• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Preferensi Risiko Petani Dengan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petan

VI. PREFERENSI RISIKO PETANI PADA PENERAPAN USAHATANI PADI ORGANIK

6.2. Hubungan Preferensi Risiko Petani Dengan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petan

Setelah diketahui tentang risko produksi yang dihadapi oleh dua kelompok petani, yaitu kelompok petani padi organik dan non organik, maka perlu untuk mengetahui bagaimana sikap petani dalam menghadapi risiko. Dalam melakukan estimasi terhadap nilai preferensi risiko petani atau nilai AR (absolute risk averse), petani dapat dikatakan risk averse, risk neutral dan risk taker apabila secara berturut- turut mempunyai nilai AR>0, AR=0 dan AR<0. Data rekapitulasi preferensi risiko petani disajikan dalam Tabel 16, sedangkan data AR per petani untuk masing-masing input usahatani, disajikan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Tabel 16. Rekapitulasi Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Hasil analisis terhadap nilai AR (absolute risk aversion), petani dapat dikatakan risk averse, risk neutral dan risk taker apabila secara berturut-turut mempunyai nilai AR>0, AR=0 dan AR<0 (Arrow Pratt dalam Kumbhakar, 2002). Hasil estimasi nilai preferensi risiko petani secara keseluruhan menunjukkan bahwa 85% petani padi yang ada di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Jika ditinjau dari masing-masing kelompok petani, maka dapat diketahui bahwa 20% petani padi organik bersifat risk taker, sedangkan pada kelompok petani padi non organik ada 10% petani bersifat risk taker. Petani padi non organik bersifat risk averse dengan tingkat nilai yang lebih tinggi dibandingkan petani organik. Nilai rata-rata AR pada

Preferensi Risiko Jumlah Persentase Jumlah Persentase

(Orang) (%) (Orang) (%)

Risk Averse 24 80 27 90

Risk Taker 6 20 3 10

kelompok petani organik adalah 0.22985, sedangkan pada kelompok petani padi non organik menunjukkan nilai rata-rata AR adalah 1.081335. Dari hasil uji-t yang ditampilkan pada Tabel 17 menunjukkan bahwa petani padi organik mempunyai tingkat risk averse yang lebih rendah dibandingkan dengan petani padi organik. Sesuai dengan hasil analisis risiko produksi, bahwa pada usahatani organik mempunyai risiko yang lebih tinggi, sehingga petani yang melakukannya adalah petani-petani yang lebih berani menghadapi risiko.

Tabel 17. Rata-Rata Nilai Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Hasil pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa usahatani padi organik mempunyai risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah bahwa petani yang melakukan usahatani padi organik akan lebih banyak bersifat risk taker dibandingkan petani padi non oganik. Dari tingkat keberanian dalam menghadapi risiko, menunjukkan bahwa kelompok petani padi organik mempunyai level atau tingkat keberanian menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan petani non organik. Uji-t untuk perbandingan nilai preferensi risiko antara kelompok petani organik dan non organik disajikan pada Tabel 17. Data ini memperkuat hasil analisis sebelumnya bahwa pada usahatani padi organik terdapat risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non organik. Sehingga hanya petani yang lebih berani terhadap risiko gagal panen yang berani melakukan usahatani padi non organik. Seperti yang diungkapkan Kumbhakar

Preferensi Risiko Petani Organik Non Organik

Rata-Rata 0.229850 1.081335 Std. Deviasi 0.528691 2.387690 Minimum -0.253830 -0.298140 Maksimum 2.267550 10.641680 t Hitung Prob > |t| -1.880 0.071

(2002) bahwa sifat risk averse petani dapat dibuat peringkat berdasar nilai dari AR tanpa memandang dari unit mana keuntungan usahatani tersebut diukur. Sedangkan Villano et al. (2005) menyatakan bahwa semakin besar nilai AR seseorang, semakin kuat sifat risk averse yang dimiliki.

Perubahan pendapatan akan mempengaruhi sikap petani terhadap risiko. Hasil estimasi fungsi AR yang akan menjelaskan bagaimana perubahan sikap petani terhadap risiko apabila terjadi peningkatan pendapatan, disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion dengan Pendapatan Petani

Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Tabel 18 menunjukkan bahwa bahwa baik pada petani padi organik maupun petani padi non organik bersifat decreasing absolute risk aversion. Hal ini berarti bahwa sikap risk averse petani akan berkurang seiring dengan bertambahnya pendapatan petani. Semakin sejahtera kondisi ekonomi petani, akan semakin berani dalam menghadapi risiko. Seperti hasil penelitian Villano et al. (2005) dan Guan dan Wu (2009). Villano et al. (2005) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa petani padi di Magsaysay menunjukkan decreasing absolute risk aversion. Guan dan Wu (2009) menyatakan bahwa tingkat risk aversion petani di Belanda menurun dengan meningkatnya income atau kekayaan, sesuai dengan logika ilmu ekonomi. Ini menunjukkan petani bersifat decreasing absolute risk aversion.

Hasil Estimasi Intersep Pendapatan Intersep Pendapatan

Koefisien 1.2528 -7.88709E-08 6.3807 -2.75547E-07

Standard Error 0.5586 5.26186E-08 1.8259 1.52453E-07

t Hitung 2.2400 -1.5000 3.4900 -1.8100 Prob > |t| 0.0337 0.1459 0.0017 0.0823 R-Square Adj R-Square 0.0795 0.0441

Usahatani Organik Usahatani Non Organik

0.1116 0.0775

Hasil analisis hubungan antara preferensi risiko petani terhadap aspek sosial ekonomi ditampilkan dalam Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh pada Preferensi Risiko Petani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 18 menunjukkan bahwa variabel luas lahan yang dimiliki petani yang berupa lahan sawah, tegalan, kebun dan pekarangan sebagai proxy dari aset yang dimiliki petani tidak berpengaruh nyata pada nilai preferensi risiko petani. Pendapatan di luar usahatani padi dan status lahan garapan berpengaruh terhadap peningkatan nilai AR. Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui mengenai distribusi statistik besarnya aset dimiliki antara kelompok petani padi organik dan petani padi non organik dan perbandingan antara keduanya yang disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 dapat diketahui bahwa antara petani padi organik dan non organik mempunyai rata-rata aset yang hampir sama, dan setelah dilakukan uji-t ternyata antara kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata. Hasil analisis nilai AR terhadap aset petani menunjukkan bahwa aset yang dimiliki petani tidak berpengaruh nyata pada preferensi risiko petani.

Tabel 20. Data Statistik Diskriptif Aset yang Dimiliki Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Variabel Koefisien Std. Error T Hitung Prob > |t|

Konstanta 0.79942 0.22019 3.63 0.001

Aset petani -0.00001 0.00001 -0.65 0.520

Pendapatan di luar usahatani padi -0.21407 0.13225 -1.62 0.112

Pengalaman usahatani padi 0.00034 0.00425 0.08 0.937

Pada aspek pendapatan di luar usahatani padi menunjukkan bahwa petani yang mempunyai pendapatan dari luar usahatani padi cenderung bersifat risk taker dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki pendapatan di luar usahatani padi. Kemampuan finansial yang lebih tinggi akan berpengaruh pada keberanian petani dalam menghadapi kegagalan produksi atau risiko produksi. Apabila petani dengan pendapatan di luar usahatani padi mengalami gagal panen, masih ada sumber penghasilan cadangan yang bisa digunakan sebagai back up pendapatan. Sejalan dengan Ghuan dan Wu (2009) yang mengkaitkan nilai preferensi risiko AR dengan subsidi yang diterima petani sebagai tambahan masukan finansal dari luar usahatani yang dilakukan, menyatakan bahwa semakin besar subsidi yang diterima oleh petani berpengaruh pada sikap petani yang cenderung akan lebih berani dalam menghadapi risiko.

Pengalaman usahatani tidak berpengaruh nyata pada preferensi risiko petani. Rata-rata pengalaman yang dimiliki antara petani padi organik dan petani padi non organik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Antara kelompok petani organik dan petani non organik rata-rata mempunyai pengalaman usahatani yang sama yaitu 31 tahun. Hasil uji-t dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Data Statistik Pengalaman Usahatani Padi yang Dimiliki Petani Organik dan Petani Padi Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010

Aset Petani Organik Non Organik

Rata-Rata 10 295 9 142 Std. Deviasi 7 859 5 355 Minimum 2 510 1 100 Maksimum 35 250 21 500 t Hitung Prob > |t| 0.6800 0.5028

Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa pengalaman usahatani yang dimiliki antara petani organik dan non organik tidak berbeda nyata. Kedua kelompok tani mempunyai rata- rata pengalaman usahatani yang hampir sama.

Aspek status lahan garapan berpengaruh negatif pada nilai AR petani. Untuk petani dengan status lahan milik sendiri akan lebih bersifat risk taker dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistim sewa atau bagi hasil. Bagi petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil, akan sangat memperhitungkan kepastian produksi/hasil yang diperoleh agar bisa menutup biaya produksi serta biaya sewa lahan atau biaya bagi hasil yang harus dibayarkan. Sehingga petani yang menguasai lahan garapan yang bukan milik sendiri akan berusaha untuk menghindari risiko produksi atau risiko gagal panen. Bila ditinjau dari status kepemilikan lahan masing-masing usahatani yang telah disajikan di Tabel 9 Bab V, 93.3% petani padi organik merupakan petani pemilik penggarap. Sedangkan pada usahatani non organik, 73.3% petani merupakan petani pemilik penggarap, sisanya merupakan petani dengan lahan sewa dan bagi hasil. Karena usahatani padi organik mempunyai risiko produksi yang lebih besar, maka petani yang bersifat risk taker akan lebih berani melakukan usahatani organik. Petani dengan status pemilik penggarap akan lebih berani menghadapi risiko. Hal ini dapat menjelaskan Tabel 9 pada Bab V yang menunjukkan bahwa usahatani padi organik lebih banyak diusahakan oleh petani dengan status pemilik penggarap.

Pengalaman Usahatani Organik Non Organik

Rata-Rata 31.37 31.50 Std. Deviasi 14.87 14.87 Minimum 8.00 2.00 Maksimum 56.00 54.00 t Hitung Prob > |t| -0.030 0.9728

6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan