• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ibadah Khusus

Dalam dokumen T1 712011005 Full text (Halaman 23-34)

Ibadah Khusus terdiri 4 bagian yakni; 50 Ibadah syukuran (rumah, kenaikan pangkat, ulang tahun dan lain-lain), Ibadah pemberkatan pernikahan,Ibadah pemakaman dan penghiburan, Ibadah perayaan gerejawi (Natal, Paskah dan Pentakosta).

c. Komisi Pemuda GKI Salatiga dan Permasalahannya

Persekutuan pemuda GKI Salatiga tidak pasti berdirinya kapan, namun yang pasti mengalami tanda–tanda penurunan aktiftas pemuda sekitar 4 tahun lalu atau sekitar tahun 2009an.51 Pemuda di GKI Salatiga, 2 tahun lalu mengalami fakum atau mati. Melihat hal tersebut maka Gereja membuat sebuah komisi Pemuda untuk bisa mewadahi menghidupkan kembali pemuda yang tidak aktif tersebut. Gereja menyadari hal itu karena mereka dalam tahap perkembangan iman, moral,dan psikologis mereka, sehingga gereja membuat sebuah program yang khusus untuk pemuda, yang bertujuan bisa mendampingi pemuda dalam perkembangan mereka.52

Komisi pemuda terbentuk karena keprihatinan GKI Salatiga terhadap pemuda, yang dimana dalam setiap ibadah pemuda yang hadir dalam kebaktian umum itu banyak, tetapi yang mengikuti ibadah pemuda sangatlah sedikit.53 Karena keprihatinannya itulah mereka mencari seorang part timer. Seorang part timer atau seseorang yang bersedia melayani di jemaat GKI

50

Majelis GKI Salatiga, Buku Kehidupan, 28.

51

YK, Salatiga, Wawancara pada tanggal 29 Oktober 2015,pukul 09.00 wib.

52

YK, Salatiga, Wawancara pada tanggal 29 Oktober 2015,pukul 09.00 wib.

53

19

salatiga. Pelayan ini kemudian ditempatkan di Komisi pemuda karena sebelumnya aktif di komisi remaja yang kemudian dipindahkan untuk mengatasi komisi pemuda ini.54 Komisi ini bentuk bukan hanya mewadahi pemuda jemaat GKI Salatiga namun juga pemuda di luar jemaat GKI Salatiga.55 Kemudian komisi muda dikenal dengan nama Soda Gembira atau yang dikenal dengan sebutan Sore MuDa Gembira. Soda Gembira sendiri merupakan persekutuan pemuda berbeda dari yang lain. Perbedaan ini karena pemudanya berasal dari berbagai daerah, berbagai suku, berbagai golongan dan etnis.

d. Pendidikan Pemuda di GKI Salatiga

Pendidikan adalah suatu usaha untuk membimbing keluar. 56 Berdasarakan pengertian pendidikan tersebut maka dapat ditentukan bagaimana pendidikan terkhususnya Pendidikan Agama Kristen untuk pemuda. Pendidikan Agama Kristen Pemuda merupakan sebuah usaha untuk bisa mendidik, membimbing, dan menemukan sesuatu, untuk pemuda secara sistematis dan terus menerus,57 dengan memperhatikan konteks di kehidupan pemuda. Penekananya terletak pada mempelajari kembali sifat dan keadaan kaum pemuda itu, serta mempertimbangkan kembali suasana dan metode itu. 58

Berkaitan dengan pengertian Pendidikan Agama Kristen Pemuda, maka GKI Salatiga dalam melakukan pendidikan tersebut dilakukan melalui beberapa aspek kegiatan yakni:

a. Ibadah Soda Gembira.

Ibadah pemuda diwujudkan dalam ibadah soda gembira (sore Muda gembira) yang dilakukan pada setiap hari Sabtu jam 16.30–18.30 wib. Ibadah yang dilakukan di pemuda GKI salatiga, sangat berbeda dengan yang lain.59 Mengapa, karena dalam setiap kegiatan ibadahnya dibuat dalam setiap konsep yang berbeda. Konsep-konsep yang ditawarkan sangat berbeda dengan yang lain, yaitu tercermin melalui tema-tema

54

YK, Salatiga, Wawancara pada tanggal 29 Oktober, 2015, pukul 09.00 wib.

55

DP,Salatiga, Wawancara pada tanggal 29 Oktober, 2015, pukul 13.00 wib.

56

Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, 4.

57

Groome, Christian Religious Education Berbagi Cerita dan Visi Kita, 29.

58

Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 138-139.

59

20

yang disajikan kepada pemuda melalui ibadah soda gembira tersebut. Ibadah tersebut diberikan nuansa yang berbeda dengan pembawa firman dan metode yang dibawakan berbeda setiap minggunya. Ibadah tersebut selain firman juga membawakan puji-pujian, yang menjadi ciri khas adalah puji–pujian tersebut tidak semua merupakan pujian yang modern saja namun juga dipadukan dengan NKB (Nyanyikanlah Kidung Baru), Kidung Jemaat, dan Kidung Pujian dengan mengadopsi liturgi yang biasanya dipakai waktu ibadah umum hari minggu GKI Salatiga. Selain ibadah itu, diadakan ibadah padang dengan konsep yang hampir sama dengan ibadah biasa namun dengan konteks diluar ruangan. Sehingga diharapkan bisa menyatu dengan alam. Konsep ibadah padang tersebut menitikberatkan pada kecerdasan naturalis. Kecerdasan naturalis yang merupakan 1 dari salah satu konsep kecerdasan majemuk atau mengembangkan kemampuan diri selain didalam ruangan. Sehingga dengan begitu bisa dekat dengan alam dan meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.60

b. PA (pendalaman Alkitab)

Pendalaman Alkitab, Komisi Pemuda juga melakukan pendalaman alkitab. Kegiatan itu juga digunakan juga untuk mendidik para pemuda untuk bisa mendalami alkitab yang kemudian diterapkan dalam konteks kehidupan mereka. Pendalaman alkitab ini dilakukan satu bulan sekali dan kegiatan ini dilaksanakan pada sabtu sore hari pukul 17.00 wib yang merupakan bagian dari ibadah soda gembira.61

c. Olahraga.

Upaya selanjutnya adalah melalui olahraga. Olahraga dilakukan 2 Minggu sekali. Dengan olahraga yang berbeda-beda setiap minggunya. Olaharga suka ria ini merupakan kegiatan yang dimana mempunyai tujuan bukan hanya dalam iman saja yang sehat tetapi jasmani juga sehat.62 Olahraga ini diharapkan bisa mendidik para pemuda. Banyak nilai yang terkandung didalam sebuah olahraga sehingga para

60

Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 145.

61

ST Wawancara pada tanggal 30 Oktober 2015,pukul 14.00 wib.

62

21

pemuda bisa mengambangkan iman dan jasmani mereka didalam olahraga tersebut.63 Tujuanya adalah membentuk suasana persekutuan yang solid antar pemuda.

Melihat kegiatan–kegiatan yang dilakukan dan dibuat oleh pengurus pemuda, maka kegiatan-kegiatan itu sudah baik dan sudah mendidik karena dilakukan secara terus menerus, dan sesuai konteks kehidupan mereka. Dengan melihat kegiatan – kegiatan ini sesuai dengan pendapat Kohlberg untuk mengikuti perkembangan moral para pemuda.64 Perkembangan moral ini juga diikuti dengan perkembangan iman sesuai iman mereka yang sejalan dengan pemikiran Atmadja Hadinoto.65

Namun kegiatan–kegiatan itu perlunya dibuat sebuah kurikulum. Kurikulum tersebut berguna untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai66 dalam setiap proses kegiatan tersebut. Sehingga GKI Salatiga khususnya pemuda membutuhkan kurikulum untuk mencapai tujuan apa yang diinginkan. Selain kurikulum juga dibutuhkan Pendamping pemuda, walaupun sudah ada pendamping pemuda baik pendamping kategorial maupun majelis pendamping namun diperlukan pendamping yang benar–benar fokus di pemuda. Pendamping ini mempunyai fungsi untuk bisa mengontrol, dan melihat bagaimana pendidikan pemuda yang sedang berlangsung.

e. Kurikulum

Berhubungan dengan kegiatan – kegiatan yang dimiliki oleh komisi pemuda maka pengurus komisi muda GKI Salatiga membuat sebuah kurikulum. Kurikulum yang dibuat ini disesuaikan dengan konteks pemuda di GKI Salatiga. Mereka membuat sendiri kuriukulum yang dipakai untuk kegiatan–kegiatan yang ada terutama dalam menentukkan tema–tema setiap minggu dalam kegiatan ibadah. GKI Salatiga telah memberikan sepenuhnya terhadap pengurus yang ada dengan tetap diawasi dalam pembuatan kurikulum tersebut oleh majelis pendamping.67 GKI Salatiga belum mempunyai kurikulum yang khusus dibuat oleh untuk komisi pemuda yang berasal dari gereja.68 GKI Salatiga pada waktu itu menawarkan sebuah kurikulum namun karena

63

JN Wawancara pada tanggal 31 Oktober 2010, pukul 18.00 wib.

64

Atmadja Hadinoto,Dialog dan Edukasi, 223.

65

Atmadja Hadinoto,Dialog dan Edukasi, 223.

66

Iris V. Cully, The Bible in Christian Education (Augsburg: Fortrees Publisher, 2006), 16–17.

67

ST Wawancara pada tanggal 30 Oktober 2015,pukul 14.00 wib.

68

22

tidak cocok dengan konteks yang ada sehingga kurikulum dari sinode GKI SW Jateng tidak dipakai. 69

Kurikulum yang tidak sesuai tersebut tidak dipakai karena tidak sesuai konteks kebutuhan pemuda GKI Salatiga. Padahal kurikulum yang kontekstual merupakan kebutuhan yang mendesak bagi seluruh gereja termasuk GKI Salatiga. Oleh karena itu di gereja, para pengerja dan pemimpinnya harus belajar merencanakan dan mengembangkan kurikulum pelayanan berbagai kategori dan kelompok warga gereja70 termasuk pelayanan kategorial komisi pemuda. Selain itu tidak hanya kurikulum yang dibuat memuat tema, isi dan tujuan, namun kurikulum juga harus bisa membina jemaatnya, terutama jemaat pemuda di GKI Salatiga. Dilihat dari fungsinya71 kurikulum yang dapat membina jemaat akan dapat meningkatkan potensi, dan dapat mengevaluasi apa yang tidak sesuai di masyarakat,72 dan juga kurikulum yang dibuat berdasarkan tujuan dan komponen kurikulum yang kontekstual.73 Sehingga dapat dijadikan pedoman utama untuk membina warga jemaat khususnya pemuda. Maksudnya agar pemuda bisa mengembangkan kemampuan berpikir dari apa yang mereka dapatkan, dan juga bisa digunakan sebagai pemelihara pengajaran.74 Sehingga terlihat dari atas walaupun sudah ada kurikulum tersebut diperlukan pendamping dari gereja yang mengontrol kualitas pelayanan.

Lebih lanjut kurikulum yang dapat menjawab kebutuhan yakni seperti tema yang dapat menarik minat pemuda misalnya tema tentang kehidupan pemuda dalam kegiatan sehari-hari, cinta, jodoh, karakter pemuda, tema-tema alkitab, yang kemudian dikemas secara menarik oleh pembicara sehingga menimbulkan kesan yang mendalam bagi pemuda. Tema–tema tersebut yang nantinya akan mengembangkan iman, perkembangan moral pemuda dalam hal membangun relasi dengan sesama. Dengan kurikulum yang sesuai konteks tersebut maka ini sejalan dengan

69

ST Wawancara pada tanggal 30 Oktober 2015,pukul 14.00 wib.

70

Junihot M. Simanjuntak, "Implikasi Konsep Dan Desain Kurikulum Dalam Tugas Pembinaan Warga Jemaat." Jurnal Jaffray 12.2 (2014): 251-272.

71

Sanjaya Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), 10 -11.

72

Bandingkan dengan Sukiswa Iwam, Dasar-Dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung: Tarsito 1986),16-17.

73

S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,1989), 9-10.

74

23

pemikiran Homrighausen dan Enklaar yang mengungkapkan bahwa kurikulum75 yang sesuai dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan tersebut khususnya untuk pemuda.

Selanjutnya dalam proses juga di berikan gambaran-gambaran umum tentang opsi kegiatan yang kira-kira dapat dilakukan seperti, perkunjungan, serta dapat membangun relasi dengan beberapa lembaga sosial yang ada. Dengan kegiatan-kegiatan itu bisa mengembangkan iman mereka serta menambah wawasan mereka. Pertimbangannya rata-rata pemuda adalah mahasiswa jadi gambaran ini dapat relevan dengan kegiatan-kegiatan itu sesuai dengan konteks kehidupan pemuda.Selain itu, untuk pelaksanaannya maka dibutuhkan pendamping yang dibagi perannya dengan jelas dan terstruktur, namun bersifat fleksibel sehingga pendamping dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.

f. Pendamping Pemuda

Pendamping pemuda di GKI Salatiga terdiri dari 2 orang yaitu Majelis pendamping dan pendamping kategorial pemuda. Majelis pendamping di Komisi pemuda ini mendapatkan tugas selain melihat perkembangan pemuda di GKI Salatiga juga dalam rangka melihat dan mengawasi pembuatan kurikulum itu apakah melenceng dari visi–misi gereja yang sudah ditetapkan oleh GKI Salatiga, serta mengawasi dan mengontrol dalam pemakaian dana Gereja.76 Selanjutnya secara umum tugas dari pendamping kategorial adalah mendampingi Komisi Muda dalam setiap kegiatan serta membantu majelis jemaat dalam bidang pelayanan kategorial. Kemudian menjadi perantara antara komisi muda dengan majelis pendamping. Tugas selanjutnya adalah pendamping kategorial ini juga ikut terlibat dalam penyusunan program komisi muda GKI Salatiga.77 Sebagai pendamping kategorial, tidak termasuk dalam struktur kepengurusan komisi muda karena hanya menjalankan fungsi kontrol dan pendampingan guna membantu Majelis dalam pelayanan kategorial.78

Pendampingan tersebut mempunyai fungsi, yaitu fungsi kontrol dan pendampingan. Fungsi ini diberikan oleh gereja kurang maksimal, karena hanya memberikan 2 pendamping

75

Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 138-139 dan Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 54-55.

76

DP Wawancara pada tanggal 29 Oktober 2015,pukul 13.00 wib.

77

AS, Salatiga, Wawancara pada tanggal 30 Oktober 2015, pukul 14.45 wib.

78

24

yaitu pendamping kategorial dan Majelis pendamping. Dalam hal ini dilihat dari teori Homrigaushen dan Enklaar yang memberikan pemikiran bagaimana cara bekerja didalam pemuda.79 Cara bekerja di pemuda adalah dengan memberikan pengertian dan perhatian kepada pemuda.80 Terlihat dari sini Pendamping yang gereja berikan hanya memberikan kontrol dan pendampingan saja guna membantu gereja. Sehingga pengertian dan perhatian yang seharusnya gereja berikan tidak tersalurkan dengan baik.

Dengan tidak tersalurkan dengan baik maka pembinaan warga gereja dan Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan tidak dapat mencapai tujuan akhirnya secara maksimal, terutama di pemuda. Selain itu Gereja juga hanya memberikan dana saja untuk mendukung kegiatan pemuda. Dengan hanya menerima pemberian dana saja, Gereja seolah-olah tidak memberikan perhatian kepada pemuda khususnya di bagian Pendidikan Agama Kristen. Karena Pendidikan Agama Kristen yang diterima oleh jemaat (pemuda) hanya berdasarakan apa yang direncanakan dan dibuat oleh pengurus komisi pemuda dan gereja disini tidak memberikan Pendidikan Agama tersebut. Dilihat dari pembimbingan iman sehingga tidak sesuai dengan teori yang diberikan oleh Homrigaushen dan Enklaar yang menekankan memberikan perhatian, pengertian, dan pendidikan terutama Pendidikan Agama Kristen.81 Jika hal ini tidak dilakukan maka meskipun kurikulumnya ada itu hanya tertulis dan tidak dapat terlaksana dengan baik.

Lebih lanjut seharusnya, koordinasi yang dilakukan dalam pendampingan seharusnya di bangun dalam perannya sebagai pendamping terutama untuk memberikan perhatian kepada pemuda, agar dapat sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Homrigausen dan Enklaar mengenai pendampingan itu82 yaitu dengan gereja menerima mereka sebagaimana mereka ada, dengan menunjukkan pengertian dan minat sungguh-sungguh terhadap masalah-masalah dan pergumulan mereka. Sehingga tercapai apa yang ingin dituju antara gereja dan komisi pemuda dalam melaksankan dan mendidik para pemuda, terkhusus pemuda di GKI Salatiga.

79

Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 138.

80

Ibid, 138.

81

Homrighausen E. G & I.H Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, 139.

82

25 6. ANALISA

Dalam analisa ini ditemukan bahwa ada dua permasalahan yaitu tentang kurikulum dan pendamping pemuda.

a. Kurikulum

Kurikulum yang diberikan kepada GKI Salatiga diperoleh dari Sinode GKI SW Jateng sehingga tidak sesuai konteks kehidupan pemuda di GKI Salatiga. Secara Khusus GKI Salatiga dalam hal ini mempunyai kurikulum untuk pemuda. Kurikulum diserahkan kepada pengurus sehingga ini sangatlah tidak bagus bagi perkembangan iman pemuda itu sendiri. Dengan diserahkan kepada pengurus pemuda saja ini kurang sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Thomas Groome bahwa haruslah sengaja, sistematis, terus–menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap–sikap, nilai-nilai, keahlian–keahlian, atau kepekaan–kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu.83 Sehingga diharapkan dengan adanya kurikulum hal itu bisa dapat terwujud tujuan dalam memberikan Pendidikan Agama Kristen khususnya kepada pemuda sehingga bukan pengurus komisi pemuda saja melainkan juga gereja juga ikut terlibat dalam pemberian Pendidikan Agama Kristen tersebut.

Kurikulum untuk pemuda di GKI tidak ada, ini tidak sesuai teori yang diungkapkan oleh Dien dan Homrighausen dan Enklaar Kurikulum seharusnya bermuara pada pemberian pengalaman untuk peserta didik yang didesain secara baik dan dilaksanakan dengan benar sehingga dapat tercapai tujuan secara umum dan secara khusus melalui pembelajaran atau pendidikan yang dilakukan.84Sehingga dalam pembuatan tema-tema untuk berbagai kegiatan mampu menjawab kebutuhan pemuda secara konkrit. Sehingga jika tidak ada kurikulum tersebut maka tujuan secara umum dan secara khusus yang gereja dan pengurus inginkan tidak tercapai.

Kurikulum yang dibuat untuk pemuda hrauslah bermuatan setidakanya 10 dasar yang sesuai diungkapkan oleh Dien, namun dalam kurikulum di GKI itu tidak ada sehingga ini tidak sesuai. Maka dapat ditambahkan ketika membuat kurikulum khusunya untuk pemuda berisi muatan 10 dasar kurikulum tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Dien. Tujuannya yang terutama adalah

83

Groome, Christian Religious Education Berbagi Cerita dan Visi Kita, 29.

84

26

supaya dalam mengajar, pendidik dapat melakukannya dengan tujuan yang jelas didalam aspek–

aspek dalam kurikulum dibuat tersebut.85 b. Pendamping Pemuda

Pendamping Pemuda di GKI Salatiga seperti yang sudah dijelaskan berisikan 2 orang dari majelis pendamping dan pendamping kategorial. Mereka mempunyai tugas hanya sebagai pengontrol pembuatan kurikulum itu apakah melenceng dari visi–misi gereja yang sudah ditetapkan oleh GKI Salatiga, serta mengawasi dan mengontrol dalam pemakaian dana Gereja.86 Fungsi yang hanya memberikan,mengontrol dana,dan juga hanya memberikan pengawasan terhadap aktivitas pengurus dan pemuda supaya tidak melenceng dari visi misi GKI Salatiga. Ini kurang sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Homrigauhsen dan Enklaar cara bekerja di dalam pemuda. Beberapa hal yang diungkapkan oleh Homrighausen dan Enklaar adalah dengan menunjukkan pengertian dan minat sungguh-sungguh terhadap masalah-masalah dan pergumulan mereka.87 Selain itu juga para pendamping pemuda juga memperhatikan pengajaran tidak hanya terbatas pada pengajaran secara teori saja melainkan supaya mereka belajar mempraktekkan segala pelajaran yang diberikan dalam berbagai aktivitas yang mendatangkan manfaat bagi umum.88

Terlihat dari teori ini maka gereja yang diwakili oleh pendamping majelis dan pendamping kategorial pemuda tidak sejalan dengan teori tersebut. Sehingga bekerja di dalam pemuda tidak dapat terlaksana dan Pendidikan Agama Kristen khususnya untuk yang seharusnya dapat tersalurkan menjadi terhambat. Pembentukan iman juga tidak sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik. Karena dalam Pendidikan Agama Kristen mempunyai tujuan pekerjaan yang diungkapkan oleh Homrighausen dan Enklaar untuk menolong mereka mendapati dan mengenali maksud Tuhan bagi kehidupan mereka sendiri, supaya mereka memandang hidup mereka dalam kehendak Tuhan.89 Dengan pendampingan seperti itu maka dapat diharapkan dapat terarah dan Pendidikan Agama Kristen dapat mereka gunakan bukan hanya teori saja melainkan juga dilakukan dalam kehidupan mereka.

85

Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, 55.

86

DP Wawancara pada tanggal 29 Oktober 2015,pukul 13.00 wib.

87

Homrighausen & Enklaar, Pendidikan agama Kristen,161.

88

Homrighausen & Enklaar, Pendidikan agama Kristen,161.

89

27 7. PENUTUP

Pada bagian ini berisi kesimpulan secara keseluruhan terkait masalah dan pembahasan yang telah diteliti dan dianalisis beserta dengan saran.

a. Kesimpulan

Melihat permasalahan yang diangkat mengenai bagaimana pendidikan pemuda di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan Agama Kristen. Melalui proses penelitian, analisa, dan hasil penelitian sehingga dapat diketahui bagaimana pendidikan pemuda di GKI Salatiga ditinjau dari perspektif Pendidikan Agama Kristen. Dalam hal ini gereja kurang memberikan perhatian yang khusus untuk pemuda. Gereja GKI Salatiga hanya mengontrol dan memberikan dana. Sedangkan hal memberikan pendidikan pemuda diberikan sepenuhnya tanggungjawab kepada pengurus komisi pemuda.

b. Saran

Saran, dalam hal ini penulis ingin memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait.

Pihak pertama; diberikan kepada fakultas Teologi UKSW yang merupakan pusat dalam membagi ilmu terutama ilmu Pendidikan Agama Kristen. Melalui mata kuliah Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Agama Kristen kategorial (pemuda) maka pendeta atau pelayan dapat mengembangkan ilmu tersebut kedalam pelayanannya di kategorial, terkhusus di pemuda.

Pihak kedua ; Saran penulis kepada GKI Salatiga. GKI Salatiga sebagai gereja yang mewadahi komisi pemuda. adalah gereja harus bisa membuka pikiran mereka bahwa komisi pemuda penting dalam kehidupan bergereja. Sehingga Gereja sebagai wadah komisi ini harus bisa lebih fokus terhadap perkembangan dan pendidikan agama kristen yang mereka terima. Selain itu gereja harus bisa menjalin kerjasama dengan komisi pemuda lebih dari memberikan seorang Majelis pendamping. Namun juga gereja harus memperhatikan perhatian kepada mereka. Selain itu pendidikan yang diterima bukan hanya melalui pengurus komisi, namun gereja juga bisa

28

memberikan sumbangan kepada pemuda dengan membuat kurikulum yang sesuai dengan konteks pemuda di GKI Salatiga.

Pihak ketiga; saran penulis kepada pengurus komisi muda GKI Salatiga. Kepada pengurus komisi muda, melihat bahwa upaya–upaya dilakukan mendidik pemuda GKI Salatiga sangat baik sehingga perlu pengembangan lebih lanjut dalam program dan kegiatan. Pendidikan juga bisa melalui kegiatan lain yaitu perkunjungan. Dengan perkunjungan maka pendidikan agama kristen juga dapat diperoleh. Sehingga memasukkan program atau kegiatan perkunjungan bisa dilakukan

29

Dalam dokumen T1 712011005 Full text (Halaman 23-34)

Dokumen terkait