Sinar datang dari udara dibiaskan dalam kaca mendekati garis normal. Demikian pula ketika sinar keluar dari kaca menuju udara, sinar dibiaskan kembali. Bila besar sudut datangnya sinar diubah-ubah, maka besar sudut sinar bias pun akan berubah.
“Perbandingan proyeksi sinar datang dan sinar bias ternyata merupakan bilangan yang tetap”. Orang pertama yang menemukan bahwa terdapat perbandingan yang tetap antara proyeksi sinar datang dengan proyeksi sinar bias adalah seorang ilmuwan Belanda yang bernama Willebrord Snell. Oleh karena itu, pernyataan tersebut dinamakan hukum Snell, atau lebih dikenal dengan hukum Snellius.
Gambar 2.22 Hukum Snellius Sumber: fisikamemangasyik.wordpress.com
Hukum Snellius atau hukum pembiasan menyatakan bahwa:
1. Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar dan ketiganya berpotongan di satu titik.
2. Apabila sinar melalui dua medium yang berbeda, maka hubungan sinar datang, sinar bias, dan indeks bias medium dinyatakan oleh persamaan:
=
...
(2.12) 2.5 FotometriFotometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran besaran-besaran cahaya, meliputi aspek-aspek psikofisis energi radiasi yang dapat terlihat oleh mata manusia. Besaran-besaran fotometri yang umum antara lain:
1. Fluks luminus
Fluks luminus atau fluks cahaya (Φ) adalah laju aliran energi cahaya, atau energi radiasi yang telah dibebani dengan respon sensitivitas mata manusia per satuan waktu. Fluks luminus memiliki satuan lumen (lm). Pada panjang gelombang 555 nm, 1 watt daya radiasi suatu sumber cahaya setara nilainya dengan fluks luminus sebesar 683 lumen.
Fluks luminus umumnya disebut juga keluaran cahaya, yaitu besaran yang menyatakan kuantitas daya cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya. 2. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau intensitas luminus (I) adalah fluks luminus per satuan sudut ruang (ω, dalam steradian) dalam arah tertentu. Intensitas cahaya memiliki satuan candela (cd), atau setara dengan lumen/steradian.
I = (cd) ...(2.13) Sudut ruang (ω, dalam steradian) adalah sudut yang dibentuk oleh suatu bidang pada permukaan bola, ditinjau dari titik pusat bola. Besarnya sudut ruang tergantung dari luas bidang (A) dan radius (r) bola tersebut, yaitu:
………..(2.14) Suatu bola penuh memiliki sudut ruang sebesar 4π (= 4πr2/r2) steradian,
sehingga suatu sumber cahaya berbentuk titik yang memancarkan cahaya secara merata ke segala arah, akan memiliki intensitas cahaya sebesar Φ/(4π) candela, dengan Φ adalah fluks luminus yang dipancarkan sumber cahaya tersebut.
Umumnya sumber cahaya memiliki intensitas cahaya yang berbeda jika dilihat dari sudut ruang yang berbeda. Meskipun demikian, intensitas cahaya selalu bernilai tetap untuk sudut ruang yang sama.
33. Iluminansi
Luminansi atau tingkat pencahayaan (E) adalah fluks luminus yang datang pada suatu permukaan per satuan luas (A, dalam m2) permukaan yang menerima cahaya tersebut. Iluminansi memiliki satuan lux (lx) atau setara dengan lumen/m2.
E= (Lux) ……….(2.15) Iluminansi adalah besaran fotometri yang paling mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat fotometer/luxmeter yang terdiri dari suatu sensor dioda yang peka cahaya, dihubungkan dengan meter pembacaan setelah terlebih dahulu dibobotkan menurut kurva sensitivitas mata manusia.
ω =
(rad)Gambar 2.23 Hubungan Antara Iluminansi Dan Jarak (http://fisbang.tf.itb.ac.id, 2008)
Dari Gambar 2.23 terlihat bahwa sebuah sumber titik memancarkan cahaya dengan intensitas I cd pada arah sudut ruang ω. Sebuah bidang penerima pada jarak r1 dari sumber tersebut menerima fluks luminus sebesar Φ lumen per satuan luas bidang A1. Demikian juga sebuah bidang penerima pada jarak r2 dari sumber tersebut menerima menerima fluks luminus sebesar Φ lumen per satuan luas bidang A2.
Hubungan matematis antara iluminansi, intensitas cahaya, dan jarak adalah:
………..(2.16)
Menurut persamaan 2.6, A = ωr2, sedangkan I = Φ/ω menurut persamaan 2.14 Maka:
E₁=
₁=
₁...………....(2.17)
dan
E₂=
₂=
₂E₁=
₁dan
E₂=
₂sehingga, perbandingan antara E1 dan E2 adalah
..…..…………..(2.18) Persamaan 2,17 ini dikenal sebagai Hukum Kuadrat Terbalik (Inverse Square Law) untuk cahaya. Hukum Kuadrat Terbalik hanya berlaku untuk sumber cahaya yang berbentuk titik, atau pada jarak minimal 5 kali dimensi terbesar dari suatu sumber cahaya. Pada jarak kurang dari 5 kali dimensi terbesar sumber, pendekatan sumber titik tidak lagi dapat digunakan, dan untuk itu pendekatan sumber garis atau sumber bidang harus digunakan.
Gambar 2.24 Iluminansi Pada Bidang Yang Tidak Tegak Lurus Arah Datangnya Cahaya
(http://fisbang.tf.itb.ac.id, 2008)
Pada Gambar 2.24, titik P terletak pada suatu bidang yang normalnya (N) membentuk sudut sebesar α terhadap arah datangnya cahaya. Misalkan bidang di mana titik P berada kini diputar sebesar sudut α sehingga menjadi tegak lurus arah datangnya cahaya, maka iluminansi di titik P mula-mula (EP) memiliki hubungan dengan iluminansi di titik P setelah bidangnya diputar (EP’) sebagai berikut
………..(2.19) Persamaan 2.11 disebut Hukum Cosinus Lambert. Tetapi persamaan 2.9 mengisyaratkan bahwa EP’ = Iθ/r2, dengan Iθ adalah intensitas cahaya dari sumber (θ adalah sudut arah datangnya cahaya terhadap normal dari sumber) dan r adalah jarak titik P ke sumber cahaya. Maka:
₁ ₂
= (r₂/ r₁)²
E
P =E
P’ cos α
..………(2.20) Persamaan 2.19 adalah gabungan dari Hukum Kuadrat Terbalik untuk cahaya dengan Hukum Cosinus Lambert. Persamaan ini juga hanya berlaku untuk pendekatan sumber titik.
4. Luminansi
Luminansi (L) adalah intensitas cahaya dari suatu permukaan dalam arah tertentu (Iθ, dalam cd) per satuan luas proyeksi permukaan tersebut jika dilihat dari arah yang dimaksud (Aθ, dalam m2). Luminansi memiliki satuan cd/m2. ………..(2.21)
Gambar 2.25 Luminansi Dari Suatu Bidang.
(http://fisbang.tf.itb.ac.id, 2008)
Misalkan suatu bidang dengan luas penampang A diamati pada sudut θ dari normal bidang. Maka luas proyeksi bidang tersebut ialah Aθ = A cos θ, yaitu luas permukaan yang tampak oleh mata. Jika permukaan bidang tersebut bersifat difus atau memantulkan cahaya secara merata ke segala arah, maka luminansinya bernilai tetap walaupun diamati dari berbagai arah.
5. Faktor absorbsi
Sebagian dari cahaya yang mengenai sesuatu permukaan akan diserap oleh permukaan itu. Bagian yang diserap ini menimbulkan panas pada permukaan
E
P =I
θ/r
2 COSα
L =
(cd/m²)
tersebut. Permukaan yang gelap dan buram menyerap banyak cahaya. Bagian fluks cahaya yang diserap oleh suatu permukaan ditentukan oleh faktor absorbsi (a) permukaan itu :
a = ………...(2.22) 6. Faktor refleksi
Jumlah cahaya yang dipantulkan tidak saja ditentukan oleh mengkilatnya suatu permukaan, tetapi juga ditentukan oleh sifat-sifat bahan permukaan tersebut. Permukaan difus kadang-kadang dapat memantulkan lebih banyak cahaya daripada suatu permukaan yang mengkilat. Bagian fluks cahaya yang dipantulkan ditentukan oleh faktor refleksi (r) suatu permukaan :
r = ………... (2.23) 7. Faktor transmisi
Bahan-bahan tembus cahaya, seperti berbagai jenis kaca seluloida dan sebagainya, akan memantulkan atau menyerap sebagian saja dari cahaya yang mengenainya. Sebagian besar dari cahaya tersebut dapat menembus bahan tersebut bagian fluks cahaya yang dapat menembus, ditentukan oleh faktor transmisi (t) suatu bahan :
t = ………(2.24) Dari persamaan 2.14, 2.15, 2.16 digabungkan dan didapatkan rumus untuk mencari seberapa besar nilai absorsbsi yang di serap, yang dapat dianalisa dengan rumus sebagai berikut :
a + r + t = 1 ..………..(2.25) 8. Eksitansi luminus
Eksitansi luminus (M) adalah rasio antara fluks luminus yang dipantulkan (Φρ, dalam lumen) atau yang ditransmisikan oleh suatu permukaan (Φτ, dalam
lumen) terhadap luas permukaan (A, dalam m2) yang menerima cahaya
tersebut. Eksitansi luminus memiliki satuan lumen/m2
.………(2.26) 9. Efikasi
Efikasi atau efisiensi luminus (η) adalah rasio antara fluks luminus yang dihasilkan suatu sumber cahaya listrik (Φ, dalam lumen) terhadap daya listrik yang digunakan sebagai masukan (P, dalam Watt). Efikasi memiliki satuan lumen/Watt.
....……….….(2.27) 2.5.1 Tingkat Pencahayaan
a. Tingkat Cahaya Rata-Rata (Erata-rata).
Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya diartikan sebagai tingkat pencahayaan pada bidang kerja. Bidang kerja di sini yaitu bidang horisontal imajiner yang terletak 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan. Tingkat pencahayaan rata-rata Erata-rata (lux), dapat dihitung dengan persamaan:
Erata-rata =
(lux) ... (2.28)
Keterangan:
Ftotal = fluks luminous total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja (lumen)
A = luas bidang kerja (m²)
Kp = koefisien penggunaan
Kd = koefisien depresiasi (penyusutan)
b. Koefiseien penggunaan(Kp)
sebagian dari cahaya yang dipancarkaan oleh lampu diserap oleh armatur, sebagian sebagian dipancarkan ke arah atas dan sebagian lagi dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai perbandingan antara fliks luminous yang sampai di bidang kerja terhadap
Efikasi = (Lumen/Watt)
keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu.
Besarnya koefisien pengguna dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah ini:
1. Distribusi dari cahaya armatur.
2. Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari lampu di dalam armatur.
3. Reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai,
4. Pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada langit-langit.
5. Dimensi ruangan.
Besarnya koefisien pengguna untuk sebuah armatur, bisa diberikan dalam bentuk tabel yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat armatur yang berdasarkan hasil pengujian dari instansi terkait.
Setiap pabrik atau instansi diharuskan untuk memberikan tabel Kp, karena tanpa adanya tabel, perancangan pencahayan tidak dapat dilakukan dengan baik.
c. Koefisien depresi
Koefisien depresi bisa disebut juga keofisien rugi-rugi cahaya atau koeefisien pemeliharaan, disefinisikan sebagai pembandingan antara tingkat pencahyaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahyaan digunakan terhadap tingkat pencahyaan pada waktu instalasi baru.
Besarnya koefisiensi depresiasi dipengaruhi oleh: 1. Kebersihan dari lampu dan armatur.
2. Kebersihan dari permuakaan-permukaan ruangan.
3. Penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan. 4. Penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan tegangan
listrik.
Besarnya koefisien depresiasi biasanya ditentukan berdasarkan estimasi. Untuk ruangan dan armatur dengan pemeliharaan yang baik pada umumnya koefisien depresiasi diambil sebesar 0,8.
d. Jumlah armatur yang diperluakan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan tertentu. Untuk menghitung jumlah armatur, terlebih dahulu dihitung jumlah fluks luminus total yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pncahayaan yang direncanakan dengan menggunakan persamaan:
Ftotal = (lumen) ... (2.29) Kemudian untuk menghitung jumlah armatur yaitu:
Jumlah Armatur = ... (2.30) Sementara itu untuk mengetahui jumlah armatur perlu juga diketahui fluks cahaya yang juga berarti jumlah lampu maka dipergunakan rumus:
Fluks perarmatur =
Jumlah armatur perlampu fluks perlampu...(2.31) e. Tingkat pencahayaan oleh komponen cahaya langsung.
Tingkat pencahyaan oleh komponen cahaya langsung pada suatu titik pada bidang kerja dari sebuah sumber cahaya yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya titik, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Ep = (lux) ... (2.32) Keterangan:
I = intensitas cahaya pada sudut
H = tinggi armatur di atas bidang kerja (meter)
Gambar 2.26 Titik Penerima Komponen Langsung Dari Sumber Cahaya Titik. Sumber: SNI 04-0202-1987
Jika terdapat beberapa armatur, maka tingkat pencahayaan tersebut merupakan penjumlahan dari tingkat pencahayaan yang diakibatkan oleh masing-masing armatur dan dinyatakan sebagai berikut :
Etotal = Ep1 + Ep2 + Ep3 + ……… ... (2.33) Adapun tabel tingkat pencahayaan minimum dan redensi warna yang di rekomendasikan untuk berbagai ruangan.