• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL

5.3.10. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Gizi

Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Anemia Tidak Anemia Jumlah No Status Gizi f % f % f % χ 2 /p RP (CI =95 %) 1 2 Tidak Baik Baik 14 43 58,3 50 10 43 41,7 50 24 86 100 100 0,522/ 0,470 1,167 (0,783-1,738)

Dari tabel 5.19 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia dengan status gizi tidak baik adalah 58,3%, sedangkan yang baik 50%. Proporsi tidak anemia dengan status gizi tidak baik adalah 41,7%, sedangkan yang baik 50%.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel status gizi dengan variabel kejadian anemia gizi pada ibu hamil, didapat nilai p > 0,05, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara tahun 2011. Ratio Prevalence anemia gizi pada status tidak baik dan baik adalah 1,167 dengan Confidence Interval (CI) 0,783-1,738.

5.4. Analisis Multivariat

Pada penelitian ini, variabel independen yang memenuhi kriteria kemaknaan statistik (P < 0,25) dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda, yaitu variabel umur, pendapatan keluarga, usia kehamilan, paritas, jarak kehamilan, pelayanan antenatal, dan konsumsi tablet besi. Hasil dari analisis regresi logistik berganda dengan metode forward dilihat pada tabel 5.20 di bawah ini :

Tabel 5.20. Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

CI for B (95%) Variabel B (Koef.

Regresi) P Exp(B ) Lower Upper

Constant Paritas Jarak kehamilan -4,014 1,463 0,935 0,002 0,016 0,030 0,018 4,321 2,548 - 1, 313 1,093 - 14,217 5,938

Berdasarkan tabel 5.20 di atas dapat diketahui bahwa ada dua variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 yaitu variabel paritas dan jarak kehamilan. Namun variabel yang memiliki nilai Exp(B) yang paling besar adalah variabel paritas sehingga paritas merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Prevalence Rate Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.1. Diagram Pie Prevalence Rate Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.1 di atas dapat dilihat bahwa prevalence rate kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 adalah 51,8%. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 sangat tinggi. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 yaitu 12,6% dari tahun 2009.

Hal ini sesuai dengan penelitian Rohana (2008) yang menggunakan desain penelitian cross sectional mendapatkan prevalensi anemia pada ibu hamil 59,3% di wilayah Puskesmas Cunda Muara Dua Lhokseumawe Aceh (NAD).15 Hasil penelitian

Doloksaribu R.(2006) dengan desain penelitian cross sectional di Desa Malingas Tongah Kabupaten Simalungun diperoleh proporsi anemia pada ibu hamil 57,1%. 18

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dalam rencana aksi pembinaan gizi masyarakat (RAPGM) tahun 2010-2014 menetapkan ambang batas masalah kesehatan. Ambang batas untuk prevalensi anemia gizi adalah >20%. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi anemia gizi pada ibu hamil 51,8% sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara merupakan masalah kesehatan masyarakat.

48

6.2. Analisis Bivariat

6.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.2. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang berumur <20 dan >35 tahun yaitu 76,5%. Jumlah ibu hamil terbanyak adalah berumur 20-35 tahun, tetapi prevalence rate kejadian anemia gizi diantara ibu

hamil yang berumur 20-35 tahun lebih rendah (47,3%) dibandingkan prevalence rate

ibu hamil yang berumur <20 dan >35 tahun.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,027 (p < 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelirian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol yang menemukan prevalensi anemia pada ibu hamil yang berumur <20 tahun dan >35 tahun 74,1%. Amiruddin menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan anemia pada ibu hamil. 45

Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak N. (2009) di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantauprapat diperoleh proporsi anemia pada ibu hamil pada kelompok umur <20 dan >35 tahun adalah 65,5% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun 50,4%.19

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada umur <20 dan >35 tahun dengan umur 20-35 tahun adalah 1,616 dengan Confidence Interval (CI) 1,151-2,271. Hal ini menunjukkan bahwa umur merupakan faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil yang berumut <20 dan >35 tahun berisiko mengalami anemia 1,6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun.

6.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.3. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang berpendidikan rendah yaitu 53,6%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,623 (p > 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelitian Dian dengan desain penelitian cross sectional di Kabupaten Banggai tahun 2008 yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil yang berpendidikan rendah di Kabupaten Banggai 63,5% 14

Ratio Prevalence(RP) anemia gizi pada ibu hamil dengan pendidikan rendah dan tinggi adalah 1,099 dengan Confidence Interval (CI) 0,750-1,612. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Proporsi ibu hamil yang menderita anemia gizi paling tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah. Pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kesehatannya maka ia tidak tahu mengenai bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik.26 6.2.3. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.4. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang bekerja yaitu 55,1%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,632 (p > 0,05).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tristiyanti (2006) di Kecamatan Ciampea dengan desain cross sectional yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan kejadian anemia.47

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada ibu hamil yang bekerja dan tidak bekerja adalah 1,875 dengan Confidence Interval (CI) 0,522-1,465. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Berdasarkan hasil penelitian Hasnah dan Atik (2003), jenis pekerjaan yang dilakukan ibu hamil akan berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinannya. Beban kerja yang berlebihan menyebabkan ibu hamil kurang beristirahat, yang berakibat produksi sel darah merah tidak terbentuk secara maksimal dan dapat mengakibatkan ibu kurang darah atau disebut sebagai anemia.38

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil, namun proporsi anemia terbanyak pada kelompok ibu hamil yang bekerja.

6.2.4. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.5. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang tergolong miskin yaitu 59,2%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,038 (p < 0,05).

Ratio Prevalence anemia gizi berdasarkan pendapatan keluarga adalah 1,538 dengan Confidence Interval (CI) 0,989-2,392. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun 2005 dengan desain penelitian cross sectional yang menemukan adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu hamil.17

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.8

6.2.5. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.6. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Usia Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada kehamilan trimester II yaitu 63,2%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,224 (p > 0,05).

Kebutuhan zat besi pada trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari.5 Hal ini memungkinkan seorang untuk mengalami anemia pada trimester II dan III.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil, namun proporsi anemia gizi berdasarkan usia kehamilan paling banyak pada ibu hamil dengan usia kehamilan trimester II yaitu 63,2%.

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada trimester II dan I adalah 1,360 dengan Confidence Interval (CI) 0,854-2,168. Ratio prevalence pada trimester II dan III yaitu 1,389 dengan Confidence Interval (CI) 0,927-2,083. Hal ini menunjukkan bahwa usia kehamilan belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

6.2.6. Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.7. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan paritas ≥4 yaitu 80%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,005 (p < 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelitian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol yang menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara paritas dengan anemia pada ibu hamil. 45

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada paritas ≥4 dan <4 adalah 1,756 dengan Confidence Interval (CI) 1,282-2,406. Hal ini menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil dengan paritas ≥4 berisiko mengalami anemia 1,8 kali lebih besar dibandingakan ibu hamil dengan paritas <4.

Jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.6 Selain itu makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemia.12 6.2.7. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu

Hamil

Gambar 6.8. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Jarak Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan jarak kehamilan yang <2 tahun yaitu 60,3%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,013 (p < 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelitian Amiruddin di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2004 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol yang menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara jarak kehamilan dengan anemia pada ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil dengan jarak kehamilan <2 tahun 66,1%.45

Penelitian Hendro (2005) di Puskesmas Medan Johor dengan desain penelitian cross sectional juga menunjukkan adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Proporsi anemia pada ibu hamil dengan jarak kehamilan <2 tahun 56,8%.17

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada jarak kehamilan <2 tahun dan ≥2 tahun adalah 1,715 dengan Confidence Interval (CI) 1,066-2,761. Hal ini menunjukkan bahwa jarak kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011. Artinya, ibu hamil dengan jarak kehamilan <2 tahun berisiko mengalami anemia 1,7 kali lebih besar dibandingakan ibu hamil dengan jarak kehamilan ≥2 tahun.

Banyak wanita yang tidak sempat memulihkan tenaganya antara jarak kehamilan. Hal ini membuat wanita lebih sering mengalami tingkat kesehatan yang buruk, komplikasi kehamilan dan persalinan.40 Berbagai penelitian membuktikan bahwa status gizi ibu belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya sehingga belum siap untuk kehamilan berikutnya.8

6.2.8. Hubungan Pelayanan Antenatal dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.9. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Pelayanan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan pelayanan antenatal yang tidak baik yaitu 59,7%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pelayanan antenatal dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,039 (p < 0,05).

Hal ini sejalan dengan penelitian Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun 2005 dengan desain penelitian cross sectional yang menemukan adanya hubungan antara pelayanan antenatal dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Hendro menemukan proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan pelayanan antenatal yang tidak baik yaitu 76,2%.17

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada pelayanan antenatal tidak baik dan baik adalah 1,510 dengan Confidence Interval (CI) 0,993-2,295. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan antenatal belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Semua ibu hamil diharapkan mendapat perawatan kehamilan oleh tenaga kesehatan untuk deteksi dini faktor risiko pada kehamilan. Untuk itu pemeriksaan kehamilan paling sedikit dilakukan 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester I (K1), satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III (K4). Bidan melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi kehamilan dan memberikan informasi kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan masalahnya.41 Namun, tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya masih cukup rendah. Pada tahun 2010 cakupan K4 di Puskemas Tuhemberua masih 51,78%. Selain itu, pelayanan antenatal yang tidak baik ini disebabkan karena keterbatasan alat misalnya alat ukur Hb sehingga tidak dapat dilakukan skrining anemia pada ibu hamil.

6.2.9. Hubungan Konsumsi Tablet Besi dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.10. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Konsumsi Tablet Besi di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil yang tidak mengonsumsi tablet besi 64,8%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,007 (p < 0,05).

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Darlina dengan desain penelitian cross sectional di Kota Bogor tahun 2002 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil.46

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada ibu hamil yang tidak mengonsumsi dan yang mengonsumsi tablet besi adalah 1,650 dengan Confidence Interval (CI)

1,128-2,413. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi tablet besi merupakan faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua

tahun 2011. Artinya, ibu hamil yang tidak mengonsumsi tablet besi berisiko mengalami anemia 1,7 kali lebih besar dibandingakan ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi.

Selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi. Jumlah zat besi yang dibutuhkan sekitar 1000 mg selama hamil. Kebutuhan zat besi pada trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari.5 Untuk memenuhi kebutuhan zat besi yang cukup tinggi, ibu hamil membutuhkan suplemen zat besi.

Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan. Tablet besi dapat diperoleh ibu hamil secara gratis di puskesmas dan pemberian tablet besi merupakan salah satu standar minimal pelayanan antenatal. Cakupan pemberian tablet besi di Puskesmas Tuhemberua tahun 2009 masih cukup rendah yaitu 44,66%.

Banyak faktor yang mendukung rendahnya tingkat konsumsi tablet besi. Misalnya, wanita hamil sulit mengingat aturan minum tiap hari, minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur dan efek samping yang tidak nyaman dari tablet besi.9

6.2.10. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil

Gambar 6.11. Diagram Bar Proporsi Kejadian Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias Utara Tahun 2011

Dari gambar 6.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi anemia tertinggi pada ibu hamil dengan status gizi tidak baik yaitu 58,3%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 dengan p=0,470 (p > 0,05).

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Darlina dengan desain penelitian cross sectional di Kota Bogor tahun 2002 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil. Darlina menemukan proporsi anemia pada ibu hamil dengan status gizi tidak baik 52,5%.46

Ratio Prevalence (RP) anemia gizi pada status tidak baik dan baik adalah 1,167 dengan Confidence Interval (CI) 0,783-1,738. Hal ini menunjukkan bahwa

status gizi belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko terjadinya anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Deteksi Kurang Energi Kronik (KEK) dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia. 46

6.3. Analisis Multivariat

Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik berganda diperoleh variabel dua variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 yaitu variabel paritas dan jarak kehamilan. Namun variabel yang memiliki nilai Exp(B) yang paling besar adalah variabel paritas sehingga paritas merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011.

Variabel paritas memiliki nilai Exp(B)=4,321. Artinya ibu hamil dengan paritas ≥4 berpeluang mengalami anemia gizi sebesar 4 kali lebih tinggi dibandingkan ibu hamil dengan paritas <4.

Setiap mengalami persalinan seorang wanita akan mengeluarkan sangat banyak darah sehingga jika sering melahirkan akan berisiko mengalami anemia. Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi setelah melahirkan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia pada kehamilan selanjutnya. Selain itu, makin

sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemia.12

Untuk menurunkan angka paritas yang tinggi, peningkatan program Keluarga Berencana (KB) sangat memegang peranan penting. Program KB secara langsung dapat menurunkan tingkat paritas dan secara tidak langsung dapat menurunkan prevalence rate anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua.

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Prevalence rate kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 adalah 51,8%.

7.1.2. Ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011 (p=0,027; χ 2

=

4,895), RP=1,616 (CI: 1,151-2,271).

7.1.3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian anemia gizi pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua tahun 2011

Dokumen terkait