• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Hypnobirthing

fear-tension-paint-syndrome), bersemangat dan siap menyongsong persalinan yang normal alami dalam keadaan sadar dan terjaga, serta bebas dari rasa takut dan nyeri yang ditimbulkanya. Rasa takut menyebabkan pembuluh-pembuluh arteri yang mengarah ke rahim berkontraksi dan menegang, sehingga menimbulkan rasa sakit (nyeri). Kalau tanpa adanya rasa takut, otot-otot melemas dan melentur, servik (leher rahim) dapat menipis serta membuka secara alami sewaktu tubuh berdenyut secara berirama dan mendorong bayi dengan mudah sehingga membuat persalinan berlangsung secara lancar relatif lebih cepat dengan keluhan nyeri yang sangat minimal. Dengan terbiasanya ibu melakukan relaksasi, jalan lahir untuk janin akan lebih mudah terbuka sehingga ibu tidak akan terlalu kelelahan saat melahirkan. Jadi dengan latihan relaksasi yang rutin, ibu akan terbiasa pada kondisi ini dan akan sangat terbantu dalam proses persalinannya (Andriana. 2007. hlm 37).

Menurut data pada bulan agustus 2008 di daerah Jawa Tengah terdapat beberapa rumah sakit atau rumah bersalin yang menggunakan persalinan dengan metode hypnobirthing diantaranya rumah bersalin Margo Waluyo di Solo, rumah sakit Happyland di Yogyakarta, rumah bersalin TANTRI di Cilacap, rumah sakit YAKKUM di Kebumen.

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa ibu dalam proses persalinan akan mengalami rasa nyeri. Salah satu tindakan untuk mengatasinya adalah melakukan hypnobirthing. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana pengaruh tehnik hypnobirthing terhadap intensitas nyeri pada persalinan pervaginam pada primipara di klinik bersalin SUMMIARIANI Medan ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini “Bagaimana Pengaruh tehnik hypnobirthing terhadap intensitas nyeri pada persalinan pervaginam pada primipara di klinik bersalin SUMMIARIANI Medan”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tehnik hypnobirthing terhadap Intensitas Nyeri pada persalinan pervaginam pada primipara di klinik bersalin SUMMIARIANI Medan”.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji Intensitas nyeri sebelum dilakukan tehnik hypnobirthing pada persalinan pervaginam primipara di klinik bersalin SUMMIARIANI Medan.

b. Mengkaji Intensitas nyeri setelah dilakukan tehnik hypnoberthing pada persalinan pervaginam primipara di klinik bersalin SUMMIARIANI Medan.

D. Manfaat Penelitian 1.Bagi peneliti

Menjadikan sarana untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan wawasan peneliti dalam hal melakukan penelitian dan sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.

2.Instansi Pendidikan

Sebagai sumber referensi di perpustakaan dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa selanjutnya yang ingin melakukan penelitian.

3.Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan informasi bagi Klinik Bersalin Summi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan dalam klinik tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan 1. Definisi persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan dianggap normal jika proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2006. hlm 100).

2. Tanda dan gejala inpartu (JNPK-KR, 2008.: hlm. 39 ) a. Penipisan dan pembukaan serviks.

b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal dua kali dalam sepuluh menit).

c. Cairan lendir bercampur darah (show). d. Tanda-tanda mulainya persalinan dini. 3. Tanda-tanda mulainya persalinan dini

Menurut Farrer (2001, hlm 125), beberapa tanda-tanda dini akan dimulainya persalinan, antara lain.

a. Lightening, yaitu masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul karena berkurangnya tempat di dalam uterus dan sedikit melebarnya

simfisis, pada primigravida akan terlihat pada kehamilan 36 minggu sementara pada multipara tampak setelah persalinan dimulai, otot-otot abdomennya lebih kendor.

b. Sering buang air kecil karena disebabkan oleh tekanan kepala janin pada kandung kemih.

c. Kontraksi Braxton-Hicks, yaitu uterus yang teregang dan mudah dirangsang akan menimbulkan distensi dinding abdomen sehingga dinding abdomen menjadi lebih tipis dan kulit menjadi lebih peka terhadap rangsangan.

4. Fase - fase dalam persalinan

a. Persalinan kala I (fase pematangan/ pembukaan serviks). Di mulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalisservikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.

1) Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam dua fase, yaitu:

a) Fase laten: berlangsung selama delapan jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter tiga cm.

b) Fase aktif: dibagi dalam tiga fase lagi, yaitu:

1) Fase akselerasi. Dalam waktu dua jam pembukaan tiga cm tadi menjadi empat cm.

2) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu dua jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari empat cm menjadi sembilan cm.

3) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu dua jam pembukaan dari sembilan cm menjadi lengkap Pada primipara fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

Mekanisme membukanya serviks pada primipara. Primipara ostium uteri internium sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internium dan eksternum

serta penipisan dan pendataran seviks terjadi dalam saat yang sama.

Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan lima cm, disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan

serviks uteri telah lengkap. Pada primipara kala I berlangsung kira-kira 7 jam (Hanifa, et al. 2005 ).

2) Persalinan kala II (fase pengeluaran bayi)

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira- kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian

perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia

mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva

pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin sudah tidak masuk lagi di luar his. Dan kekuatan mengejan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di daerah simfisis, dahi, muka, dan dagu

melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada primipara kala II berlangsung rata-rata 0,5 jam (Hanifa. et al. 2005 ).

3) Persalinan kala III (fase pengeluaran plasenta)

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan

plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah (Hanifa, et al. 2005).

4) Persalinan kala IV

Pasien tetap dirawat di kamar bersalin selama 1 jam dibawah pengawasan ketat. Diperiksa kalau ada perdarahan: tekanan darahnya diukur dan nadinya dihitung. Kala III dan 2 jam berikutnya lebih berbahaya untuk ibu dari pada waktu-waktu lainya.

Sebelum meninggalkan pasiennya, bidan harus mengerjakan hal-hal berikut:

1) Meraba uterus melalui abdomen untuk meyakinkan bahwa kontraksinya baik dan tidak terisi darah.

2) Melihat introitus untuk mengetahui bahwa tidak ada perdarahan. 3) Periksa bahwa vital signs ibu normal dan keadaan umumnya baik. 4) Periksa bayinya untuk memastikan bahwa ia bernafas dengan baik dan

B. Persalinan Pervaginam

Pada persalinan pervaginam normal memang disertai rasa sakit yang sangat hebat, rasa sakit itu di karenakan adanya aktifitas besar di dalam tubuh guna Mengeluarkan bayi. Karena otot-otot rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim (kantong muskular yang bentuknya menyerupai buah pir terbalik) menegang selama kontraksi. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubik menerima tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi, ketika bergerak ke bawah saluran lahir juga menyebabkan tekanan semua ini terasa menyakitkan bagi ibu (Danuatmadja. Melliasari. 2006 ).

Sakit kontraksi dalam persalinan pervaginam merupakan nyeri primer. Daerah yang mengalami nyeri primer antara lain pinggang, punggung, perut, dan pangkal paha, sebagai efek kontraksi. Timbul juga nyeri sekunder seperti mual, pusing, sakit kepala, muntah, tubuh gemetar, panas dingin, atau bergantian keduanya, kram, pegal, dan nyeri otot (Danuatmadja. Melliasari. 2006 ).

Selain sakit akibat kontraksi, sakit lainya terjadi saat kepala bayi mulai muncul ke vagina. Jaringan antara vagina dengan anus (perineum) terentang sangat kencang akibat kepala bayi yang mendorong terbuka. Ibu merasakan sakit akibat perobekan jaringan yang disebabkan tegangnya perineum karena ibu cemas, tegang, takut dan stres pada waktu mau melahirkan (Danuatmadja. Melliasari. 2006 ).

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa sakit

Menurut Danuatmadja (2006, hlm 4-5) faktor-faktor yang mempengaruhi rasa sakit adalah.

a. Faktor fisik

1) Tindakan bidan untuk melancarkan persalinan, antara lain: episiotomi atau penyayatan perineum (daerah diantara vagina dan anus).

2) Persalinan berlangsung lama.

3) Ibu mempunyai penyakit yang muncul saat bersalin, seperti asma, jantung dan hipertensi.

4) Pemeriksaan jalan lahir yang berulang-ulang oleh beberapa tenaga medis. b. Faktor psikologis

1) Ibu melahirkan sendiri tanpa pendamping. 2) Ibu mengalami keletihan.

3) Ibu haus dan lapar. 4) Ibu berfikir tentang sakit.

5) Ibu stres, tegang, dan cemas selama kontraksi. 6) Ibu takut pada hal-hal yang belum di ketahui. 7) Ibu mengasihani diri sendiri.

2. Faktor resiko persalinan normal pervaginam

Persalinan pervaginam resiko menyebabkan depresi pascapartum, gejalanya antara lain (Varney. Et al. 2002 ).

2) Kemampuan berkonsentrasi kurang.

3) Tujuan dan minat terdahulu hilang: merasa kosong.

4) Kesepian yang tidak dapat di gambarkan: merasa bahwa tidak seorang pun mengerti.

5) Merasa tidak aman: merasa harus menjadi ibu seorang diri. 6) Berfikir obsesi tentang menjadi seorang ibu yang jahat.

7) Emosi positif berkurang.

8) Hilangnya rasa takut diri bahwa secara normal tidak dapat di atasi. 9) Kontrol terhadap emosi hilang.

10) Serangan cemas: merasa dirinya berada di ambang ketidakwarasan. 11) Merasa takut dan bersalah akan menyakiti bayinya.

12) Berfikir tentang kematian.

3. Komplikasi-komplikasi persalinan normal pervaginam

Komplikasi persalinan normal pervaginam antara lain (Widyastuti. 2002. Hlm 125-126).

a. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi jika pembuluh darah tidak diikat dengan baik.

b. Hematoma

Hematoma adalah mengumpulnya darah pada dinding vagina yang biasanya terjadi akibat komplikasi luka pada vagina. Hematoma dapat terlihat dengan adanya pembengkakan vagina atau vulva atau nyeri yang hebat dan retensi urin.

c. Retensi urin

Maternal harus dianjurkan untuk sering berkemih. Jika ia tidak bisa melakukannya sendiri, maka kateter indweling harus dipasang untuk menghindari ketegangan kandung kemih.

d. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi paling umum dan dapat di hindari dengan pemberian antibiotik dan menggunakan teknik aseptik saat menjahit robekan.

Jika tidak di tangani dengan segera, komplikasi lebih lanjut pada persalinan normal pervaginam adalah.

1) Jaringan parut dan stenosis (penyempitan) vagina dapat terjadi jika robekan vagina diabaikan dan dapat pula menyebabkan nyeri selama bersenggama dan persalinan macet pada kelahiran berikutnya.

2) Jaringan parut pada serviks karena robekan serviks yang tidak diperbaiki mengakibatkan persalinan lama pada kehamilan berikutnya karena serviks

tidak dapat berdilatasi dengan tepat.

3) Vesiko vagina, vesiko serviks, atau fistula rekto vagina dapat terjadi apabila robekan vagina dan serviks meluas ke kandung kemih atau

rektum. C. Konsep Nyeri 1. Defenisi Nyeri

Istilah nyeri sulit didefinisikan karena nyeri merupakan sensasi yang bersifat subjektif. The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual dan potensial (Setyohadi. Et al. 2007). Menurut Mahon (1994) dari buku fundametal keperawatan, bahwa nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berubah menjadi stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Potter. 2006. Hlm. 1502 ).

Dari beberapa pengertian diatas nyeri dapat disimpulkan sebagai faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.

1. Fisiologi nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman yang nyeri, akan untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut syaraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute syaraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel syaraf inhibitor mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mecapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. sekali stimulus nyeri mencapai ke korteks serebral, maka otak menginterprestasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potte. 2006. hlm 1504).

1) Faktor - faktor yang mempengaruhi nyeri

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri (Uliyah & Hidayat, 2006: 130).

1. Arti nyeri

Arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial, kultural, lingkungan dan pengalaman.

2. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan panilaian yang sangat subjektif tepatnya pada korteks (pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.

3. Toleransi nyeri

Toleransi ini erat dihubungkan dengan adanya intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi adalah alkohol, obat-obatan, hypnosis, gesekan atau garukan, dan pengalihan perhatian.

4. Reaksi terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit.

2) Klasifikasi nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum, antara lain (Setyohadi, dkk. 2007: 166): a) Nyeri akut

Yaitu nyeri yang timbul segera setelah rangsangan dan hilang setelah penyembuhan.

b) Nyeri kronik

Yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari 3 bulan walaupun proses penyembuhan sudah selesai.

3) Penilaian dan pengukuran nyeri

Kualitas nyeri dapat dinilai secara sederhana dengan meminta pasien menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tupul, berdenyut, seperti terbakar). Evaluasi ini juga dapat didekati dengan menggunakan penilaian

yang lebih formal, seperti kuesioner nyeri Mc. Gillm yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menilai nyeri. Kuesioner ini mengukur dimensi fisiologik dan psikologik nyeri yang dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama klien menandai lokasi nyeri disebuah gambar tubuh menusia. Pada bagian kedua klien memilih 20 kata yang menjelaskan kualitas sensorik, efektif, evakualitif, dan kualitas lain dari nyeri. Pada bagian ketiga klien memilih kata seperti singkat, berirama atau menetap untuk menjelaskan pola nyeri. Pada bagian keempat klien menentukan tingkatan nyeri pada suatu skala 0 sampai 5.

”Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan menggunakan skala 1-10. Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala nyeri digunakan yaitu :”

1) angka 0 menunjukakan tidak nyeri 2) angka1- 3 nyeri ringan

3) angka 4 - 6 nyeri sedang 4) angka 7 - 9 nyeri berat 5) angka 10 nyeri sangat berat

Silahkan ibu menunjukkan salah satu angka yang sesuai menurut ibu untuk menggambarkan tingkat nyeri yang ibu rasakan. Gambaran tersebut disusun dari tidak nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan atau nyeri sangat berat.

0-10 angka skala intensitas nyeri a) Numerik ( 0-10 )

Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat

b) Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri nyeri ringan sedang hebat sangat hebat

c) Skala Analog visual (VAS)

Tidak Nyeri Nyeri sangat hebat

(Potter, et al. 2010, hal. 218).

Wong dan Baker (1988) dalam buku Fundamental, mengembangkan skala wajah untuk mengkaji nyeri. Skala tersebut terdiri dari enam wajah yang sedang tersenyum “tidak merasa nyeri” kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat”, klasifikasinya sebagai berikut.

Skala 0 (tidak sakit) ekspresi wajahnya klien masih dapat tersenyum, skala 2 (sedikit sakit) ekspresi wajahnya kurang bahagia, skala 4 (lebih sakit) ekspresi wajahnya meringis, skala 6 (lebih sakit lagi) ekpresi wajahnya sedih,

skala 8 (jauh lebih sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan, skala 10 (benar-benar sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan dan sampai menangis (Potter, 2005: 1520).

Gambar 1. Skala yang berhubungan dengan persepsi tingkat keparahan nyeri yang dirasakan dan ditetapkan oleh klien pada waktu pengkajian menurut Wong Beker pain rating scale (Price, 2005: 1083).

D. Konsep Nyeri Persalinan 1. Definisi nyeri persalinan

Menurut Bobak (2005), rasa nyeri pada ibu melahirkan berbeda dengan rasa nyeri yang biasa terjadi pada tubuh saat sakit. Rasa nyeri tak tertahankan menjelang persalinan menandakan bahwa tubuh sedang bekerja keras membuka mulut rahim agar bayi bergerak turun melewati jalan lahir. Sedangkan penyebab lain munculnya rasa nyeri ini adalah:

a. Kontraksi rahim, sehingga otot-otot dinding rahim mengerut dan menjepit pembuluh darah.

b. Jalan lahir atau vagina serta jaringan lunak di sekitarnya meregang.

c. Rasa takut, cemas, dan tegang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul stres. Kondisi stres dapat mengurangi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri (Bobak, 2005, Maternity Nursing, http://health.discovery.com.).

2. Penanganan nyeri pada persalinan 1. Metode farmakologi

Penggunaan obat-obatan pada nyeri persalinan harus bener-benar sesuai indikasi, dengan alasan antara lain disamping memerlukan biaya yang cukup tinggi, sebenarnya proses kelahiran yang paling baik bagi ibu dan bayi adalah proses kelahiran secara alami tanpa bius. Meskipun demikian, teknologi kedokteran telah menemukan cara untuk menyiasati atau mengurangi rasa nyeri persalinan, yaitu dengan analgetik dan anastesi (Maryunani, 2010, hlm. 80).

2. Metode non-farmakologi

Menurut Potter (2006: 1531-1534) tindakan peredaan nyeri secara nonfarmakologi antara lain:

a. Distraksi

Mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Distraksi informasi tentang respon fisiologis (misalnya tekanan bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa menit.

b. Biofeed back atau umpan balik hayati

Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu darah atau tegangan) dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut (NIH, 1986) terapi ini digunakan untuk menghasilkan relaksasi dalam dan sangat efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan nyeri kepala migran untuk mempelajari terapi ini dibutuhkan waktu beberapa minggu.

c. Hipnosis diri

Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik. Hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan bagian ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Edelman & Mandel, 1994). Hipnosis diri sama seperti dengan melamun. Konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran

d. Mengurangi persepsi nyeri

Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah membuang atau mencegah stimulasi nyeri. Hal ini terutama penting bagi klien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ke tidak nyamanan.

e. Stimulasi kutaneus

Stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri masase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin dan stimulasi syaraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.

E. Hypnobirthing 1. Definisi Hypnobirthing

Hypnobirthing terdiri dari kata hypno (dari hipnosis) dan birthing yang berarti (melahirkan), jadi hypnobirthig dapat diartikan suatu metode relaksasi, dimana setelah kondisi relaksasi dalam ini tercapai maka secara alamiah pikiran bawah sadar seseorang akan terbuka lebar, sehingga yang bersangkutan cenderung lebih mudah untuk menerima sugesti penyembuhan yang diberikan (Purwanto,

2007. Peran-hipnoterapi-dalam-bidang.html. http://setiyo.blogspot.com.). Dalam metodenya, hypnobirthing menekankan pada munculnya sugesti positif, perasaan tenang, dan relaks. Saat kondisi tenang dan relaks, otomatis otak akan mengalirkan hormon endorfin yang mengurangi rasa sakit. Namun, jika rasa panik, takut atau stres saat persalinan makin menguat, otak akan mengalirkan zat yang menutup pengeluaran endorfin. Semakin takut seseorang saat melahirkan, semakin luar biasa pula sakit yang akan dirasakan (Ririn, 2007. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. http://newspaperpikiranrakyat.co.id.).

2. Manfaat Hypnobirthing

a. Bagi ibu.

1) Meminimalkan dan bahkan menghilangkan, rasa takut, ketegangan, sindrom rasa sakit dan kepanikan selama proses persalinan dan periode setelahnya (sehingga tidak menjadi trauma).

2) Meminimalkan dan bahkan menghilangkan, keinginan untuk menggunakan obat bius dan obat penghilang rasa sakit saat bersalin. 3) Mempersingkat fase awal proses persalinan, yaitu pembukaan yang

biasanya bisa memakan waktu 10 sampai 24 jam (terutama utuk kelahiran anak pertama).

4) Menghilangkan keletihan, sehingga setelah proses kelahiran bayi sang ibu tetap bertenaga.

5) Mengurangi kemungkinan terjadinya hiperventilasi (pernapasan yang cepat dan pendek karena menahan sakit) saat persalinan berlangsung. 6) Mempercepat masa pemulihan pasca-persalinan.

7) Membuat proses kelahiran alami menjadi sesuatu yang indah dan tidak traumatis.

8) Mempererat ikatan batin ibu terhadap bayi dan suami.

9) Meningkatkan produksi ASI (Air Susu Ibu) (Andriana, 2007: 74). b. Bagi janin.

1) Getaran tenang dan damai akan dirasakan oleh janin yang merupakan dasar dari perkembangan jiwa.

2) Pertumbuhan janin lebih sehat karena keadaan tenang akan memberikan hormon yang seimbang ke janin lewat plasenta (Pro-Vclinic, 2008. Terapi Hypnobirthing 3. Teknik dasar hypnobirthing

Ada empat dasar metode hypnobirthing yang salah satunya harus di

Dokumen terkait