• Tidak ada hasil yang ditemukan

α - -hydroxymidazolam yang terbentuk akan segera terikat dengan asam glukoronat (tidak

Dalam dokumen TINJAUAN PUSTAKA Anestesi (Halaman 29-48)

sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007).

α

-hydroxymidazolam yang terbentuk akan segera terikat dengan asam glukoronat (tidak aktif) dan 50-70% dosis midazolam yang diberikan kemudian dieliminasi melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi midazolam pada manusia 1,5-3 jam (Anonim 2002). Midazolam mempunyai waktu paruh singkat dan aktivitas farmakologi yang rendah. Waktu paruh midazolam dalam serum dan durasi midazolam pada manusia lebih pendek dibandingkan penggunaan diazepam. Waktu paruh eliminasi midazolam pada manusia lebih kurang 2 jam sedangkan diazepam mencapai 30 jam (Plumb 1991).

Midazolam diabsorbsi cepat dengan kesempurnaan absorbsi 91% pasca injeksi intramuskular dan rentang bioavailabilitas 31-72% pada pemberian per-oral. Onset pasca injeksi midazolam secara intravena sangat cepat karena midazolam termasuk zat lipofilik tinggi. Reflekss akan berkurang pada 30-97 detik post pemberian midazolam pada manusia. Obat ini memiliki ikatan kuat dengan protein (94-97%) dan secara cepat menembus blood brain barrier (Plumb 1991). Menurut

Anonim (2002), ketersediaan hayati midazolam post injeksi intramuskular lebih dari 90% dan konsentrasi plasma maksimum pada manusia dicapai dalam 30 menit. Ikatan protein plasma midazolam adalah 96-98%. Selain menembus blood brain barrier, midazolam juga mampu menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin.

Midazolam dapat digunakan secara sendiri sebagai tranquilizer atau dikombinasikan dengan anestetikum umum untuk mencegah hipertonus otot dan meningkatkan sedasi. Pada anjing, midazolam diinjeksikan intramuskular atau intravena, walau pemberian intravena lebih sering digunakan untuk induksi anestesi (Lumb dan Jones 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi untuk mengurangi kegelisahan sebelum prosedur pembedahan, sebagai sedatif, hipnotik, dan menimbulkan amnesia (Stawicki 2007). Midazolam dapat mencegah hipertonus otot, meningkatkan efek sedasi, menghasilkan efek hipnotik, dan lebih potensial dibandingkan diazepam (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000).

Midazolam diindikasikan untuk sedasi preoperasi, amnesia, penanganan seizures atau status epilepsi, sedasi dan amnesia untuk endoskopi, dan dikombinasikan dengan agen anestesi lain sebagai anestesi umum (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma. Overdosis midazolam dapat ditangani dengan pemberian flumazenil (Stawicki 2007).

Midazolam lebih baik dibandingkan dengan diazepam. Midazolam bersifat stabil di dalam larutan sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamine atau ketamine-larutan saline untuk pemberian secara infus (Plumb 1991; Jacobson dan Hartsfield 1993). Midazolam diabsorbsi dengan baik dan tidak mengiritasi jaringan bila diaplikasikan intramuskular dan pengaruhnya akan muncul setelah tiga menit penyuntikan (Lumb dan Jones 1996). Dosis midazolam yang dianjurkan pada anjing 100-200 microgram/kgBB intravena, intramuskular atau subkutan (Lumb dan Jones 1996; Bishop 1996). Midazolam digunakan sebagai preanestesi pada anjing dengan dosis 0,1-0,2mg/kg (maksimal 10mg) secara intramuskular maupun intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003). Midazolam juga sering digunakan pada kucing dan dikombinasikan dengan ketamine (0,2mg/kg midazolam dan 10mg/kg ketamine

IM). Penggunaan midazolam untuk preoperasi berkisar 0,066-0,22 mg/kgBB intramuskular atau intravena (Plumb 1991; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Atropine

Atropine adalah prototipe agen menghambat muskarinik atau antimuskarinik dan merupakan ekstrak alkaloid dari tumbuhan belladona yang termasuk famili potato (Adams 2001). Atropine dan derivat alamiahnya adalah ester alkaloid ammonium tersier asam tropat (Katzung 1992). Secara kimia, molekul atropine terdiri dari dua komponen yang berikatan melalui ikatan ester. Komponen pertama adalah tropine yang merupakan sebuah basa organik dan komponen kedua adalah asam tropat (Gambar 10).

Gambar 10 Struktur kimia atropine

Atropine merupakan antimuskarinik, digunakan untuk mengurangi salivasi dan sekresi bronkial dan melindungi serta mencegah kejadian aritmia disebabkan prosedur atau sifat obat-obat anestesi. Sebagai preanestesi, atropine diindikasikan pada anjing untuk mencegah sejumlah saliva yang dapat menghalangi jalan nafas. Atropine dan hyoscin tidak direkombinasikan untuk preanestesi pada kuda karena dapat menyebabkan eksitasi dan medriasis. Atropine mencegah efek samping muskarinik dari antikolinesterase, yang digunakan untuk mengembalikan pengaruh non-depolarisasi obat-obat neuromuskular blok. Atropine adalah obat yang paling umum untuk digunakan sebagai antimuskarinik untuk pengobatan bradikardia. Penggunaan atropine pada anjing adalah 30–100 mikrograms/Kg BB (Bishop 1996). Dosis atropine sulfas sebagai preanestetikum 0,02-0,04 mg/kgBB intramuskular atau subkutan (Plumb 1991). Atropine biasa digunakan sebagai preanestetik pada anjing dengan dosis 0,02-0,04mg/kg secara subkutan, intramuskular, maupun secara

intravena (McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemakaian atropine sulfas dosis tinggi berakibat peningkatan frekuensi jantung dan tonus vagal perifer dan sentral. Kejadian disarithmia jantung dan takhikardi pada pemberian atropine sulfas pernah dilaporkan pada anjing (Lumb dan Jones 1996).

Perubahan Aspek Fisiologi dalam Anestesi

Pengamatan aspek fisiologi untuk pengawasan suatu anestesi dapat dikatakan sempurna apabila seluruh perubahan aspek fisiologi dapat diamati, tetapi perubahan aspek fisiologi pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh merupakan parameter yang terpenting diamati selama periode anestesi (Adams 2001, Flecknell, 1987). Kunci efektifitas anestesi dan tingkat keamanan selama periode anestesi adalah dilakukannya pengawasan dan pemantauan (monitoring) anestesi yang baik. Pemeriksaan cepat dan seksama selama periode anestesi dilakukan terhadap kedalaman anestesi, kardiovaskuler dan respirasi, oksigenasi, dan variabel yang lain, seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perubahan fisiologi yang diperiksa selama periode anestesi • Respirasi : kecepatan, kedalaman, dan sifat (gerak kantong reservoir dan gerakan dada). • Warna membrana mukosa dan capillary refill time (CRT).

• Denyut jantung

• Pulsus : kecepatan dan kekuatan

• Ketegangan rahang, posisi bola mata, dan aktivitas refleks palpebral. • Oksigenasi (kecepatan aliran dan tekanan)

• Temperatur tubuh pasien

Sumber: McKelvey dan Hollingshead 2003

Tanda-tanda vital dan refleks harus diperiksa selama hewan teranestesi. Tanda vital menunjukkan variabel yang mengindikasikan mekanisme respon keseimbangan (homeostasis) hewan terhadap anestesi, seperti denyut jantung, kecepatan respirasi,

capillary refill time (CRT), dan temperatur. Tanda vital bagi pasien menandakan

kemampuan pasien untuk mempertahankan fungsi respirasi dan sirkulasi selama teranestesi. Tanda vital dapat diamati dengan indera (sentuhan, pendengaran, atau

penglihatan) atau menggunakan alat seperti mesin EKG atau oximeter. Tanda vital yang harus diperiksa selama teranestesi adalah denyut dan ritme jantung, pulsus, CRT, warna membrana mukosa, kehilangan darah, kecepatan dan kedalaman respirasi, dan temperatur. Tanda vital lain yang juga diperiksa adalah oksigenasi, CO2, EKG, dan tekanan darah. Sedangkan refleks adalah reaksi tidak sengaja dari hewan terhadap rangsangan seperti ditusuk atau dipukul. Refleks memberikan informasi terhadap kedalaman anestesi tetapi tidak berhubungan dengan keamanan anestesi atau mekanisme homeostasis pasien (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Sistem Kardiovaskeler

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah sebagai sistem sirkulasi atau alat transport. Sirkulasi darah akan mengangkut substansi penting untuk kesehatan dan kehidupan, seperti oksigen (O2) dan nutrisi yang diperlukan oleh setiap sel dalam tubuh. Darah juga membawa karbondioksida (CO2

Denyut jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O

) dan hasil sisa metabolisme tubuh dari tiap-tiap sel dan mengirimnya ke paru-paru, hati, atau ginjal sebagai tempat untuk pengeluaran (Cunningham 2002). Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir ke jaringan. Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikan ke jantung (Sherwood 2001, Cunningham 2002).

2 dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, membawa limbah metabolisme dan mempertahankan homeostasis seluler. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi dengan mempergunakan stetoskop yang diletakkan tepat di atas apeks jantung di rongga dada sebelah kiri, atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah arteri femoralis atau brachialis. Selain itu, pengukuran frekuensi denyut jantung

dapat juga dilakukan dengan elektrokardiogram (EKG) (Cunningham 2002, Nelson 2003).

Denyut jantung minimal yang masih aman pada anjing teranestesi adalah 60 kali/menit. Denyut jantung yang lebih rendah menandakan kedalaman anestesi yang berlebihan atau ada gangguan. Denyut jantung yang umum pada hewan yang teranestesi adalah 60-120 kali per menit (anjing sehat 60-180x/menit). Penurunan denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung dan fungsi miokardiak. Hanya beberapa atestetika yang dapat meningkatkan denyut jantung seperti atropine, ketamine, dan tiletamin (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Selama dalam keadaan teranestesi, jantung dapat diamati dengan elektrokardiograf untuk melihat gambaran elektrokardiogram. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu rekaman keadaan yang menggambarkan konduksi listrik jantung. Rekaman konduksi listrik jantung sangat umum digunakan secara klinis untuk mendiagnosa disfungsi listrik jantung. Depolarisasi atrial, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel akan menyebabkan depleksi voltase yang khas dalam bentuk gelombang pada elektrokardiogram. Alat elektrokardiograf dapat digunakan untuk melihat gambaran elektrokardiogram dan denyut jantung (Cunningham 2002).

Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel yang menyebabkan terjadinya eksitasi, yaitu sel pacemaker sebagai sumber bioelektrik jantung dan secara dominan berada di nodus SA (Sino-Atrial node), sel konduksi sebagai kawat penghubung arus bioelektrik seperti nodus AV (Atrio-Ventricular node), berkas his atau serabut purkinje, dan sel otot jantung (miokardium) yang berfungsi untuk kontraksi (Cunningham 2002).

Jantung berdepolarisasi apabila terdapat dua buah kesatuan yang secara fungsional terisolasi, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri yang dijembatani oleh nodus AV. Jalur gelombang depolarisasi dimulai dari nodus SA pada atrium kanan, kemudian menyeberangi atrium dari nodus SA ke atrium kiri. Dinding atrium relatif tipis sehingga depolarisasi berjalan terus melalui endokardium dan epikardium. Kecepatan depolarisasi ini dipengaruhi oleh rangsangan otonom,

suhu dan ukuran serabut miokardium. Gelombang depolarisasi menyebabkan atrium berkontraksi dan darah akan mengalir ke ventrikel. Kemudian gelombang depolarisasi mengalir melalui berkas his dan serabut purkinje yang menyebabkan dinding ventrikel berkontraksi dan darah dapat dialirkan keluar ventrikel (Sherwood 2001, Karim dan Kebo 2002).

Gelombang EKG ditandai dengan satu seri defleksi atau gelombang, dengan perjanjian bahwa suatu potensial positif menghasilkan defleksi ke atas dan suatu potensial negatif menghasilkan defleksi ke bawah. Gelomgang P, menunjukkan depolarisasi atrium atau kontraksi atrium. Gelombang untuk repolarisasi atrium tidak terlihat pada EKG, karena tertutup oleh gelombang Q, R, dan S. Gelombang Q, R, dan gelombang S, bersama-sama merupakan komplek QRS. Komplek QRS menunjukkan depolarisasi ventrikel atau kontraksi ventrikel. Ketetapan pada komplek QRS adalah setiap awal defleksi negatif ditunjukkan oleh Q, setiap defleksi positif (dengan atau tanpa didahului oleh Q) ditunjukkan oleh R, dan setiap defleksi negatif yang mengikuti R, ditunjukkan oleh S. Gelombang T menunjukkan repolarisasi ventrikel. Walaupun depolarisasi dan repolarisasi adalah proses yang bertolak belakang, gelombang T dan gelombang R biasanya menunjuk kearah yang sama, yang menunjukkan bahwa penyebab aktivasi dan penurunan mengambil jalur yang berbeda melalui miokardium. Interval PR atau PQ adalah waktu yang berlalu antara permulaan eksitasi atrium dan permulaan eksitasi ventrikel atau penjumlahan dari waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan simpul AV. Interval QT bervariasi dengan denyut jantung, segmen ini menunjukkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel atau jarak antara permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T, sedangkan durasi QRS adalah waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atau kontraksi ventrikel, seperti disajikan pada Gambar 11 (Sherwood 2001; Karim dan Kebo 2002; Gay dan Rothenburger 2000).

Gambar 11 Diagram gambaran gelombang elektrokardiogram (EKG).

Selain EKG, tekanan darah juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kardiovaskuler. Tekanan darah arteri sangat dipengaruhi oleh cardiac

output dan tahanan total perifer, denyut jantung, serta stroke volume. Peningkatan stroke volume atau cardiac output akan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan

tahanan perifer juga akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Jadi penurunan denyut jantung, stroke volume atau tahanan perifer secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan akan menurunkan tekanan darah arteri (Muir et al. 2000; Cunningham 2002 ). Nilai normal denyut jantung, elektrokardiogram, dan tekanan darah arteri pada anjing disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria elektrokardiogram (EKG) dan tekanan darah normal pada anjing

Parameter Kisaran Normal pada Anjing

Denyut Jantung (denyut per menit) 70 – 160 Gelombang P (maximum)(detik dan mv) 0,04 dan 0,4

Interval PQ(detik) 0,06 – 0,13 Interval QRS(detik) 0,04 – 0,05 Gelombang R(mv) 3 Segmen ST(mv) 0,2 Gelombang T (maximum) 1/3 R Interval QT(detik) 0,15 – 0,25

Tekanan sistol/diastol (rata-rata)( mmHg) 100/65(90)-160/100(100)

Sumber : Nelson 2003

Denyut jantung, gambaran elektrokardiogram dan tekanan darah arteri adalah parameter penting pada sistem kardiovaskuler yang harus diperhatikan sebelum dan

1= Durasi P 2= Interval PR 3= Durasi QRS 4= Interval QT

selama melakukan tindakan anestesi maupun pembedahan (Muir et al. 2000; Cunningham 2002 ).

Capillary Refill Time (CRT)

Capillary refill time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membrana

mukosa setelah dilakukan penekanan yang lembut dengan jari. Capillary refill time menandakan adanya aliran darah pada jaringan. Penekanan pada membrana mukosa akan menekan pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran darah di daerah tersebut, apabila penekanan dilepaskan kapiler akan terisi kembali oleh darah dengan cepat dan warnanya akan kembali, menandakan bahwa jantung masih mampu untuk menghasilkan tekanan darah yang cukup (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Nilai CRT yang lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Hal ini menandakan terjadi penurunan tekanan darah akibat pemberian obat, hipotermia, gangguan jantung, anestesi yang dalam, atau karena terjadi shock (Cunningham 2002; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Warna Membrana Mukosa

Lokasi yang paling mudah dilakukan untuk pemeriksaan warna membrana mukosa adalah daerah gusi. Hewan yang mempunyai gusi berpigmen, di daerah lain dapat dilakukan pemeriksaan seperti lidah, konjungtiva bawah, atau daerah prepusium dan vulva. Warna membrana mukosa yang pucat menandakan kejadian kehilangan darah atau anemia atau karena aliran darah yang lemah akibat hewan terlalu lama dianestesi. Warna membrana mukosa yang ungu atau biru adalah kondisi yang disebut sianosis, sebagai tanda berhentinya aliran darah atau kekurangan oksigen pada jaringan. Sianosis pada hewan selama dianestesi menandakan terjadi gangguan respirasi atau terjadi obstruksi saluran respirasi bagian atas dan hewan harus segera diselamatkan (Cunningham 2002; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Tekanan Darah

Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur tekanan darah. Beberapa istilah yang digunakan untuk menentukan tekanan darah adalah tekanan darah sistol (systolic arterial pressure, SAP), tekanan darah diastol (diastolic arterial pressure, DAP), dan tekanan darah rata-rata (mean arterial

pressure, MAP). Systolic arterial pressure adalah tekanan darah tertinggi yang

dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan arteri besar.

Diastolic arterial pressure adalah tekanan darah terendah yang merupakan tekanan

sisa pada saat jantung berada pada tahap istirahat atau relaksasi sebelum kontraksi berikutnya. Mean arterial pressure adalah tekanan rata-rata siklus jantung dan merupakan tekanan darah yang paling penting yang berhubungan dengan anestesi, karena merupakan indikator paling baik untuk mengetahui aliran darah pada organ dalam. Mean arterial pressure dapat diketahui secara langsung pada alat ukur atau dengan menghitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(SAP – DAP) MAP = DAP +

3

Nilai normal SAP pada anjing adalah sekitar 120 mmHg (90-160 mmHg) dan nilai normal DAP adalah 80 mmHg (50-90 mmHg) sehingga dapat dikatakan bahwa nilai normal SAP/DAP adalah 120/80. Sedangkan nilai MAP normal adalah 90-100 mmHg, pada hewan yang teranestesi adalah 70-90 mmHg (Cunningham 2002; Nelson 2003; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Gambaran Darah

Pengamatan laboratoris yang diperlukan sebelum dan selama tindakan anestesi adalah penghitungan sel darah lengkap (CBC, complete blood cell count). Penghitungan sel darah lengkap terdiri dari penentuan PCV (packed cell volume), Hb (hemoglobin), TPP (total plasma protein), dan evaluasi blood smear untuk sel darah

putih (WBC, white blood cell), sel darah merah (RBC, red blood cell), dan platelet. Pengamatan tersebut bertujuan untuk melihat status hidrasi dan status hematologi volume sel darah merah yang bersirkulasi. Dengan diketahui status hidrasi maka shok dan anemia karena kehilangan banyak darah dapat dicegah sedini mungkin pada saat operasi (Dodman et al. 1984; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan PCV dan Hb menandakan kemampuan darah untuk mengirim oksigen ke jaringan. Nilai PCV yang berada diatas normal menandakan jumlah relatif sel darah merah meningkat yang terjadi pada keadaan kehilangan cairan dan menyebabkan terjadinya dehidrasi. Tingginya nilai PCV sangat penting diperhatikan, karena berhubungan dengan hemokonsentrasi dan meningkatnya kekentalan darah, yang menyebabkan penurunan curah jantung. Apabila nilai PCV rendah, menandakan terjadinya anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah, hemolisis, atau gangguan produksi sel darah merah, akhirnya akan menyebabkan penurunan kapasitas penyediaan oksigen ke jaringan. Nilai PCV di bawah 25% pada anjing menandakan bahwa oksigenasi pada jaringan tidak cukup, terutama untuk jantung dan anestesi harus ditunda sampai terjadi perbaikan anemia. Nilai TPP juga sangat penting seperti nilai PCV, karena peningkatan nilai TPP sama dengan peningkatan nilai PCV yang menandakan adanya dehidrasi. Penurunan nilai TPP menandakan terjadinya hipoproteinemia yang diakibatkan oleh gangguan ginjal, hati, atau gastrointestinal. Sedangkan jumlah sel darah putih menandakan ada tidaknya infeksi atau tingkat stres yang terjadi pada hewan. Kondisi terinfeksi dan stres akan meningkatkan resiko anestesi. Tabel 4. menunjukkan nilai normal gambaran darah anjing (Dodman et al. 1984; McKelvey dan Hollingshead 2003).

Tabel 4. Kriteria normal pemeriksaan darah pada anjing

(Sumber : Wolfensohn dan Lloyd 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003; Foster 2009)

Parameter

Kisaran Referensi untuk Anjing

Denyut Jantung (denyut per menit) 70-160

Hb (g/dl) 14-18

PCV (%) 35-54

Red Blood Cell Count (x106/µl) 5.6-8.7

White Blood Cell Count (/µl) 6,000-17,000

Neutrophils(/µl) 3,000-12,000 Lymphocytes(/µl) 530-4,800 Monocytes(/µl) 100-1800 Eosinophils(/µl) 0-1,900 Basophils(/µl) <100 Platelets(/µl) 145-440 TPP (g/dl) 5,7-7,8 PaO2 (mmHg) 91-97 PaCO2 (mmHg) 30-43 Arterial pH 7,36-7,46 Sistem Respirasi

Respirasi merupakan faktor penting dalam ventilasi pulmonum, sehingga udara alveoler diperbaharui oleh udara atmosfir. Terdapat dua mekanisme penting dalam satu kali respirasi yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah udara atmosfir masuk ke dalam saluran paru-paru dan ekspirasi adalah keluarnya udara alveoler dari paru-paru dan saluran pernapasan (Lumb dan Jones 1984; Cunningham 2002). Nilai normal gas respirasi dan gas di dalam darah anjing disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Tekanan gas respirasi dan gas darah normal pada anjing (mmHg)

(Sumber : Muir 2000; Nelson 2003; McKelvey dan Hollingshead 2003)

Gas atsmosfer

(inspirasi)

alveolar arteri Vena

O2 160 102 100 40 CO2 0,2 40 40 45 N2 595 570 572 572 Kelembaban air 4,8 48 48 48 Total 760 760 760 705 End Tidal CO2 (CO 2 alveolar – [5 s/d 10]) 35-46 mmHg (anjing)

Frekuensi Respirasi 15 (10 – 30) kali/menit (anjing)

Respirasi pada hewan akan mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan jumlah inspirasi atau ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya disebut frekuensi respirasi per menit (respiratory rate). Volume tidal dan frekuensi respirasi akan menghasilkan volume respirasi per menit (menute volume). Kedalaman respirasi akan mempengaruhi ukuran volume tidal. Respirasi yang lebih dangkal akan menurunkan volume tidal dan sebaliknya (Muir et al. 2000).

Pengamatan terhadap frekuensi respirasi dapat dilakukan dengan melekatkan sebuah monitor pada katub ekhalasi pada sirkuit anestesi per inhalasi yang dapat berdesis pada setiap kali ekhalasi. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengamati frekuensi respirasi adalah dengan memasukkan sebuah thermistor probe ke dalam saluran pernapasan. Pengamatan frekuensi respirasi juga dapat dilakukan dengan cara visual dengan memperhatikan gerakan inspirasi dan ekspirasi pada tulang iga di bagian dada (Moens dan Fargetton 1990; Cunningham 2002; Nelson 2003).

Dalam keadaan normal, O2 diangkut ke dalam alveoli paru-paru dan CO2

diangkut dari alveoli paru-paru, sehingga komposisi udara di dalam alveoli paru-paru dapat dipertahankan dalam konsentrasi yang konstan. Pertukaran gas di paru-paru terjadi dengan melewati membran alveoli dan membran kapiler, yang tebalnya

kira-kira tidak lebih dari satu mikron, sehingga dapat berlangsung dengan cepat. Keadaan udara di dalam pembuluh kapiler paru-paru dan di dalam alveoli paru-paru mendekati seimbang, sehingga tekanan gas CO2 dan O2 di dalam darah relatif sama dengan tekanan CO2 dan O2 di dalam alveoli paru-paru (Cunningham 2002).

Suhu Rektal

Suhu rektal adalah variabel fisiologis yang paling sederhana dan mudah untuk diamati selama anestesi. Suhu rektal adalah parameter paling sederhana untuk diamati perubahannya dengan menggunakan alat fisiograf. Panas dalam tubuh berasal dari hasil metabolisme di dalam tubuh dan dari luar tubuh. Pada saat energi makanan dicerna, panas akan dihasilklan dari keseluruhan tahap proses metabolisme di dalam tubuh. Energi yang terdapat didalam makanan dirubah dalam bentuk panas, yang disebarkan ke lingkungan dan dipancarkan keseluruh permukaan.

Hewan akan melawan panas dari lingkungan bila suhu disekitarnya lebih besar dari suhu tubuh dan bila terpapar oleh radiasi panas. Hal yang sama juga terjadi jika hewan terpapar sinar matahari langsung atau berada dekat dengan benda padat yang lebih hangat dari pada suhu tubuhnya. Panas tubuh akan hilang menuju lingkungan sekitar melalui pemancaran dari permukaan tubuh menuju objek yang lebih dingin. Pemancaran panas terjadi melalui pergerakan udara atau air yang menjadi lebih hangat oleh tubuh, melalui penguapan sekresi respirasi, keringat atau saliva dan melalui penghantaran pada permukaan yang lebih dingin karena tubuh hewan bersentuhan. Panas juga hilang melalui urin dan feses. Banyak sumber panas dari metabolisme dalam tubuh, seperti hati, jantung, dan otot berada jauh dari kulit sebagai tempat pelepasan atau kehilangan panas, sehingga diperlukan pemindahan panas. Jaringan tubuh adalah penghantar panas yang tidak baik, sehingga panas dipindahkan terutama oleh pergerakan di dalam sirkulasi. Jantung dan pembuluh darah akan memegang peranan yang sangat penting untuk pemindahan panas di dalam tubuh (Cunningham 2002).

Pusat pengaturan seluruh informasi dari berbagai reseptor terjadi di anterior hipotalamus. Informasi yang berasal dari reseptor temperatur pusat lebih besar

pengaruhnya dari pada informasi yang berasal dari reseptor kulit dan visceral, sehingga peningkatan temperatur pusat 0,5o

Salah satu penyebab hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi adalah penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan atau air-conditioning dengan pengaturan suhu yang sangat rendah. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000). Abnormalitas termoregulasi

Dalam dokumen TINJAUAN PUSTAKA Anestesi (Halaman 29-48)

Dokumen terkait