• Tidak ada hasil yang ditemukan

X1.1. Pendidikan formal

0,14*

X1.2. Pendidikan non formal

0,05

X1.2. Umur

0,04

X1.3. Jumlah tanggungan keluarga

0,02

X2.1. Kepemimpinan kelompok

0,20**

X2.2. Kedinamisan kelompok

0,21**

X2.3. Intensitas komunikasi antar klp

0,10

X3.1. Dukungan sumber daya fisik

0,07

X3.2. Dukungan sumber daya non fisik

0,15*

X4.1. Dampak kebijakan

0,18**

X4.2. Ketersediaan sumber daya ekonomi

0,07

X4.3. Ketersediaan sumber daya sosial

0,22**

X4.4. Peran media massa

0,21**

X4.5. Dukungan jaringan usaha

0,04

X4.6. Peluang kemitraan

0,13*

X4.7. Pengaruh kultural

0,14*

X5.1. Ketepatan proses

0,28**

X5.2. Tingkat kewenangan

0,42**

X5.3. Dukungan fasilitas

0,16*

* Nyata pada α = 0,05

**Sangat nyata pada α = 0,01

Dalam Tabel 47 dtunjukkan bahwa untuk peubah karakteristik individu (X1), dari beberapa indikator yang ada antara lain: pendidikan formal, pendidikan non formal, umur dan jumlah tanggungan keluarga ternyata hanya indikator pendidikan formal yang memiliki hubungan yang nyata dengan keberdayaan keluarga, sedangkan indikator lainnya tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keberdayaan keluarga miskin. Pada peubah karakteristik kelompok yang terdiri dari indikator : Kepemimpinan kelompok, kedinamisan kelompok, dan intensitas komunikasi antar kelompok menunjukkan bahwa indikator kepemimpinan kelompok dan kedinamisan kelompok memiliki hubungan yang sangat nyata dengan keberdayaan keluarga miskin, sedangkan intensitas komunikasi antar kelompok tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keberdayaan keluarga miskin.

Pada peubah sumber daya keluarga, indikator sumber daya non fisik (sosial) memiliki hubungan yang sangat nyata dengan keberdayaan keluarga miskin dibandingkan dengan indikator sumber daya ekonomi. Untuk peubah lingkungan sosial menunjukkan bahwa indikator dampak negatif kebijakan pemerintah, ketersediaan sumber daya sosial, peran media massa, peluang kemitraan dan pengaruh kultural memiliki hubungan yang sangat nyata dengan keberdayaan keluarga miskin. Sedangkan indikator ketersediaan sumber daya ekonomi, dukungan jaringan usaha tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keberdayaan keluarga miskin di perkotaan. Khusus terkait dengan peubah intervensi pemberdayaan, semua indikator yang ada di dalamnya yang terdiri dari ketepatan proses, tingkat kewenangan, dan dukungan fasilitasi memiliki hubungan nyata dengan keberdayaan keluarga miskin.

Tabel 48. Hubungan Peubah Y1 (Keberdayaan Keluarga) dengan Peubah Y2 (Tingkat Kesejahteraan Keluarga)

Peubah Y1 Hubungan Peubah Y1 dengan Y2

Y1.1. Tingkat adopsi 0,71**

Y1.2. Tingkat pencapaian tujuan 0,17*

Y1.3. Tingkat integrasi 0,15*

Y1.4. Tingkat latensi 0,36**

* Nyata pada α = 0,05

** Sangat Nyata pada α = 0,01

Tabel 48 menunjukkan bahwa semua indikator yang ada pada peubah keberdayaan keluarga memiliki hubungan yang nyata dengan keberdayaan keluarga miskin di perkotaan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai hubungan antara beberapa indikator dari tiap-tiap peubah bebas dengan peubah terikat memudahkan prediksi nilai koefisien pengaruh dari peubah bebas dengan peubah terikat dalam penelitian ini.

Pengaruh Karakteristik Individu, Sumber Daya Keluarga, dan Lingkungan Sosial terhadap Keberdayaan Keluarga

Keberdayaan keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi, selain dipengaruhi oleh karakteristik kelompok dan intervensi pemberdayaan, pada dasarnya dipengaruhi oleh peubah lainnya yaitu karakteristik individu,

sumber daya keluarga dan lingkungan sosial. Hasil analisis koefisien regresi antara karakteristik individu (X1) terhadap Keberdayaan keluarga (Y1) disajikan pada Tabel 49.

Tabel 49. Pengaruh Karakteristik Individu (X1) terhadap Keberdayaan Keluarga (Y1)

Karakteristik Individu (X1) Keberdayaan Keluarga (Y1)

Pendidikan Formal (X1.1) 0,12*

Pendidikan Non Formal (X1.2) 0,02

Usia (X1.2) 0,01

Jumlah Tanggungan Keluarga (X1.4) 0,08

*Nyata pada taraf nyata 5%

Dari Tabel 49 menunjukkan bahwa dari beberapa indikator yang ada pada peubah karakteristik individu mulai dari indikator pendidikan formal, pendidikan non formal, usia, dan jumlah tanggungan keluaga, hanya indikator pendidikan formal yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap keberdayaan keluarga, sedangkan indikator lainnya tidak memiliki pengaruh yang nyata.

Hasil analisis koefisien regresi antara sumber daya keluarga (X3), dan lingkungan sosial (X4) terhadap Keberdayaan keluarga (Y1) disajikan pada Tabel 50.

Tabel 50. Pengaruh Sumber Daya Keluarga (X3), dan Lingkungan Sosial (X4) terhadap Keberdayaan Keluarga (Y1)

Peubah Bebas Keberdayaan Keluarga (Y1)

Sumber Daya Keluarga (X3) 0,32**

Lingkungan Sosial (X4) 0,15*

** Sangat Nyata pada taraf nyata 1 %

*Nyata pada taraf nyata 5 %

Tabel 50 menunjukkan bahwa sumber daya keluarga (X3) memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap keberdayaan keluarga (Y1) yaitu sebesar 0,32. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi sumber daya keluarga akan semakin meningkatkan secara nyata terhadap keberdayaan keluarga di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi. Selanjutnya menunjukkan bahwa lingkungan sosial (X4)

berpengaruh secara nyata terhadap keberdayaan keluarga (Y1) di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi yaitu sebesar 0,15. Artinya bahwa semakin kompleks lingkungan sosial yang ada di sekitar keluarga miskin maka akan berpengaruh secara nyata terhadap keberdayaan keluarga.

Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Keberdayaan Keluarga

Dari Tabel 49 menunjukkan bahwa dari beberapa indikator yang ada pada peubah karakteristik individu mulai dari indikator pendidikan formal, pendidikan non formal, usia, dan jumlah tanggungan keluaga, hanya indikator pendidikan formal yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap keberdayaan keluarga, sedangkan indikator lainnya tidak memiliki pengaruh yang nyata.

Tidak adanya pengaruh antara karakteristik individu terhadap keberdayaan keluarga dapat dilihat dari nilai koefisien regresi pada beberapa indikator yang ada pada peubah karakteristik individu antara lain: pendidikan formal, pendidikan non-formal, usia, dan jumlah tanggungan keluarga.

Dilihat dari pendidikan formal yang ada pada keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal sebagian besar dari mereka berada pada kategori rendah. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan formal bagi keluarga miskin tersebut antara lain: (1) Mereka tidak memiliki kecukupan ekonomi yang memadai untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, (2) Mereka tidak memiliki kultur dan motivasi untuk meningkatkan tingkat pendidikan formalnya. Bagi sebagian dari keluarga miskin, pendidikan dipersepsikan sebagai sesuai yang penting dan menentukan terhadap keberhasilan mereka di masa yang akan datang. Bahkan pada kalangan perempuan diharapkan tidak perlu untuk memiliki pendidikan yang tinggi, karena pada akhirnya hanya akan mengurus keluarga saja. Dengan persepsi yang demikian tersebut, dengan tingkat pendidikan formal yang sangat terbatas tersebut semua kegiatan yang dilakukan dalam keluarga tidak didasarkan pada adanya pengetahuan yang memadai. Misalnya saja dalam mengurus keluarga, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengurus keluarganya. Pada akhirnya usaha atau pekerjaan yang mereka dapatkan hanya sebatas pekerjaan yang hanya mengandalkan pekerjaan kasar

seperti tukang, pemulung, tukang ojek, hansip dan sebagainya. Dengan demikian, kondisi keluarganya dalam kondisi yang tidak berdaya.

Dilihat dari indikator pendidikan non formal menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi dalam kegiatan pendidikan non formal termasuk dalam kategori rendah. Rendahnya pendidikan non formal yang diikuti oleh sebagian besar responden dikarenakan adanya keterbatasan ekonomi untuk mendapatkan pendidikan non formal yang memadai, adanya keterbatasan akses dan informasi untuk mengikuti pendidikan non formal yang mendukung usaha keluarganya. Hal lainnya adalah masih rendahnya motivasi mereka untuk mencari dan mengikuti pendidikan non formal yang secara langsung dapat dijadikan bekal untuk mengubah kondisi keluarga. Terdapat beberapa pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh sebagian keluarga miskin tersebut yang tidak berhubungan dengan pengembangan usaha yang akan mereka lakukan. Adanya keterbatasan keikutsertaan anggota keluarga miskin dalam pendidikan non formal tidak memberikan dampak yang positif terhadap perilaku mereka untuk meningkatkan keberdayaan dalam keluarganya.

Dilihat dari indikator usia responden menunjukkan bahwa sebagian responden berada pada usia yang sedang yaitu usia 36-50. Pada usia tersebut sebenarnya merupakan usia yang cukup matang dan produktif untuk menjalankan usaha. Namun karena pada usia sebelumnya, para responden tidak dibekali dan tidak memiliki pengalaman yang baik sehingga tidak memberikan dampak yang positif terhadap tingkat keberdayaan keluarganya. Minimnya pengalaman yang berharga pada usia sebelumnya tersebut pada akhirnya tidak menjadikan anggota keluarga tersebut dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi keluarganya.

Dilihat dari indikator jumlah tanggungan keluarga menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang ada pada keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi berada pada kategori sedang. Sebagian besar keluarga miskin memiliki tanggungan keluarga dengan jumlah 3-6 orang. Bagi keluarga

yang ada di kota, baik di Kota Jakarta Utara maupun di Kota Bekasi, jumlah tanggungan keluarga merupakan beban ekonomi yang merepotkan. Artinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga khususnya tanggungan yang tidak produktif akan semakin membebani terhadap kehidupan ekonomi keluarga yang ditandai dengan semakin tingginya pengeluaran dari keluarga tersebut. Jenis pengeluarannya tersebut meliputi biaya makan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya sandang serta beberapa biaya pengeluaran lainnya yang merupakan beban keluarga. Bagi keluarga yang tidak memiliki tingkat penghasilan yang memadai atau kecil, maka jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan menjadi beban yang sangat berat bagi perekonomian keluarganya. Pada akhirnya tingkat keberdayaan keluarganya menjadi semakin rendah dengan beban ekonomi yang berat tersebut.

Pengaruh Sumber Daya Keluarga terhadap Keberdayaan Keluarga

Berdasarkan Tabel 50 menunjukkan bahwa sumber daya keluarga (X3) memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap keberdayaan keluarga (Y1) yaitu sebesar 0,32. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi sumber daya keluarga akan semakin meningkatkan secara nyata terhadap keberdayaan keluarga di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi.

Adanya pengaruh yang sangat nyata antara sumber daya keluarga terhadap keberdayaan keluaraga dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada pada sumber daya keluarga tersebut yaitu: (1) sumber daya fisik, dan (2) Sumber daya non fisik.

Dilihat dari indikator sumber daya fisik menunjukkan bahwa dukungan sumber daya fisik terhadap sebagian besar keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi termasuk dalam kategori sedang. Bagi sebagian keluarga yang memiliki sumber daya fisik keluarga yang memadai seperti halnya luas rumah yang dimiliki, luas tanah yang dimiliki posisi rumah yang strategis, ternyata kondisi tersebut dapat dimanfaatkan secara baik untuk lebih meningkatkan ekonomi keluarga. Dengan adanya sumber daya fisik keluarga yang memadai tersebut, maka rumahnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usaha seperti

membuka warung pada bagian depan rumahnya. Dengan luas rumah dan tanah yang cukup, maka mereka dapat menjadikan rumahnya tersebut sebagai tempat usaha. Meskipun usahanya merupakan usaha kecil-kecilan, namun sedikit banyak dapat memberikan kontribusi yang positif bagi ekonomi keluarganya tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sumber daya fisik memiliki potensi yang sangat besar terhadap tingkat keberdayaan keluarga tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.

Dilihat dari indikator sumber daya non fisik menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar responden terhadap ketersediaan sumber daya sosial pada keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi termasuk dalam kategori sedang. Bagi sebagian besar keluarga miskin tersebut sumberdaya non fisik yang berupa rasa saling percaya, komunikasi antar anggota keluarga, komunikasi dengan keluarga lain, keamanan psikis, dan kesadaran anggota keluarga terhadap pendidikan merupakan modal sosial yang harus dipupuk dan dijaga terus menerus.

Dengan adanya sumber daya non fisik yang baik tersebut akan menciptakan ketenangan dalam keluarga dalam menjalankan kehidupannya seperti ketenangan dalam berusaha, ketenangan dalam mendidik anak, ketenangan dalam beribadah dan menciptakan ketenangan-ketenangan yang lain. Meskipun secara ekonomi mereka tergolong berkekurangan, namun mereka merasa dengan adanya rasa saling percaya, komunikasi antar anggota keluarga, komunikasi dengan keluarga lain, keamanan psikis dan kesadaran terhadap pendidikan yang tinggi akan merubah kondisi keluarganya.

Keluarga memandang bahwa tingginya sumber daya non fisik tersebut akan meminimalisir konflik dalam keluarga. Mereka percaya bahwa adanya konflik yang tinggi dalam keluarga tersebut justru akan mengakibatkan aktivitas keluarga menjadi terhambat. Konflik dipandang sesuatu yang menghambat terhadap usaha keluarganya, serta menghambat terhadap segala aktivitas dalam keluarganya. Mereka percaya bahwa dengan tingginya sumber daya non fisik tersebut akan semakin meningkatkan kemampuan mereka untuk berubah dari kemiskinan menjadi lebih berdaya.

Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Keberdayaan Keluarga

Berdasarkan Tabel 50 menunjukkan bahwa lingkungan sosial (X4) berpengaruh secara nyata terhadap keberdayaan keluarga (Y1) di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi yaitu sebesar 0,15. Artinya bahwa semakin kompleks lingkungan sosial yang ada di sekitar keluarga miskin maka akan berpengaruh secara nyata terhadap keberdayaan keluargannya. Secara kualitatif mengenai pengaruh lingkungan sosial terhadap keberdayaan keluarga tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada pada lingkungan sosial tersebut antara lain: dampak kebijakan pemerintah, ketersediaan sumber daya ekonomi, ketersediaan sumber daya sosial, peran media massa, jaringan usaha, peluang kemitraan, dan pengaruh kultural.

Dilihat dari indikator dampak kebijakan pemerintah menunjukkan bahwa intensitas kebijakan pemerintah daerah khususnya yang terkait dengan kebijakan pemerintah termasuk dalam kategori tinggi. Dampaknya terhadap keluarga miskin sangat dirasakan oleh para responden baik yang berdampak negatif maupun berdampak positif. Kebijakan pemerintah yang paling dirasakan oleh sebagian besar keluarga miskin, baik di Kota Jakarta Utara maupun di Kota Bekasi adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan fisik kota, kebijakan penataan kota, dana kebijakan penertiban kota. Dampak kebijakan pemerintah terhadap keluarga miskin di Kota Jakarta Utara termasuk dalam kategori sedang, sedangkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keluarga miskin di Kota Bekasi termasuk dalam kategori tinggi. Namun sebagian besar responden baik yang ada di Kota Jakarta Utara maupun yang ada di Kota Bekasi sama-sama merasakan adanya kebijakan pembangunan fisik kota memiliki dampak secara langsung terhadap kondisi keluarganya. Terdapat beberapa jenis pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah kota antara lain: pembangunan jalan, pembangunan real estate, pembangunan sentral bisnis, dan pembangunan fisik lainnya. Pembangunan fisik yang paling dirasakan berdampak langsung terhadap kondisi keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi adalah pembangunan jalan yang sering mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan adanya pembangunan fisik kota yang sangat cepat tersebut dipersepsikan oleh sebagian besar responden bahwa pembagunan fisik tersebut akan semakin menyisihkan kehidupan mereka dari kehidupan kota.

Sebagian besar keluarga miskin tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk dapat menolak pembangunan tersebut, karena sudah dianggap pemerintah memiliki kakuasaan yang besar untuk melakukan pembangunan tersebut.

Namun semua pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah tersebut tidak selamnaya memberikan dampak yang negatif, melainkan juga akan memberikan dampak yang positif terhadap keluarga miskin. Bagi sebagian kecil masyarakat miskin yang berpikiran positif terhadap pembangunan fisik tersebut menyatakan bahwa pembangunan fisik kota justru semakin menambah peluang dan kesempatan untuk mencari nafkah bagi keluarga. Dengan semakin banyaknya pembangunan jalan, pembangunan real estate, pembangunan sentera bisnis, dan pembangunan fisik lainnya tersebut akan semakin membuka akses untuk usaha keluarganya. Bagi keluarga pemulung dengan semakin banyaknya pembangunan perumahan yang ada di sekitarnya, maka area cakupan usaha pemulungnya akan semakin bertambah luas. Bagi pedagang kelontongan, dengan semakin banyaknya pembangunan jalan maka akan memberikan akses untuk meningkatkan usaha pedagang kelontongannya tersebut.

Dengan dua gambaran di atas menunjukkan bahwa dampak kebijakan pemerintah khususnya yang terkait dengan kebijakan pembangunan fisik ternyata sangat berpengaruh terhadap keberdayaan keluarga. Bagi keluarga yang berpikir maju maka pembangunan tersebut merupakan peluang untuk lebih meningkatkan kehidupan ekonominya menjadi lebih baik.

Dilihat dari indikator ketersediaan sumber daya ekonomi menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya ekonomi bagi keluarga miskin yang ada di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi termasuk dalam ketegori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi tidak memiliki aspek-aspek sumber daya ekonomi. Ketersediaan sumber daya ekonomi yang di dalamnya terdapat aspek-aspek antara lain: ketersediaan modal ekonomi, keikutsertaan dalam pelatihan keterampilan berusaha, tingkat penyerapan informasi, serta bantuan dari pihak lain dipersepsikan oleh sebagian besar keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap keberdayaan keluarga khususnya sangat menentukan terhadap keberhasilan berusaha. Hal yang sangat penting dirasakan oleh sebagian besar keluarga miskin terkait dengan rendahnya kemampuan berusaha

170 ANALISIS SITUASI MENENTUKAN TUJUAN PROGRAM PERENCANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASALAH & PERUMUSAN MASALAH MENENTUKAN CARA/PROGRAM IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN KELOMPOK PEMBENTUKAN KELOMPOK PENDAMPINGAN PENGORGANISASIAN KELOMPOK PENGEMBANGAN KELOMPOK MONITORING & EVALUASI MONITORING EVALUASI

TAHAP PERENCANAAN TAHAP IMPLEMENTASI TAHAP EVALUASI

adalah masih terbatasnya modal ekonominya. Sampai saat ini, mereka tidak mampu menyediakan modal ekonominya secara memadai, dikarenakan sebagian modal justru digunakan untuk kegiatan konsumsi keluarga. Mereka sendiri belum memiliki kemampuan untuk memisahkan antara modal ekonomi dengan biaya konsumsi keluarganya, sehingga modal ekonomi tidak mampu berkembang. Hal lainnya yang terkait dengan ketersediaan sumber daya ekonomi tersebut adalah masih rendahnya keikutsertaan keluarga miskin dalam kegiatan keterampilan berusaha. Keluarga miskin tidak memiliki keterampilan yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi keluarganya. Pada aspek tingkat penyerapan informasi dan bantuan dari pihak bukan menjadi persoalan yang vital bagi pengembangan usaha keluarga. Bagi keluarga miskin yang menjadi persoalan pokok ketersediaan sumberdaya ekonomi yang dapat meningkatkan keberdayaan keluarga adalah ketersediaan modal ekonomi dan keterampilan berusaha, sedangkan penyerapan informasi dan bantuan dari pihak lain merupakan faktor pendukung.

Dilihat dari indikator ketersediaan sumber daya sosial menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya sosial bagi keluarga miskin yang ada di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi termasuk dalam ketegori sedang. Mengenai hal tersebut anggota keluarga sudah sangat memahami mengenai jenis pekerjaan yang digeluti oleh keluarganya baik secara individu maupun secara kelompok. Adanya jenis pekerjaan yang termasuk dalam pekerjaan kasar sudah dipahami oleh anggota keluarga, bahkan bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sudah dewasa seringkali dilibatkan juga dalam pekerjaan keluarganya seperti halnya pemulung. Di dalam keluarga sudah memahami pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya, sehingga di antara anggota keluarga menghindari adanya konflik dengan lainnya. Demikian juga di antara keluarga juga menghindari adanya konflik dengan keluarga lainnya. Konflik, baik antar anggota keluarga maupun antara keluarga dengan keluarga lainnya dipersepsikan akan mengganggu usaha keluarga. Sumber daya sosial tersebut pada dasarnya merupakan modal sosial yang sangat bagi keberdayaan keluarga. Dengan sumber daya sosial yang kuat tersebut menjadikan keluarga tetap memiliki rasa percaya diri untuk menjalankan usaha keluarganya.

Dilihat dari indikator peran media massa menunjukkan adanya perbedaan antara persepsi keluarga miskin di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi. Bagi

keluarga miskin di Kota Jakarta Utara persepsi responden mengenai peran media massa terhadap usaha keluarga termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan bagi keluarga miskin di Kota Bekasi, responden mempersepsikan peran media massa terhadap usaha keluarga termasuk dalam kategori rendah. Pada dasarnya kelurga miskin baik di Kota Jakarta Utara maupun di Kota Bekasi tetap memanfaatkan media massa khususnya mereka memanfaatkan media elektronik. Sedangkan media cetak, masih sangat sedikit keluarga miskin yang memanfaatkan media cetak dengan alasan keuangan, kebutuhan dan motivasi. Sebagian keluarga miskin menganggap bahwa peran media massa sangat positif bagi keluarga terutama dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam berbagai hal. Namun yang disayangkan adalah masih sangat sedikit keluarga miskin yang memanfaatkan media massa tersebut untuk lebih mengembangkan usaha keluarga. Sebagian besar dari mereka lebih banyak menjadikan media massa (khususnya elektronik) hanya sebagai media hiburan. Namun demikian dengan adanya pemanfaatan media elektronik yang ada dalam keluarga dapa mengakibatkan anggota keluarga menjadi tahu tentang beberapa informasi, meskipun tidak secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan keluarganya.

Dilihat dari indikator jaringan usaha menunjukkan adanya perbedaan antara keluarga miskin yang ada di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi. Sebagian besar responden di keluarga miskin Kota Jakarta memiliki jaringan usaha pada kategori sedang. Sedangkan sebagian besar responden keluarga miskin yang ada di Kota Bekasi memiliki jaringan usaha pada kategori yang rendah. Meskipun adanya perbedaan, namun perbedaannya tidak terlalu mencolok. Secara umum, responden yang ada di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi menganggap penting adanya jaringan usaha tersebut. Jaringan usaha sangat diperlukan untuk meningkatkan usaha keluarga atau usaha kelompok. Bagi beberapa usaha kelompok yang memiliki jaringan usaha yang luas membuktikan usaha kelompoknya menjadi semakin besar. Bagi kalangan eksternal seperti pemerintah, swasta, LSM, dan pihak-pihak lainnya adanya kelompok usaha yang memiliki jaringan usaha yang luas akan memudahkan untuk dibantu dan dibina. Adanya perkembangan pada kelompok usahanya memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan ekonomi keluarga. Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa jaringan usaha memiliki pengaruh yang tinggi terhadap tingkat keberdayaan keluarga.

Dilihat dari indikator peluang kemitraan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara keluarga miskin yang ada di Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi. Terkait dengan peluang kemitraan yang ada pada keluarga miskin menunjukkan bahwa sebagian besar persepsi responden di kedua lokasi tersebut berada kategori sedang. Belum optimalnya peluang kemitraan baik keluarga maupun kelompok usaha tersebut disebabkan oleh adanya keterbatasan keluarga dan kelompok usaha untuk menyusun strategi yang baik dalam bermitra dengan pihak-pihak eksternal seperti pemerintah, swasta, LSM, lembaga pendidikan dan pihak-pihak lainnya. Sebagian besar dari mereka masih kesulitan untuk mengajukan permohonan agar dapat bermitra dengan mereka.

Dokumen terkait