• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAAN TEORETIS

F. Hukum Kewarisan Islam di Peradilan Agama

Hukum Kewarisan di Indonesia dikenal dengan empat sisetem pelaksanaan Kewarisan, yakni Fiqhi Mawaris, Kewarisan Adat, Kewarisan 27 Andi Intan Cahyani, Peradilan Dan Hukum Keperdataan Islam, (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 53.

28 Daeng Hadi Mapuna, Hukum Acara Peradilan Agama, (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 34.

Hukum Perdata, dan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Namun dalam pembahasan ini dititik beratkan pada pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia terkhusus dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, buku II (Kewarisan).

Para alim ulama mengadakan lokakarnya di Jakarta tanggal 2-5 Februari 1988 telah menerima dengan baik tiga rancangan buku Kompilasi Hukum Islam (KHI). Buku I tentang hukum perkawinan, buku II tentang kewarisan, buku III tentang perwakafan. Kompilasi hukum Islam (KHI) tersebut oleh pemerintah dan masyarakat luas yang memerlukannya masalah-masalah dibidang tersebut. Karena itu, kompilasi hukum Islam (KHI) tersebut perlu disebarluaskan. Atas berkat Allah SWT. Presiden Republik Indonesia Soeharto menetapkan sebagai Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam tepatnya pada tanggal 10 juni 1991.

Pengertian Hukum Kewarisan menurut KHI: “hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”.

Pengertian hukum kewarisan menurut KUHPerdata: “hukum waris adalah hukum yang mengatur tetang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya”.

Pengertian hukum kewarisan menurut hukum adat, Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.

Ter Haar: Hukum Waris Adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad kea bad penerusan dan berwujud dari generasi pada generasi.

Soepomo: Hukum Adat Waris membuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu agkatan manusia (generatie) kepada turunannya.

Pengertian Hukum Kewarisan Menurut Fiqhi Mawaris: Kewarisan terampil dari bahasa Arab yaitu Mawaris ( ثراﻮﻣ) bentuk jamak dari miraz (ثاﺮﯿﻣ), yang dapat disamakan dengan intiqal (لﺎﻘﺘﻧا) artinya perpindahan, yakni pindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, baik perpindahan kongkrit maupun abstrak. Harta orang yang telah wafat disebut pusaka (warisan), karena perpindahannya kepada orang lain.29

2. Hubungan Kewarisan

a. Sebab-sebab Terjadinya Hubungan Kewarisan

Harta orang yang telah meninggal dengan sendirinya beralih ke pada orang hidup yang memiliki hubungan dengan orang yang telah meninggal dunia tersebut. Dalam literatur Hukum Islam atau fikih dinyatakan ada empat hubungan yang menyebabkan seseorang menerima harta warisan dari seseorang yang telah mati, yaitu hubungan kerabat, hubungan perkawinan, hubungan wala’ dan hubungan sesama Islam.

Hak wala’ itu adalah hak mewarisi harta orang yang telah dimerdekakannya itu jika orang tersebut tidak lagi mempunyai kerabat. Hubungan Islam yang dimaksud di sini terjadi bila seseorang yang meninggal tidak

mempunyai ahli Waris, maka harta warisannya itu diserahkan ke perbendaharaan umum yang disebut baitul maal yang akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang Islam yang tidak mempunyai ahli waris itu di warisi oleh umat Islam.

1) Hubungan Kekerabatan

Adanya hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran. Pada tahap pertama seseorang anak menemukan hubungan kerabat dengan ibu yang melahirkannya. Seseorang anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu mempunyai hubungan kerabat dengan ibu yang melahirkannya.30

- Kelahiran Akibat Hubungan Kelamin Secara Syubhat

Pertama, disebabkan oleh hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang terikat dalam akad nikah yang sah. Sebagaimana di sebutkan di atas anak yang lahir itu mempunyai hubungan kekerabatan dengan laki-laki yang menikahi ibunya itu. Selajutnya, berlaku hubungan Kewarisan di antara keduanya. Kedua, disebabkan oleh hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam akad nikah yang sah. Perbuatan hubungan kelamin dalam bentuk ini dapat bentuk ini dapat dipisahkan menjadi dua hal: Si pelakunya dinyatakan berdosa dan diancam dengan sanksi had (yaitu pukul 100 kali bagi yang belum kawin sebelumnya atau rajam bagi yang telah kawin). Perbuatan tersebut dinamai zina. Hubungan kelamin seperti itu disebut zina bila pelakunya berbuat secara sengaja dan melawan hukum.

30Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Edisi. II; Jakarta: PT. Adhitya Andrebina Agung, 2011), h.179.

Si pelaku perbuatan itu tidak dihukum berdosa dan tidak dikenai sanksi had; yaitu bila perbuatan itu dilakukan atas suatu kesalahan. Hubungan kelamin dalam bentuk ini disebut hubungan kelamin secara syubhat. (secara leksikal syubhat berarti kesamaran atau ketidak pastian. Dalam istilah fiqhi disebut sesuatu yang di ragukan keadaannya).31

- Hubungan Kerabat Atas Dasar Pembuktian Dengan Pengakuan

Yaitu, pengakuan seorang laki-laki bahwa seorang anak adalah anaknya secara sah. Hal ini dapat terjadi bila seorang laki-laki secara yakin mengetahui ia mempunyai anak di suatu tempat, sedangkan ia tidak mengetahui yang mana anaknya itu. Di lain pihak ditempat itu ada seorang anak yang tidak mengetahui yang mana ayahnya. Si laki-laki menyakini anak itu adalah anaknya berdasarkan tanda-tanda yang dikenalnya dan umur keduanya pun pantas untuk hubungan anak-ayah. Atas dasar hal tersebut ia memberikan pengakuan bahwa si anak adalah anaknya sedangkan si anak tidak membantah pengakuan itu.32

- Anak Angkat

Hukum Islam tidak mengenal lembaga anak angkat atau yang dikenal dengan adopsi dalam arti terlepasnya anak angkat dari kekerabatan orang tua asalnya dan beralih ke dalam kekerabatan orang tua angkatnya. Islam mengakui bahkan mengajukan mengangkat anak orang lain dalam arti pemeliharaan. Dalam hal ini si anak tetap mempunyai hubungan kerabat dengan orang tua asalnya dan tetap berada di luar lingkaran kekerabatan orang tua yang mengangkatnya, dalam segala akibat hukumnya.

- Struktur Kekerabatan

31Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h.185. 32Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 187.

Secara pasti tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi yang kuat berkenaan dengan struktur kekerabatan menurut hukum Islam. Meskipun demikian ada petunjuk yang akan menuntun kita kepada suatu kesimpulan logis tentang susunan kekerabatan menurut Islam. Ada beberapa hal yang erat berkaitan dengan hubungan kekerabatan yaitu pembatasan perkawinan, hubungan tanggung jawab dan hak kewarisan.

2) Hubungan Perkawinan

Pertama, hubungan suami istri dalam arti istri yang kematian suami mempunyai hubungan kewarisan dengan suaminya yang telah meninggal lebih dahulu, sebaliknya suami yang kematian istri mempunyai hubungan kewarisan dengan istri yang telah lebih dahulu meninggal itu.

Bagian pertama dari ayat 12 surah an-Nisaa’/ 4 menyatakan hak kewarisan suami istri.

Kedua, berkenaan dengan hubungan kewarisan disebabkan oleh hubungan perkawinan ialah bahwa suami dan istri masih terikat dalam tali perkawianan saat salah satu pihak meninggal. Termasuk dalam ketentuan ini adalah bila salah satu pihak meninggal dunia sedangkan ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj’i yang sedang menjalani iddah talak raj’i berstatus sebagai istri dengan segala akibat hukumnya, kecuali hubungan kelamin (menurut jumhur ulama) karena halalnya hubungan kelamin telah berakhir dengan adanya perceraian.

3) Hubungan Karena Sesama Islam

Yang dimaksud dengan hubungan sesama Islam dalam bahasan ini secara umum adalah untuk kepentingan agama Islam dan Umat Islam yang tidak terdapat padanya hubungan nasab dan tidak pula hubungan perkawinan. Dalam pengertian

khusus hubungan sesama Islam ini adalah saudara seagama yang disebutkan dalam surah Al-Ahzaab ayat 5 yaitu anak angkat yang disebut “ikhwan fi al-din”.

4) Hilangnya Hak Kewarisan a) Halangan Kewarisan  Pembunuhan

 Berbeda agama

b) Keutamaan dan hijab  Hijab penuh

Yaitu tertutupnya hak kewarisan seseorang ahli waris secara menyeluruh, dengan arti ia tidak mendapat apa-apa disebabkan adanya ahli waris yang lebih dekat kepada pewaris dari pada dirinya.

 Hijab kurang.

Yaitu berkurangnya hak kewarisan seseorang ahli waris secara sebagian, dengan arti ia tidak mendapatkan separoh dari harta yang semestinya ia dapatkan dari pewarisnya.

Dokumen terkait