• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAKWAH LINTAS BUDAYA, MATERI DAKWAH, DAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

A. Dakwah Sebagai Proses Komunikasi

4. Hubungan Semiotika dengan Dakwah

Kata semiotika dan dakwah merupakan kata yang berbeda dari segi bentuk, makna dan ruang lingkupnya. Meskipun dalam sudut pandang ilmu komunikasi semiotika dan dakwah sama-sama termasuk di dalamnya. Semiotika sebagai ilmu tentang tanda, menyediakan sekumpulan asumsi dan konsep-konsep yang memungkinkan suatu analisis sistem simbol secara sistematis. Meskipun semiotika pada mulanya merupakan kajian bahasa, akan tetapi bahasa hanyalah merupakan salah satu di antara sekian banyak sistem tanda. Model analisis semiotika mencakup teori kode dan teori produksi tanda yang akan menjelaskan tentang fenomena yang sangat luas. Beberapa contoh yang dapat diteliti menggunakan teori semiotika adalah pemakaian bahasa secara umum, komunikasi estetis, tindakan komunikasi interaksional, pemakaian tanda untuk menyebut sesuatu hingga keadaan dunia. Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks.120

119

Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 28-31. Lihat juga, Tony Thwaites, dkk, Intoducing Cultural and Media Studies (Sebuah Pendekatan Semiotik, diterjemahkan oleh Palgrave dari Intoducing Cultural and Media Studies: A Semiotic Approach, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 95

120

Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket

Fokus perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa yang tersembunyi di balik teks/bahasa. Terobosan penting dalam semiotika adalah digunakannya linguistik sebagai model untuk diterapkan pada fenomena lain di luar bahasa. “Tanda” dan “hubungan” kemudian menjadi kata-kata kunci di dalam analisis semiotika. Usaha-usaha menggali makna teks harus dihubungkan dengan aspek-aspek lain di luar bahasa itu sendiri atau sering juga disebut sebagai konteks. Teks dan konteks menjadi dua kata yang tak terpisahkan, keduanya berkelin dan membentuk makna. Sebagai sebuah metode, semiotika bersifat interpretatif, dan konsekuensinya sangat subyektif.

Sementara dakwah adalah suatu aktivitas atau usaha amar ma‟ruf

nahi mungkar, merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari

atau proses transformasi nilai-nilai Islam dan usaha mengajak kepada kondisi masyarakat yang lebih maju, modern, sejahtera, bahagia, makmur dan Islami. Sebagai proses transformasi nilai-nilai ajaran Islam yang dilakukan oleh seorang da‟i (subyek dakwah, komunikator) terhadap orang lain (sasaran dakwah) melalui suatu proses interaksi, interelasi, dan interkomunikasi. Dakwah juga dapat dipahami sebagai proses komunikasi (tabligh). Komunikasi itu dapat terjadi secara lisan, maupun tulisan. Cara komunikasinya juga bisa bermacam-macam, bisa langsung maupun tidak langsung.

tayangan televisi) maupun yang terdapat diluar media massa (seperti karya lukis, patung, monumen). Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang diangkut dengan teks yang berupa lambang-lambang. Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam teks yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik. Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 156.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan bisa lepas dari peran komunikasi. Menurut Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss komunikasi merupakan proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Komunikasi digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan, baik yang bersifat verbal ataupun non verbal. Dalam model komunikasi Laswell disebutkan, komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsurnya terpenuhi yaitu; komunikator, pesan, media, komunikan dan efek.121

Salah satu prinsip komunikasi adalah sebagai proses pertukaran simbolik. Susanne K. Langer mengungkapkan, salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, simbol digunakan untuk menunjukan sesuatu. Simbol merupakan tanda atau ciri yang memberitahukan suatu hal kepada seseorang. Simbol memiliki sifat sembarang dan tidak terikat, tergantung ide dan fikiran yang terbentuk. Menurut pandangan Ogden dan Richards simbol memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi serta referen atau dunia acuan.122 Dengan demikian, komunikasi memiliki lima istilah kunci, yaitu: sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan.123

121

Faisal Rizal, “Semiotika Dakwah Roland Barthes,” dalam file:///F:/roland%20barthers/dakwah%20&%20semiotika/3.pdf, diakses 5 April 2010, h. 75.

122

Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, h. 8-9. 123

Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 12.

Proses penyampaian simbol dapat dilakukan melalui berbagai level komunikasi pada penyelenggaraan Tradisi Dugderan dengan budaya simbol Warak Ngendog. Ditinjau dari tahap komunikasi, umara dan ulama melakukan tiga tahap komunikasi komprehensif. Komunikasi

verbal atau kata-kata dilakukan lewat pembacaan pengumuman dan

nasehat-nasehat lisan, komunikasi audiotory atau suara lewat pemukulan bedug dan penyuluhan meriam yang gegap gempita, serta komunikasi

visual audiotory atau performance lewat arak-arakan budaya Warak

Ngendog yang meriah.124

Dengan demikian, hubungan semiotika dengan dakwah di sini dimana semiotika Roland Barthes difokuskan ke aspek dakwah. Semiotika dakwah sebagai pendekatan dalam memahami makna, nilai dan materi dakwah yang terkandung dalam Warak Ngendog. Untuk itu, semiotika dakwah dalam tulisan ini tidak lain bermaksud untuk menggunakan analisis semiotika sebagai analisis untuk memberikan makna-makna yang merepresentasikan materi-materi dakwah pada Warak Ngendog. Sehingga, membaca dan menganalisis dengan cara semiotika akan membantu kita mendapatkan makna yang lebih dalam untuk melampaui teks yang tersirat, yang tersembunyi dibalik teks, secara eksplisit maupun implisit pada Warak Ngendog, baik secara denotatif, konotatif, maupun mitologis.125

124

Supramono, “Makna Warak Ngendog dalam Tradisi Ritual Dugderan di Kota Semarang,” h. 172.

125

Faisal Rizal, “Semiotika Dakwah Roland Barthes,” dalam file:///F:/ roland%20barthers/dakwah%20&%20semiotika/3.pdf, diakses 5 April 2010, h. 83.

BAB III

GAMBARAN UMUM WARAK NGENDOG DENGAN DAKWAH