• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukuman dalam Islam

Dalam dokumen AL-FIQH AL-JINAYAH (Hukum Pidana Islam) (Halaman 120-124)

BAB II HUKUM ISLAM

MAQASID ASY-SYARI‘AH, HUKUMAN, DAN TUJUAN PEMIDANAAN DALAM FIQH JINAYAH( HUKUM

B. Hukuman dalam Islam

Setiap perbuatan yang dilakukan akan mendapatkan balasan (wajaza‟u sayyi‟atin sayyi‟atun misluha). Dalam

158Ahmad Sya‟labi, Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam, terj.

Amzah Ahmadi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 326.

159Abdul Wahhab Khallaf, „Ilm Usul al-Fiqh, hlm. 53.

160Ibrahim „Abbas az-Zarwi, Nazariyyat al-Ijtihad asy-Syari„ah al- Islamiyyah, (Kairo: Dar asy-Syuruq, t.t.), hlm. 37.

Islam, apabila manusia melakukan perbuatan baik, maka ia akan mendapatkan pahala, dan sebaliknya apabila melakukan perbuatan tidak baik, maka akan mendapatkan dosa. Penerapan hukuman dalam hukum pidana tidak hanya menyebabkan hilangnya jiwa, kebebasan, dan milik individu, tetapi juga cacat sosial, keperihan, dan penderitaan psikologis.

Secara umum, tujuan syara‟ menetapkan hukum adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia maupun kemaslahatan di akhirat.

Namun, apabila dilihat lebih spesifik, tujuan hukuman dalam hukum syara‟ ada lima macam, yang kemudian dikenal dengan sebutan al-maqasid al-khamsah (lima tujuan). Kelima tujuan itu adalah memelihara kemaslahatan agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, memelihara harta benda, dan memelihara kehormatan. Barangsiapa yang mengganggu lima perkara itu, maka dia akan berhadapan dengan urusan hukum.161

Menurut Topo Santoso, sebagaimana dikutip oleh Ocktoberrinsyah, secara umum, pembedaan hukum ada dua macam, yaitu hukum publik dan hukum privat. Pembedaan tersebut terkadang mengalami ketidakjelasan pada beberapa cabang hukum. Hukum publik di antaranya meliputi hukum administrasi negara dan hukum pidana.Sementara, hukum privat di antaranya meliputi hukum perdata, termasuk pula hukum perjanjian dan hukum perkawinan.162

161Ismail Muhammad Syu‟bah, Tujuan dan Ciri-ciri Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 65.

162Ocktoberrinsyah, “Hukuman Mati dalam Islam dan Relevansinya dengan Hukum Pidana Indonesia”, (Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011), hlm. 24. Uraian selanjutnya mengacu pada disertasi ini, kecuali ada catatan tersendiri.

Menurut Abdul Kadir Awdah, hukuman (al-„uqubah) merupakan pembalasan (al-jaza‟) atas pelanggaran perintah syara‟ yang bertujuan untuk menjaga kemaslahatan.

Sementara, maksud ditetapkannya hukuman atas pelanggaran perintah syara‟ adalah untuk kemaslahatan manusia, menjauhkan mereka dari kebodohan, mengeluarkan mereka dari segala kegelapan, menjerakan mereka perbuatan dari maksiat, dan memotivasi mereka untuk taat kepada Allah.163

Dari pendapat diatas, dapat dipahami bahwa hukum adalah alat untuk mencegah dan membalas kejahatan agar tidak terjadi kerusakan dimuka bumi. Hal ini sesuai dengan Q.S. Ali „Imran [3]: 104, yang artinya:

Dan, hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Mengajarkan agar manusia melaksanakan amar ma‟ruf nahi mungkar demi kemaslahatan bersama.

(Q.S. Ali „Imran [3]: 104).164

Dimungkinkan bahwa hukuman akan mendatangkan kemudaratan bagi anak pidana. Meskipun demikian, hal ini tersirat kemaslahatan yang lebih besar bagi anak tersebut dan juga bagi orang lain.Sebab, perbuatan anak pidana dalamtindak pidananyapada umumnya mendapat pengaruh

163Abdul Kadir Awdah, at-Tasyri„ al-Jina„i al-Islam: Muqaranan bi al- Qanun al-Wad„I, (Beirut: Dar al-Kitab al-„Arabi, t.t.), hlm. 70-2, sebagaimana dikutip dari Ocktoberrinsyah, “Hukuman Mati dalam Islam dan Relevansinya dengan Hukum Pidana Indonesia”, hlm. 29.

164 Al-Qur‟an Terjemahan, (Surabaya: CV. Duta Ilmu, 2008), hlm. 50

dari luar dirinya. Seperti halnya tindak pidana yang dilakukan anak, walaupun di dalamnya terdapat keuntungan/kemaslahatan bagi pelakunya, tetapi akibat dari perbuatan tersebut sangat merugikan orang lain, bahkan anak pidana itu sendiri. Oleh karenanya, perbuatan- perbuatan manusia itu jarang sekali yang hanya mengandung kemaslahatan atau kemudaratan. Hal yang paling dominan justru perbuatan yang terkandung di dalamnya kemaslahatan sekaligus kemudaratan. Tabiat anak pidana sebagai manusia yang masih berusia muda biasanya menggiring mereka untuk mencari kebaikan bagi dirinya sendiri. Namun, dalam pertimbangannya, opsi tersebut dipilih lebih karena kepentingan individu, bukan karena kepentingan orang lain. Oleh karena itu, Togat menjelaskan bahwa pada umumnya, apabila diperintahkan untuk melakukan hal-hal yang wajib, manusia akan menghindar.Sebab, mereka merasa berat dan tidak suka hukuman. Hal ini membuat manusia melakukan hal-hal yang tidak disukainya atau terasa berat baginya, walaupun sebenarnya tersirat banyak kemaslahatan di dalamnya dan mencegah mereka melakukan hal-hal yang disukainya, walaupun banyak kemudaratan di dalamnya.165

Menurut Abdul Kadir Awdah, sebagaimana dikutip Ocktoberrinsyah, mungkin ada sejumlah muslim yang melakukan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang murni karena keikhlasan dan malu kepada Allah, bukan karena takut akan adanya ancaman dan

165Tongat, Pidana Seumur Hidup dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 63; sebagaimana dikutip dari Ocktoberrinsyah, “Hukuman Mati dalam Islam dan Relevansinya dengan Hukum Pidana Indonesia”, hlm. 31.

hukuman.Akan tetapi,yang demikian ini jumlahnya sangat terbatas. Sementara, hukum diperuntukkan bagi manusia pada umumnya.166Inilah signifikansi adanya pertintah penjatuhan hukuman dalam sistem hukum pidana Islam, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH).

Apabila diperhatikan secara saksama, sejatinya, konsep hukuman yang terdapat dalam hukum pidana Islammempunyai tujuan yang jelas, yaitu kemaslahatan, yang sedikit berbeda dengan konsep hukuman dalam hukum negara. Di antara perbedaan tersebut adalah bahwa hukuman dalam hukum pidana Islam berdasarkan pada syariat dan menjadi bagian dari akidah Islam yang harus diyakini.

Dalam hal ini, hukuman yang dibebankan kepada anak pidana juga harus mengacu pada prinsip-prinsip ajaran pokok Islam yang diyakini oleh umatnya bahwa Islam merupakan agama yang mendatangkan kebaikan (rahmatan li al-„alamin), yaitu mendatangkan rahmat bagi semesta alam.Hal ini sebagaimana termaktub dalam Q.S. al- Anbiya‟[21]: 107, yang artinya: “Dan, tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hukuman dalam hukum Islam mendatangkan kebaikan atau maslahah bagi semua orang tanpa membedakan agama, kepercayaan, dan budayanya.

Dalam dokumen AL-FIQH AL-JINAYAH (Hukum Pidana Islam) (Halaman 120-124)