• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HUBUNGAN BILATERAL SINGAPURA DAN

C. Hubungan Strategis dan Keamanan

BAB III KEGAGALAN RATIFIKASI DEFENCE COOPERATION

AGREEMENT (DCA)

A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA) B. Penolakan Ratifikasi DCA oleh Parlemen Indonesia C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA di Indonesia

BAB IV KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM MEWUJUDKAN DCA

DENGAN INDONESIA

A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura

B. Counter Human Trafficking dari Indonesia

C. Membantu Koordinasi Pengamanan Aset Singapura di Perbatasan Indonesia

12 BAB V KESIMPULAN

13 BAB II

Hubungan Bilateral Singapura dan Indonesia

Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang latar belakang hubungan bilateral antara Singapura dan Indonesia. Pemaparan diawali dengan penjelasan tentang kondisi geopolitik Singapura, dilanjutkan dengan penjelasan tentang sejarah hubungan bilateral Singapura dan Indonesia. Ide utama dalam bab ini adalah bahwa kedua negara memiliki kepentingan strategis terhadap satu sama lain sehingga pengembangan kerja sama di bidang pertahanan menjadi penting.

A. Geopolitik Singapura

Pulau Singapura berdampingan dengan Samudera Hindia, yaitu jalur penting dalam perdagangan negara-negara Asia. Lee Kuan Yew pernah berkata tentang Singapura beberapa jam setelah ada pemisahan dari Malaysia tahun 1965, yaitu:

“…kita ini adalah pusat perhubungan yang besar, persilangan jalan antara belahan bumi utara dan selatan, antara timur dan barat, antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dan faktor inilah yang harus kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan kita…”1

Sebagaimana dikatakan Lee, Singapura menyadari betapa strategis teritorialnya. Ini membuat Singapura menjadi negara kota (city state) yang memberi jasa pelayaran laut dan penerbangan kepada berbagai konsumen dari berbagai negara. Dalam setiap harinya, Singapura dapat mengatur lalu lintas udara dan laut yang ramai.2 Ini tidak lain karena adanya cita-cita pemerintah untuk menaikkan keuntungan negaranya lewat sektor perhubungan.3

1

Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 213.

2

72% lalu lintas laut di Selat Malaka dilalui oleh kapal-kapal yang membawa minyak dan mesin-mesin untuk negara di Afrika, Eropa, dan Asia Timur. Di Singapura juga, pada tahun 2007 telah melayani 36,7

penumpang. Lihat Agus S. Djamil, “Negeri Di Batas Dua Samudra Menggenggam Urat Nadi Ekonomi Dunia,”

http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol06-14

Singapura adalah negara pulau dengan wilayah darat dan laut yang dikategorikan berskala kecil. Teritori Singapura sejak merdeka pada tahun 19594 hanya seluas 570 KM². Bagi Lee Boon Hiok, negara kecil seperti ini cenderung meningkatkan kemampuan militer untuk bertahan dari dunia internasional.5 Ini dikarenakan, jika negara kecil diserang secara tiba-tiba, maka dalam sekejap negara tersebut akan habis tanpa sisa. Adapun orientasi pertahanan terutama ditujukan untuk menjaga teritorialnya dari musuh. Berikut gambar peta negara Singapura.

Gambar II. 1 Peta Negara Singapura

Sumber: mapsofworld.com, 2014.

Pulau Singapura berdekatan dengan Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur. Hubungan kedua negara memiliki akar sejarah yang panjang karena keduanya sempat terintegrasi di bawah Persemakmuran Inggris. Pada era paska Kolonial, Singapura juga pernah menyatu di Mar2006.pdf#page=15. Lihat juga “Bandara Changi-Singapura Membuka Terminal ke 3,” website BUMN, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://www.bumn.go.id/angkasapura1/berita/286/Bandara.Changi.-.Singapura.Membuka.Terminal.Ke.3

3

Abubakar Eby Hara, Pengantar Analisis Luar Negeri Dari Realisme Sampai Konstruktivisme (Bandung: Nuansa, 2011), h. 57.

4

Pada tahun 1959, Singapura telah dimerdekakan oleh Inggris.

5

Lee Boon Hiok, “Constraint On Singapore’s Foreign Policy,” Asian Survey, Vol. 22. No. 6, Southeast Asia: Perspective from ASEAN (June 1982):h. 525.

15

wilayah Malaysia pada tahun 1963. Keduanya kemudian berpisah tahun 1965 terutama karena adanya masalah etnis.6 Melayu begitu menguasai politik di Malaysia. Ini merupakan faktor sehingga Singapura ingin melepaskan diri dari Malaysia.

Mayoritas etnis di Singapura adalah Tionghoa (Cina). Di Singapura, etnis Melayu menempati urutan kedua. Sedangkan di Malaysia, etnis Melayu menjadi mayoritas penduduknya. Etnis Tionghoa sebagai etnis terbanyak kedua. Hubungan tarik-menarik etnis di Malaysia begitu kental. Menurut Harry Tjan Silalahi, pondasi politik di Malaysia dapat diklasifikasi berdasar etnis.7 Klasifikasi posisi penting diambil untuk etnis Melayu. Sedangkan etnis Tionghoa menjadi marjinal. Sentimen etnis selalu melekat bagi Singapura saat masih berdaulat bersama Malaysia. Kondisi ini, membuat Singapura berkembang dan merdeka dari suasana politik Malaysia yang masih bernuansa etnis.

Kemudian pada tahun 1965, Singapura berhadapan dengan politik anti-imprealisme Soekarno. Soekarno mengirim dua marinir ke Singapura pada tanggal 10 Maret 1965 untuk menanam bom di Mac Donald’s House di Orchad Road.8 Peristiwa ini memberi efek negatif terhadap hubungan kedua negara. Sehingga, setelah bom meledak dan memakan tiga korban tewas, Singapura memberi hukuman mati kepada kedua marinir dari Indonesia. Rakyat Indonesia tidak menerima dengan sikap Singapura. Ini menciptakan efek demonstrasi

6

Hubungan Singapura dan Malaysia adalah satu nasib yaitu negara koloni Inggris. Kedua negara ini mendapat kemerdekaan dari pemerintah Inggris untuk menjadi sebuah negara yang bebas. Singapura sebelum merdeka, hanya dipimpin oleh seorang Gubernur. Tiga tahun setelah mendapat kedaulatan sendiri, Singapura menggelar pemilihan umum tahun 1968 dan Lee Kuan Yew terpilih menjadi Perdana Menteri pertama di Singapura. Lihat Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 211-212.

7

Harry Tjan Silalahi, “Diskriminasi, Kata Lee Kuan Yew,” website CSIS, artikel diakses pada 8 Maret

2014 dari http://csis.or.id/post/diskriminasi-kata-lee-kuan-yew

8

Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, (Jakarta: LP3ES, 1998), h. 97-98.

16

besaran di Jakarta dan Surabaya di tahun 1965. Etnis Cina menjadi sasaran karena mayoritas penduduk Singapura adalah orang Cina.9

Pada tahun 1967, ketegangan Singapura dan Indonesia mereda. Ini ditandai dengan bergabungnya Singapura ke dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN). Asosiasi ini didirikan oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. ASEAN bertujuan untuk meredakan tensi keamanan di Asia Tenggara sehingga masing-masing negara anggotanya dapat mulai membangun. Ini dimungkinkan karena adanya penerapan norma non-interference, sehingga Singapura dapat mengurangi kekuatan intervensi atau pun tensi etnis dari Malaysia, maupun ancaman teritorial dari Indonesia.10

Meskipun telah bergabung dalam ASEAN, Singapura tetap dihadapkan dengan serangkaian masalah territorial dengan Malaysia. Salah satu yang mengemuka adalah masalah Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) antara Singapura-Malaysia.11 Pengakuan atas Pulau Batu Puteh oleh Malaysia dimulai pada tahun 1979. Malaysia mengaku bahwa Pulau Batu Puteh termasuk dalam wilayahnya. Sedangkan bagi Singapura, pulau tersebut adalah teritori lautnya. Singapura pun segera mengambil langkah hukum dengan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan. Singapura dan Malaysia mempunyai data kewilayahan masing-masing walau sumbernya sama yaitu dari Inggris. Kepemilikan Pulau Batu Puteh tersebut akhirnya dimenangkan oleh Singapura pada tahun 2008.

9

74.2% penduduk Singapura etnis Cina, 13.3% etnis Melayu, 9.2% etnis India, dan 3.3% etnis Kaukus, Eurasia, dan Asia. Lihat “Ethnic Composition,” website app singapore, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://app.singapore.sg/society/our-people/ethnic-composition

10

Parulian Simamora, Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 66.

11

Masalah Pulau Batu Puteh yang diklaim Malaysia tahun 1979 sebenarnya milik Singapura berlokasi di Selat Johor. Ini dibuktikan dengan hasil keputusan Mahkamah Internasional tahun 2008 yang memutuskan bahwa Pulau Batu Puteh adalah milik sah Singapura. Lihat Ismoko Widjaya dan Anggi Kusumadewi, eds.,

“Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura,” website viva, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam

17

Singapura juga memiliki masalah dengan Malaysia dalam penyediaan air. Singapura tergantung air kepada Malaysia hingga 80% dari kebutuhan sehari-harinya. Air tersebut bersumber dari Johor Baru, Malaysia. Singapura sejak tahun 1869 sudah bernegosiasi dengan Malaysia dalam hal kontrak air. Sejak itu, pasokan air Singapura disediakan oleh Malaysia.12 Dalam istilah Sadanand Dhume, kerja sama air Singapura dan Malaysia merupakan supply security (pasokan keamanan).13 Apabila tidak mendapatkan alternatif pasokan air lain, Singapura akan tetap bergantung air dari Malaysia hingga tahun 2061.14

Selain itu, Paul Dibb berpandangan bahwa Singapura sebagai negara kecil selalu merasa ketakutan kedatangan pengungsi.15 Bagi Singapura, pengungsi yang datang dari negara lain sama saja dengan imigran ilegal. Adanya pengungsi di Singapura hanya akan menambah beban negara untuk mengurus warga negara lain di negaranya. Sehingga, Singapura sangat anti dalam menerima pengungsi yang masuk ke wilayahnya.

Dari serangkaian masalah-masalah strategis bagi Singapura di atas. Indonesia merupakan salah satu negara yang berdekatan dan strategis dalam mengamankan kebutuhan strategis Singapura. Pada pembahasan selanjutnya, akan diuraikan hubungan diplomatik Singapura-Indonesia.

12

Andika Hendra, “Singapura-Malaysia Alami Kekeringan Teburuk,” website koran-sindo, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://m.koran-sindo.com/node/372911

13

Sadanand Dhume, “Singapore’s Security Complex,” Foreign Policy No. 127 (Nov-Des 2001): h.86.

14Cokorda Yudistira, “Upaya Singapura Mencari Air Bersih,” website kompas, artikel diakses pada 8

Maret 2014 dalam

http://regional.kompas.com/read/2011/09/05/03042454/Upaya.Singapura.Mencari.Air.Bersih

15

Paul Dibb, “Indonesia: The Key to South-East Asia’s Security,” International Affairs Royal Institute of International Affairs 1944, Vol. 77, No. 4 (Oktober 2001): h. 841.

18 B. Hubungan Diplomatik Singapura-Indonesia

Bagi Boer Mauna, hubungan diplomatik merupakan upaya negara untuk berunding dengan negara lain dalam mengusahakan dan mengamankan kepentingannya masing-masing disertai upaya mewujudkan kepentingan bersama.16 Hubungan diplomatik setiap negara termasuk bagian penting dalam interaksi internasional. Ini merupakan komunikasi antar negara yang berhubungan resmi, dengan ditandai dengan saling menerima perwakilan negara.

Pada 8 Agustus 1967, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Singapura menyapakati Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini adalah awal lahirnya ASEAN. Selanjutnya, hubungan diplomatik Singapura terhadap Indonesia secara resmi dimulai tanggal 7 September 1967.17 Hubungan tersebut ditandai dengan diundangnya Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik ke Indonesia untuk mengadakan kerja sama bilateral.18 Pertukaran proposal kerja sama kedua negara di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya pun mulai dilakukan sejak saat itu.

Hubungan Singapura-Indonesia pada masa Pemerintahan Lee Kuan Yew-Soeharto sangat erat. Pada tanggal 25 Mei 1973, Singapura dan Indonesia bersepakat tentang penetapan garis batas laut untuk kedua negara di Selat Singapura.19 Kerja sama ini,

16

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika Global (Bandung: Alumni, 2003), h. 510.

17 Esthi Maharani, “Melawat Ke Jakarta: Presiden Singapura Disambut SBY,” website republika,

artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/28/me6zu8-melawat-ke-jakarta-presiden-singapura-disambut-sbydiakses

18

Lihat “About Embassy,” website mfa, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/overseasmission/jakarta/about_the_embassy.html

19

Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index

19

merupakan yang pertama setelah lima tahun saling membuka hubungan diplomatik pada tahun 1967.

Pada tahun 1980, Singapura dan Indonesia membuka kerja sama di jalur ekonomi. Kesepakatan kedua negara dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1980 di Singapura, meliputi kerja sama ekonomi dalam rangka pengembangan area Batam.20 Kerja sama dilakukan dalam bentuk penyediaan lahan dan tenaga kerja yang lebih banyak dan murah. Karena terbatasnya wilayah serta tenaga kerja, Singapura sulit melakukan untuk industrialisasi. Karenanya, Singapura memilih Batam sebagai wilayah ekspansi ekonomi untuk kemajuan kedua negara yaitu Singapura dan Indonesia.21 Kerja sama Singapura dengan Batam terbentuk dengan nama Batam, Bintan, Karimun (BBK). Singapura ikut berinvestasi dalam memajukan perekonomian kawasannya. Wilayah BBK ini, mewujudkan zona perdagangan bebas bagi Singapura di wilayah Indonesia.

Kemudian pada 28 Juni 1991 di Jakarta, Singapura dan Indonesia bekerja sama dalam mengembangkan sumber-sumber air di Propinsi Riau. Singapura ingin mencari alternatif pemasokan air ke negaranya dari Indonesia, agar tidak terlalu bergantung kepada Malaysia.22 Kerja sama ini masih terus dilakukan dan direncanakan berlangsung selama seratus tahun sejak pertukaran piagam ratifikasi dilakukan.

20

Ibid.

21

Lihat “DK FTZ Batam, Bintan, Karimun Harus Punya Tim Analisis,” website metrobatam, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.metrobatam.com/index.php/life-style/19-all-artikel/news/540-dk-ftz-batam-bintan-karimun-harus-punya-tim-analisis

22

Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index

20

Di bidang pertahanan, kerja sama kedua negara baru dilakukan pada Juni 1980.23 Ini diwujudkan melalui latihan bersama dilakukan oleh militer Indonesia dan Singapura di Madiun. Bentuk kerja sama pertahanan ini diberi nama Latma Elang Indopura 1/80. Lebih jelasnya tentang hubungan strategis Singapura dan Indonesia akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura-Indonesia

Bentuk kerjasama pertahanan pertama yang pernah dilakukan Singapura dan Indonesia adalah latihan bersama yang diberi nama sandi Latma Elang Indopura 1/80 (latihan bersama antara Indonesia dan Singapura) yang dilaksanakan di Lapangan Udara (Lanud) Iswahyudi, Madiun.24 Latihan ini merupakan latihan tempur Republic of Singapore Armed Force (RSAF) dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/sekarang Tentara Negara Indonesia [TNI]). Latihan ini menggunakan pesawat F-86 Sabre dari TNI Angkatan Udara (AU) dan Hawke Hunter dari RSAF. Kegiatan tersebut digelar pada Juni 1980 di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1989, latihan antara TNI dan RSAF semakin maju. Prasarana latihan dibangun seperti Air Weapon Range (AWR). Kemudian pada tahun 1991, dikembangkan Air Combat Manuvering Range (ACWR) bagi Angkatan Udara (AU). Di tahun yang sama dilakukan pembuatan Overland Flying Training Area (OFTA) bagi militer penerbang. Seluruh sarana ini didirikan di Pekanbaru, Indonesia. Semuanya terpusat di Lapangan Udara (Lanud) sebagai kantor Detachment Squadron serta Joint Shelter.25

23

F. Djoko Poerwoko, “Ekstradisi Mungkinkah Kedaulatan Dilepas,” Kompas, 29 Juni 2007, h. 57.

24

Ibid.

25

21

Pada tanggal 21 September 1995 – 14 April 2003, juga telah disepakati akses dua area latihan militer (Military Training Area/MTA) bagi Singapura, dan proyek bersama pembangunan sejumlah fasilitas latihan militer.Singapura mendanai program kerja sama militer dengan Indonesia. Proyek pengembangan sarana latihan militer ini, dilaksanakan di Provinsi Riau, Kepulauan Riau, serta Area Baturaja di Sumatera Selatan.26

Tentara Indonesia sejak tahun 2011 pun dapat melakukan latihan di Singapura. Ini merupakan bentuk kesepakatan kerja sama pertahanan Singapura dengan Indonesia. Pada tanggal 27 Juli 2011 di Jakarta, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen bertemu dengan Wakil Presiden Boediono. Pertemuan ini menyepakati bahwa 600 perwira setiap tahunnya dari Indonesia dapat melakukan latihan militer di Singapura, demikian sebaliknya.27

Dengan melihat bentuk-bentuk kerja sama pertahanan yang dilakukan Singapura dengan Indonesia maka dapat disimpulkan, bahwa kedua negara menyadari adanya kepentingan strategis untuk saling membantu di area pertahanan. Berbagai kerja sama ini memang bukan berupa aliansi, melainkan kemitraan. Artinya, Singapura memilih bersahabat dengan Indonesia untuk bersama menjaga keamanan negara masing-masing. Peningkatan kualitas tentara, terus diperkuat dengan latihan bersama.

Namun, selain berbagai perkembangan tersebut, terjadi juga kendala dalam meningkatkan hubungan kerja sama pertahanan kedua negara. Salah satunya adalah Defence

26

Wisnu Dewabrata, “Kerjasama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” untuk “Ruang”,” Kompas, 16 Juli 2007, h. 36.

27

Bayu Galih dan Aries Setiawan, “600 Perwira Latihan di Singapura tiap tahun,” wensite viva, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://nasional.news.viva.co.id/news/read/236176--600-perwira-latihan-di-

22

Cooperation Agreement (DCA) yang masih terhambat implementasinya karena gagal ratifikasi. Lebih jelasnya mengenai DCA akan dibahas di bab berikutnya.

23 BAB III

Kegagalan Ratifikasi Defence Cooperation Agreement (DCA)

Bab ini akan menguraikan tentang kompleksitas materialisasi DCA Singapura-Indonesia. Pembahasan akan diawali dengan pemaparan tentang DCA, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah penolakan ratifikasi DCA di Indonesia. Deksripsi lebih rinci terkait persuasi Singapura ke Indonesia dalam DCA akan dipaparkan pada bagian akhir bab ini.

A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA)

Usulan Defence Cooperation Agreement (DCA) mulai digulirkan pada tahun 2005.1 Kerja sama pertahanan antara Singapura dan Indonesia terealisasi dalam bentuk latihan bersama. Latihan tersebut, dilakukan oleh para militer kedua negara di wilayah Indonesia. Daerah itu mencakup wilayah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo.2

Pada tahun 2006, pembicaraan mengenai DCA sudah berlangsung dalam empat kali pertemuan. Pertemuan perwakilan dari Singapura dan Indonesia membicarakan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dalam DCA. Adanya dialog mengenai DCA menunjukkan bahwa kerja sama pertahanan begitu penting bagi kedua negara. Kerja sama ini diusulkan oleh Singapura karena memerlukan sarana latihan militer. Singapura melihat Indonesia adalah tempat yang tepat untuk melakukan latihan militer (MTA-Military Training Area).3

1

Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel

diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

2

Daerah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo adalah wilayah yang disepakati sebagaimana tertuang di dalam pasal 3 DCA. Wilayah tersebut adalah wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 di daerah Sumatera.

3

Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel

diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

24

Negosiasi untuk mewujudkan DCA juga pernah dilakukan di Indonesia. Pada tanggal 9-10 April 2007 diadakan pertemuan di Jakarta, di mana pihak Indonesia diwakili oleh mantan Menlu Ali Alatas dan Singapura diwakili oleh Wakil PM Jayakumar. Pertemuan tersebut merupakan negosiasi sejumlah persoalan yang masih mengganjal hubungan kedua negara, diantaranya masalah DCA.4 Dalam hasil pertemuan tersebut, Singapura meyakinkan bahwa DCA akan mempererat hubungan Singapura dan Indonesia.

Pada 27 April 2007, penandatanganan DCA telah disepakati oleh kedua pemerintah Singapura dan Indonesia. Menteri Pertahanan (Menhan) Singapura Theo Chee Hean dan Menhan Indonesia Juwono Sudarsono menandatangani perjanjian ini. Sedangkan, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menjadi saksi dalam kesepakatan kerja sama pertahanan ini yang diselenggarakan di Tampak Siring, Bali.5

DCA merupakan usaha Singapura untuk meningkatkan kerja sama pertahanannya. Singapura memberi alat-alat canggih, sedangkan Indonesia memberi tempat untuk mensimulasi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alusista) dari Singapura. Karena luasnya wilayah Indonesia, Singapura menganggap bahwa negara yang bertetangga ini dapat menjalin hubungan yang lebih kokoh. Dalam pembukaan isi DCA disebutkan bahwa, Singapura akan memberi kontribusi pembiayaan selama kerja sama itu berlangsung.6

Kerja sama pertahanan ini juga menegaskan prinsip untuk saling menghormati kepada semua pihak. Dalam Pasal 1 DCA disebutkan, bahwa model hubungan latihan bersama ini menganut asas kesetaraan dan prinsip saling menghormati. Penghormatan Singapura dan

4Wisnu Dewabrata, “Kerja Sama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” Untuk “Ruang”,” Kompas,

16 Juli 2007, h. 36.

5

Ikrar Nusa Bhakti, “Antara Ruang dan Uang,” Kompas, 7 Juni 2007, h. 6.

6

Pasal DCA, h. 1 yaitu peningkatan kerja sama pertahanan akan memberi kontribusi pada hubungan pertahanan nasional kedua belah pihak yang saling menguntungkan.

25

Indonesia dalam perjanjian ini, adalah wujud hubungan bilateral kedua negara yang erat. Tanpa hubungan yang harmonis, tidak mungkin kerja sama tersebut dapat terjalin.

Dalam DCA, Singapura dan Indonesia menyepakati bahwa latihan militer akan digelar di wilayah Indonesia. Dalam perjanjian itu, wilayah yang digunakan adalah Alfa 1, Alfa 2, dan Area Bravo. Ketiga wilayah ini bertempat di laut yang dapat digunakan oleh militer udara dan laut. Sebelumnya, wilayah yang diajukan Singapura adalah lima lokasi yaitu Alfa 1 dan 2, Area Bravo, Baturaja dan Pulau Ara. Indonesia hanya menyapakati tiga lokasi yaitu Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo. Wilayah Baturaja dan Pulau Ara tidak mendapat izin dari pihak Indonesia.7 Walau hanya mendapat tiga tempat latihan di wilayah Indonesia. Singapura tetap siap dengan hasil dari kesepakatan bersama dengan Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 DCA.

Daerah Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo adalah wilayah untuk tentara Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Sedangkan, Angkatan Darat Singapura tidak memiliki tempat khusus di daratan Indonesia untuk latihan bersama. Hal ini dikarenakan, wilayah Baturaja yang diusulkan oleh Singapura, tidak berhasil untuk disepakati. Baturaja yang bertempat di Palembang tidak digunakan untuk latihan, karena merupakan tempat latihan militer Indonesia. Selain Baturaja, daerah Pulau Ara juga tidak disepakati untuk dipakai oleh militer Singapura. Ketiga wilayah yang diberikan dalam DCA sudah cukup luas untuk latihan pertahanan Singapura dan Indonesia.8

Bagi Indonesia, Tentara Nasional Indoenesia (TNI) dituntut meningkatkan profesionalitas dalam menjaga negara. Salah satu usaha itu adalah handal saat latihan. Djoko Suyanto mengarahkan, profesionalitas dan ketangguhan TNI memerlukan latihan yang

7

Rakaryan Sukarjaputra, “RI-Singapura Benang Kusut Dua Perjanjian RI-Singapura,” Kompas, 8 Juli

2007, h. 5

8

26

didukung dengan sarana, prasarana, dan peralatan yang modern. Tetapi, pemerintah Indonesia sayangnya belum mampu menyediakan semua itu.9 Disinilah DCA yang ditawarkan oleh

Dokumen terkait