi yang yang lebih baik

dalam bidang pengairan dan pertanian. Sebagai contoh apabila ada varietas unggul yang baru

atau cara bercocok tanam yang lebih baik maka penyuluh pertanian pasti akan terlebih dahulu

menyampaikan informasi tersebut kepada petani anggota P3A. Begitu juga dalam hal pengaturan

pengairan seperti rencana tata tanam, teknik pembagian air dan sebagainya. Sehingga tanaman

padi mendapatkan pemenuhan kebutuhan air yang cukup sesuai dengan tahap pertumbuhannya

mulai dari pengolahan tanah, pembibitan, menanam, pembungaan, pemasakan dan panen. Seperti

diketahui bahwa untuk peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian terutama

yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi dan produktivitas suatu kegiatan usaha tani.

Ketersediaan air yang cukup sangat ditentukan oleh kondisi sarana dan prasarana irigasi

berupa bendung, saluran primer dan sekunder, serta saluran tersier dan tingkat usaha tani yang

baik. Kerusakan pada bangunan-bangunan tersebut mengakibatkan efisiensi dan efektivitas

sistem irigasi menurun, keadaan ini tentu akan berdampak terhadap penurunan produksi

pertanian yang diharapkan dan berimplikasi negatif bagi kesejahteraan petani.

Dilihat dari perbedaan pendapatan petani anggota P3A dengan pendapatan petani anggota

P3A terdapat perbedaan yang nyata maka seharusnyalah petani yang bukan anggota P3A ikut

bergabung dalam keanggotaan P3A, namun pada kenyataannya mereka tidak berminat untuk ikut

bergabung walaupun dari segi umur secara umum mereka masih dalam usia produktif, dalam hal

tingkat pendidikan mereka juga relatif sama dengan pendidikan petani anggota P3A bahkan ada

petani yang bukan anggota P3A berpendidikan sarjana, dan juga memiliki luas lahan yang relatif

sama dengan luas lahan yang dimiliki petani anggota P3A hal tersebut disebabkan karena

sebagian besar petani bukan anggota P3A mempunyai usaha lain selain usaha pertanian seperti

berdagang sayur dan hasil bumi lainnya di pasar deli tua, berdagang minyak tanah dan bensin

eceran, jasa menyewakan jetor yaitu alat untuk membajak sawah, jasa antar jemput anak sekolah

dengan becak modifikasi dan lain sebagainya. Hal ini menjadi faktor utama yang menyebabkan

Dokumen terkait