• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.4 Hubungan Status Mental Emosional dengan Gejala Depresi pada

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi status mental emosional pada lansia yaitu (59,4%) yang mengalami status mental emosional dan (40,6%) yang tidak ada status mental emosional. Hal ini diduku ng karena status mental emosional pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Binjai Medan banyak lansia yang mengalami sukar tidur (53,1%), kemudian lansia juga tidak cenderung mengurung diri di dalam kamar (83,1%).

Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara status mental emosional dengan gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Keluarga Wilayah Binjai Medan dengan nilai p= 0,030.

Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain : sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan (Depkes RI, 2001). Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya.

Aktivitas mental juga sama pentingnya dengan aktivitas fisik dalam mencapai penuaan yang sukses. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh lansia akan menolong pikiran mereka untuk tetap aktif dan membantu mereka mengembangkan intelektualnya lebih jauh lagi. Bahkan bukti menunjukkan bahwa lansia yang

mendapatkan lebih banyak edukasi dan stimulasi mental memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menderita demensia.

Salah satu komponen yang sangat menguntungkan dari program kesehatan mental adalah olahraga. Dengan melakukan beberapa bentuk aktivitas olahraga selama 20 menit, tiga atau empat kali per minggu, dengan periode pemanasan dan pendinginan lansia dapat mengharapkan kemungkinan yang lebih besar untuk menjalani tahun-tahun selanjutnya dengan kondisi kesehatan yang baik.

5.5 Hubungan Masalah Kesehatan Kronik dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi masalah kesehatan kronik pada lansia yang menderita sakit (53,8%) dan (46,3%) yang tidak menderita sakit. Masalah kesehatan kronik pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Binjai Medan tidak pernah dialami adalah nyeri pegal pada daerah tengkuk (66,9%), yang jarang adalah mata berair (61,9%), yang sering adalah perubahan kebiasaan BAB (mencret atau sembelit) (60,0%), dan lansia yang selalu mengalami masalah adalah nyeri kaki saat berjalan (35,0%).

Terdapat hubungan antara masalah kesehatan kronik dengan gejala depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Keluarga Wilayah Binjai Medan dengan nilai p=0,001. Lansia yang tidak depresi lebih banyak yang tidak menderita sakit sebesar 63,5% dan 34,9% yang menderita sakit, sedangkan lansia yang depresi lebih banyak yang menderita sakit sebesar 65,1% dan 36,5% yang tidak menderita sakit. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Suardana (2011) yang menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara menderita sakit kronis dan terjadinya depresi.

Berbagai penyakit fisik yang sering terjadi pada lansia dapat menyebabkan gejala-gejala depresi. Hal tersebut mencakup gangguan metabolik, gangguan endokrin, penyakit neurologis, kanker, infeksi virus dan bakteri, gangguan kardiovaskular, masalah paru, gangguan muskuloskletal, gangguan gastrointestinal, gangguan genitourinaria, penyakit vaskular kolagen dan anemia. Penyakit fisik juga dapat memicu depresi karena dapat menyebabkan nyeri kronis, disabilitas dan kehilangan fungsi, penurunan harga diri, peningkatan ketergantungan atau menyebabkan ketakutan terhadap nyeri atau kematian (Stanley, 2007).

Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikologi dan spiritual. Perubahan dari segi biologis pada wanita lansia identik dengan gejala menopause, antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar- debar (Hurlock, 2004). Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia. Misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran (Setyoadi, 2010). Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai dengan

ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan bebagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia.

Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

Kesehatan fisik orang lanjut usia sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari- hari karena tingkat kesehatan mengalami perubahan yang bersifat sangat umum seperti waktu respon yang lambat yang menyebabkan lanjut usia kurang percaya diri sehingga mereka tergantung pada orang lain. Hal ini disebabkan kemampuan motorik, termasuk perubahan kekuatan fisik dan kecepatan dalam bergerak, bertambahnya waktu yang diperlukan untuk belajar ketrampilan, konsep dan prinsip baru dan ada kecenderungan sikapnya menjadi canggung dan kikuk (Hurlock, 2004).

Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia

merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Kondisi kesehatan mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat khawatir terhadap keadaan lingkungannya.

Dokumen terkait