• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.2 Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori kurang baik (70,5%), selebihnya dalam kategori baik (29,5%). Penelitian Hidayat (2000) juga memperlihatkan bahwa responden yang tidak teratur berobat adalah mereka yang memiliki pengetahuan kurang baik (50,46%). Pengetahuan responden yang kurang tentang TB Paru dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nazar (2007) bahwa responden yang rajin berobat dan mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden yang memiliki pengetahuan yang baik.

Hasil Uji Chi square didapatkan p= 0,084 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Nilai Ratio Prevalence sebesar 1,629, artinya keluarga yang berpengetahuan kurang belum tentu merupakan faktor risiko untuk tidak patuh dibandingkan dengan keluarga yang berpengetahuan baik. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan diartikan sebagai hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau sakit atau kesehatan, misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan,

serta pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan berencana dan sebagainya.

Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingginya pengetahuan akan meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita TB paru, sebaliknya jika pengetahuan kurang maka kepatuhan pengobatan menjadi rendah. Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda diperoleh bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ivanti (2010) tentang kepatuhan berobat di Balai Pengobatan penyakit paru-paru Medan yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru (p=0,628 > 0,05). Hasil penelitian berbeda diperlihatkan oleh penelitian Zuliana (2009) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pengetahuan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Menurut hasil penelitian Sari (2011) tentang tingkat kepatuhan berobat di Puskesmas Amplas Kota Medan menyatakan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru (ρ=0,012<0,05).

Berdasarkan penjelasan Notoatmodjo tersebut di atas dapat diyakni bahwa dengan mengetahui seluk beluk penyakit termasuk bentuk pengobatannya, maka peluang untuk mencapai kesembuhan juga akan semakin tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Prawiradilaga (2008) bahwa pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan diperoleh dari informasi baik

secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan sebagainya serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu yang diperoleh melalui panca indera, dimana pengetahuan itu merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Dalam hal ini, pengetahuan responden yang merupakan penderita TB Paru adalah pengetahuan mengenai tuberkulosis paru yang diterima secara langsung dari petugas kesehatan sewaktu mendapat pengobatan, maupun melalui media lainnya sebelum dan sewaktu pengobatan, sehingga dapat mengubah perilaku responden untuk teratur berobat.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden untuk menjalani pengobatan TB Paru dengan baik bukan berdasarkan tingkat pengetahuannya, melainkan karena motivasi baik dari dalam diri penderita TB Paru yakni berupa rasa tanggung jawabnya untuk sembuh dan dari luar diri penderita TB Paru berupa dukungan keluarga. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tidak baik atau rendah tentang penyakit TB Paru. Mereka hanya mengetahui penyakit TB Paru adalah penyakit batuk berdarah yang disebabkan oleh kebiasaan merokok, angin malam, terlalu banyak bergadang abu/debu dijalan raya atau semen.

Petugas kesehatan hanya memberikan informasi bagaimana cara menelan obat dan jadwal mengambil obat serta jadwal pemeriksaan dahak saja.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), yang salah satu tindakannya untuk kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Pengetahuan yang dimiliki merupakan hal yang terpenting dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu informasi.

Menurut Suriasumantri (2009), pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya adalh ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia.

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dalam kepercayaan, takhayul dan penerangan- penerangan yang keliru. Sangat tidak penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui kenyataan dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, juga diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan dengan orang tua, kakak adik, tetangga, kawan sekolah dan lain-lain (Soekanto, 2007). Pengetahuan adalah faktor predisposisi karena dapat mempermudah seseorang untuk terjadinya perubahan perilaku dalam mengatasi masalah kesehatannya. Seseorang berperilaku karena adanya alasan dalam bentuk pemikiran dan perasaan yatu pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengideraan melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan.

5.3 Hubungan Sikap Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB

Dokumen terkait