• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Usia dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Chi

commit to user

HASIL PENELITIAN

C. Hubungan Usia dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Chi

Square menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kedua variabel penelitian yaitu usia dan derajat keganasan tumor ovarium primer.

Tabel 4.4. Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 10.028a 3 0.018 Likelihood Ratio 10.330 3 0.016 Linear-by-Linear Association 9.023 1 0.003 N of Valid Cases 110

Tabel 4.4. memaparkan hasil analisis Chi Square hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer. Chi Square (X2) hitung terlihat pada output SPSS pada baris Pearson Chi Square yaitu 10.028. Nilai X2 hitung sebesar 10.028 diperoleh dengan menetapkan taraf

kepercayaan 90 %, dan derajat kebebasan

(df) = 3.

Analisis mengenai hubungan antara usia dengan derajat keganasan tumor ovarium primer dilakukan berdasarkan perbandingan Chi Square hitung dengan Chi Square tabel. Oleh karena nilai X2 hitung (10.028) lebih besar dari nilai X2 pada tabel Chi Square (terlampir) yaitu 6.25 maka hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima.

Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas (p) di dalam kolom Asymp sig. Nilai probabilitas sebesar 0.018

masih lebih rendah dibandingkan taraf si .1.

Hal ini berarti bahwa dengan tingkat signifikansi 10 % hubungan kedua variabel signifikan.

Melalui dua dasar pengambilan keputusan di atas dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok usia pasien dengan derajatkeganasan tumor ovarium primer.

BAB V PEMBAHASAN

Perhitungan statistik menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows, mendapatkan hasil X2 (Chi Square) hitung sejumlah 10.028 yang lebih besar dari X2 pada tabel Chi Square

(terlampir) yaitu 6.25. Nilai p sebesar 0.18 juga lebih yang

ditetapkan yaitu 0.1. Dengan demikian dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer.

Kasus keganasan ovarium pada sampel penelitian berjumlah 82 pasien atau setara dengan 74.5 % dari keseluruhan sampel. Jumlah terkecil terjadi pada kelompok usia di bawah 20 tahun yaitu sebesar 1.2 % meningkat menjadi 12.2 % pada kelompok usia 20-34 tahun, mencapai 37.8 % pada usia 35-50 tahun dan jumlah terbesar diperoleh pada kelompok usia di atas 50 tahun sebesar 48.8 %.

Data tersebut sesuai dengan beberapa kepustakaan yang menyebutkan kejadian keganasan ovarium meningkat seiring dengan peningkatan usia. Keganasan ovarium meningkat pada usia setelah 45 tahun. Usia median saat terdiagnosis adalah 63 tahun dan 48 % penderita ditemukan pada usia di atas 65 tahun (Andrijono, 2004; Busmar, 2008).

Survey Epidemiology End Result periode tahun 2004-2008 menyebutkan, nilai tengah usia pasien saat didiagnosis keganasan ovarium adalah 63 tahun. Sekitar 1.2 % didiagnosis di bawah usia 20 tahun, terus meningkat sebanyak 3.5

49

% antara usia 20 dan 34 tahun, 7.3 % antara 35 dan 44 tahun, 19.1 % antara 45 dan 54 tahun serta mencapai 23.1 % antara 55 dan 64 tahun. Insidensi menurun menjadi 19.7 % antara 65 dan 74 tahun, 18.2 % antara 75 dan 84 tahun dan hanya 8 % di atas usia 85 tahun (SEER, 2011).

Etiologi keganasan ovarium tidak sepenuhnya diketahui. Namun, faktor risiko terkuat yang telah diketahui adalah bertambahnya usia. Beberapa hipotesis berkembang untuk menjelaskan mengapa peningkatan usia berperan terhadap peningkatan kejadian keganasan ovarium, di antaranya hipotesis incessant ovulation. Dengan bertambahnya usia terjadi peningkatan trauma epitel permukaan ovarium dengan berulangnya ovulasi. Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan langsung frekuensi metaplasia dan konversi neoplasma pada daerah invaginasi fragmen epitel permukaan ovarium dan badan inklusi. Hal ini memungkinkan karena pajanan berlebihan oleh hormon atau lingkungan stromal kaya faktor pertumbuhan, maka epithelial permukaan ovarium yang terjabak di korteks ovarium dapat dianggap sebagai proses neoplastik tempat berkembangnya kanker epitelial ovarium. Namun, mekanisme perkembangan epitel permukaan atau kista menjadi keganasan belum diketahui secara pasti. Hipotesis ini dapat menjelaskan penurunan kejadian kanker ovarium pada wanita yang hamil, menyusui atau menggunakan pil kontrasepsi, oleh karena selama hamil, menyusui, dan menggunakan pil kontrasepsi tidak terjadi ovu lasi (Choi et al., 2007; Schilder et al., 2001).

Gejala awal yang tidak spesifik merupakan faktor utama yang menyebabkan kasus keganasan ovarium baru terdiagnosis pada stadium lanjut dan usia yang lebih tua (Busmar, 2008).

Jumlah kasus tumor ovarium jinak yang ditemukan dalam penelitian ini berjumlah 28 sampel (25.5 %). Range usia dengan kasus terbesar adalah 35-50 tahun yaitu sejumlah 15 orang (53.6 %) dan yang berusia 20-34 tahun sebanyak 6 orang (21.4 %). Sedangkan yang berusia leb ih dari 50 tahun sebanyak 5 orang (17.9 %) dan responden berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 2 rang (7.1 %).

Hasil penelitian di atas sejalan dengan kepustakaan yang menyebutkan kasus tumor jinak ovarium paling sering terjadi pada wanita berusia 20-50 tahun dan jarang sekali pada usia pra pubertas (Sutoto, 2007). Tumor jinak ovarium dapat berupa tumor kistik (kista) maupun tumor padat. Tipe terbanyak dari kista ovarium adalah kista fungsional, Kista ovarium fungsional terjadi pada semua umur, tetapi kebanyakan pada masa reproduksi. Dan kista ovarium jarang terjadi setelah masa menopause (Marrinan, 2007). Tumor padat ovarium dapat berupa fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, limfangioma, tumor brenner dan tumor sisa adrenal. Fibroma ovarii merupakan 5 % dari semua neoplasma ovarium dan sering ditemukan pada penderita dalam masa menopause atau sesudahnya (Sutoto, 2007).

Penelitian mengenai hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi mengambil sampel dengan diagnosis klinis tumor ovarium primer antara tahun 2011 sampai 2012. Total sampel yang berjumlah 110 berasal dari data sekunder berupa rekam medik pasien

dan data primer dari hasil wawancara. Dari keseluruhan sampel, total data primer yang diperoleh melalui wawancara berjumlah 15 responden yang berasal dari pasien rawat inap maupun pasien kontrol di poli ginekologi.

Pembahasan berikut ini menggambaran karakteristik kelima belas responden kuesioner penelitian berdasarkan riwayat menstruasi, jumlah paritas, riwayat penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan terapi pengganti hormonal, riwayat penyakit keluarga dan penggunaan talk di area genitalia eksterna.

Dalam menjawab pertanyaan mengenai usia menarche, responden kuesioner hanya mengandalkan ingatan mereka sementara range yang terbentuk antara usia responden pada saat wawancara dengan usia menarche cukup lebar. Selama penelitian berlangsung sebagian besar responden tidak ingat secara pasti usia menarche-nya yang dapat menimbulkan bias informasi. Oleh karena itu, data usia menarche tidak dicantumkan dalam pembahasan ini. Selanjutnya, karena usia menarche berhubungan dengan umur komulatif menstruasi, maka data penelitian mengenai usia menopause yang ditujukan dengan alasan yang sama juga tidak akan disertakan dalam pembahasan ini.

Penelitian sejenis mengenai faktor risiko keganasan ovarium oleh Krisjentha

(2010) diperoleh hasil p (0. .1) dengan simpulan

tidak ada hubungan antara usia menarche dengan kejadian keganasan ovarium. Penelitian yang diterbitkan di British Journal of Cancer menyatakan bahwa risiko keganasan ovarium tidak berhubungan dengan usia menarche atau status menopause meskipun usia saat menopause positif secara bermakna terkait dengan risiko. Durasi kumulatif siklus menstruasi juga dikaitkan dengan risiko yang lebih

tinggi Kenaikan satu tahun di umur menstruasi berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi 2%. Namun, asosiasi dari usia saat menopause dan umur menstruasi dengan risiko keganasan ovarium adalah lemah (Konstantinos et al., 2011).

Kejadian keganasan ovarium ditemukan pada 13 dari 15 responden kuesioner, 7 kasus di antaranya terjadi pada masa post menopause dan 4 yang lain pada masa pre menopause. Adapun 2 responden lainnya mengalami menopause setelah mendapatkan tindakan operatif. Sedangkan tumor ovarium jinak keseluruhannya yaitu 2 responden kuesioner berada pada status pre menopause.

Menopause menjadi salah satu point yang ditanyakan dalam kuesioner karena sebanyak 45 % keganasan ovarium terjadi pada pasien post menopause. Angka yang jauh meningkat dari jumlah 13 % pada periode pre menopause (Colditz, 2004).

Beberapa hipotesis mencoba menerangkan penyebab meningkatnya keganasan ovarium setelah menopause. Di antaranya hipotesis karsinogenesis hormonal, peningkatan kadar androgen pada wanita menopause menstimulsi tumorogenesis. Di sisi lain, rendahnya esterogen pada sirkulasi darah menyebabkan menurunkan umpan balik negatif terhadap Folikel Stimulating Faktor (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Kadar FSH dan LH yang tinggi diduga merangsang pertumbuhan neoplasmik sel-sel ovarium (Choi et al.,2007).

Namun, hipotesis tersebut bertentangan dengan penelitian lebih lanjut British Journal of Cancer yang menyatakan bahwa risiko keganasan ovarium tidak berhubungan dengan status menopause (Konstantinos et al., 2011).

Keganasan ovarium terjadi pada 6 responden kuesioner dengan jumlah paritas lebih dari 1 dan 7 lainnya terjadi pada wanita primipara dan nullipara dengan perincian 4 wanita nullipara dan 3 wanita primipara. Sementara dua kasus tumor ovarium jinak seluruhnya dialam i wanita multipara.

Wanita yang pernah hamil memiliki risiko terkena keganasan ovarium sekitar 50 persen lebih rendah dibandingkan dengan wanita nullipara. Risiko menjadi lebih rendah lagi pada wanita multipara (Green, 2006)

Penelitian dengan judul Oral Contraceptive Use and Reproductive Factors and Risk of Ovarian Cancer menyebutkan bahwa kehamilan dan memiliki lebih dari satu anak mampu menurunkan risiko keganasan ovarium. Perempuan dengan riwayat satu kali kehamilan aterm memiliki 29 persen risiko lebih rendah mengalami keganasan ovarium. Risiko menjadi semakin rendah yaitu 23 % pada wanita yang mengalam i 4 atau lebih kehamilan aterm (Konstantinos et al., 2011).

Berdasarkan riwayat penggunaan kontrasepsi oral, jumlah terbesar keganasan ovarium yaitu sebanyak 9 responden kuesioner adalah pasien tanpa riwayat mengkonsumsi kontrasepsi oral dan jumlah terkecil pada pasien yang telah mengkonsumsi kontrasepsi oral selama 5 tahun. Kasus tumor ovarium jinak seluruhnya sebanyak 2 responden kuesioner tidak memiliki riwayat konsumsi kontrasepsi oral.

Penelitian dari Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral akan mengurangi risiko mengalam i keganasan ovarium sebesar 40 % pada wanita 20 hingga 54 tahun, dengan risiko relatif 0.6. Penelitian lain melaporkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun

menurunkan risiko sampai 11 persen, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko sampai 50 persen. Hormon yang berperan dalam penurunan risiko ini adalah progesteron. Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan risiko terjadinya keganasan ovarium, sedangkan pemberian kombinasi progesteron dan esterogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya keganasan ovarium (Busmar, 2008).

Pike dan Spicer (2006) melakukan penelitian epidemiologi berdasarkan populasi dan melaporkan penurunan risiko keganasan ovarium sebesar 7.5 % pertahun pada pengguna kontrasepsi oral dan penurunan risiko sebanyak 32 % untuk setiap 5 tahun pemakaian.

Collaborative Group on Epidemiological Studies of Ovarian Cancer (2008) merupakan suatu reanalisis terhadap 45 studi epidemiologi di 21 negara dunia. Data terdiri dari 87.303 wanita tanpa keganasan ovarian sebagai kontrol dan 23.257 wanita dengan keganasan ovarium. Hasilnya, 31 persen (7308) wanita dengan keganasan ovarium 37 persen kontrol (32717) adalah wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi oral dengan rata-rata penggunaan 5 tahun. Risiko relatif berkurang mencapai 22 persen selama 5 tahun penggunaan. Semakin lama durasi penggunaan kontrasepsi oral, semakin rendah risiko terkena keganasan ovarium.

Keseluruhan responden kuesioner dalam penelitian ini tidak mendapat terapi pengganti hormon dan tidak didapatkan kasus tumor ovarium jinak dengan riwayat keluarga menderita tumor ovarium. Hanya satu orang responden

kuesioner dengan kasus keganasanlah yang memiliki seorang saudara kandung dengan penyakit serupa.

Wanita yang memiliki saudara derajat 1 (ibu atau saudara kandung) dengan diagnosis kanker ovarium memiliki risiko meningkat tiga sampai empat kali lipat terkena penyakit ini dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga, meskipun hanya sekitar 10 % kasus kanker ovarium terjadi pada wanita dengan riwayat keluarga (Granstrom et al., 2008).

Pada karsinoma ovarium ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada 2/3 familial atau 5 % secara keseluruhan , yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13 (Kumar et al., 2005).

Keseluruhan responden pada penelitian ini tidak memiliki riwayat pernah menggunakan bedak talk di area genital.

Penggunaan bedak talk secara berkala pada daerah genitalia meningkatkan risiko kanker ovarium. Pada tahun 2003, analisis pada 16 individu menunjukkan peningkatan risiko kanker ovarium sebesar 33 % pada penggunaan bedak talk di daerah genitalia (Huncharek et al., 2003)

Penggunaa bedak talk baik di daerah perineum maupun non perineum, menunjukkan risiko jangka panjang (lebih dari 20 tahun) dengan penggunaan berkala setiap hari dibandingkan wanita yang tidak pernah menggunakan bedak talk (Wu et al., 2009).

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien dengan diagnosis tumor ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium, yaitu kejadian keganasan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

B. Saran

Berkenaan dengan penelitian yang telah dilakukan maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai risiko terjadinya keganasan ovarium seiring bertambahnya usia khususnya kepada pasien dengan diagnosis tumor ovarium jinak maupun pasien dengan faktor risiko terkait keganasan ovarium.

2. Untuk penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara usia dengan derajat keganasan tumor ovarium primer sebaiknya dilakukan tidak hanya terbatas di RSUD Dr. Moeward i saja tetap i juga b isa dilakukan sampai ruang lingkup yang lebih luas.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang tidak hanya menganalisis hubungan antara usia dengan derajat keganasan tumor ovarium primer. Analisis dapat dikembangkan terhadap faktor-faktor lain yang

57

berpengaruh secara epidemiologi terhadap kejadian keganasan ovarium yairu umur komulatif menstruasi, jumlah paritas, riwayat keluarga, konsumsi kontrasepsi oral, penggunaa talk di area genital dan lain - lain.

Dokumen terkait