• Tidak ada hasil yang ditemukan

Humanity pada Perawat Rumah Sakit

Dalam dokumen Gambaran Humanity pada Perawat Rumah Sakit (Halaman 30-45)

BAB II LANDASAN TEORI

C. Humanity pada Perawat Rumah Sakit

Humanity merupakan virtue ketiga yang dipahami sebagai sifat positif yang berwujud kemampuan menjaga hubungan interpesonal yang melibatkan kedekatan dan pertemanan dengan orang lain serta menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Virtue ini terdiri dari tiga kekuatan karakter, yaitu

love,kindness, dan social intelligence. d. Justice

Justice merupakan virtue keempat yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk memperhatikan hak-hak dan kewajiban setiap orang sehingga menciptakan keadilan dalam hidup bermasyarakat. Karakter yang termasuk ke dalam virtue ini adalah citizenship, fairness, dan leadership.

e. Temperance

Virtue kelima yang dikemukakan ini berkaitan dengan kemampuan untuk menahan diri dan tidak melakukan sesuatu yang dianggap berlebihan. Virtue temperance terdiri dari empat kekuatan karakter, yaitu forgiveness and mercy, humility and modesty, prudence dan self-regulation.

f. Transcendence

Virtue transcendence merupakan kekuatan karakter yang terakhir yang dikemukakan oleh Peterson & Seligman (2004), virtue ini berkaitan dengan kemampuan individu menjalin hubungan dengan kekuatan semesta yang lebih besar dan dengan demikian dapat memberikan makna bagi kehidupan individu tersebut. Virtue ini terdiri dari lima kekuatan karakter, yaitu appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, humor, spirituality.

3. Virtue Humanity

1. Defenisi Humanity

Virtue humanity dalam psikologi dijelaskan sebagai sikap rendah hati atau prilaku prososial. Humanity merupakan sifat positif yang berwujud kemampuan menjaga hubungan interpersonal. Peterson & Seligman (2004) menyatakan bahwa

humanity adalah kemampuan untuk mencintai, berbuat kebaikan sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan. Awalnya dibangun melalui hubungan interpersonal yang kemudian meluas pada hubungan sosial.

2. Klasifikasi Humanity

Peterson & Seligman (2004) mengklasifikasikan humanity menjadi tiga kekuatan karakter, yaitu: love, kindness, dan social intelligence.

a. Love

1. Defenisi Love

Love merupakan kondisi kognitif, konatif dan afektif seseorang. Dipahami sebagai kemampuan untuk menerima, memberikan cinta, kepedulian pada diri sendiri dan orang lain dengan menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (Peterson & Seligman, 2004).

Selain dapat melibatkan lebih dari satu bentuk, love juga dapat memiliki bentuk love yang berbeda pada waktu yang berbeda. Suatu hubungan bisa saja dibentuk oleh satu bentuk saja dan kemudian memperoleh bentuk love lainnya. Hubungan romantis merupakan hubungan yang unik karena merupakan satu-satunya ikatan sosial yang memiliki tiga bentuk love tersebut.

2. Klasisfikasi Love

Kelley, dalam Peterson & Seligman (2004) berpendapat bahwa love ada pada diri individu untuk menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Peterson & Seligman (2004) mengelompokkan love dalam tiga bentuk yaitu: love untuk orang yang menjadi sumber utama kasih sayang (orang tua), love untuk individu yang bergantung pada kita (teman), love yang melibatkan hasrat untuk kelekatan seksual, fisik dan emosional dengan individu yang kita anggap spesial dan membuat kita merasa spesial, biasa disebut cinta romantik (kekasih).

b. Kindness

Peterson & Seligman (2004) mendefinisikan kindness sebagai tindakan sukarela dalam memberikan pertolongan dan kepedulian kepada orang lain. Berkaitan erat dalam hal kemanusiaan, dalam arti semua orang berhak mendapat perhatian dan pengakuan tanpa alasan tertentu, namun hanya karena mereka memang berhak mendapatkannya. Kindness ini tidak didasarkan pada prinsip timbal-balik, pencapaian reputasi, atau hal lain yang menguntungkan diri sendiri, meskipun efek tersebut bisa saja muncul.

c. Social Intelligence

1. Definisi Social Intelligence

Social intelligence adalah kemampuan untuk mengenal dan mempengaruhi diri sendiri dan orang lain, sehingga dapat beradaptasi di lingkungan dengan baik (Peterson & Seligman,2004).

2. Klasifikasi Social Intelligence

Peterson & Seligman (2004) mengelompokkan inteligensi kedalam tiga jenis, yaitu: (1) Personal: Melibatkan pemahaman dan penilaian terhadap diri sendiri secara akurat, termasuk kemapuan memotivasi diri, emosional dan proses dinamis. (2) Emosional: mengarah pada kemampuan untuk menilai semua yang berkaitan dengan emosional sebagai sumber penilaian untuk bertindak tepat. (3) Sosial: berkaitan dengan hubungan sosial yang melibatkan kedekatan, kepercayaan, persuasi, keanggotaan kelompok, dan kekuatan politik. Secara konseptual, ketiga inteligensi saling berkaitan, tetapi secara empiris keterlibatannya tidak dapat dipahami dengan baik.

3. Faktor Pembentukan dan Perkembangan Karakter

Virtue merupakan karakter utama yang secara universal dimiliki individu. Karakter yang dimaksud dalam hal ini merupakan human goodness yaitu kebaikan dalam diri dan direfleksikan melalui pikiran, perasaan serta tindakannya yang disebut sebagai caharacter strength (Peterson & Seligman, 2004). Maka,

caharcter strength merupakan karakter baik yang tampak pada individu untuk menampilkan virtue yang dimilikinya.

Allport (dalam Suryabrata, 2008) menyatakan bahwa karakter dan kepribadian adalah salah satu dan sama. Pembentukan karakter sama halnya pula dengan pembentukan kepribadian. Dalam penelitian ini karakter yang dimaksud adalah virtue yakni trait positive yang dimiliki individu (Petrson & Seligman, 2004).

Hart (Narvaez & Lapsley, 2009) mengajukan sebuah model identitas moral yang berperan penting terhadap adaptasi karakteristik dan disposisi (genetik). Menurut model ini, identitas moral dipengaruhi oleh dua hal, yakni genetik dan lingkungan sosial (budaya, kelas sosial, keluarga, dan teman).

Perkembangan dan pembentukan karakter terjadi di sepanjang rentang kehidupan (Narves &Lapsley, 2009). Para psikolog kepribadian mengemukakan bahwa, perkembangan psikologis tiap individu menuju dewasa berbeda satu dengan yang lainnya. Ilmuwan berpendapat bahwa perbedaan individu disebabkan oleh genetik dan lingkungan. Peneliti mengidentifikasi interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Mereka mengakui bahwa genetik dan lingkungan bukan

sesuatu yang terpisah, melinkan saling berinteraksi. Contohnya, pengalaman yang kita alami akan mempengaruhi pembentukan kepribadian kita (Pervin, 2005).

Pervin (2005) menjelaskan lebih lanjut mengani faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian, yaitu:

1. genetik (nature)

Faktor genetik berperan penting dalam pembentukan kepribadian dan perbedaan individu. Kepribadian dipengaruhi oleh dasar biologis, yaitu dalam penelitiannya bahwa individu berbeda dalam fungsi sestem otak dan sistem limbik yang berkontribusi pada perkembangan kepribadian individu. Intinya, mekanisme genetik mempengaruhi aspek kepribadian secara spesifik.

2. Lingkungan (nurture)

Para psikolog mengakui bahwa lingkungan berperan penting dalam perkembangan kepribadian. Lingkungan dapat membentuk persamaan dan perbedaan antar individu. Berikut faktor penting lingkungan dalam perkembangan kepribadian seseorang:

a. Budaya

Budaya adalah kebiasaan sosial yang terinternalisasi dari suatu komunitas (Hogg, 2002). Kepribadian seseorang juga merupakan hasil keanggotaan dalam kelompok budaya tertentu. Seperti pembelajaran perilaku, ritual, kepercayaan, filosofi hidup, peran dalam komunitas, nilai dan prinsip yang terpenting dalam kehidupan. Budaya juga menggambarkan kebutuhan dan cara kita mengekspresikan emosi, perasaan, hubungan dengan orang lain, cara berpikir dan cara kita mengatasi kehidupan hingga kematian.

b. Kelas sosial

Kelas sosial juga mempengaruhi pembentukan kepribadian dan status individu, diantaranya kelas menengah kebawah-keatas, status pekerjaan atau perofesional. Kelas sosial juga menentukan peran dalam bekerja, pendapatan dan hak istimewa. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi cara mereka memandang dirinya, cara penerimaan terhadap anggota sosial lainnya, hingga cara memperoleh serta menggunakan materi yang dimilikinya. Selain itu, status sosial ekonomi mempengaruhi perkembangan kognitif dan emosional individu (Bradley dan Corwyn, 2002). Sama halnya dengan budaya, kelas sosial juga mempengaruhi kapasitas, sikap, serta membentuk perilaku individu dalam memberikan respon terhadap suatu situasi.

c. Keluarga

Faktor penting lainnya dalam pengaruh lingkungan adalah keluarga. Pola asuh orang tua yang otoritarian, otoritatif, mengabaikan, memanjakan ataupun orang tua yang peduli terhadap kebebasan (dialogis) dan kemandirian anak akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak tersebut. Pengaruh orang tua terhadap anak terjadi melalui tiga cara, yaitu:

1. Perilaku orang tua dalam menghadapi situasi 2. Model peran (modelling)

3. Pemberian reward/punishment

4. Teman sebaya

Pengaruh teman sebaya lebih kuat dalam perkembangan kepribadian dari pada keluarga. Anak dari suatu keluarga berbeda dikarenakan perbedaan

pengalaman di luar rumah yang mereka miliki dan pengalaman didalam rumah tidak membentuk kesamaan antar anak. Kesimpulannya, varias material genetik dalam keluarga ditambah pengaruh sosial di luar lingkungan keluarga dianggap sebagai hal yang mempengaruhi kepribadian yang tampak.

B. PERAWAT 1. Defenisi Perawat

Perawat berasal dari kata Latin nutrix yang artinya merawat atau memelihara. Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan (Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999). Perawat dalam penelitian ini adalah orang yang merawat memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan (Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999).

Perawat memiliki fungsi dalam melaksanakan praktek keperawatannya. Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai seuatu bentuk pelayanan profesional yang merupaka bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan disini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

Menurut Depkes (dalam Asmuji, 2012), kebutuhan tenaga keperawatan di rumah sakit berada di ruangan antara lain: rawat inap, gawat darurat, critical care,

kamar operasi, dan rawat jalan.

2. Fungsi Perawat

Fungsi perawat dalam praktek ada tiga (Hikey dalam Praptianingsih 2006), yaitu:

a. Fungsi independen

Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul terhadap tindakan yang diambil.

b. Fungsi interdependen

Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.

c. Fungsi dependen

Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter karena setiap tindakan perawat berdasarkan perintah dokter.

3. Peran Perawat

Gaffar (1999) memaparkan beberapa peran perawat. Berikut ini merupakan uraian peranan dari perawat:

1. Nurshing is caring, perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat harus memperlihatkan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan tidak dikenal pasien atau kasus pribadi. Semua pasien diperlakukan sama

2. Nurshing is sharing, dalam pemberian asuhan keperawatan perawat selalu melakukan sharing (berbagi) atau diskusi antara sesama perawat, kepada anggota tim kesehatan lain dan kepada klien.

3. Nurshing is laughing, perawat meyakini bahwa senyum merupakan suatu kiat dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan rasa nyaman klien.

4. Nurshing is crying, perawat menerima respon emosional dari perawat atau orang lain sebagai sesuatu hal yang biasa pada situasi senang duka.

5. Nurshing is touching, perawat dapat menggunakan sentuhan untuk meningkatkan rasa nyaman pada saat melakukan massage (pijat).

6. Nurshing is helping, asuhan keperawatan dilakukan untuk menolong klien dengan sepenuhnya memahami kondisinya.

7. Nurshing is believing in others, perawat meyakini orang lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk meningkatkan status kesehatannya.

8. Nurshing is trusting, perawat harus selalu belajar atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan profesional melalui asuhan keperawatan yang dilakukan.

9. Nurshing is learning, perawat harus selalu belajar atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan profesional melalui asuhan keperawatan yang dilakukan.

10.Nurshing is respecting, perawat memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan kepada orang lain (klien dan keluarganya) dengan menjaga kepercayaan dan rahasian klien.

11.Nurshing is listening, perawat harus menjadi pendengar yang baik ketika klien berbicara atau mengeluh.

12.Nurshing is doing, perawat melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan berdasarkan pengetahuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman serta asuhan keperawatan secara komprehensif.

13.Nurshing is feeling, perawat dapat menerima, merasakan dan memahami perasaan duka, senang, frustasi dan rasa puas klien.

Selain tiga belas peran diatas, dalam melaksanakan profesinya perawat juga memiliki empat peran lain yang dinyatakan oleh Asmadi (2008), yaitu: 1. Pelaksanaan layanan keperawatan (care provider), yaitu perawat bertindak sebagai comforter (mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pada pasien),

protector dan advocat (melindungi pasien dan mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan), communicator (tampak ketika perawat bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan anggota tim kesehatan), serta rehabolitator (perawat membantu pasien untuk beradaptasi dengan perubahan tubuhnya).

2. Pendidik dalm keperawatan, yaitu perawat melakukan penyuluhan kepada klien (pasien) yang berada di bawah tanggung jawabnya.

3. Peran sebagai pengelola (manager), yaitu peran ini berkaitan dengan jabatan struktural di rumah sakit. Perawat harus memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.

4. Peran sebagai peneliti, yaitu perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian di bidangnya.

Peran perawat menjadikan perawat pada umumnya membutuhkan caring

untuk menjalankan tugas keperawatannya. Namun, perawat yang memiliki

humanity akan semakin menunjukkan profesinalisme dalam melakukan pekerjaannya. Peran sebagai pendidik, pengelola, serta peneliti sangat membutuhkan humanity yang akan membantu perawat mencapai tujuan keperawatan tersebut walaupun menghadapi tantangan dalam menjalankan perannya.

4. Kepribadian Perawat

Sunaryo (2004), mengemukakan bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan penderita, keluarga, teman profesi, dan profesi lainnya yang memiliki kepribadian bermacam-macam dan unik. Oleh karena itu, seorang perawat hendaknya dapat memahami kepribadian pasien, keluarga pasien, teman sejawat, dan instruktur. Beberapa ciri-ciri kepribadian

yang perlu dimiliki seorang perawat sebagaimana dikemukakan oleh Gunarsa dan Ny. Gunarsa (dalam Sunaryo, 2004) sebagi berikut:

1. Kondisi fisik yang sehat dan energik, yaitu kondisi fisk yang sehat dan energik dimana perlu dimiliki seorang perawat. Tubuh yang letih dan lelah dapat mempengaruhi pengambilan keputusan saat pemberian asuhan keperawatan. 2. Penampilan yang menarik, yaitu penampilan yang menarik dari perawat dapat

membantu dalam mengubah suasana hati pasien yang negatif.

3. Kejujuran, yaitu perawat yang jujur akan menjadikan pasen yakin akan tugas-tugas perawat yang dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan rasa cemas dan curiga.

4. Keriangan, yaitu perawat harus dapat selalu tersenyum, ramah, memberi sikap optimis, serta percaya diri.

5. Berjiwa positif, yaitu perawat harus intropeksi diri sehingga mengakui kekurangan yang ada pada dirinya.

6. Rendah hati, yaitu perawat harus dapat menunjukkan hal yang baik pada dirinya melalui perbuatan dan tindakan, bukan dari perkataan.

7. Murah hati, yaitu perawat harus dapat memberi pertolongan yang nyata pada pasien. Ramah, simpati, dapat bekerja sama, dapat dipercaya, loyal, dan pandai bergaul. Pandai menimbang perasaan, memiliki rasa humor, dan sikap sopan santun.

C. HUMANITY PADA PERAWAT RUMAH SAKIT

Keberhasilan rumah sakit tidak jauh terlepas dari kinerja perawat sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan di rumah sakit. Apalagi tuntutan masyarakat semakin meningkat menjadikan perawat sebagai profesi yang mempunyai andil dan tanggung jawab besar dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Pelayanan keperawatan yang berkualitas juga didukung dengan humanity

yang ada pada diri perawat rumah sakit. Humanity merupakan kekuatan interpersonal yang melibatkan kedekatan dan pertemanan dengan orang lain serta menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Tidak banyaknya inidividu yang menyadari adanya tantangan-tantangan dalam melaksanakan pekerjaannya menjadikan perawat dinilai sebagai profesi yang hanya membutuhkan caring saja. Stigma masyarakat yang menyebut perawat sebagai pembantu dokter menjadikan peran dan posisi perawat di masyarakat semakin termarjinalkan (Asmadi, 2008). Padahal perawat di rumah sakit diuji keberaniannya setiap hari. Tantangan seperti ambiguitas kerja, budaya rumah sakit yang bertentangan dengan pelayanan keperawatan, peluang promosi yang kecil, dan tuntutan kerja yang tinggi menjadikan perawat yang tidak mampu menghadapi tantangan ini merasa frustasi dan menjadi tidak bersemangat dalam bekerja (Waltson, 2004).

Perubahan global juga memberi dampak pada profesi, khususnya keperawatan. Asmadi (2008) mengemukakan tantangan-tantangan yang timbul akibat perubahan global tersebut, yaitu pergeseran pola penyakit dari penyakit

infeksi ke penyakit degeneratis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan masyarakat lebih kritis, peningkatan populasi lansia dan penurunan kelahiran, serta munculnya insidensi penyakit kronis. Tantangan-tantangan ini juga akan menguji kemampuan profesional dari perawat.

Perawat yang memiliki humanity akan semakin menunjukkan profesionalisme dalam bekerja. Peterson & Seligman (2004) membagi humanity

menjadi tiga kekuatan karakter, yaitu love, kindness, dan social intelligence.

Individu yang memiliki kekuatan karakter love akan memiliki sikap yang mampu menunjukkan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian pada orang lain, karena kekuatan karakter love merupakan kondisi kognitif, perilaku dan emosional seseorang. Kemudian, individu yang memiliki kekuatan karakter kindness akan memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain tidak didasarkan pada prinsip timbal-balik atau hal-hal lain yang menguntungkan diri sendiri, tetapi karena orang tersebut memang berhak mendapatkannya. Selain itu, individu yang memiliki kekuatan karakter social Intelligence akan lebih mudah untuk memahami apa yag dibutuhkan oleh para pasien.

Sejalan dengan fungsi dan tanggung jawabnya, tuntutan dan beban pekerjaan yang melebihi kemampuannya terkadang membuat perawat mengabaikan sentuhan kemanusiaan dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya. Maka untuk itu perawat membutuhkan humanity agar mampu menjalankan peran dan tanggung jawabnya denga sebaik-baiknya.

Dalam dokumen Gambaran Humanity pada Perawat Rumah Sakit (Halaman 30-45)

Dokumen terkait