• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM

C. Hukum Perlindungan Konsumen Serta Hak Dan Kewajiban

a. Hukum perlindungan konsumen

Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terjadi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani.

Dengan adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha

serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan timbal balik.18

Salah satu yang menyebabkan kedudukan konsumen lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha adalah konsumen pada umumnya kurang mendapatkan akses informasi dan/atau informasi yang benar, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari suatu barang atau jasa. Konsumen tidak memiliki kesempatan dan sarana yang cukup untuk mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan suatu barang dan/atau jasa. Hal ini dapat terjadi karena pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi dan menawarkan barang dan/atau jasa tidak memberikan informasi yang jelas mengenai keadaan, cara penggunaan atau jaminan atas barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Bahkan seringkali, pelaku usaha memberikan informasi yang menyesatkan, mengelabui atau tidak jujur kepada konsumen demi kepentingan sepihak untuk memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin tanpa memperdulikan konsumen. Kurangnya informasi dan

Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berapa pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.

18

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum,

akses informasi ini mempunyai dampak yang cukup besar bagi konsumen, terutama dalam memperoleh kenyamanan, keamanan dan keselamatan dan/atau kesehatan dalam mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan konsumen berapa pada posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu UUPK sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.

b. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya jika diketahui adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan akan menyadari hal itu. Konsumen kemudian juga dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain ia tidak hanya tinggal diam ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka dalam bukunya “Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum”, hak adalah peranan atau role yang bersifat fakultatif karena tidak boleh tidak dilaksanakan.19

19

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, op.cit, hal.41.

Hak-hak yang dapat melindungi konsumen tersebut diperjuangkan oleh YLKI dikenal dengan nama Panca Hak Konsumen yang terdiri dari:

a. Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan.

Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa tertentu apabila terjadi sesuatu hal yang dapat membahayakan kesehatan dan keamanan tubuh serta keselamatan jiwanya.

b. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jujur.

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur serta lengkap dari suatu produk barang atau jasa. Hak ini merupakan perlindungan bagi konsumen terhadap informasi yang mengelabui, menyesatkan atau menipu.

c. Hak untuk memilih barang atau jasa yang dibutuhkan.

Konsumen memiliki hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, namun konsumen tetap mendapatkan jaminan mutu dan pelayanan yang memuaskan. Dengan pemenuhan hak ini diharapkan konsumen terhindar dari kerugian.

d. Hak untuk didengar pendapatnya.

Konsumen berhak untuk menyampaikan pendapat dan masalahnya secara pribadi atau bersama-sama, baik mengenai hal-hal yang merugikan mereka maupun hal-hal yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi diri mereka.

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat, yang menjamin ketenangan, kenyamanan dan kesehatan hidupnya beserta keluarga. Konsumen harus dilindungi apabila lingkungan tempat ia tinggal atau melakukan aktivitas tercemar oleh kegiatan industri yang dilakukan oleh produsen atau pengusaha tertentu.

Dalam perkembangan kemudian, hak-hak konsumen berkembang lebih lanjut dari Panca Hak Konsumen dengan penambahan 1 (satu) hak konsumen yang tak kalah pentingnya yaitu:

f. Hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila ia berada pada posisi yang dirugikan oleh produsen atau pengusaha. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa hubungan antara produsen dan konsumen merupakan hubungan yang saling menguntungkan sehingga tidak seharusnya kedudukan salah satu pihak justru dirugikan dengan adanya hubungan tersebut.

Selain itu, hak-hak konsumen juga diatur dalam Pasal 4 UUPK, yaitu : a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Selain memiliki hak, sebagai subyek hukum konsumen juga memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Dalam melaksanakan tanggung jawab terkandung pemenuhan kewajiban bagi konsumen yang harus dilaksanakannya sebelum menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

Terdapat 5 (lima) hal yang merupakan kewajiban konsumen sebagai ikhtiar tercapainya perlindungan konsumen yaitu :

a. Bersikap kritis.

Secara kritis dalam berkonsumsi merupakan suatu sikap hidup yang baik untuk menghindarkan kerugian serta penyesalan yang mungkin timbul di kemudian hari. Konsumen sangat diharapkan dapat bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada dan kritis, baik terhadap harga maupun

mutu barang atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin ditimbulkan.

b. Berani bertindak.

Keberanian konsumen bertindak atas dasar kesadaran diri sendiri, bertujuan untuk memperkuat posisi konsumen agar konsumen diperlakukan secara adil oleh produsen atau pengusaha, serta mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

c. memiliki kepedulian sosial.

Perilaku berkonsumsi konsumen hendaknya tidak berlebihan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Konsumen perlu mempertimbangkan sikap berkonsumsinya, terutama akibatnya terhadap masyarakat sekitar. d. Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.

Dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, khususnya yang mempunyai akses bagi pencemaran alam sekitar, hendaknya konsumen mempertimbangkan dan memperhitungkan pula dampaknya terhadap lingkungan hidup.

e. Memiliki rasa setia kawan.

Rasa setia kawan diperlukan dalam rangka menggalang kekuatan guna mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan konsumen. Tujuannya agar produsen atau pedagang tidak lagi dapat berbuat

seenaknya terhadap konsumen, sehingga diharapkan hak-hak konsumen dapat lebih terlindungi dan kerugian konsumen dapat diminimalisir.

Selain itu kewajiban konsumen juga diatur dalam Pasal 5 UUPK yaitu sebagai berikut:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Beberapa kewajiban ini juga diperuntukkan sebagai balance dari hak-hak yang telah diperoleh konsumen. Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.

Adapun sejumlah kewajiban tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Itikad baik sangat diuperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad

yang baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya dapat terpenuhi dengan penuh kepuasan.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar rupiah yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barang/jasa yang telah didapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah sedapat mungkin dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum dapat dilakukan asalkan memperhatikan norma dan prosedur yang berlaku.

Istilah “pelaku usaha” umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjelaskan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha. Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 UUPK adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Untuk memberi kepastian hukum dan untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang saling berinteraksi, penjelasan dan penjabaran hak dan kewajiban pelaku usaha tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen itu sendiri.

Berdasarkan Pasal 6 UUPK, hak-hak pelaku usaha antara lain :

a. Hak untuk mendapatkan pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai konsekuensi dari adanya hak konsumen yang telah disebutkan pada uraian sebelumnya, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 7 UUPK yaitu :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberikan kesempatan kepda konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

BAB III

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberikan kesempatan kepda konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

BAB III

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Berbicara tentang perlindungan konsumen sama halnya dengan membicarakan tanggung jawab pelaku usaha, karena pada dasarnya tanggung jawab pelaku usaha dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian, dibawah ini akan dikemukakan pula pengertian tanggung jawab pelaku usaha.

Tanggung jawab pelaku usaha adalah terjemahan dari istilah asing, yaitu

product(s) liability(en) aansprakelijkheid; sekalipun ada yang lebih tepat

diterjemahkan sebagai “tanggung jawab produsen”, yakni istilah Jerman yang sering digunakan dalam kepustakaan, yakni produzenten-haftung. Untuk pengertian tanggung jawab pelaku usaha, dibawah ini akan dikemukakan pendapat Agnes M.Toar, sebagai berikut : “Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut”.20

a. Tanggung jawab meliputi baik tanggung jawab kontraktual/ berdasarkan suatu perjanjian, maupun tanggung jawab perundang-undangan berdasarkan perbuatan melanggar hukum.

Selanjutnya, definisi tersebut dapat dijabarkan atas bagian-bagian sebagai berikut :

b. Para produsen; termasuk ini adalah, producen/ pembuat, grosor (whole-saler), leveransir dan pengecer (detailer) profesional.

c. Produk; semua benda Bergerak atau tidak Bergerac/tetap.

20

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal.62.

d. Telah dibawa produsen ke dalam peredaran; yang telah ada dalam peredaran karena tindakan produsen.

e. Menimbulkan kerugian; segala kerugian yang ditimbulkan/ disebabkan oleh produk dan kerusakan atau musnahnya produk.

f. Cacat yang melekat pada produk; kekurangan pada produk yang menjadi penyebab timbulnya kerugian.

Kata “tanggung jawab” yang dipergunakan pada pengertian tanggung jawab pelaku usaha di atas, karena dalam bahasa Indonesia, kata “tanggung jawab” tersebut sudah dipakai secara umum oleh masyarakat untuk terjemahan

responsibility dan liability dalam bahasa Inggris. Namun demikian, banyak juga kalangan sarjana hukum yang memisahkan antara kata responsibility dan liability, yaitu menerjemahkan responsibility dengan tanggung jawab sedangkan liability

dengan tanggung gugat. Demikian pula dalam buku ini, dipergunakan kata tanggung gugat untuk terjemahan liability.

B. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan prinsip-prinsip tanggung jawab A. Hak dan Kewajiban pelaku usaha

Pada pokoknya hak dan kewajiban satu pihak terhadap pihak lainnya lahir dari suatu perjanjian maupun undang-undang, dan telah dijelaskan juga bahwa perjanjian ”tertulis” antara konsumen dan pelaku usaha sering tidak dapat ditemukan, sehingga kebanyakan orang hanya berbicara mengenai pemenuhan

kebutuhan dari konsumen yang mempergunakan, memanfaatkan maupun memakai barang dan/atau jasa yang disediakan oleh pelaku usaha.

Untuk keperluan memberikan kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak-hak, Undang-undang Perlindungan Konsumen telah memberikan peraturan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

a. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen.

Pada uraian diatas telah dikatakan bahwa ketentuan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen diatur dalam Pasal 6 (tentang hak pelaku usaha), dan Pasal 7 (mengenai kewajiban pelaku usaha).

b. Hak Pelaku Usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada para pelaku usaha diberikan hak untuk :

1. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, 2. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik,

3. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen,

4. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 21

c. Kewajiban Pelaku Usaha

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan pada uraian terdahulu, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan,

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif,

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku,

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji , dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan,

21

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Roji Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.50.

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,

7. Memberi kompensasi, ganti rugi ndan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai engan perjanjian.

Jika disimak baik-baik, jelas bahwa kewajiban-kewajiban tersebut merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain yang “ditargetkan” untuk menciptakan “budaya” tanggung jawab pada diri para pelaku usaha.

B.Prinsip-prinsip Tanggung Jawab

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.22

1. Kesalahan (liability based on fault)

Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen.

Secara mum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :

22

2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability) 4. Tanggung jawab mutlak (strict liability)

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).

Di bawah ini akan diuraikan mengenai prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum.

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability) atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam Hukum Pidana dan Perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366 dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.23

a. Adanya perbuatan

Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya 4 (empat) unsur pokok yaitu :

b. Adanya unsur kesalahan c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

23

kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.

Mengenai pembagian beban pembuktiannya, asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 Herziene Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal 283

Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) dan Pasal 1865 KUH Perdata. Di situ

dikatakan, barang siapa yang mengakui mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (actorie incumbit probatio).

Ketentuan di atas juga sejalan dengan teori umum dalam Hukum Acara, yakni asas audi et alterm partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Di sini hakim harus memberi para pihak beban yang seimbang dan patut sehingga masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan perkara tersebut.

Perkara yang perlu diperjelas dalam prinsip ini, yang sebenarnya juga berlaku umum untuk prinsip-prinsip lainnya adalah definisi tentang subyek pelaku kesalahan (lihat Pasal 1367 KUH Perdata). Dalam doktrin hukum dikenal asas

vicarious liability dan corporate liability.

Dokumen terkait