BAB II LANDASAN TEORI
2.5 Hukum Hukum Rangkaian
2.5.1 Hukum Ohm
Jika sebuah penghantar atau resistansi atau hantaran dilewati oleh sebuah arus maka pada kedua ujung penghantar tersebut akan muncul beda potensial, atau Hukum Ohm menyatakan bahwa tegangan melintasi berbagai jenis bahan pengantar adalah berbanding lurus dengan arus yang mengalir melalui bahan tersebut. Secara matematis :
V = I.R (Ramdhani, 2005).
2.5.2 Hubungan Seri Paralel Secara umum digolongkan menjadi 2 : 1. Hubungan seri
Jika salah satu terminal dari dua elemen tersambung, akibatnya arus yang lewat akan sama besar.
2. Hubungan paralel
Jika semua terminal terhubung dengan elemen lain dan akibatnya tegangan diantaranya akan sama.
Resistor (R) a. Hubungan seri
Pada gambar 2.11 hubungan seri resistor dihubungkan dengan tegangan, akan mengalir arus dan terdapat R ekuivalen sebagai pengganti resistor seri.
Gambar 2.11 Rangkaian Hubungan Seri Resistor
b. Hubungan Paralel
Pada gambar 2.12 hubungan seri resistor dihubungkan dengan tegangan, akan mengalir arus dan terdapat R ekuivalen sebagai pengganti resistor paralel.
Gambar 2.12 Rangkaian Hubungan Paralel Resistor
(2.9)
(2.10)
Pembagi arus : I1=V/R1 I2=V/R2 I3=V/R3 Dimana : V=i.Rek
Sehingga : I1=Rek/R1.i I2=Rek/R2.i I3=Rek/R3.i 2.6 Transistor
Transistor adalah saklar elektronik, komponen semikonduktor yang terdiri atas sebuah bahan tpe p dan diapit oleh dua bahan type n (transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan type n dan diapit oleh dua bahan type p (PNP). Sehingga transistor mempunyai tiga terminal yang berasal dari masing masing bahan tersebut.
Dibandingkan dengan FET, BJT dapat memberikan penguatan yang jauh lebi besar dan tanggapan frekuensi yang lebih baik. Pada BJT baik pembawa muatan mayoritas maupun pembawa muatan minoritas mempunyai peranan yang sama pentingnya (Herman, 2007).
Gambar 2.13 Diagram BJT : a) Jenis n-p-n dan b) Jenis p-n-p
Terdapat dua jenis kontruksi dasar BJT, yaitu jenis n-p-n dan jenis p-n-p.
Transistor jenis n-p-n, BJT terbuat dari lapisan tipis semikonduktor tipe-p dengan
tingkat doping yang relatif rendah, yang diapit oleh dua lapisan semikonduktor tipe-n. Karena alasan sejarah pembuatannya, bagian di tengah disebut “basis” (base), salah satu bagian tipe-n (biasanya mempunyai dimensi yang kecil) disebut “emitor”
(emitter) dan yang lainya sebagai “kolektor” (collector). Secara skematik kedua jenis transistor diperlihatkan pada gambar 2.13 (Herman, 2007).
Tanda panah pada gambar 2.13 menunjukkan kaki emitor dan titik dari material tipe-p ke material tipe-n. Perhatikan bahwa untuk jenis n-p-n, transistor terdiri dari dua sambungan p-n yang berperilaku seperti diode. Setiap diode dapat diberi panjar maju atau berpanjar mundur, sehingga transistor dapat memiliki empat modus pengoperasian. Salah satu modus yang banyak digunakan disebut “modus normal”, yaitu sambungan emitor-basis berpanjar maju dan sambungan kolektor-basis berpanjar mundur. Modus ini juga sering disebut sebagai pengoperasian transistor pada “daerah aktif” (Herman, 2007).
2.6.1 Kerja Transistor
Apabila pada terminal transistor tidak diberi tegangan bias dari luar, maka semua arus akan nol atau tidak ada arus yang mengalir. Sebagaimana terjadi pada persambungan diode, maka pada persambungan emitter dan basis serta pada persambungan basis dan kolektor terdapat daerah pengosongan. Tegangan penghalang (barrier potensial) pada masing masing persambungan dapat dilihat pada gambar 2.14. penjelasan kerja berikut ini didasarkan pada transistor jenis PNP (bila NPN maka semua potensialnya adalah sebaliknya) (Herman, 2007).
Gambar 2.14 Diagram Potensial Pada Transistor Tanpa Bias 2.6.2 Konfigurasi transistor
Secara umum terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (common-base configuration), konfigurasi emitor bersama (common-emitter configuration), dan
konfigurasi kolektor bersama (common-collector configuration). Istilah bersama dalam masing masing konfigurasi menunjuk pada terminal yang dipakai bersama untuk input dan output. Gambar 2.15 menunjukan tiga macam konfigurasi tersebut (Herman, 2007).
Gambar 2.15 Konfigurasi Transistor; (a) Basis Bersama; (b) Emitor Bersama; (c) Kolektor Bersama
Pada konfigurasi basis bersama (Common base) sinyal input dimasukan ke emitor dan sinyal output diambil pada kolektor dengan basis sebagai gorundnya.
Faktor penguatan arus pada basis bersama disebut dengan ALPHA (α). Alpha dc adalah perbandingan arus IC dengan arus IE pada titik kerja. Sendangkan alpha ac atau disebut alpha saja merupakan perbandingan perubahan IC dengan IE pada tegangan VCB tetap (Herman, 2007).
(2.11)
Pada konfigurasi emitor bersama (common emitter = CE) sinyal input diumpan pada basis dan output diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya.
Faktor penguatan arus pada emitor bersama disebut dengan BETA(β). Seperti halnya alfa, istilah beta juga terdapat βdc maupun βac. Definisi Beta adalah :
(2.12) Istilah beta sering juga dikenal dengan HFE yang berasal dari parameter hybrid untuk factor penguatan arus pada emitor bersama. Data untuk harga hfe maupun beta ini lebih banyak dijupai dalam berbagai buku data disbandingkan dengan alfa. Umumnya transistor mempunyai harga beta dari 50 hingga lebih dari 600 tergantung dari jenis transistornya.
Dalam perencanaan rangkaian transistor perlu diperhatikan bahwa harga beta dipengaruhi oleh arus kolektor. Demikian pula variasi beta juga terjadi pada pembuatan di pabrik. Dua tipe dan jenis transistor yang sama serta dibuat dalam satu pabrik pada waktu yang sama, belum tentu mempunyai beta yang sama.
Hubungan antara alfa dan beta dapat dikembangkan melalui beberapa persamaan berikut:
β = IC / IB ekuivalen dengan IB = IC / β α = IC / IE ekuivalen dengan IE = IC / α
2.6.3 Kurva karekteristik Transistor
Seperti halnya diode semi konduktor, sebagai komponen non linier, transistor bipolar mempunyai karakteristik yang dapat dilukiskan beberapa kurva, kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah karakteristik input dan karakteristik output.
Gambar 2.16 sampai dengan gambar 2.18 adalah kurva karakterisrik input untuk emitor bersama (CE) untuk transistor npn bahan silikon kurva ini menunjukan hubungan antara arus input IB dengan input VBE untuk berbagai tegangan variasi output VCE, hal ini VCE disebut sebagai parameter (Herman, 2007).
Gambar 2.16 Kurva Karakteristik Input Untuk CE
Gambar 2.17 Kurva Karakteristik Output CE
Gambar 2.18 Kurva Transfer CE Transistor Silikon
Berbagai tegangan sambung transistor saturasi, aktif, dan cutoff ditentukan oleh bahan yang digunakan yaitu germanium dan silicon terdapat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Berbagai Tegangan Persambungan Transistor Npn VCE
saturasi
VBE Saturasi
VBE Aktif
VBE Cut-in
VBE Cut-off
Silicon 0.2 0.8 0.7 0.5 0.0
Germanium 0.3 0.3 0.2 0.1 -0.1
2.7 Teori Dasar inverter
Inverter adalah rangkaian yang mengubah DC menjadi AC. Atau lebih tepatnya inverter memindahkan tegangan dari sumber DC ke beban AC. Inverter digunakan pada aplikasi seperti adjustable-speed AC motor drives, uninterruptible power supplies (UPS), dan aplikasi ac yang dijalankan dari baterai (Ronggo, 2018) Pada dasarnya inverter adalah alat yang membuat tegangan bolak-balik dari tegangan searah dengan cara pembentukan gelombang tegangan. Namun gelombang yang terbentuk dari inverter tidak berbentuk gelombang sinusoida, melainkan gelombang persegi. Pembentukan tegangan AC tersebut dilakukan dengan menggunakan dua buah pasang saklar. Gambar 2.19 adalah gambar yang menerangkan prinsip kerja inverter dalam pembentukan gelombang tegangan persegi (Ronggo, 2018).
Gambar 2.19 Prinsip Dasar Inverter
Prinsip kerja inverter dapat dijelaskan dengan menggunakan 4 sakelar seperti ditunjukkan pada diatas. Bila sakelar S1 dan S2 dalam kondisi on maka akan mengalir aliran arus DC ke beban R dari arah kiri ke kanan, jika yang hidup adalah sakelar S3 dan S4 maka akan mengalir aliran arus DC ke beban R dari arah kanan ke kiri. Inverter biasanya menggunakan rangkaian modulasi lebar pulsa (pulse width modulation – PWM) dalam proses conversi tegangan DC menjadi tegangan AC (Ronggo, 2018). Pembentukkan gelombang saklar dapat dilihat dari gambar 2.20:
Gambar 2.20 Bentuk Gelombang Tegangan
Berikut adalah trasnformator ideal yang terdapat pada transformator gambar 2.21 hubungan antara tegangan, arus dan jumlah lilitan
Gambar 2.21 Transformator Ideal
Transformator stepup pada sisi primer terdapat kumparan lebih sedikit dibandingkan dengan kumparan sekunder, hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah kumparan yang melilit di inti besi, berikut adalah trafo step up pada gambar 2.22
Gambar 2.22 Step Up Transformator
Transformator saat ini sudah banyak menggunakan inti ferit yang penggunaannya jauh lebih ringkas, untuk menghasilkan tegangan ac maka menggunakan metode switching atau biasanya disebut juga swithing mode power supply pada gambar 2.23 :
Gambar 2.23 Power Supply Step Down Switching
2.8 Pandangan umum tentang plasma
Lucutan gas merupakan kajian yang sudah cukup lama dalam fisika. Lucutan dalam gas yang paling dikenal dalam alam adalah kilat (lightning). Gas yang sifat dasarnya merupakan isolator, karena kondisi tertentu berubah menjadi konduktor.
Bagaimana terjadinya kilat dan diikuti dengan petir? Awan yang berada dekat dengan permukaan bumi memiliki beda potensial yang sangat tinggi dengan permukaan bumi. Karena radiasi kosmis terjadilah ionisasi pada gas diantara awan dan bumi tersebut.
Gas yang terionisasi ini semakin banyak dan memungkinkan terjadinya ionisasi berantai kerena elektron-elektron yang dihasilkan dalam ionisasi dipercepat menuju awan dan dalam perjalanannya menumbuk atom dan molekul gas. Peristiwa ini berlangsung terus dan pada satu keadaan tertentu terjadi guguran elektronik (avalance electronics).
Udara (gas) di antara awan dan bumi menjadi penghantar berbentuk kanal dan memancarkan cahaya putih. Lucutan elektrik (electrical discharge) telah terjadi di alam, diikuti dengan suara petir merupakan suara tepukan antara udara yang terpisahkan dalam waktu singkat oleh kanal lucutan antara awan dengan bumi dan/atau antara awan dengan awan. Petir di alam ditunjukkan pada gambar 2.24
Gambar 2.24 Kilat Merupakan Lucutan Gas Yang Terbentuk Oleh Peristiwa Alam (Courtesy: http://outdoors.webshots.com/photo/1054032381041113742wLgysV)
Dalam laboratorium lucutan elektrik dapat dilakukan dalam tabung berisi gas. Apabila dua buah elektroda yang berupa plat sejajar diletakkan di dalam tabung
yang berisi gas dengan tekanan tertentu dan kedua elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi DC, maka akan terjadi lucutan listrik diantara elektroda-elektrodanya. Gambar tabung lucutan gas dapat dilihat pada gambar 2.25. Elektron dari katoda akan bergerak menuju anoda dan selama perjalanannya elektron-elektron tersebut akan menumbuk molekul-molekul dan/atau atom-atom gas diantara kedua elektroda.
Untuk terjadinya ionisasi berantai, tahapan pertama yang harus dilalui adalah terjadinya ionisasi yang menghasilkan elektron. Elektron pertama ini diyakini oleh para ilmuwan berasal dari ionisasi gas oleh radiasi sinar kosmis.
Elektron pertama ini dipercepat oleh beda potensial antara dua elektroda plat dalam tabung lucutan tersebut. Dalam perjalannya elektron ini akan menumbuk dan mengionisasi atom atau molekul gas lain, demikian seterusnya. Proses tumbukan beruntun tersebut akan menghasilkan guguran elektronik dan dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi berantai (Nur, 2011).
Sumber Tegangan Tinggi
Gambar 2.25 Tabung Lucutan Gas
A V
Anoda Katoda
Pada suatu nilai tegangan tertentu akan terlihat adanya pancaran (emisi) cahaya pada katoda. Pancaran yang terjadi pada katoda akibat rekombinansi antara ion gas dan elektron sekunder dan akibat panas bramstrahlung ion pada katoda.
Dalam gas sendiri terjadi perubahan yang menyebabkan gas berangsurangsur menjadi penghantar, keadaan ini disebut dadal (breakdown). Setelah keadaan dadal pijaran katoda yang disebabkan oleh tumbukan-tumbukan ion dan emisi elektron sekunder akan menimbulkan kenaikan arus, kondisi ini disebut lucutan normal (normal discharge). Pada keadaan ini proses ionisasi akan terjadi secara berantai dan tidak lagi memerlukan penambahan tegangan dari luar untuk terjadinya ionisasi. Setelah permukaan katoda seluruhnya berpijar, tegangan dan arus listrik akan naik secara simultan dan keadaan ini disebut lucutan abnormal (abnormal discharge). Apabila tegangan terus dinaikkan maka katoda akan semakin panas
yang disebabkan tumbukan ion berenergi tinggi dan proses ini menjadi dominan untuk memproduksi elektron. Dalam hal ini tegangan lucutan menjadi menurun dan arus listrik meningkat, kondisi ini disebut lucutan arc (arc discharge). Lucutan arc tidak memerlukan lagi penambahan tegangan untuk mendukung lucutan, karena pada katoda akan terpancar elektron-elektron sekunder terus-menerus yang disebabkan proses thermionik (Nur, 2011).
2.9 Lucutan Penghalang Dielektrik (Dielectric Barrier Discharge)
Lucutan didefinisikan sebagai aliran arus listrik yang melalui gas dan proses-proses ionisasi gas yang disebabkan oleh adanya medan listrik. Lucutan gas diawali proses ionisasi gas dalam medan listrik yang kuat. Ionisasi gas menghasilkan ion yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif. Masing-masing
muatan listrik tersebut bergerak menuju elektroda yang sesuai sehingga terjadi aliran muatan listrik.
Lucutan plasma berpenghalang dielektrik berbentuk koaksial (Coaxial Dielectric Barrier Discharge) merupakan sistem tertutup. Lucutan plasma ini
dihasilkan pada celah di antara dua elektroda yaitu elektroda kawat sebagai elektroda aktif di bagian dalamnya dan elektroda terluar (elektroda pasif) yang berupa lembaran aluminium dengan tabung gelas pyrex sebagai penghalang (barrier). Bila kedua elektroda ini diberi tegangan listrik maka akan menghasilkan medan listrik yang tidak homogen, muatan ruang (space-charge) akan timbul sebelum terjadinya tembus total dan distribusi medan listrik yang terjadi akan mempengaruhi nilai dari tegangan tembus. Sistem pembangkit lucutan plasma penghalang dielektrik menggunakan gas sumber udara bebas pada tekanan atmosfer sebagai gas masukan. Ozon diproduksi di dalam lucutan plasma penghalang dielektrik dari gas di udara atau gas oksigen murni yang melewati celah diantara dua elektroda (Nur, 2011).
Gambar 2.26 Bentuk Konfigurasi Elektroda Lucutan Plasma Penghalang Dielektrik, (a) Geometri Elektroda Tampak Samping, (b) Geometri Elektroda
Tampak Depan.
Pada gambar 2.26 ditunjukkan konfigurasi elektroda dari lucutan plasma penghalang dielektrik dan warna abu-abu menunjukkan bahan dielektrik, dengan karakteristik sebagai berikut: lucutan plasma penghalang dielektrik dioperasikan pada tekanan atmosfer diantara logam elektroda yang salah satunya dilindungi oleh penghalang dielektrik. Pembangkit AC (alternating current) tegangan tinggi akan menghasilkan lucutan di antara celah elektroda sehingga gas akan terionisasi.
Bahan gelas dan keramik yang berbeda pada umumnya digunakan sebagai material penghalang. Lucutan biasanya terjadi dalam jumlah besar sepanjang daerah filamen (100-200 μ m). Lucutan ini dibentuk dengan melipat gandakan elektron yang bergerak dari elektroda aktif dan terakumulasi pada bahan dielektrik yang melindungi elektroda pasif pada waktu yang bersamaan. Aliran muatan pada 10-100 ns memungkinkan terjadinya perpindahan muatan selama waktu itu. Muatan listrik negatif ini dikumpulkan pada permukaan elemen dari bahan dielektrik sebagai muatan bebas (Nur, 2011).
2.10 Generator ozon teknologi plasma
Generator ozone adalah alat pembangkit plasma dan penghasil ozone, secara garis besar generator ozon teknologi plasma dapat dilihat di gambar 2.27
Gambar 2.27 Alur Sistem Generator Ozon
Seiring dengan perkembangan teknologi berbasis tegangan tinggi (high voltage), ozon dapat diproduksi pada tekanan udara atmosfer melalui proses lucutan
elektron (electron discharge) menggunakan instrumentasi generator ozon. Hingga saat ini, pembentukan ozon dapat dilakukan dengan metoda radiasi sinar-UV, lucutan elektron dan reaksi elektrolisis kimia (Ebbing dan Gammon, 2009).
Berdasarkan pada penelitian terdahulu menjelaskan bahwa produksi ozon yang cukup besar dihasilkan melalui metode pelucutan elektron.
Pada generator ozon masih terdapat penggunaan manual dengan menggunakan potensiometer untuk memvariasi output tegangan dan ozone yang keluar. Terdapat power sebagai pembangkit tegangan tinggi 0-10KV dan pompa
POWER
sebagai pendingin dan penghasil udara oksigen yang akan di pecah dan di gabungkan dengan reactor DBD untuk menghasilkan ozon O3.
P Output P Input BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram skema Rancang bangun
Gambar 3.1 adalah diagram skema rancang bangun kontrol dan digitalisasi generator plasma ozon:
Power Plasma
Gambar 3.1 Diagram Skema Rancang bangun POWER
Pada gambar 3.1 diagram skema rancang bangun terdiri dari power supply 5 volt untuk mensupply IC Atmega timer dan IC atmega 16 otomatisasi.
Mikrokontroller timer berfungsi sebagai pewaktu, outpunya berupa display 7 segment dan sebuah relay untuk mengendalikan power.
Mikrokontroller Atmega 16 otomatisasi berfungsi sebagai pengendali output DAC dan display kosentrasi pada 7 segment.
Diagram power plasma terdiri dari powersupply 24 volt. Inverter High Voltage sebagai rangkaian penaik tegangan. Terdapat osilator pada arduino pro sebagai pembangkit frekuensi pada step up high voltage, kemudian output dari inverter dimasukan ke reactor DBD yang meghasilkan plasma ozone. Didalam power plasma terdapat daya masukan dan daya keluar yang akan dihitung efisiensinya.
Diagram alir pada gambar 3.2 adalah flowchart Otomatisasi Generator Plasma Ozon. Bertegangan 5 volt untuk mencatu daya IC kemudian akan menyalakan timer selama 2 jam untuk menghidupkan power plasma. Ic atmega 16 akan mengotomatisasi DAC dan nilai didalam program sesuai EEPROM. DAC akan diproses dan masuk keinput analog inverter High voltage. Output high voltage terhubung dengan reactor DBD yang merupakan penghasil ozon (O3).
Flowchart kontrol generator plasma ozon
Start
Power supply 5Volt
Timer On
Elektroda Plasma Reaktor
DBD
END Display Kontrol DAC
Power Plasma Inverter High
Voltage
Gas Ozon (O3)
Gambar 3.2 Flowchart Generator Plasma Ozon dengan mikrokontroller
Algoritma
1. Mulai
2. Power supply 5volt 3. Timer otomatis 2 jam
4. Otomatisasi (EEPROM) DAC 5. Inverter HV
6. Elektroda plasma reactor DBD 7. Ozon
8. Selesai
Pada diagaram skema rancang bangun pertama terdapat rangkaian timer sebagai otomatisasi penghindar over heat pada generator yang mengendalikan power supply switching sebagai power pembangkit tegangan tinggi.
Rangkaian mikrokontroller otomatisasi mengendalikan display digital dari 0 – 100 dan mengendalikan system DAC binary weighted.
Inverter high voltage sebagai metode pembangkit tegangan tinggi yang berupa
frekuensi generator, transistor switching dan trafo step up. Dengan menggunakan variasi frekuensi sebesar 1000Hz, 1250 Hz, dan 1500Hz. Frekuensi ini dibangkitkan dengan mikrokontroller arduino pro mini yang dapat di program sesuai dengan yang perintahkan.
Display kosentrasi yang ditampilkan akan dikonversi ke DAC dan terdapat resistansi binary weighted dan di hitung nilainya dengan Vin 5 vpp (dari arduino) yang mempengaruhi nilai R1 sehingga Vout juga ikut berubah.
3.2 Langkah Penelitian
Pada diagram blok gambar 3.1, terdapat mikrokontroller yang terdiri dari beberapa perencanaan sistem yaitu:
1. Rangkaian Timer
Pada penelitian ini, pertama yang dibuat yaitu perencanaan sistem digital, untuk menghindari over heat pada generator plasma ozone, diperlukan rangkaian timer digital, pembuatan skema rangkaian menggunakan software diptrace scematic atau bisa menggunakan software proteus 8.0
Gambar 3.3 Skema Rangkaian Timer Digital
Pada gambar 3.3 skema rangkaian timer digital komponen terpenting adalah IC Atmega 8, yang berfungsi sebagai pengendali dan output display. Output mikrokontroller pada port b sebagai driver pengendali scaning pada 4 digit 7 segment, yang berupa transistor npn, karena 7 segment menggunakan common catode. Ketika basis diberi bias oleh mikrokontroller 1 atau 5 volt, maka transistor akan aktif kan menyalurkan common ke ground.
Pada port d sebagai output 8 bit yang akan menghidupkan led di 7 segment, yang berjumlah 7 led yang disusun dengan rapi. Port D.0-D.7 akan mengeluarkan logika 1 maka led 1 dot matriks segment akan hidup dan common digit terhubung ke ground, maka terbentuklah display yang telah disusun oleh program dengan tampilan angka 0-9, jika ada 4 segment, mikrokontroller bisa menampilkan 0-9999.
Program display yang ditampilkan adalah waktu hitung mundur yang berfungsi sebagai timer, dengan waktu yang telah diprogram adalah 2 jam, dengan tampilan 02:00, selama waktu 2 jam mundur, mikrokontroller mengaktifkan port c.1 berlogika 1 untuk mengaktifkan relay lewat transistor bd139 berjenis npn, transistor npn jika basis diberi bias atau tegangan maka arus kolektor akan mengalir ke emitor(ground). Dengan ini relay bertegangan 5 volt melewati kumparan relay dan menuju ke ground, maka relay aktif dan menghubungkan kaki relay Common ke kaki NO. Relay ini menghubungkan tegangan PLN ke SMPS generator, maupun ke pompa generator.
Diagram alir pada gambar 3.4 adalah flowchart Timer. Menginisialisasi ATmega 8 sebagai IC utama dalam memrogram, output port d dan port d
sebagai output scaning 7 segment dan portc.1 sebaagai output pengendali relay selama 2 jam. Timer akan mengacu pada gambar 3.2 yang akan menghidupkan display control DAC.
Flowchart
Start
Inisialiasi ATmega 8
Port B =output Port D = output Port C.1 =
output
Relay = on
END Display 7
segment 4 digit
“24.00”
Timer 2 jam
Gambar 3.4 Flowchart Timer
Algoritma
1. Mulai
2. Inisialisasi menggunakan IC Atmega 8 sebagai rangkaian timer
3. Port b sebagai output display 7 segment 4. Port d sebagai output display 7 segment
5. Display menampilkan angka 02:00 untuk kurung waktu 2 jam
6. Mengaktifkan Relay 7. Selesai
2. Rangkaian Display Control
Membuat rangkaian mikrokontroller display output ozone dari ranges 0-100 dan pengontrol DAC binary-weighted 8 bit, terdapat dua saklar push button yang tersambung dengan ground dan resistor pullup sebagai input mikrokontroller untuk menaikan dan menurunkan digit display dari nol sampai seratus (0-100). Gambar 3.5 adalah rangkaian display control:
Gambar 3.5 Skema Rangkaian Display Control
Pada gambar 3.5 rangkaian display control komponen sangat komplek terdiri dari IC Atmega 16, yang berfungsi sebagai pengendali dan output display. Output mikrokontroller pada port c sebagai driver pengendali scaning pada 3 digit 7 segment, yang berupa transistor npn, 7 segment menggunakan common catode. Ketika basis diberi bias oleh mikrokontroller 1 atau 5 volt, maka transistor akan aktif kan menyalurkan common ke ground.
Pada port a sebagai output 8 bit yang akan menghidupkan led di 7 segment, yang berjumlah 7 led yang disusun dengan rapi. Port D.0-D.7 akan mengeluarkan logika 1 maka led 1 bar segment akan hidup dan common digit terhubung ke ground, maka terbentuklah display yang telah disusun oleh program dengan tampilan angka 0-9, jika ada 3 segment, mikrokontroller bisa menampilkan 0-999.
Program display yang ditampilkan adalah angka output gas ozon yang keluar, range nya dari 0-100. Setelah itu mikrokontroller memerintahkan port d sebagai output biner yang berupa decimal. Output yang keluar akan diproses ke system DAC binary weighted.
Terdapat tombol UP dan Down yang terhubung dengan resistor pull up dan masuk ke input mikrokontroller port b.2 dan portb.3, jika tombol up di tekan, maka portb.2 akan berlogika 0, input di terima dan diproses mikrokontroller dengan perintah programnya display angka akan bertambah 1.
Terdapat tombol Down jika tombol down di tekan, maka portb.3 akan berlogika 0, input di terima dan diproses mikrokontroller dengan perintah programnya display angka akan berkurang 1.