• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pengetahuan tentang Anemia dengan Pola Makan Untuk

Bersaudara

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap remaja putri SMA Bina bersaudara, dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan kurang terhadap pola makan untuk pencegahan anemia sebesar 43 orang remaja putri (84,3%). Hal ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pola makan remaja adalah pengetahuan. Pengetahuan yang kurang menyebabkan remaja memilih makan diluar atau hanya mengkonsumsi kudapan.

Perubahan gaya hidup remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mereka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar rumah dan mencoba makanan baru. Pola makan remaja putri yang perlu dicermati adalah tentang konsumsi makanan yang dimakan sehari-hari, dimana remaja putri hanya mengkonsumsi sayur hanya dua sendok atau 3 sendok makan saja dan remaja putri suka minum teh pada saat makan dan makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi remaja putri adalah pangsit dan mie ayam, dimana makanan jajanan tersebut banyak terdapat di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Dengan kata lain, semakin rendahnya pengetahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pola makan untuk pencegahan anemia ada kemungkinan untuk menderita anemia. Penyebabnya karena banyak remaja yang

tidak suka mengkonsumsi sumber zat besi termasuk sayuran dan buah-buahan serta lebih senang mengkonsumsi makanan siap saji yang umumnya mengandung kalori, kadar lemak dan gula yang tinggi tetapi rendah serat, zat besi, vitamin A, vitamin B12, asam folat dan kalsium.

Hal ini dapat terjadi karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai hal, baik fisik, mental, sosial maupun emosional. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan banyak perubahan termasuk ragam gaya hidup (life style) dan perilaku konsumsi remaja. Remaja yang masih dalam proses mencari identitas diri, sering kali mudah tergiur oleh modernisasi dan teknologi karena adanya pengaruh lingkungan, informasi, dan komunikasi.

Hasil statistik uji chi-square diperoleh bahwa nilai p < 0,001 < α = 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pola makan untuk pencegahan anemia. Remaja putri yang berpengetahuan baik lebih banyak memiliki pola makan yang baik, hal ini disebabkan karena remaja putri yang berpengetahuan baik peduli dengan kesehatannya dan perhatian dengan pola makannya. Dari 43 remaja putri yang berpengetahuan kurang dan memiliki pola makan kurang, seluruh remaja putri (100,0%) tidak tahu bahwa anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal, seluruh remaja putri (100,0%) tidak tahu bahwa kadar Hb normal pada remaja putri adalah >12 g/dl, seluruh remaja putri (100,0%) tidak tahu bahwa vitamin yang membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh adalah vitamin C, dan seluruh remaja putri (100,0%) juga tidak tahu bahwa makanan sumber zat

besi atau makanan penambah darah yang berasal dari nabati adalah tahu dan tempe.

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian besar remaja putri tidak sempat sarapan di rumah dan akan sarapan di sekolah, dengan alasan mereka terburu-buru untuk berangkat sekolah, mereka merasa malas dan memang tidak suka sarapan. Sebagian besar makanan yang biasa dimakan oleh remaja putri pada saat sarapan di rumah yaitu roti dan teh manis, sedangkan makanan yang biasa dimakan pada saat sarapan disekolah yaitu nasi goreng, mie goreng, bakso, mie ayam, humberger, roti bakar dan gorengan. Oleh karena itu, jika dilihat dari makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri pada waktu sarapan mempunyai kualitas sarapan yang belum dapat menenuhi kecukupan zat besi pada remaja putri. Rendahnya intake asupan zat gizi terutama zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia. Menurut Depkes (2011), masalah anemia yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Anemia kekurangan besi terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber besi yang baik dikonsumsi dalam jumlah yang kurang. Sumber protein yang berkualitas tinggi dapat berasal dari sumber hewani yaitu telur, daging, ikan, dan udang, dan sumber nabati yaitu sayur bayam, daun ubi, sawi, kol dan kacang-kacangan, kedelai dan gandum.

Remaja putri SMA Bina bersaudara juga mengatakan mereka suka minum teh manis pada saat makan. Kebiasaan minum teh memiliki pengaruh terhadap

absorpsi besi. Linder (1992) menyatakan bahwa tanin yang terdapat dalam teh dan daun-daun sayuran tertentu dapat menurunkan absorpsi besi. Penyerapan zat besi oleh teh dapat menyebabkan banyaknya besi yang diserap turun hingga 2%, sedangkan penyerapan besi tanpa penghambatan teh sekitar 12%.

Untuk meningkatkan konsumsi Fe diharapkan bagi siswi yang kurang suka mengkonsumsi sayuran dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet tambah darah. Penyebab rendahnya kadar hemoglobin dalam darah salah satunya adalah asupan yang tidak mencukupi. Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Menurut Wirakusumah (1999), secara umum faktor utama yang menyebabkan anemia adalah salah satunya ternganggunya produksi sel darah merah bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi terutama zat-zat penting seperti besi, asam folat, vitamin B12, dan citamin C.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umniyyati (2013) di Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) Al Mukmin Sukoharjo dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pola makan (p=0,031).

Rogers (1974) dalam Safrina (2011) menguraikan bahwa seseorang yang berperilaku baru melalui tahapan-tahapan kesadaran, tertarik, menilai, mencoba, dan mengadopsi perilaku tersebut sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (tindakan) individu atau

masyarakat. Pengetahuan itu sendiri sebahagian besar diperoleh dari pendengaran dan penglihatan (Notoatmodjo, 2003).

Peningkatan pengetahuan kesehatan akan menentukan seseorang untuk berperilaku baik dalam memelihara kesehatan dan mencegah penyakit. Perilaku atau kebiasaan yang didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka kebiasaan tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya jika tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo, 2007).

Oleh karena itu perlu adanya pencegahan dan penanggulangan yang serius untuk menyelesaikan anemia pada remaja putri sehingga prevalensinya dapat menurun dimasa mendatang dan kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat terjamin dimasa mendatang.

Keberhasilan program penanganan dan penanggulangan anemia pada remaja putri akan tercapai apabila ada kerja sama antar lintas sektor, seperti dinas kesehatan/puskesmas, dinas pendidikan, sekolah, dukungan keluarga dan masyarakat. Beberapa cara yang dapat dilakukan seperti mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan melakukan konseling mengenai anemia, pola makan yang baik, cara pencegahan dan pengobatan anemia.

5.2 Hubungan Sikap Tentang Anemia dengan Pola Makan Untuk

Dokumen terkait