8 UJI COBA PENERAPAN INFORMASI SPASIAL ZPPI
8.5. Hubungan Sumber daya ikan dan Musim
Berdasarkan jenis ikan yang tertangkap pada pelaksanaan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI di perairan Selat Madura, didukung dengan beberapa referensi, dapat dilakukan pengelompokan jenis sumber daya ikan di Selat Madura dalam kaitannya dengan musim-musim yang berbeda sebagai berikut.
(1) Sumber daya ikan yang dominan di perairan Selat Madura Selama musim barat yaitu pada bulan Desember, Januari dan Februari, yaitu ikan tongkol, layang, kembung, dan selar.
(2) Sumber daya ikan di Selat Madura selama bulan Maret yang merupakan bulan pertama pada musim peralihan pertama didominasi oleh tongkol, layang, kembung, dan selar, namun sudah mulai ada terdapat ikan lemuru. Sumberdaya ikan pada bulan kedua musim peralihan pertama yaitu bulan April, sudah mulai campuran antara tongkol, layang, kembung, selar, dan lemuru yang jumlah tangkapannya semakin banyak. Sedangkan sumber daya ikan yang tertangkap selama bulan terakhir musim peralihan pertama yaitu bulan Mei, sudah mulai didominasi oleh ikan lemuru.
(3) Pada musim timur yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus, sumberdaya ikan di Selat Madura didominasi oleh lemuru, sehingga alat tangkap dan pengelolaan ikan hasil tangkapan perlu disesuaikan dengan karakteristik ikan lemuru.
(4) Sumber daya ikan di Selat Madura pada bulan pertama musim peralihan kedua yaitu bulan September masih didominasi oleh lemuru. Jenis sumberdaya ikan pada bulan Oktober, masih didominasi oleh ikan lemuru, namun demikian hasil sudah mulai banyak tertangkap ikan tongkol, layang dan selar. Jenis ikan yang tertangkap selama bulan terakhir musim peralihan kedua yaitu bulan November campuran antara lemuru, tongkol, layang, kembung, dan selar.
Produktivitas ikan lemuru hasil tangkapan oleh nelayan di sisi selatan dan sisi utara Selat Madura berkorelasi dengan produktivitas lemuru yang tinggi di perairan Selat Bali pada bulan April sampai dengan Oktober yang mencapai 78,5% dari total ikan hasil tangkapan (Merta, 2003). Berdasarkan ukuran panjangnya, ikan lemuru (sardinela longiceps) dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : lemuru yang panjangnya kurang dari 11 cm disebut sempenit ditemukan mulai bulan Mei/Juni dampai September; yang panjangnya antara 11 - 15 cm disebut protolan; dan yang panjangnya lebih dari 15 cm disebut dengan lemuru. Lemuru di Selat Bali terdiri dari 4 jenis yaitu sardinella longiceps, sardinella aurita, sardinella lelogaster, dan sardinella clupeoides. Dibandingkan dengan ikan pelagis kecil lainnya, lemuru di Selat Bali mempunyai sifat yang khusus, hidup dan berkembang di kawasan perairan yang sempit, dan melimpah pada saat terjadi uppwelling dengan salinitas 34 o/oodan suhu 24,5oC.
Perkembangan ikan lemuru belum diketahui dengan pasti, ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada akhir musim hujan dan pada
kawasan perairan dalam sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap jaring. Ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada perairan pantai atau tidak jauh dari perairan pantai karena air laut mempunyai salinitas rendah (Merta, 2003). Uraian di atas memberikan gambaran atau dugaan bahwa ikan lemuru bertelur pada waktu musim hujan, yang di perairan Selat Madura dan Selat Bali terjadi sekitar pertengahan musim barat sampai bulan pertama musim peralihan pertama. Ini berarti bahwa pada waktu hasil tangkapan lemuru melimpah, pada waktu yang sama juga terdapat sempenit dan protolan. Namun demikian, sempenit akan ditemukan pada perairan dekat dari pantai sedangkan protolan akan ditemukan lebih ketengah (lebih dalam).
Melalui kerjasama penangkapan, nelayan dapat mengakses unit spasial ZPPI lebih banyak dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil tangkapan ikan untuk kesejahteraan nelayan dan pembangunan perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan serta pelaku perikanan tangkap dari penjualan ikan hasil tangkapan, dan mencegah terjadinya overfishing. Dinamika ZPPI secara mingguan dan bulanan didukung dengan data tentang fenomena oseanografi, klimatologi dan prilaku ikan pelagis yang ada di Selat Madura, diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk melakukan peramalan tentang ZPPI beberapa waktu kedepan, juga pada saat kesulitan mendapatkan data SPL dan klorofil-a dari satelit penginderaan jauh karena hambatan tutupan awan. Hal ini sangat penting untuk memelihara kontinuitas penyediaan informasi spasial ZPPI kepada nelayan untuk mendukung kegiatan dan produktivitas penangkapan ikan.
BAB 9
PENUTUP
Pengembangan informasi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) merupakan ujung dari penelitian panjang pemanfaatan data satelit lingkungan dan cuaca. Pada awalnya penelitian hanya terfokus pada penelitian pemanfaatan data pengindaraan jauh NOAA-AVHRR untuk deteksi suhu permukaan laut (SPL). Terdapat beberapa algoritma yang telah dicoba digunakan untuk mendapatkan SPL dan dilakukan validasi di beberapa daerah, sehingga diperoleh algoritma yang dinilai paling sesuai untuk perairan laut Indonesia. Terdapat 2 algoritma yang sering digunakan dalam perhitungan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yaitu perhitungan SPL berdasarkan McMillin and Crosby (1984) serta berdasarkan algoritma Deschamps dan Phulpin (1986), karena keduanya memberikan hasil yang mendekati nilai suhu di lapangan.
Penelitian pemanfaatan penginderaan jauh untuk perolehan SPL dilanjutkan dengan deteksi thermal front/upwelling, yang menjadi semakin menarik karena semakin memberikan gambaran fenomena yang terjadi di perairan laut khususnya dalam kaitannya dengan sumberdaya laut. Penelitian fenomena thermal front/upwelling ini mulai menarik minat kalangan mahasiswa dan dosen untuk melakukan penelitian hubungan antara thermal front/upwelling dengan keberadaan ikan khususnya ikan pelagik. Penelitian yang dinilai menarik adalah penelitian untuk skripsi tentang pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi upwelling kaitannya dengan penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Hasil penelitian ini membuktikan adanya keterkaitan erat antara fenomena upwelling yang dideteksi berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR dengan lokasi-lokasi penangkapan ikan tuna.
Keterlibatan penulis dalam komisi pengkajian sumber daya ikan laut dan pergaulan dengan para pengusaha penangkapan ikan khususnya ikan tuna menambah wawasan penulis tentang karakteristik ikan, khususnya yang terkait dengan parameter yang dapat diperoleh dari data penginderaan jauh. Dengan dorongan, dukungan, dan kerjasama dengan PT. Geoinfo, dikembangkan informasi zona ikan yang di Lapan terus dikembangkan sampai akhirnya menjadi informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). Dalam upaya meningkatkan akurasi dan membangun kepercayaan terhadap informasi spasial ZPPI ini telah dilakukan uji coba dan sosialisasi penerapan ZPPI di berbagai daerah. Uji coba penerapan pertama dilakukan di Indramayu - Jawa Barat, yang difasilitasi oleh PT. Geoinfo dengan mendapatkan manfaat berupa informasi terjadinya peningkatan hasil tangkapan dan lebih pendeknya waktu untuk setiap trip penangkapan, serta pemahaman lebih baik terhadap karakteristik nelayan purse seine.
Perubahan struktur organisasi LAPAN pada awal tahun 2001 yang ditandai dengan terbentuknya Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh (Pusbangja), membuka peluang lebih baik untuk meningkatkan kegiatan pengembangan dan penerapan informasi spasial ZPPI. Hal ini terbukti dengan diakomodasinya kegiatan sosialisasi dan penerapan informasi ZPPI di berbagai daerah, mulai dari beberapa daerah di Sumatera yaitu di Sabang (Aceh), Sibolga (Sumatera Utara), Padang (Sumatera Barat), Lampung, dan Bangka (waktu itu, Sumatera Selatan). Di Pulau Jawa antara lain di Karawang dan Pangandaran (Jawa Barat), di Jakarta Utara, Pekalongan (Jawa Tengah), serta di Jawa Timur yaitu di Tuban, Bangkalan, Situbondo, dan Bayuwangi. Sosialisasi dan penerapan ZPPI di Kalimantan antara lain dilakukan di Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan, sedangkan di Sulawesi antara lain di Makasar dan Pare-pare (Sulawesi Selatan), di Manado (Sulawesi Utara). Sosialisasi dan penerapan ZPPI juga dilakukan di Bedugul (Bali) serta yang paling timur yaitu di Biak (Papua).
Dari sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI ini dapat diketahui antusiasme nelayan untuk mendapatkan data/informasi yang dapat mendukung usaha peningkatan hasil tangkapannya. Namun demikian, dapat diketahui juga kesulitan untuk menyediakan informasi spasial ZPPI bagi nelayan tradisonal yang menggunakan perahu motor di bawah 5 GT dengan zona penangkapan dibawah 5 km dari garis pantai. Kesulitan ini juga disebabkan diragukannya tingkat akurasi sumber data yang digunakan terutama SPL untuk perairan pantai.
Meningkatnya kemajuan teknologi penginderaan jauh yang mampu menghasilkan data untuk mendukung pengembangan informasi spasial ZPPI ini, perlu mendapat respon dan implementasi yang nyata ke dalam kegiatan riset yang terencana. Jika pada awalnya pengembangan informasi spasial ZPPI hanya didasarkan pada thermal front maka dilakukan peningkatan jumlah parameter yang digunakan seperti klorofil-a, ketinggian muka air laut, dan arus. Disamping itu, penyampaian informasi tentang ZPPI yang layak dijadikan zona penangkapan perlu memperhatikan musim dalam kaitannya dengan angin dan gelombang karena berkaitan erat dengan keberhasilan kegiatan penangkapan ikan dan keselamatan pelayaran.
Penulis berharap bahwa pengembangan, sosialsisasi, dan diseminasi informasi spasial ZPPI ini diharapkan dapat terus ditingkatkan dan dapat menjadi kontribusi nyata LAPAN kepada nelayan khususnya dan sektor perikanan pada umumnya. Informasi spasial ZPPI yang akurat dan tersedia tepat waktu diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan oleh nelayan dalam usaha meningkatkan ekonomi nelayan, mendukung usaha peningkatan pendapatan asli daerah, dan pada ujungnya ikut mendukung usaha peningkatan devisa negara.
DAFTAR PUSTAKA
Bintoro G. 2005. Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella Funbriata Valenciennes, 1847) di Selat Madura Jawa Timur. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 291 halaman.
Brown, O.B.,Brown, J.W. and Evans, R.H. 1985. Calibration of Advanced Very High Resolution Radiomater Infrared Observations. Journal of Geophysical Research, 90(C6):11667-11677.
Callison, R.D., Robinson, I.S., Blackburn, D.A., Cracknell, A.C., and Cunnings, D.L. 1989. Some Marine Applications of Satellite and Airborne Remote Sending. A Computer-based Learning Module. UNESOD. Prais.
Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu J. 1996. Pengelolaaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. 292 halaman.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. 412 halaman.
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Jakarta. 233 halaman.
Gaol L.J., Endriani R. A., Manurung D., Kawaru M. 2007. Pemetaan Sumberdaya Laut Pulau Nias Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Pasca-Tsunami 2004. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 12 No. 3. Halaman 131 - 139.
Gastellu-Etchegorry, J.P. and Boely, T. 1988. Methodology for an Operational Monitoring of Remotely-Sensed Sea Surface Temperatures in Indonesia. Int.J.of Remote Sensing, 9(3):423-438. Gastellu E. and Mardio P. 1983. The Remote Sensed Sea Surface
Temperatue A Case Study In Indonesia. The Indonesian Journal of Geography. Volume 13, Number 46. Page 13 – 27.
Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their
Throughflow. Journal Oceanography, Vol. 18, No. 4. 27 Pages.
Hartuti M., Manoppo A.K.S., Prayitno Y., Noor M. 2006. Laporan Kegiatan Produksi Informasi Bagi Nelayan Perikanan Tangkap Di Wilayah Timur Indonesia (Pekalongan, Bali, Parepare, Balikpapan, Situbondo, Nusa Tenggara Timur, Dan Biak). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 79 halaman.
Harsanugraha W.K. dan Etty Parwati. Aplikasi Algoritma Multikanal untuk Estimasi SST menggunakan data AVHRR/2 NOAA-11. Proceeding: Hasil-hasil Penelitian Proyek Pemanfaatan Satelit Lingkungan dan Cuaca, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jaun, LAPAN. Maret 1992. Halaman 34-62.
Hasyim B. 1986. Penentuan Temperatur Permukaan Laut Mempergunakan Data AVHRR dengan Analisa Berbagai Saluran. Majalah LAPAN No. 41 Tahun ke XI. Halaman 31 – 38.
Hasyim B. 2003. Kajian Daerah Penangkapan Ikan dan Budidaya Laut Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Wilayah Kabupaten Situbondo. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Thesis. IPB. 138 halaman.
Hasyim B., Sondita F., Haluan J., Kartasasmita M. 2009. Identifikasi Zona Potensi Penangkapan ikan di Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. Jurnal Kelautan Nasional. Vol. 1 Edisi Khusus Januari 2009. Halaman 165 – 181.
Hasyim B.,. 2009. Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal. Disertasi. IPB. 199 halaman.
Hasyim B., Hartuti M., Sulma S. (2009) Identification of Fishery Resources in Madura Straitt Based on The Implementation of Potential Fishing Zone Information from Remote Sensing. International Journal of Remote Sesning and Earth Sciences Vol 6: 1-13.
http://www.ncdc.noaa.gov/oa/pod-guide/ncdc/docs/podug/html/c3/sec3-0.htm. NOAA. 18 April 2013.
http://modis-atmos.gsfc.nasa.gov/. NOAA.18 April 2013.
http://www.ncdc.noaa.gov/oa/pod-guide/ncdc/docs/klm/html/c3/sec3-1.htm. 18 April 2013.
http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: NOAA KLM Spacecraft Characteristics. NOAA. 3 Mei 2013.
http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: NOAA KLM User's Guide. NOAA. 3 Mei 2013.
http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: The NOAA KLM Concept. NOAA. 3 Mei 2013.
Ichoku C., Kaufman Y.J., Remer L.A., Levy R.. 2003. Global aerosol remote sensing from MODIS. Elsevier Ltd. Advances in Space Research 34 (2004) 820–827.
Kostianoy A.G., Ginzburg A.I., Frankignoulle M., Delille B. 2004. Fronts in the Southern Indian Ocean as Inferred from Satellite Sea Surface Temperature Data. Journal of Marine Systems 45. Page 55 – 73. Lumban Gaol J., Pasaribu B.P., Manurung D., Endriani R. 2004. The
Fluctuation of Chlorophyl-a Concentration Derived from Satellite and Cath of Oily Sardine (Sardinela lemuru) in Bali Strait. International Journal Remote Sensing and Earth Sciences Vol 1 No. 1. Page 24 – 60.
Linting M., Badrudin, Wirdaningsih N. 1994. Indeks Kelimpahan Stok Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil di Perairan Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 87 Tahun 1994. Halaman 48 – 55.
McClain, E.P.1981. Split-Window and Triple-Window Sea Surface Temperature Determinations from Satellite Measurements.
Mini-Simposium on Applications of Aerospace Remote Sensing in Marine Research. October 6-10. Woods-Hole, Mass.
McClain, E.P., Pichel, W.G., and Walton, C.C 1985. Comparative Performance of AVHRR-Based Multi channel Sea Surface Temperatures. Journal of Geophysical Research, 90(C6):11579-11601
Narendra Nath A. 1993. Retrieval of Sea Survface Temperature Using NOAA-AVHRR Data for Identification of Potential Fishing Zone – Dissemination andValidation. National Remote Sensing Agency. Hiyderabad, India. 40 pages.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta. 367 halaman.
Pasaribu B.P., Manurung D., and Nugroho D. 2004. Fish Stock Assessment Using Marine Acoustics Detection And Oceanographical Characteristics In Java Sea. Jurnal Gayana 68(2):1-5. Page 466-475. Pellegrini, J.J. and Penrose, I.D. 1986. Comparison of Ship Rased Satellite
AVHRR Estimates of Sea Surface Temperature. Proceeding 1st Australian AVHRR Conference. Perth, Australia.
Pet J.S., Densen W.L.T, Machiels M.A.M,. Sukkel M, Setyohadi D, and Tumuljadi A. 1997. Length-based Analysis of Population Dynamics and Stock Identification in the Sardine Fisheries around East Java, Indonesia. Journal of Fisheries Research 31. Page 107 – 120.
Priyanti N.S. 1999. Studi Daerah Penangkapan Rawai Tuna di Perairan Selatan Jawa Timur – Bali Pada Musim Timur Berdasarkan Pola Dsitribusi Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA/AVHRR dat Data Hasil Tangkapan. Skripsi. IPB. 78 halaman.
Santos M. 2000. Fisheries oceanography using satellite and airborne remote sensing methods: a review. Journal of Fisheries Research 49. Page 1 – 20.
Singh, S.M. 1984. Removal of Atmosfheric Effects on a Pixel by Pixel Basis From the Thermal Infrared Data From Instruments on Satellites “The Advanced Very High Resolution Radometer (AVHRR)”. Int. J. Of RemoteSensing, 8(1):161-183.
Sediadi A. 2004. Effek Upwelling Terhadap Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya. Jurnal Makara, Sains, Vol. 8, No. 2. Halaman 43-51.
Strong, A.E. and McClain, E.P. 1984. Improved Ocean Surface Temperature from Space Comparison with Drifting Buoys. Bulletin Am. Mateorology Soc, 65:138-142
Sumedi B. 2009. Kebutuhan dan Pengalaman Memanfaatkan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Perikanan Tangkap di Selat Makassar. Berita Inderaja LAPAN, Volume VII, No. 13. Halaman 38 – 42.
Sulistya W., Hartoko A., and Prayitno B. 2007. The Characteristics and Variability of Sea Surface Temperatur in Java Sea. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. International Society
of Remote sensing and Earth Sciences IJeReSES, Volume 4. Denpasar Bali. 162 pages.
Tangdom Q., Du Y., Strachan J., Meyer G. S., and Slingo J. 2005. Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region. Journal Oceanography Vol. 18, No. 4. Page 51 – 61.
Vasconcellos M,. 2003. An Analysis of Harvest Strategies and Information Needs in the Purse Seine Fishery for the Brazillian Sardine. Journal of Fisheries Research 59. Page 363 – 378.
Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Lemuru (Sadinela lemuru Bleeker 1853) di Perairan Selat Bali : Kaitannya Dengan Optimasi Penangkapan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 221 halaman.
Zainuddin M. 2007. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger Kanagurta) di Perairan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Jurnal Sains & Teknologi Vol. 7 No. 2. Halaman 57–64.
INDEK
AMSU 21, 22 APT 20 AVHRR 3, 4, 5, 8, 19-29, 33-42, 44, 47, 49, 50, 58, 59, 61, 121, ALKI 5 Ascending 20, Atmosfir 5, 40. Buoy 21, 22 Caranx leptolepis 10 Caranx sexfaciathus 11 Cromenopthalmus 10 Cropping 44 Crustacea 10 DCS 21, 22, 26, 27. Decapterus himimulatus 10, Decapterus spp. 10, Discending 20, Feedback 4, 106, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118. Fish behavior 2 Fishing ground 3,6. 58, 109, Fish scooling 57. GAC 20, 22 Geografis 9, 16, 124, GPS 16, 33, 103 GT 62, 63, 64, 65, 67, 68, 70, 75, 103, 105, 106, 109, 122, HIRS 21, 22 HRPT 20 Ikan pelagis 1, 6, 9, 12, 13, 16, 33, 119, 120. Inderaja 2, 3, 19, 37, 48, 59, 125, Kanal 5, 20, 22-25, 28-31, 35, 37- 40, 42-44. Kerjasama penangkapan 65, 70, 71, 73, 77-82, 84, 86-89, 91-99, 101, Klorofil-a 2, 61, 120, 122,Komnas Kajiskanlaut 9, 55, 56 Koreksi geometrik 5, 28, 33, 34, 35, 36, 60, Koreksi radiometrik 5, 33, 40, LAC 20, 22, Lapan 3, 4, 16, 27, 28, 32, 49, 50, 59, 60, 61, 103, 105, 106, 109, 122, 124. Laut Jawa 6, 7, 8, 10, 12, 107, 108, 109 Maritime Continent 6 Megalaspis cordyla 10, MHS 21 Microwave 3, 21. Migrasi 9, 11, 26, 108, MODIS 5, 13, 16, 19, 29, 30, 31, 32, 33, 43, 44, 45, 124 MSY 15 Musim barat 8, 10, 61, 87, 88, 89, 119, 120, Musim peralihan pertama 90, 119, 120, Musim timur 7,8,10, 119, 125,
Musim peralihan kedua 100, 119, Near-real time 33,
Nelayan tradisional 4, 13, 61, 63, 67, 71, 74, 75.
NOAA 3, 4, 5, 8, 20-28, 33- 39, 40-, 41, 42, 44, 47, 49, 50, 58, 61, 121, 123.
One day fishing 57. Overfishing 1, 120, NPOESS 19, 20, Oceancolor 44, 47, 61. Oseanografi 1, 2, 58, 120, Penginderaan Jauh 2, 3, 12, 16, 17, 19, 32, 47, 49-51, 55, 56, 59, 103, 105, 109, 120-125. piksel (pixel) 24, 25, 34, 39, 47, 125, pelagis kecil 1, 6, 12, 119, 124, pelagis besar 1, 9, 13, Peta Rupabumi 16,
Peta laut 16, 34, 59. Plankton 7, 8, 10, 11, 12, 31, Prospektif 2, 48, 76. Purse Seine 6, 12, 103, 104, 108, 109, 121, 126, Pusbangja 59, 103, 122, Radiometer count 37, Rastrellin ger spp. 12 Rastrelliger kanagurta 126 Repetitive 33 Resolusi spektral 16, Resolusi spasial 5, 9, 22, 30, 33, Salinitas 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 119, 120, Sardinella longiceps 12, 119. Sardinella spp. 12, Sarsat 21, 22 Satelit 2, 3, 5, 8, 12, 16, 17, 19-30, 32, 33, 37, 40, 43-45, 49, 50, 56, 59, 61, 120, 121, 123,125, SBUV 21, 22 Scomberomorus lineolatus 9, SeaWiFS 5, 8, 44. Selar 10, 10, 110, 115, 116, 117, 118, 119. SEM 21 Sempenit 119, Schooling 2, Situbondo 4, 123, 124. SPL 3, 5-9, 11, 16, 19, 22, 30, 33, 37-41, 42, 43, 46, 48, 49, 60, 121, 122. SST 26, 33, 40, 123 Stock assessment 125 . Stenohaline 10, 12. TOVS 21. Teknologi 2, 5, 8, 15, 123, 126. Temporal 2, 8, 23, 124.
Thermal front 4, 5, 8, 9, 47, 49, 49, 50, 51, 52, 55, 58, 61, 122. Thunnus albacores 9 Time series 15. TIP 19. TIROS19. TPI 10, 70, 76, 77, 79, 81, 87, 92, 101, 106, 109. Trial fishing 2. Unit spasial 2, 59, 60, 61, 62, 63, 67, 87, 109, 120. Upwelling 3, 4, 5, 6, 7, 8, 49, 50, 51, 54, 121, 125. Visibel 28, 29, 35. WPP 60. ZEE 1, 33. ZI 4, 55. ZPI 4, 58, 103, 104. ZPPI 3, 4, 9, 19, 21, 47- 49, 55, 57-86, 87-102, 103-120, 121, 122.