• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan Pencegahan Merokok

HASIL PENELITIAN

4.8 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan Pencegahan Merokok

Tabel 4.14 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan Pencegahan Merokok Responden

Bahaya Rokok Baik % Tidak Baik % n Baik Cukup Kurang 120 69 5 42,4 24,4 1,8 48 35 6 17,0 12,4 2,1 168 104 11 Total 194 68,6 89 31,4 283 p = 0,165

Tabel 4.14 diatas menunjukkan hasil penelitian hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok. Tabel diatas menunjukkan dari 283 responden sebagian besar berada pada tingkat pengetahuan baik dan termasuk dalam kategori tindakan baik dengan jumlah 120 responden (42,4%).

Perhitungan menggunakanChi-square test dengan bantuan programIBM SPSS statistic version 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,165 dengan tingkat kesalahan 5% atau 0,05. Bila nilai probabilitas lebih tinggi dari tingkat kesalahan maka dapat dinyatakan tidak terdapat hubungan antara kedua variabel. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai probabilitas lebih besar dari tingkat kesalahan maka dinyatakan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok.

Tabel 4.15 Hubungan Antara Sikap Tentang Bahaya Rokok Dengan Tindakan Pencegahan Merokok Responden

Sikap Tentang Bahaya Rokok

Tindakan Total

p Value

Baik % Tidak Baik % n

Baik Tidak Baik 191 3 67,5 1,1 81 8 28,6 2,8 272 11 Total 194 68,6 89 31,4 283 p = 0,003

Data dalam tabel 4.15 diatas menunjukkan hasil penelitian hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok. Tabel diatas menunjukkan dari 283 responden sebagian besar berada pada sikap baik dan termasuk dalam kategori tindakan baik dengan jumlah 191 responden (67,5%).

Perhitungan korelasi menggunakanChi-square test dengan bantuan programIBM SPSS statistic version 19 menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,003 dengan tingkat kesalahan 5% atau 0,05. Bila nilai probabilitas lebih kecil

dari tingkat kesalahan maka dapat dinyatakan terdapat hubungan antara kedua variabel. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat kesalahan maka dinyatakan terdapat hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Manusia diciptakan secara unik, berbeda satu sama lain, dan tidak satu pun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar identik. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Keunikan dan perbedaan individual itu oleh perbedaan faktor pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Perbedaan individual tersebut membawa implikasi imperatif terhadap layanan pendidikan untuk memperhatikan karakteristik anak didik yang bervariasi (Ali dan Asrori, 2011).

Begitupun jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 283 responden mempunyai karakteristik yang berbeda yang digolongkan dalam kelompok umur, kelompok jenis kelamin, kelas dan nilai rata-rata rapor siswa. Jika dilihat berdasarkan umur, yang tergolong dalam kelompok umur 11-13 tahun sebesar

66,4% dan kelompok umur 14-16 tahun sebesar 33,6%. Diantaranya 130 responden laki-laki (45,9%) dan 153 responden perempuan (54,1%) yang merupakan sebagian besar responden dalam penelitian ini. Hasil penelitian oleh Kumboyono (2010) di SMK Bina Bangsa Malang bahwa persentase tertinggi merokok berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian ini bahwa sebagian besar yang merokok adalah responden laki-laki (1,5%). Siswa laki-laki cenderung memiliki perilaku merokok dikarenakan salah satu faktor pergaulan remaja laki-laki lebih luas dibandingkan remaja perempuan. Responden dalam penelitian ini adalah siswa yang tergolong dalam rentang usia remaja remaja awal atau kaum muda (young nation) dengan rentang usia antara 10-24 tahun (WHO, 2005).

Berdasarkan karakteristik kelas, 43,8% berada pada persentase tertinggi yaitu kelas VII. Kelas VII sebesar 31,4% dan kelas IX sebesar 24,7% yang sebagian besar siswa mengalami perubahan mencolok dalam dirinya baik aspek fisik maupun psikis sehingga menimbulkan reaksi emosional dan perilaku radikal (Ali dan Asrori, 2011). Selama proses belajar mengajar di sekolah, para pendidik dalam hal ini guru dapat mengetahui siswa yang berprestasi berdasarkan pengetahuan dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. Nilai rata-rata rapor siswa di kelas dan rangking merupakan hasil yang dapat mengukur kemampuan kognitif siswa. Apabila dilihat dari nilai rata-rata rapor oleh siswa, sebagian besar berada pada nilai 69-79 dengan jumlah 160 responden (56,5%) selanjutnya nilai <69 dengan 97 responden (34,3%) dan nilai >79 dengan 26 responden (9,2%) merupakan siswa yang tergolong berprestasi.

5.2 Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok

Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik dengan jumlah 168 responden (59,4%).

Tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok dalam penelitian ini terdiri atas bahaya rokok bagi kesehatan dan bahaya asap rokok bagi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh sebagian besar responden berada pada kategori berpengetahuan baik dengan 168 responden (59,4%) yang terdiri atas 68 responden laki-laki (24,0%) dan 100 responden perempuan (35,5%). Jika dilihat

dari umur sebagian besar responden yang berpengetahuan baik berada pada kelompok umur 11-13 tahun dengan 102 responden (36,0%) dan 66 responden pada kelompok umur 14-16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang berada pada usia 11 tahun ke atas telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis, mampu berpikir abstrak dan memecahkan persoalan yang bersifat hipotesis (Ali dan Asrori, 2011). Sebagian besar responden menjawab salah bahwa pernyataan salah satu tempat yang tepat dijadikan kawasan bebas rokok adalah lingkungan sekolah. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak tahu akibat jika rokok dibiarkan ada dilingkungan sekolah. Masa para remaja dan remaja awal cenderung melakukan sesuatu hal yang mereka tidak tahu dampak dari yang mereka lakukan, cenderung mencoba hal yang baru karena pada masa ini merupakan masa dimana mereka ingin dikatakan sudah dewasa. Seperti halnya merokok, dengan merokok mereka dianggap jadi lebih dewasa, percaya diri dan istilah keren zaman modern “gaul”. Hal ini merupakan analisis dari pihak remaja bahwa karena sudah dewasa dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri. Jika sekolah dijadikan kawasan tanpa rokok responden akan merasa malu jika sekolah dikatakan kurang gaul atau sudah tidak zaman oleh teman-teman sebaya responden dari sekolah yang berbeda. Menurut responden merokok adalah hal yang biasa, karena masih sekolah dengan umur yang tergolong remaja, rokok tidak dapat menyebabkan penyakit dengan cepat.

Jika dilihat persentase jawaban dari responden mengenai tingkat pengetahuan responden tentang bahaya rokok dan asap rokok bagi kesehatan sebagian besar menjawab dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengetahui bahaya rokok bagi kesehatan. Pernyataan mengenai media informasi atau iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok sebagian besar menjawab salah dengan 175 responden (61,8%) hal ini menunjukkan para siswa belum merasakan dampak dari media iklan contohnya iklan rokok di televisi karena iklan rokok ditayangkan pada pukul 22.00 wita ke atas. Hasil penelitian ini menunjukkan seluruh responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang lebih baik dari hasil penelitian

oleh Loren (2010) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran di Sumatera Utara, sebagian besar responden berpengetahuan baik sebanyak 22 responden (7,2%).

Penelitian oleh Alamsyah (2007) di Kota Medan menyatakan remaja yang mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan mempunyai persentase yang tinggi sebesar 80,36% melebihi responden dari penelitian ini. Persentase yang tinggi tersebut berkaitan dengan adanya peraturan yang mewajibkan iklan rokok di media cetak atau media elektronik serta disetiap bungkus rokok untuk mencantumkan bahaya rokok terhadap kesehatan termasuk penyakit yang diakibatkan oleh rokok. Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian ini, meskipun penelitian ini memiliki kesamaan sebagian besar responden berpengetahuan baik, namun sebagian besar responden dalam penelitian ini menyatakan salah bahwa media informasi atau iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok. Pernyataan tersebut dianggap salah oleh sebagian besar responden karena mereka belum merasakan dampak dari iklan rokok tersebut. Selain itu juga pada kenyataannya iklan rokok di media elektronik seperti televisi hanya menampilkan pesan motivasi bukan berupa dampak dari rokok itu sendiri seperti penyakit yang diakibatkan oleh rokok ataupun kematian.

5.3 Sikap Tentang Bahaya Rokok

Hasil penelitian mengenai sikap tentang bahaya rokok menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap baik dengan jumlah 272 responden (96,1%).

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dari perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi (Ali M dan Asrori M, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden sudah dapat merespon dengan baik mengenai bahaya rokok terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar. Dilihat dari umur sebagian besar merespon dengan baik pada kelompok umur 11-13 tahun dengan jumlah 184 responden (65,0%).

Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden perempuan merespon dengan baik dengan jumlah 148 responden (52,3%) dan berada pada nilai rata-rata kelas 69-79 dengan jumlah 154 responden (54,4%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menerima stimulus yang dalam hal ini pengetahuan dengan baik. Namun belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Dengan kata lain, seluruh siswa sudah mengetahui dengan baik mengenai bahaya rokok dan mempunyai niat atau usaha untuk melakukan pencegahan terhadap bahaya rokok namun belum dilaksanakan.

Sikap terhadap pernyataan jika lingkungan sekolah dijadikan kawasan bebas rokok sebagian besar responden menjawab tidak setuju dengan jumlah 226 responden (79,9%). Hal ini menggambarkan terdapat perbedaan perkembangan karakteristik individu pada aspek sikap (Ali dan Asrori, 2011), seperti semua siswa setuju bahwa pihak sekolah sebaiknya melarang penjualan rokok di lingkungan sekolah, namun sebagian besar siswa tidak setuju jika lingkungan sekolah dijadikan kawasan bebas rokok.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini dengan jumlah 257 responden (90,8%) menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menurunkan prestasi belajar. Artinya sebagian besar responden mengetahui kebiasaan rokok dapat menggangu prestasi belajar dalam proses belajar mengajar. Namun dengan motivasi belajar yang tinggi para siswa mampu berpikir dalam memilih sikap yang baik atau tidak karena motivasi belajar terbagi atas faktor internal yang merupakan cita-cita siswa ataupun kepribadian siswa dan faktor eksternal yang merupakan pengaruh dari teman sebaya ataupun keluarga. Hal ini didukung oleh penelitian dari Kumboyono (2010) di SMK Malang bahwa sebagian besar siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden dalam penelitian ini (96,1%) sudah dapat merespon dengan baik dibanding hasil penelitian yang dilakukan oleh Noor (2004) di sekolah menengah pertama Kudus dengan jumlah 93 responden (71,0%) penelitian yang dapat merespon dengan baik tentang bahaya rokok.

Hal ini mendukung pernyataan Andi (1982:11) dalam buku Perkembangan Anak Remaja (Rumini dan Sundari, 2004) bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju kearah kedewasaan. Remaja yang sedang tumbuh kembang seperti masa sekolah menengah pertama itu mempunyai potensi-potensi, maka dapat dimanfaatkan sebagai generasi bangsa dengan didukung oleh sikap yang baik.

Dokumen terkait